LAPORAN KASUS
1.
IDENTITAS
Nama
JenisKelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat
Agama
No. RM
TanggalMasuk
Tanggal Keluar
2.
: An. Akbar S
: Laki-Laki
: 12 tahun
: Pelajar
:Sumpuh RT 9 RW 2
: Islam
: 291175
: 11 juni 2015
: 21 Juni 2015
ANAMNESA
1
Keluhan Utama
Sesak nafas
Keluhan Tambahan
Pasien merasa sesak nafas di sertai bengkak pada seluruh wajah , perut, dan
kaki
BAB (+), BAK (+), saat BAK tidak terasa sakit atau panas, BAK merah
disangkal pasien.
4
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI sampai usia 6 bulan. Selanjutnya pasien mendapat
PASI berupa bubur setalh berumur lebih dari 6 bulan. Pasien baru mulai
makan nasi saat usia 1 tahun. Pasien menyusu sampai usia 1,8 tahun. Pada
usianya saat ini, Pasien makan nasi, lauk pauk, sayur dan buah sebanyak 3
kali sehari.
duduk usia 8 bulan, berdiri usia 9 bulan, mengucapkan kata- kata usia 10
bulan, dan bisa berjalan usia 14 bulan.
4
Vaksinasi
A. Dasar : Lengkap
B. Ulangan
3.
1
Status Generalis
1
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
: TD
= 140/109 mmHg
R = 28 kali/menit
S = 36,40C
BB: 35kg
3
STATUS GENERALIS
Kepala : Mesocephal
Rambut warna hitam dan putih uban
Distribusi rambut merata dan lurus
Rambut tidak rontok dan tidak teraba benjolan
Mata :
Hidung
: Discharge (-)
Deviasi (-)
Nafas cuping hidung (-)
Leher : Inspeksi
Palpasi
Thorax : Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Redup
Auskultasi
Paru Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
9
Ekstremitas
: Hepar & Lien tak teraba, Nyeri tekan (-), Massa (-)
: Superior
Inferior
4.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 11 juni 2015
1
Darah Lengkap
Hb
: 13,4
[12 - 16] g%
AL
: 11,4
[4 - 10] ribu/ul
AE
: 5.63
[4 - 5] ribu/ul
AT
: 414
HMT
: 41
[36 - 46] %
Eosinofil
: 0.8
[2 - 4] %
Basofil
: 1.9
[0 - 1] %
Batang
:1
[2 - 5] %
Segmen
: 50
[51 - 67] %
Limfosit
: 39
[20 - 35] %
Monosit
: 7.3
[4 - 8] %
Urin lengkap:
Warna
: Kuning
Keton
: Negative
Kekeruhan
: Agak Keruh
Urobilinogen : Negative
pH
:6
Bilirubin
: Negative
BJ
: 1,020
Darah
: Negative
Leukosit
: Negative
Sedimen
Eritrosit
: Negative
Leukosit
: 1-3
Protein
: Negative
Eritrosit
: 0-2
Reduksi
: Negative
Cristal
: Negative
Cylinder
: Negative
Kimia Klinik :
Urea
24 mg/dL
( 15-39 mg/dL)
Creatinin
1,0 mg/dL
(0,9-1,3 mg/dL)
5.
DIAGNOSA BANDING
GNA
Sindroma Nefrotik
CKD
DIAGNOSIS KERJA
GNA
PENATALAKSANAAN
6.
7.
Terapi IGD
1
IVFD NS 20 tpm
O2 kanul 4 liter/menit
8.
