Anda di halaman 1dari 26

PORTFOLIO KASUS EMERGENCY

STROKE INFARK

OLEH :
dr. Ivon Darmanto
PEMBIMBING :
dr. Satmoko Nugroho Sp.S
PENDAMPING :
dr. Yuliawati Soetio
dr. Sofie Giantari

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN


KABUPATEN PROBOLINGGO
2015

Nama Peserta: Ivon Darmanto


Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo
Topik : Stroke Infark
Pendamping :
Pembimbing :
dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie Giantari
Tanggal Presentasi : 29 Juli 2015

dr. Momy S. Nugroho Sp.S


Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan

Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan


Objektif Presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak Remaja
Dewasa Lansia
Bumil
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Menbahas :
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
Email Pos
Data Pasien :

Nama : Ny. S

Nama Klinik : RSUD Waluyo Jati

No. Registrasi : 228333


Telp : -

Terdaftar: -

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Ny. S, 37 tahun diantar saudaranya dengan keluhan tidak bisa berbicara jelas, sudut
mulut kanan mencong, tangan dan kaki kanan lemas.
2. Riwayat Pengobatan : 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Hipertensi tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu
Menggunakan alat kontrasepsi pil sejak 1 bulan ini
4. Riwayat Keluarga : Ibu pasien menderita Hipertensi
5. Riwayat Kebiasaan : pola makan tidak teratur dan tidak berolah raga
6. Lain Lain : Daftar Pustaka :
1. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts: Blackwell
Publishing; 2005. P. 25.
2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New York:
McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK. 3 rd
edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251
4. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P. 89
5. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. CDK 185. 2011; 38 (4) : 247.
Diunduh dari www.kalbemed.com pada tanggal 2 Juli 2015.
6. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK
UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51. Diunduh dari pubmed pada tanggal 2
Juli 2015.
7. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology. 2nd edition. Editor: Harsono.
Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005. P. 81-3. Diunduh dari pubmed

pada tanggal 2 Juli 2015.


8. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993. P. 20. Diunduh dari pubmed
pada tanggal 2 Juli 2015.
9. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition. New
York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8.
10. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based Study of
Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical Neurosciences 8; 2000.
P. 245-9.
11. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
12. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
13. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
14. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2.
EGC. Jakarta. 2006: 1110-19
15. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1.
EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
17. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30.
18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrisons
neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P. 261.
20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. diunduh dari
http://repository.usu.ac.id pada tanggal 2 Juli 2015.
Hasil Pembelajaran :
1. Mendiagnosis awal pasien dengan stroke infark
2. Memberikan penanganan dan rujukan yang tepat
Catatan:
Subyektif
Tanggal 30 Juni 2015, Ny. S, 37 tahun diantar saudaranya ke poli syaraf RSUD Waluyo Jati

Kraksaan dengan keluhan tidak bisa berbicara jelas, sudut mulut kanan mencong, tangan
dan kaki kanan lemas.
Keluhan ini tiba tiba muncul saat pasien bangun tidur kurang lebih tengah malam saat
akan memberi anaknya susu, sebelum tidur pasien mengeluh seluruh tubuh kesemutan,
tetapi hilang sendiri dan pasien beristirahat.
Mual muntah disangkal, nyeri kepala disangkal, kejang disangkal.
Buang air besar dan kecil dalam batas normal.
Pasien menderita hipertensi dan kolesterol yang tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu,
diabetes melitus, penyakit jantung disangkal.
Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
a) Keadaan Umum : pasien tampak sakit, keadaan gizi cukup, kesadaran compos mentis.
b) Tanda-tanda vital : HR: 160/100 mmhg; suhu 38,20 C; RR 20 x/ menit; nadi 84 x/menit
c) BB : 49 kg; TB : 150 cm BMI : 21.78 ( Normal )
c) Keadaan Tubuh

Kepala
Kulit
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks

: mesosefal
: turgor baik, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
: konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), ikterik (-/-)
: sekret (-/-)
: discharge (-/-)
: kering (-), sianosis (-)
: simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)

