PENDAHULUAN
ini.
Klasifikasi
yang
sering
disebutkan
mengenai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
ERITRODERMA
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
menyebabkan fungsi kulit adalah eritroderma.1
1.1 Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis
eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.2,3 Bagaimanapun, itu tidak
dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit
yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada
sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell
lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien
mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma,
identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak
kelainan kulit.4
Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur
dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang
terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma,
skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik,
pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium
penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan preeritroderma.5
1.2 Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan
penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.(6) Penyakit kulit yang
eritroderma seperti ;
Hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan, dan albumin dengan takikardia
and kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius. Pada eritroderma
kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia, palmoplantar keratoderma,
kelainan pada kuku and ektropion.4
1.3 Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari
100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling
sering pada pria dengan rasio 2:1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40
tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. 7 Insiden eritroderma
makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring
dengan meningkatnya insidens psoriasis. 5
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit
lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus
adalah psoriasis berat.7 Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi
terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan
sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.2
1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Patogenesis
eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang mendasarinya,
dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi eritroderma, atau
perkembangan eritroderma idiopatik tidaklah sepenuhnya dimengerti. Penelitian
terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus
patogenesitas stapilococcus mengkodekan superantigen. Lokuslokus
tersebut mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan
staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus atau
antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock syndrome
toxin-1, mungkin memainkanperanan pada patogenesis eritroderma. Pasien-pasien
pada dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S.aureus sekitar 83%,
dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien
memiliki toxin S.aureus yang positif.7
Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh beraksi berupa
pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti
terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin
dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat
terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin
meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan
panas
juga
meningkat.
Pengaturan
suhu
terganggu.
Kehilangan
panas
Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai erosi dan
likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat,
leukositosis, maupun anemia ringan.7
Histopatologi
proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi
edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan reteridge lebih
dominan.2
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid
infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan
Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan
beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadangkadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma. 2
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T
matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan
gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus,
akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis
rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat
memperlihatkan gambaran khasnya. 2
1.7 Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah
ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuningkemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi,
erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif
hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam
eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala,
biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan
pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya
dapat menegakkan diagnosis. 2,4
11
2 PSORIASIS
2.1. Definisi
Psoriasis adalah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapislapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Skuama
tersebut berwarna putih keabu-abuan atau keperakan dan tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti
psoriasis yang biasa, dan psoriasis yang lain misalnya psoriasis pustulosa. 7
2.2 Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak
menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih
mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.Gambaran yang akurat
mengenai epidemiologi dan morbiditas psoriasis sangat sulit diberikan karena
kriteria diagnostik tidak digunakan, perbedaan metode yang digunakan, dan
teknik penentuan pasien yang bervariasi. Bagaimanapun juga, psoriasis
merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai karena tersebar luas dan
mengenai 1-3% populasi dunia. Penyakit ini mengenai 1,5-3% populasi di Eropa
dan Amerika Utara, tetapi jarang pada orang Afrika dan Jepang.Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%.
Insiden pada orang berkulit putih lebih tinggi daripada penduduk berkulit hitam.
Pada daerah tropis dan suku Afro-Amerika, psoriasis lebih jarang ditemukan.
Data dari penelitian di Asia Tenggara dan Selatan menunjukan prevalensi
psoriasis berkisar antara 0,5-2,3% di India, 4-5% di Malaysia, dan sekitar 0,4% di
Srilanka. Paling sering ditemukan pada usia dekade ketiga (rata-rata pada pria
ditemukan pada usia 29 tahun, sedangkan pada wanita sekitar usia 27 tahun),
meskipun sebenarnya psoriasis dapat mengenai usia berapapun, bayi sampai
dengan dewasa tua. 7,8
12
Insidens psoriasis, jumlah kasus baru dalam satu populasi pada suatu
waktu tertentu, diperkirakan 60 individu per 100.000 populasi per tahun. Pada
penelitian, didapatkan kasus 68% didiagnosis pertama kali saat musim dingin dan
musim semi.Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk
berkulit berwarna. 9
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab psoriasis masih belum banyak diketahui dengan pasti sampai
sekarang. Adapun beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi timbulnya
psoriasis seperti faktor genetik, imunologi, dan faktor pencetus yang lain :7
a. Faktor Genetik
Hubungan antara psoriasis dengan faktor genetik pertama kali disimpulkan
pada tahun 1963 oleh Gunner Lomholt yang meneliti psoriasis di kepulauan
Faroe.