IVFD NS 20 tpm
O2 kanul 4 liter/menit
Follow UP
12/6/2015
Perjalanan Penyakit
Diagnosis
S/ Sesak nafas (+) , Batuk (-)
GNA
Wajah Bengkak (+), Kaki Dd: SN, CKD
Bengkak (+), BAK (+) merah (-)
Planing
Terapi Lanjut
Konsul SPA
13/6/2015
Perjalanan Penyakit
Diagnosis
S/ Sesak nafas (-) , Batuk (-)
GNA
Wajah Bengkak (+) berkurang, Dd: SN, CKD
Kaki Bengkak (+) berkurang, BAK
(+) merah (-)
O/ Ku : CM,
Vital sign t :36,8 0 C
TD : 120/90 mmHg
RR : 26 x / menit
Nadi : 120 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (+)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
14/6/2015
Planing
Furosemide Stop
Lain-lain Lanjut
Perjalanan Penyakit
Diagnosis
S/ Sesak nafas (-) , Batuk (-)
GNA
Wajah Bengkak (+) berkurang, Dd: SN, CKD
Kaki Bengkak (+) berkurang, BAK
(+) merah (-)
Planing
Cek
Albumin
kolesterol,
Lain-lain lanjut
O/ Ku : CM,
Vital sign : t :36,8 0 C
TD : 110/60 mmHg
RR : 24 x / menit
Nadi : 110 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (+)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
15/6/2015
Perjalanan Penyakit
S/ Sesak nafas (+) saat pagi , Batuk (-)
O/ Ku : CM, tampak sesak
Vital sign : t :36,8 0 C
TD : 120/70 mmHg
RR : 28 x / menit
Nadi : 110 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (+)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
Laboraturium :
Albumin 3,2 mg/dL( 3,8- 5,4 mg/dL )
Kolesterol 77 mg/dL ( < 200 mg/dL )
Diagnosis
GNA
Hipoalbumin
Dd: SN, CKD
Planing
Darah Lengkap Ulang
Cek ASTO
Inj. Ampicilin 4x700mg
Inj. Furosemid 2 x 30 mg
BB : 30 Kg
16/6/2015
Perjalanan Penyakit
S/ Sesak nafas (-), Batuk (-)
O/ Ku : CM,
Vital sign : t :36,8 0 C
TD : 110/70 mmHg
RR : 24 x / menit
Nadi : 100 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (+)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
Laboraturium :
ASTO positive
Diagnosis
GNA
Hipoalbumin
Planing
Inj. Ampicilin 4x700mg
Inj. Furosemid 2 x 30 mg
Albumin 20% 100cc
Darah rutin :
Leukosit : 10,87 103 UL
HB : 13,4 g/dL
Eosinofil: 1 [2 - 4] %
Basofil : 2,3 [0 - 1] %
Netrofil: 46,1 [50 - 70] %
Limfosit
: 44,3 [20 - 35] %
Monosit
: 7.3 [4 - 8] %
17/6/2015
Perjalanan Penyakit
Diagnosis
S/ tidak ada keluhan, bengkak GNA
berkurang
Hipoalbumin
O/ Ku : CM,
Vital sign : t :36,7 0 C
TD : 120/70 mmHg
Planing
Tx Lanjut
Inj Furosemid 1x 40 mg
RR : 24 x / menit
Nadi : 100 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (-)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
18/6/2015
Perjalanan Penyakit
Diagnosis
S/ tidak ada keluhan, bengkak GNA
berkurang
Hipoalbumin
O/ Ku : CM,
Vital sign : t :36,7 0 C
TD : 120/80 mmHg
RR : 24 x / menit
Nadi : 100 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (-)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
Planing
Tx Lanjut
Furosemid ganti oral
2x Tablet
19/6/2015
Perjalanan Penyakit
S/ tidak ada keluhan,
berkurang
O/ Ku : CM,
Vital sign : t :36,7 0 C
Diagnosis
bengkak GNA
Hipoalbumin
Planing
Observasi bila baik besok
BLPL
Tx ganti oral
TD : 120/80 mmHg
RR : 24 x / menit
Nadi : 100 x / menit
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (-),
Pekak Beralih (-)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (+) berkurang
20/6/2015
Perjalanan Penyakit
S/ Perut Kembung
O/ Ku : CM,
Mata : Ca -/-, SI -/Edema Palpebra (+)
Thorax : Pulmo/Cor Dbn
Abdomen : Supel, BU (+),
Distensi (+),
Pekak Beralih (-)
Extremitas :
Atas : Akral Hangat, Edem (-)
Bawah : Edema (-)
9.
Diagnosis
GNA
Hipoalbumin
Planing
BLPL
Tx lanjut
Prognosis
Ad vitam
Ad sanationam
yang sudah diterapi penisilin akan terdapat imunitas yang menetap, sehingga
sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya infeksi berulang
Ad fungsionam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Istilah Glomerulonefritis Akut digunakan untuk menunjukkan gambaran klinis
akibat perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca
infeksi streptokok. Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin
(proteinuria, hematuria, silinder, eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri,
bendungan sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus
(parenkhim) baik primer maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut
(SNA). Etiologi sindrom nefritik akut sangat banyak dan pasca infeksi steptokok
merupakan salah satu diantaranya yang sangat penting. (Enday, 1997).
2.2 Insidensi
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang
anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin
berkurang. Pria lebih sering terkena daripada wanita. (Agustian dr, 2003).
2.3 Epidemiologi
Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling
sering pada anak-anak usia sekolah. (Agustian dr, 2003).
2.4 Etiologi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan
bagian atas, misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang juga
dapat berhubungan ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler dan
bahkan infeksi kulit. Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitik golongan
A, dan paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapat ditemukan pula
ialah tipe 4, 47, 1, 6, 25 dan Red Lake (49). Periode antara infeksi saluran nafas atau
kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus dinamakan periode laten.
Periode laten ini biasanya antara 1-2 minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini
sehingga dapat dibedakan dengan sindrom nefritik akut karena sebab lainnya. Periode
laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya antara 8-21 hari. (Prico, 1998).