Paru-paru
Pemeriksaan
INSPEKSI
Bentuk
Pergerakan
PALPASI
Pergerakan
ICS
PERKUSI
Suara Ketok

AUSKULTASI
Suara Nafas

Depan
Kanan

Kiri

Belakang
Kanan

Kiri

Simetris
Simetris

+
+

+
+

+
+

+
+

Simetris
Simetris

+
+

+
+

+
+

+
+

Sonor
Sonor
Sonor
Sonor

Sonor
Sonor
Sonor
Sonor

Sonor
Sonor
Sonor
Sonor

Sonor
Sonor
Sonor
Sonor

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Ronkhi

Wheezing

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba
: batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
batas pinggang jantung: ICS II midclavicularis sinistra
batas kanan bawah jantung : ICS IV linea sternalis
dextra
batas kiri jantung
: ICS V 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, frekuensi 84 x/menit,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : permukaan cembung, dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) 11x/menit
Perkusi
: timpani
Palpasi
: nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar & lien sulit teraba

Sistema Genitalia : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-).


Ekstremitas
Akral dingin
- Oedem - - Pemeriksaan Syaraf:
Pemeriksaan nervus kranialis:
Tanda rangsang meningen:
Kaku Kuduk Brudzinky 1 - / Brudzinky 2 - / Kernig
-/Laseque - / Nervus 3: Ptosis -/-, Pupil isokor 3mm / 3mm, reflek cahaya +/+
Nervus 7:
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri = simetris
2. Menutup mata sekuatnya= simetris
3. membuka kedua mata = simetris
4. Posisi diam, sudut mulut sebelah kanan lebih rendah
Nervus 12:
1. Membuka mulut, posisi lidah berdeviasi ke arah kiri.
2. Menjulurkan lidah pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah kanan.
3. Bicara pelo, artikulasi tidak jelas
Motorik
1. Ekstremitas atas 3 / 5
2. Ekstremitas bawah 4 / 5

Reflek fisiologis
1. Reflek bisep +3 / +2
2. Reflek tricep +3 / +2
3. Reflek patella +2 / +2
4. Reflek achilles +2 / +2
Reflek patologis
1. Hoffman + / 2. Trommer + / 3. Babinski + / 4. Chaddock + / -

SIRIRAJ SCORE:
(2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12
2.5*0 + 2*0 + 2*0 + 0.1*100 3*0 -12 = -2
Keterangan:
Derajat kesadaran: Sadar penuh = 0, Somnolen = 1, Koma = 2
Nyeri kepala: Tidak ada = 0, Ada = 1
Vomitus: Tidak ada = 0, Ada = 1
Ateroma : Tidak ada penyakit jantung, DM = 0, Ada = 1
Dengan hasil sebagai berikut:
SS > 1 = Stroke Hemoragik
-1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang (Ct- Scan)
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Kesimpulan: Stroke non hemoragik trombosis dengan lesi di korteks kiri
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 30 Juni 2015
Hemoglobin :10,7 g/dl

WBC : 8000/mm3

Hematokrit : 34%

Plt : 237.000/mm3

GDA: 96
Kolesterol total: 224 ()
Trigliserida : 144
HDL : 50
LDL : 145.2

BUN : 8.28

Urea : 18
CK : 0.5
Uric Acid : 3.8

Pemeriksaan penunjang
CT-SCAN tidak dilakukan karena keterbatasan alat dan dana
Diagnosis : Stroke infark thrombosis
Differential diagnosis :
1. Stroke infark emboli
2. Stroke bleeding intracerebral
3. Stroke bleeding subarachnoid

Planning:
1. Planning terapi:
a) KIE mengenai penyakit
b) Rawat inap dengan terapi farmakologis sebagi berikut:
1. RL 1000 cc / 24 jam
2. Inj. Glibotic 2 x I
3. Inj. Citicolin 2 x II
4. Inj. Mecobal 2 x I
5. Inj. Omeprazole 1 x I
6. Per oral Aspilet 1 x 80 mg
2. Planning diagnosis:
Monitor keluhan dan perjalanan penyakit

TINJAUAN PUSTAKA
STROKE

I. DEFINISI DAN ANATOMI


Definisi menurut WHO: stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat
gangguan aliran darah otak.10.