10
13
14
40% kasus. Tidak ada sifat atau gangguan kepribadian yang khusus pada penderita
psoriasis. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi yang positif antara stress
dengan keparahan dari psoriasis. Dimana didapatkan separuh dari pasien
mengalami stress tersebut. 8
Alkohol juga diduga sebagai faktor pencetus yang memperberat psoriasis,
namun dugaan ini belum terbukti. Anggapan ini tampaknya bersumber pada hasil
observasi pecandu alkohol yang menderita psoriasis, dimana mereka minum
alkohol dalam jumlah banyak dan psoriasisnya kambuh. 8,12 Disamping itu,
psoriasis juga bisa dipicu oleh berbagai macam obat-obatan seperti beta blocker,
lithium, antimalaria, dan beberapa obat antiinflamasi non steroid, pengobatan
steroid sistemik yang dihentikan secara mendadak, terbinafide, penghambat kanal
kalsium, captopril, glyburide, iLs, IFN dan obat penurun kadar lemak. 8
Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak
insidens psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Psoriasis dipicu juga oleh
terapi estrogen dosis tinggi yang merupakan potensi terhadap jalur hormonal.
Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus
memburuk. Menurut penelitian, pada periode tiga bulan postpartum, kasus
psoriasis sebesar 30% kasus tidak mengalami perubahan, sebesar 10% membaik,
dan sebesar 50% memburuk. Hipokalsemia, contohnya pada kasus post
paratiroidektomi, dilaporkan memperberat psoriasis. 8
Walaupun sinar matahari umumnya sangat bermanfaat, namun pada
sebagian kecil pasien, psoriasis mungkin juga dapat dicetuskan oleh paparan sinar
matahari yang lama dan menyebabkan eksaserbasi di musim panas pada kulit
yang terpapar. 9
Peningkatan psoriasis pada pasien dengan HIV juga telah diamati, dimana
menunjukkan peningkatan keaktifan dari psoriasis pada pasien HIV. 11,6
15
16
17
dapat meluas ke lateral dan menjadi mirip cincin karena menyatunya sejumlah
plak (Psoriasis Gyrate).7,10
2.5.2
Psoriasis Gutata
Kata gutta berasal dari bahasa latin yang berarti a drop. Psoriasis gutata
ditandai oleh lesi papula dengan diameter biasanya 0,5-1 cm dan berjumlah lebih
dari satu pada tubuh bagian atas dan ekstremitas proksimal.Bentuk ini banyak
terjadi pada remaja atau dewasa muda dan sering didahului oleh infeksi
tenggorokan akibat Streptococcus. Bentuk ini terutama menyerang pasien di
bawah usia 30 tahun.-7Peningkatan titer antistreptolisin sering ditemukan pada
psoriasis gutata.12Selain itu, bentuk ini juga dapat timbul setelah infeksi yang lain,
baik bakteri maupun virus. 7,10
18
2.5.3
terbatas mengenai permukaan lipatan, lekukan, dan fleksor seperti telinga telinga,
aksila, selangkangan, lipatan di bawah payudara, pusar, lekukan interglutea, glans
penis, bibir, menyerang seluruh bagian tubuh termasuk muka, tangan, kaki, dan
jari. Gambaran yang menonjol adalah eritema dan skuama yang tidak begitu
banyak. Bisa timbul akibat respon terhadap terapi topikal yang tidak dapat
ditoleransi oleh penderita, sehingga terbentuk reaksi koebner menyeluruh. 7,10
19
2.5.4
Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seberoik (seboriasis) merupakan gabungan
antara psoriasis dan dermatitis seboroik. Tempat predileksi sama dengan psoriasis
vulgaris namun dapat juga pada daerah lipatan seperti antekubiti, aksila, bawah
payudara, selangkangan dan area interglutea. Lesi tampak basah dan eritema, serta
lebih banyak dijumpai skuama yang lunak dan berminyak.10
2.5.5
Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai
penyakit tersendiri dan yang lainnya sebagai varian psoriasis. Terdapat dua bentuk
psoriasis pustulosa yaitu lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya
psoriasis barber dan bentuk generalisata contohnya psoriasis Von Zambusch. 7,10
a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau kaki
atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril,
kuning dan dalam, di atas kulit yang eritematus disertai rasa gatal.