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
2.5.1 Patogenesis
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari
kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok
merupakan salah satu contoh dari penyakit komplek imun.
Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host) akan bereaksi dengan
antigen-antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen) dan komplemen untuk
membentuk circulating immunne complexes. Untuk pembentukkan circulating
immunne complexes ini diperlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan 20 : 1.
Jadi antigen harus lebih banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang beredar
dalam darah (circulating antigen), bukan berasal dari glomerulus seperti pada
penyakit anti GBM, tetapi bersifat heterolog baik eksogen maupun endogen.
Kompleks imune yang beredar dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang
singkat menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses
kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan
mikrokoagulasi.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bentuk Glomerulonefritis akut pascastreptokok mempunyai prognosis pada lebih baik daripada bentuk non-streptokok,
dan prognosis pada anak lebih baik daripada orang dewasa.
Pada anak lebih kurang 90% atau lebih akan menyembuh. Gejala klinik
menghilang dalam beberapa minggu, namun hematuria mikroskopik, cylindruria dan
proteinuria ringan dapat tetap ada selama lebih kurang 1 tahun.
2.5.2 Patofisiologi
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis terhadap
protein dan sel-sel eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan hematuria.
2. Oedem
Mekanisme retensi natrium Na+ dan oedem pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme oedem pada
sindrom nefrotik. Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya, mungkin
akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi
natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam
natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma,
kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi
oedem.
3. Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks. LEDINGHAM (1971)
mengemukakan hipotesis mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut:
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis) Gangguan keseimbangan
natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat.
Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan
konsentrasi renin, atau tindakan drastis nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi.
4. Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik
akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan dalam kepustakaan antara lain:
a. Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah umum dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi oedem.
b. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang
dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c. Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahanperubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar
maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini
mungkin berhubungan dengan miokarditis.
d. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan
cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini
akibat retensi natrium dan air.
2.6 Morfologi
2.6.1 Makroskopik
Ginjal pada Glomerulonefritis akut membesar simetrik, sampai tegang dan
mudah dikupas, permukaan licin, merah tengguli. Kadang-kadang tampak titik-titik
hemoragik fokal. Pada penampang, kortex tampak sembab dan melebar; kortex dan
medula berbatas jelas.
Kumpulan
gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal dengan sindrom
nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis dari
glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada
pasien anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis
pertama.
1. Infeksi Streptokok
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi
kulit
(impetigo).
Data-data
epidemiologi
membuktikan,
bahwa
prevalensi
glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas.
Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri
khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas
badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua
pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran
kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria
merupakan tanda prognosis buruk pada pasien dewasa.
4. Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua
pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah
terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan
atau tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Oedem dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan
penyakit berat dan progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang
disertai dengan asites dan efusi rongga pleura.
2.8 Terapi
1) Istirahat total 34 minggu
2) Diet rendah protein
3) Pengobatan simptomatis
1
2
3
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien mengeluh sesak nafas dan bengkak pada wajah, perut,
dan kaki. Riwayat keluhan serupa pernah muncul namun kadang hilang dengan
sendirinya. Riwayat batuk pilek (+) 2 minggu yang lalu. Menurut keterangan keluarga
pasien, pasien suka mengkonsumsi minuman mengandung. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien nampak sesak, tanda vital seperti tekanan darah, nadi dan
pernapasan meningkat. Pada pemeriksaan paru terdapat ronkhi basah halus pada
kedua lapang paru. Ditemukan adanya edema pada kedua ekstremitas dan wajah,
serta asites pada perut. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat
mengarah ke diagnosis banding glomerulonefritis akut, chronic kidney disease, dan
sindroma nefrotik.
Dari hasil laboratorium didapatkan adanya leukositosis yang menandakan
adanya infeksi. Hasil ureum kreatinin yang normal dapat menyingkirkan diagnosis
banding Chronic Kidney Disease. Karena untuk menegakkan diagnosis CKD harus
meliputi 3 tanda yaitu: anemia, azotemia, dan hipertensi. Penegakkan diagnosis
sindrom nefrotik diperlukan adanya hipoalbumin, dyslipidemia, dan proteinuria.
Tidak ada nya dyslipidemia yang ditandai dengan kadar kolesterol yang normal dapat
menyingkirkan diagnosis banding sindrom nefrotik. Diagnosis GNA dapat diketahui
dengan pemeriksaan urin rutin berupa adanya hematuria baik makroskopik maupun
mikroskopik dan proteinuria. Pada pemeriksaan urin rutin pasien ini tidak didapatkan
adanya kelainan, namun dengan adanya hipoalbuminemia dan pemeriksaan ASTO
yang positif menandakan pasien terinfeksi bakteri Streptococcus, sehingga
menbgarahkan ke diagnosis GNA.