Gambar 1.1 Vaskularisasi Otak


Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. 6 Arteri
karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga

tengkorak

melalui

kanalis

karotikus,

berjalan

dalam

sinus

kavernosus,

mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media.7 Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi
pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi
pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus.
Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan
temporalis.8
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis

servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan


masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons,
keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang
arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri
serebri posterior.7 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula
spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior
memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna,
talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak
bagian atas. 7

II. ANGKA KEJADIAN


Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koronen dan kanker di megara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga
penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan.9
Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per 100.000
penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya sekitar 500-600 per
100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik dalam
kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan usia sebesar : 15,9%
(usia 45 55 tahun), 26,8% usia 55 65 tahun, dan 23,5% usia > 65 tahun. Sedangkan
insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan
dengan profil usia < 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia >
65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, sehingga dapat
menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian
hari.9,10
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang
pertama, dan sebanyak 15 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang permanen.
Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh
stroke iskemik atau infark.9,10

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

3.1 ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri.11
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.11
2.

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam
plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan
materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak,
tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.11

3.2 FAKTOR RESIKO


Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di
modifikasi.12
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan akan meningkat dua
kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun.12
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal krena stroke.
Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada perempuan.12,
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami
stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.13

4. Ras atau etnik


Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara
di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).12
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.12
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali
ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang
dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari
140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.12,14
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi
jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di
jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.12
4. Diabetes mellitus
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat
tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun,
ada factor penyebab ain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40%
penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.12
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat
iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di
perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam
3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama.15,16
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis

penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga
lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini
menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya,
VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida
>150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh
darah baik di jantung maupun di otak.12,16
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok
pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang
ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu
juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses
gumpalan darah.12
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi modifikasi menurut Marshall10 :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke dibagi menjadi:
a. Stroke iskemik
1. Transient ischemic attact (TIA)
2. Trombosis serebri
3. Emboli serebri
b. Stroke hemoragik
1. Pendarahan intraserebral
2. Pendarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium dan pertimbangan waktu, stroke dibagi menjadi:
a. Transient ischemic attact (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Reversible ischemic neurology defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke in evolution / Progressing stroke
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
d. Complete stroke
Gejala klinis yang telah menetap.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem carotis
b. Sistem vertebro-basiler

V. PATOFISIOLOGI
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui
sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.17,18
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh
darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat
arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan
tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.18
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.19
5.1 Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan
lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih
jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak
seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi
mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap,
bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah strokein-evolution.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar
tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini
dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti
yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki
derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri
basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan
arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.17,19
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial
adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan
darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut

dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan
demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan
mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau
keduanya.17

5.2 Stroke Embolik


Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus.
Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus
biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan
penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering
tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu
jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik
yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah
bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui
arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya
bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan
berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.17
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan
menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang
lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie
atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau
mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa
struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena
kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan
perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.17
5.3 Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark)
tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak
dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau
kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit.
Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:

1.

Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih
(CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam
beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh
daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan
50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini
berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa
waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.

2.

Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra,
cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:

Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk

menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)


Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi,

sehingga neuron membengkak


Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah
proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik
glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas
kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain,
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan
enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar
sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini
terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron.

Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat
untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna

protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran
sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.17

VI. MANIFESTASI KLINIK


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus
terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa
menit.9,10

Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.
Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi
mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup
besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan
gejala klinis tertentu.11
6.1 Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan
tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan
tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:
1)
2)
3)
4)

Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa


Ngompol (inkontinensia urin)
Penurunan kesadaran
Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada
satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut
cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.
6.2 Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan,


pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis
bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan
sensorik dan gangguan kesadaran.9,10
Selain itu juga dapat menyebabkan :

Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus.11

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal,
muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di
subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya,
distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak
pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan
sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
VII. DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejalagejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang
sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9-11
7.1

Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri

kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau


berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko
yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke
sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12

7.2 Pemeriksaan fisik


Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tandatanda

perdarahan,

meninges.10,12

tanda-tanda

peningkatan

TIK,

ataupun

tanda-tanda

ransang

Alat bantu skoring : Siriraj score


(2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) - (3 x atheroma markers) 12
Keterangan:
Derajat kesadaran: Sadar penuh = 0, Somnolen = 1, Koma = 2
Nyeri kepala: Tidak ada = 0, Ada = 1
Vomitus: Tidak ada = 0, Ada = 1
Ateroma : Tidak ada penyakit jantung, DM = 0, Ada = 1
Dengan hasil sebagai berikut:
SS > 1 = Stroke Hemoragik
-1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang (Ct- Scan)
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang
mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering
dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan
lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia.
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu :

1.

CT scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi.

Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak.
Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.12

Gambar 7.1. CT scan stroke iskemik


2.

MRI (magnetic resonance imaging)


Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik

rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.15
3.

Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)


Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang

suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan
arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi
aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.18
4.

Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam

arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluhpembuluh darah di leher dan kepala.18
2. DIAGNOSIS BANDING
1) Stroke Hemoragik
2) Ensefalopati toksik/metabolik
3) Ensefalitis
4) Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5) Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6) Trauma kepala

7) Ensefalopati hipertensif
8) Migren hemiplegik
9) Abses otak
10) Sklerosis multipel.11,12

VIII. PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang
perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah
terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas
terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan non konvulsif
adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk
kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat
memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :
1. Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi kedaerah iskemik non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra
iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
8.1 Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera
jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa
yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan
agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup,
tidak justru berkurang.
Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3
1.

Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik.
Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3

2.

Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.

Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan
penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3.

4.

Blood

Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.


Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai

menurunkan perfusi otak.


Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih

pada penderita dengan diabetes mellitus lama.


Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10

Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah
hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui
pipa nasogastrik.10

5.

Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril
atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10

Penatalaksanaan komplikasi :
1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu
diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus : 1
g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam
selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10
Penatalaksanaan keadaan khusus :
1.

Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini :

Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang

30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung

Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan
sampai batas hipertensi ringan.

Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis
kalsium.10
2.

Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10

3.

Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan
selama 2-3 hari pertama.10

4.

Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya
diobati,10

5.

Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10

Penatalaksanaan spesifik :
1.

Fase Akut
Pada fase akut dapat diberikan :

2.

Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari


Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10

Fase Pasca Akut


Pada fase paska akut dapat diberikan:

Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg


ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor.10

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi :
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi. Rehabilitasi segera
dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah :

Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu


Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal

menjadi normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.9

Prinsip dasar rehabilitasi :

Mulai sedini mungkin


Sistematis
Ditingkatkan secara bertahap
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.9

Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat
dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1.

Pengobatan hipertensi

2.

Mengobati diabetes mellitus

3.

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

4.

Berolahraga teratur.

IX. PENCEGAHAN
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
9.1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara
melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain
itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan
masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media
cetak, media elektronik dan billboard.
9.2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke,
antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obatobatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard
akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buahbuahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada

makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta
dianjurkan berolah raga secara teratur.
9.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini
ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi
kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi
atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua,
diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal
(aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi
yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita
dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat
badan dan kurang gerak.
9.4. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh
tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli
okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses
pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi,
diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di
tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan
bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat

berkomunikasi dengan orang lain.


b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia,
murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu
mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki
psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan
informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.
X. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10%
pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk
pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9

Anda mungkin juga menyukai