20
bercak dan kemudian meluas sejalan dengan proses penyakit yang semakin
bertambah parah, eritema yang mengelilingi pustula sering meluas dan menyatu
dengan eritema yang lain sehingga terbentuk eritriderma. Jenis ini khas ditandai
dengan serangan demam dan pustula. 7,8,10
2.5.6
Arthritis Psoriasis
Insiden psoriasis 10 kali lebih tinggi pada individu dengan arthritis
seronegatif dibanding dengan individu tanpa arthritis. Ada 5 pola klinis : (a)
arthritis sendi interphalang distal asimetris disertai kerusakan kuku (16%), (b)
arthritis mutilans disertai osteolisis phalang dan metacarpal (5%), (c) rheumatoid
arthritis mirip poliarthritis simetris, disertai claw hand (15%), (d) oligoarthritis
disertai pembengkakan dan tenosynovitis satu atau beberapa sendi tangan (70%),
(e) ankylosing spondilitis saja atau disertai arthritis perifer (5%). Temuan
radiografik pada sebagian besar kasus sama seperti arthritis rheumatoid, namun
gambaran yang mengarah ke psoriasis adalah erosi tulang phalang terminal
(akroosteolisis)
meruncing
atau
penipisan
phalang
atau
metakarpal,
21
Histopatologis
Psoriasis
memberikan
gambaran
histopatologi
yang
khas,
yaitu
22
2.6 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan secara :7,11
Keterangan
Biasanya menunjukkan kulit yang berminyak dan
kekuning-kuningan, tanpa skuama yang berlapislapis dan predileksinya pada daerah seboroik (kulit
kepala, alis mata, sudut nasolabial, telinga, region
Pityriasis Rosea
Lues
stadium
(Sifilis
Psoriasiformis)
Liken planus
Tinea Korporis
Dermatitis atopik
Morbus Hansen
Tipe BB
2.8 Penatalaksanaan
Terapi psoriasis membutuhkan waktu yang lama dan kekambuhan hampir
bisa dipastikan terjadi dan lesinya bias hilang spontan. Tetapi ada kecenderungan
tiap pengobatan secara perlahan akan berkurang efektifitasnya dan karena itu
perlu diberikan terapi dengan metode yang bervariasi. Tetapi perlu disesuaikan
dengan letak lesi, tingkat keparahan, durasi, terpai sebelumnya, dan usia pasien.
24
Pada beberapa kasus mungkin hanya perlu terapi topical atau sistemik atau
keduanya. 7,10
A. Pengobatan Topikal
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal paling poten adalah clobetasol propionate 0,0250,1% selama 2 minggu. Preparat ini memberikan hasil yang baik tetapi harganya
mahal. Untuk kulit kepala kortikosteroid yang digunakan dengan bahan gel atau
propylene glycol. Krim lebih dipilih untuk daerah lipatan (kulit tipis) dan area
yang terpapar sinar matahari. Dengan kortikosteroid, bentuk salep lebih efektif
dibandingkan krim (stoughton) walaupun memiliki potensi sama. Injeksi
kortikosteroid intralesi juga dapat diberikan untuk kelainan kuku atau bercak yang
membandel melalui preparat triamsinolon 2,5 10 mg/ml dalam sediaan suspensi
dalam larutan salin yang steril setiap sebulan sekali. 7
b. Ter / Tar (Liquor Carbonic Detergen)
Ter mempunyai efek anti radang. Menurut asalnya ter dibagi menjadi 3,
yakni yang berasal dari fosil (iktiol) 1 5%, kayu (oleum kadini dan oleum ruski),
batubara (liantral dan likuor karbonis detergens) 10%. Pada psoriasis menahun
lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara karena lebih efektif dan
kemungkinan timbul iritasi kecilsampai dermatitis terutama pada daerah kulit tipis
(wajah, genetalia, lipatan tubuh). Pada psoriasis akut diberi ter dari kayu namun
kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. 7
Sediaan ter 2 5% dalam berbagai bahan dasar (lotio, krim, gel, oil bath,
salep) memperlihatkan efektivitas pada psoriasis. Supaya lebih efektif, maka daya
penetrasinya harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan
konsentrasi 3 5% atau menggunakan 25% ter dalam alkohol, maupun 5 10%
ter dalam krim kortikosteroid. Sebagai vehikulum harus diberikan dalam bentuk
salep karena daya penetrasinya lebih baik. Ter dapat digunakan sebagai terapi
tunggal satu kali sehari (malam hari), maupun digunakan dengan kombinasi UVB
dengan cara dioles minimal 2 jam sebelum difoto atau dioleskan semalam
dibiarkan sampai keesokan paginya dan dicuci dengan mineral atau minyak sayur.
25
26
angsur. Setiap kali dinaikan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Dibarikan
seminggu 2 3 kali. Mandi PUVA adalah cara lain untuk memberikan
fotosensitizer (8-MOP atau 5-MOP) ke kulit adalah dengan menambah senyawa
ini ke dalam air mandi. 7
Kelebihan utama mandi PUVA adalah tidak adanya efek sistematik, seperti
keluhan saluran cerna. Penurunan dosis UVA total hingga seperempat dari yang
dibutuhkan untuk mencapai efek terapetik yang sama seperti PUVA konvensional,
sehingga akan menurunkan resiko kanker kulit non melanoma. Eritema juga
jarang terjadi pada terapi ini dan tidak memerlukan kacamata sebagai proteksi
mata. Mandi PUVA dapat menurunkan proliferasi keratinosit dan menekan
aktivasi sel T di tempat lesi. 7
e. Emolien Lembut
Antar periode terapi, perawatan kulit dengan emolien lembut harus
dilakukan guna mencegah terjadinya kekeringan yang bisa mengakibatkan
kekambuhan dan untuk memperpanjang interval bebas obat. Penambahan urea
(hingga 10%) berguna untuk memperbaiki hidrasi kulit dan melepaskan skuama
pada lesi yang baru muncul.7
B. Pengobatan Sistemik
Terapi psoriasis sistemik dibutuhkan untuk kasus yang berat dimana lesi
tersebar luas diseluruh tubuh atau lesi berbentuk pustular atau psoriasis pada fase
aktif yang kambuh setelah mendapat obat tropikal termasuk sinar UV atau bila
terapi topikal tidak berhasil. Terapi sistemik harus dimonitor secara ketat.7
Untuk lesi yang terbatas digunakan asam folat tablet dengan dosis sehari 3
kali satu tablet. Untuk lesi yang luas digunakan : methotrexate. Cara (1): sehari 2
tablet selama 7 hari, kemudian istirahat 1 minggu untuk observasi LFT, RFT, dan
darah rutin. Bila hasil laboratorium tetap baik MTX dapat diberikan lagi dengan
dosis dan aturan yang sama sampai terjadi perbaikan klinis (lesi tidak aktif lagi),
kemudian dosis MTX diturunkan secara tapering off sampai mencapai dosis
maintenance.Cara (2) : MTX 2 tablet diberikan2-3 kali selang 12 jam, istirahat 1
minggu. Setelah itu diberikan dengan dosis yang dikurangi 1 tablet setiap minggu
27
sampai tidak minum lagi. Sewaktu tidak minum MTX, maka penderita minum
asam folat tablet sehari 3 kali 1 tablet. Sewaktu minum MTX, tidak dibolehkan
minum asam folat.7,10
a. Methotrexate (MTX)
Obat ini adalah terapi sistemik yang telah dipakai secara luas untuk jenis
psorisis yang parah dan paling bermanfaat untuk psoriasis pustule. Obat ini adalah
pilihan untuk arthritis psoriatik yang parah. MTX bekerja dengan menghambat
sintesa DNA dengan cara memblok saat asam dihidrofilik
reduktase yang
afinitasnya lebih besar dari asam folat terikat sehingga pembelahan sel pun juga
ikut berhenti dosis MTX 10 25 mg sekali dalam seminggu. Pemberianya IV/IM
agar didapatkan efikasi dan pengendalian penyakit secara optimal juga dapat
diberikan per oral dosis 5 mg tiap 12 jam selama jangka waktu 36 jam. Regimen
ini sama efektifnya dengan terapi parenteral dosis seminggu sekali. 4
Efek samping sering muncul adalah anureksia, nyeri kepala, mual,
muntah, leukopenia, trombositopeni, luku saluran cerna, hepatotoksin disertai
perubahan degeneratif dan nekrosis atau sirosis hepatis juga biasa terjadi.
Kematian juga pernah dilaporkan terjadi. Monitoring selama terapi adalah hitung
leukosit dan trombosit tiap 1 4 minggu, hemoglobin, urinalisis, keratinin
SGOT/SGPT. Dan akali fosfatase tiap 4 bulan dan klirens kreatinin dan foto
rontgen dada aetahun sekali. Biopsi hepar direkombinasikan setelah mendapat
obat sebanyak 1500 mg.10
b. Cyclosporin
Adalah polipeptida siklik yang telah digunakan secara luas untuk
pencegahan penolakan graft. Efeknya imunosupresif. Dengan pemaakaian klinis
menunjukan efektifitas pada penderita psoriasis tipe plak kronis yang parah jika
diberi regimen dengan dosis rendah (kurang dari 5 mg/kg/ hari). Untuk perbaikan
pada perubahan kuku dan arthritis psoriasis dapat tercapai dengan terapi jangka
panjang. Terapi ini dapat direkomendasika sebagai regimen intermitenjangka
pendek dimana obat dihentikan secara perlahan setelah timbul perbaikan utama
28
atau sebagai terapi kontinyu jangka panjang untuk kasus yang membandel.
Cyclosporin juga efektif untuk eritoderma dan psoriasis pustural generalisata.8,10
c. Retinoid
Acitretin, yakni derivat vitamin A dipakai terutama pada terapi psoriasis.
Manfaat klinis terbaik pada jenis psoriasis pustular. Mekanisme kerjanya adalah
mengatur pertumbuhan dan deferensiasi akhir keratinosit sehingga akan
menormalkan kondisi hiperproliperasi pada psoriasis. 7
d.
Kortikosteroid
Dapat mengontrol psoriasis yang ekivalennya dengan prednison 2030
29
Retinoid dengan PUVA (Re- atau larutan yang sangat efektif untuk terapi psoriasis
tipe plakat dan psoriasis pada kepala. Terapi kombinasi calcipotriene dan
kartikosteroid yang lebih rendah. Calcipotriene memiliki bentuk yang tidak stabil
dan mudah dirusak oleh sinar ultraviolet. Pada anak perlu dimonitoring kadar
kalsium dalam darah. Dosis calcipotriene 3 5 g/g dengan kadar dalam plasma
tidak melebihi 150 mg/g. 7
D. Pengembangan Obat Baru Lainnya
Makrolaktam digunakan pada bagian tubuh yang tipis dan tidak dapat
diterapi dengan kortikosteroid. Menimbulkan perbaikan lesi jika diberikan secara
topikal dan kemudian di bebat dalam keadaaan kering, namun hal ini tidak
dijumpai ketika obat diberikan tanpa bebat. Laporan terbaru menyatakan efikasi
yang tinggi untuk psoriasis ketika pimecrolimus atau tacrolimus makrolaktam
diberikan dalam waktu singkat per oral.7,10
Metode baru lain untuk terapi psoriasis yaitu pemakaian excimer laser
kemungkinan akan berperan penting dimasa mendatang. Laser ini mengeluarkan
sinar UVB dengan panjang gelombang 308 nm. Hasil penelitian pertama
menunjukan kalau sekitar 4 kali terapi bisa menimbulkan perbaikan sel, dengan
respon terapi yang dapat bertahan.9,11
Terapi rotasi untuk meminimalkan PUVA dan vitamin D dan analognya
resiko bagi penderita psoriasis parah atau tazarotene dengan UVB. Kombinasi
mandi ter batubara (satu kali sehari dengan 120 ml LCD dalam 80 liter air hangat)
yang dilanjutkan dengan UVB, dan anthralin dikenal dengan nama metode
ingram. Goeckerman pada tahun 1925 memperkenalkan secara luas kombinasi ter
batubara yang dilanjutkan dengan sinar UV dosis suberitem. Terapi anthralin
klasik yang dilanjutkan dengan UVB atau PUVA juga merupakan regimen
kombinasi yang sangat efektif .hasil penelitian baru mengindikasikan bahwa
kombinasi cyclosporine dengan calcipotriol atau anthralin akan meningkatkan
efikasi terapi dan menurunkan dosis cyclosporine, calcipotriol juga akan
meningkatkan respons terhadap PUVA. 10,11
30
generasi
kesuksesan
self-tolerance
berdasarkan
model
3 PITIRIASIS ROSEA
31
3.1 Definisi
Pitiriasis rosea adalah kondisi kulit yang sering ditemukan yang memiliki
karakteristik adanya sebuah herald patch dan munculnya lesi berikutnya tersusun
sepanjang Langers lines (garis lipatan kulit). Kondisi ini didiagnosis paling sering
kebanyakan pada anak dan dewasa muda. Kebanyakan kasus ditemukan pada
praktek dermatologi menunjukkan bahwa kejadian puncak pitiriasis rosea terdapat
pada usia 20 sampai 29 tahun, dengan tidak adanya perbedaan dari jenis kelamin
(Tabel 1).13,16
TABEL 2
Epidemiologi pitiriasis rosea dari Praktek Dermatologi
Penelitian
Cheong dan
Lokasi
Rentang Usia
Singapura
Tidak Dilaporkan
Puncak Usia
20-24 tahun
Wong1
Rasio pria
Lainnya
dan wanita
Didominas
i Pria
Harman,
Turki
dkk2
Singapura
10-39
tahun
(87
20-29 tahun
1,0-1,2
musim
terkena)
bersalju
9 bulan-82 tahun
20-29 tahun
hujan
dan
1,2-1,0
17 persen memiliki
Herald patch, 6 persen
memiliki bentuk invers
(yaitu,
ekstremitas
terkena tapi batang
tubuh tidak) *
* Sangat mungkin bahwa persentase pasien dengan herald patch jauh lebih tinggi dalam perawatan primer, karena
pasien dengan herald patch dan diagnosis yang jelas tidak mungkin telah disebut.
3.2Etiologi
Meskipun etiologi pitiriasis rosea masih belum jelas, beberapa faktor
menunjukkan penyebabnya adalah infeksi. Pertama, kondisi wabah yang terjadi
dalam kelompok, menunjukkan bahwa agen infeksi yang beredar dalam
masyarakat. Kedua, munculnya kembali kasus pitiriasis rosea di luar fase akut
jarang terjadi, menunjukkan bahwa adanya system imunitas yang jangka panjang
32
setelah infeksi. Ketiga, sampai 69 persen pasien dengan pitiriasis rosea memiliki
penyakit prodromal sebelum munculnya herald patch. Akhirnya, beberapa pasien
dengan pitiriasis rosea menunjukkan peningkatan limfosit B, penurunan limfosit
T, dan peningkatan dari sedimentasi.16
Meskipun mikroskop elektron menunjukkan beberapa perubahan virus dan
partikel virus, antibodi dan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk
mengetahui jenis virus gagal untuk mengidentifikasi virus tersebut. Hasil dari
sebuah penelitian menunjukkan peningkatan kadar Human Herpes Virus 7 (HHV7) pada pasien dengan pitiriasis rosea. Bagaimanapun, hasil studi berikutnya
tidak menunjukkan peningkatan yang konsisten dari Human Herpes Virus 7
(HHV-7) pada pasien yang terkena penyakit dibandingkan dengan pasien kontrol.
Selanjutnya, infeksi Human Herpes Virus 7 (HHV-7) umumnya terjadi pada anak,
dan virus ini rentan dapat muncul kembali. Beberapa virus lainnya telah diperiksa,
tetapi tidak ada yang ditemukan sebagai penyebabnya. 16
Chlamydia
pneumonia
Legionella
pneumonia
dan
Mycoplasma
pneumonia juga diduga sebagai agen penyabab infeksi yang potensial dalam
munculnya pitiriasis rosea. Namun, hasil penelitian dengan cara prospektif case
conrol tidak menunjukkan peningkatan signifikan antibodi terhadap bakteri ini
ketika pasien yang terkena dibandingkan dengan pasien kontrol. 16
3.3 Gejala klinis
Proses identifikasi pitiriasis rosea merupakan motivasi untuk sejumlah
alasan. Diagnosis tidak jelas pada awal gejala, dan tidak ada tes noninvasif yang
mengkonfirmasi kondisi tersebut. Setidaknya dalam setengah dari seluruh jumlah
pasien, gejala pertama dari pitiriasis rosea tidak spesifik dan konsisten, dengan
infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Sebuah herald patch kemudian
muncul, biasanya di batang tubuh. Lesi besar umumnya berdiameter 2 sampai 10
cm, oval, eritematosa, dan sedikit peninggian dengan khas collarette scale pada
bagian tepi (Gambar 1). Pada tahap ini bagaimanapun juga, diagnosis biasanya
masih belum jelas. Pemeriksaan mikroskopis terhadap preparat kalium hidroksida
33
yang menunjukkan tidak adanya elemen jamur. Lesi tidak dapat dibedakan dari
eksema dan sering mendapatkan terapi yang sama.13,14,15,16
Gambar 3.1. Herald patch dengan collarette scale pada bagian tepi.
Beberapa hari sampai beberapa minggu setelah timbulnya herald patch,
lesi yang lebih kecil dengan diameter 5 sampai 10 mm, berkembang pada batang
tubuh dan sedikit pada ekstremitas. Lesi tersebut berwarna seperti ikan salmon,
oval, peninggian dan memiliki scale collarette sebagai herald patch (Gambar 2).
Pada tahap ini, diagnosis biasanya jelas, terutama jika dokter dapat mengamati
atau memperoleh riwayat munculnya herald patch.13,16
Gambar 3.2. Pitiriasis rosea klasik dari perut bagian bawah dengan herald
patch.
Jika diagnosis tidak pasti, terutama jika telapak tangan dan telapak kaki
yang terkena dan pasien aktif secara seksual, dokter harus mempertimbangkan
kemungkinan sifilis sekunder. Evaluasi yang dibutuhkan termasuk tes antibodi
34
fluoresen langsung dari lesi eksudat, tes VDRL, atau mikroskopis lapang gelap.
Pada kondisi lain di dalam diagnosis bandingnya meliputi eksema numular difuse,
tinea corporis, lichenoides pitiriasis, psoriasis guttate, exanthem virus, lichen
planus, dan reaksi pengobatan.13,16
Lesi sekunder yang lebih kecil dari pitiriasis rosea mengikuti Langers
lines (Gambar 3). Bila lesi terdapat di punggung, lesi tersebut sejajar khas tampak
seperti "pohon Natal" atau pola "pohon cemara". Pada bagian lain tubuh, lesi
mengikuti cleavage lines (garis lipatan kulit) sebagai berikut: melintang di perut
bagian bawah dan punggung, melingkar di sekitar bahu, dan dalam pola berbentuk
V pada dada bagian atas (Gambar 4). Pruritus merupakan variabel. Kecuali untuk
gatal ringan sampai berat pada 25 persen pasien, tidak ada gejala sistemik yang
muncul selama fase ruam pitiriasis rosea.13,16
Gambar 3.3. Lesi khas batang tubuh lonjong dari pitiriasis rosea.
35
Gambar 3.5. Bentuk Pitiriasis rosea tipe Invers, dengan distribusi perifer.
36
Biopsi biasanya tidak diindikasikan pada saat evaluasi pasien yang diduga
terkena pitiriasis rosea. Secara histologi telah menunjukkan bahwa terjadi
penambahan inflamasi subakut nonspesifik dan inflamasi kronis, 55 persen dari
spesimen mengandung sel-sel epidermis yang menunjukan sebagai degenerasi
dyskeratotik. 16
Memburuknya ruam atau munculnya lesi kedua ini tidak biasa sebelum
resolusi spontan dari erupsi. Terulangnya kondisi di kemudian hari jarang terjadi.
Meskipun tidak ada penyebab yang telah ditetapkan, beberapa obat telah dikaitkan
dengan bentuk yang luas dan sering berkepanjangan pityriasis rosea (Tabel 2) .
Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa sebuah laporan kasus berhubungan
dengan sebagian besar efek pengobatan. 16
37
2. Psoriasis gutata
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar
lentikuler disebut sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi
Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili,
terutama pada anak dan dewasa muda.
3. Lichen planus
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular. Lesinya memiliki lebih banyak
papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut
dan bibir.
4. Dermatitis numularis
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi
tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada
pitiriasis rosea.
5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)
Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin didapatkan
cigarrete paper atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis
fungoides.
6. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan
ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di
sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendianpersendian.
7. Tinea corporis
38
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai
tinea corporis.16 Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa
yang bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing. Namun pada
tepinya bisa terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang
lebih aktif pada infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan
sitologi atau pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.Tinea
corporis jarang menyebar luas pada tubuh.
8. Pitiriasis versikolor
Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau coklat
berbentuk anular dengan skuama. Skuama halus tampak terlihat saat
pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi. Diagnosa dapat ditegakkan
dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya dengan menggunakan
lampu Wood dan larutan KOH.
9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini. Setelah
diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit
mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran
klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi
hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan adanya Herald patch, umumnya
sering
didapatkan
adanya
lesi
pada
mulut
berupa
hiperpigmentasi
39
1 bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau ember
besar yang berisi 6-8 inci air yang hangatnya suam-suam kuku. Pasien diminta
untuk mandi selama 10-15 menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas
sebisanya untuk mengurangi rasa gatal yang ada.
c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari
pada lesi kulit.
d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.
e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun
tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.
Kunjungan berikutnya:
a. Jika kulitnya menjadi terlalu kering karena Colloidal bath dari lotionnya,
hentikan pemakaian lotion atau diganti dengan krim atau salep hidrokortison
1%, gunakan 2 kali sehari pada daerah yang kering.
b. Teruskan fototerapi.
Jika disertai dengan gatal hebat:
a. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1
tablet selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet
setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
b. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah dicoba
oleh beberapa penulis.
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4
kali sehari pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis
untuk anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak
sebelumnya telah hilang.
Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan
pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100 mg sebanyak 2 kali sehari.
Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40 mg i.m. atau prednison 15-40 mg
p.o. mungkin dapat mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau
pada kasus yang berat.
40
dapat
bermanfaat
pada
kasus-kasus
yang
lama
Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang
dan apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan
hatinya dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan
3.6 Prognosis
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini
bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8
minggu.
41
4 DERMATITIS SEBOROIK
4.1 Definisi
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan kulit
yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan terjadi pada daerah
yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti wajah dan kulit kepala,
presternal dada, dan pada lipatan kulit. 13
Dermatitis seboroik infantil merupakan erupsi eritematosa, berskuama atau krusta,
utamanya pada area seboroik (area yang mengandung banyak kelenjar sebasea).
Pada bayi biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik kembali secara spontan
usia 8-12 bulan.15
42
4.3 Etiologi
Penyebab pasti DS pada bayi belum diketahui, walaupun banyak faktor
dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. Ada yang
berpendapat bahwa kesembuhan tipe awal dari dermatitis seboroik infantil ini
disebabkan oleh menurunnya produksi kelenjar sebasea pada bayi berusia enam
bulan.5
Selain itu, DS juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa
diantaranya yaitu:
A. Hormon
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas. Pada bayi
dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Hormon yang
menstimulasi adalah hormon androgen dari ibu.14
B. Jamur Pityrosporum ovale
43
4.4 Patofisiologi
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan jumlah normal Pityrosporum
ovale (Malassezia ovale) tetapi memiliki respon imun yang abnormal. Sel T
helper, phytohemagglutinin, dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi
menurun dibandingkan dengan orang normal. Kontribusi Malassezia mungkin
akibat aktivitas lipasenyamelepaskan asam lemak bebas inflamasidan asam
lemak tersebut menimbulkan terjadinya inflamasi.4
Gambar 4.2
44
45
telinga postaurikular, dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya lebih
cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krustakrusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. 14
Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada
verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi
sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat
dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat
bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang
pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.6
Dermatitis dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi
dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi
sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis
seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiners
disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi
sistem imunnya.6
2. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama
berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan
nasolabial atau pada belakang telinga. Pada masa remaja dan dewasa manifestasi
kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada
lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur.6
Histopatologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai
parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan
sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik,
terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler
superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan,
46
47
Psoriasis
Terdapat skuama-skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti
mutiara, dan tidak berminyak disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat
predileksinya di kulit kepala hingga perbatasan daerah tersebut dengan muka,
umbilicus, daerah ekstensor terutama lutut dan siku, punggung, telapak tangan
konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol. 6 Bisa
juga baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan.15
Pada dermatitis infantil ini, meskipun tanpa pengobatan, adalah baik. Dan
kesembuhan dapat diperkirakan dalam beberapa minggu pada kasus-kasus yang
berat. Setelah sembuh, serangan ulang sangat jarang terjadi.5
BAB III
KESIMPULAN
Eritropapuloskuamosa adalah golongan penyakit kulit yang penyebabnya
belum diketahui penyebabnya. Lesi kulit berwarna merah dan terdiri dari makula,
papul/plak disertai dengan skulama. Eritropapuloskuamosa terdapat beberapa
pembagian didalamnya, yaitu:
1. Eritroderma
Disebabkan oleh perluasan penyakit sebelumnya (Psoriasis, Dermatitis
Seboroik), alergi obat atau keganasan (Sindrom Sezary). Gambaran
klinis :
Demam, menggigil, malaise, gatal,
Makula, papul eritem generalisata,skuama halus/ kasar,
ektropion
Untuk penatalaksanaan pasien sebaiknya rawat inap untuk
memonitoring keseimbangan cairan, pengaturan suhu ruangan dan
penanganan etiologi.
2. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan Kobner. Skuama tersebut berwarna putih keabuabuan atau keperakan dan tidak diketahui penyebabnya dengan pasti.
Klasifikasi psoriasis itu sendiri dibagi menjadi :
Psoriasis vulgaris
Psoriasis Gutata
Psoriasis Inversa
Psoriasis Seboroik
Psoriasis Pustulosa
Arthritis Psoriasis
49
50
DAFTAR PUSTAKA
51
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's
dermatology in general medicine7th edition . United States of America Mc Grow
Hill 2008
11. Lui Harvey. 2011. Plaque Psoriasis,http://emedicine.medscape.com/article/1108072overview#a1.
12. Buxton PK. 2003..Psoriasis. Dalam : ABC of dermatology fourth edition. London:
BMJ Publishing Group.
13. Adhi Djuanda. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam Ilmu Penyakit Kulit Kelamin.
Edisi Kelima. Cetakan Ketiga. Editor: Prof.Dr.Adhi Juanda. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2008
14. Wolf K, Johnson RA, Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical
Dermatology Sixth Edition. Toronto: Mc Graw-Hill 2009.
15. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et all. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine Seventh Edision. Toronto: Mc Graw-Hill 2008
16. Daniel L, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. American Academy of Family Physician.
Arizona :2004
52