Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatosis eritro papuloskuamosa merupakan suatu golongan penyakit
kulit dengan effloresensi (atau ujud kelainan kulit) berupa adanya eritema, papula,
dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Papul
adalah lesi suprfisial yang meninggi, solid, diameter <0,5 cm dengan batas lesi
yang tegas atau tidak. Sedangkan skuama merupakan lapisan dari stratum
korneum (lapisan terluar kulit) yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang
terutama terdapat pada dermatosis eritropapuloskuamosa adalah berupa
kemerahan dengan terdapatnya papul dan sisik/terkelupasnya kulit. 1,2,3,4
Terdapat berbagai perdebatan mengenai pembagian jenis dermatosis
eritropapuloskuama

ini.

Klasifikasi

yang

sering

disebutkan

mengenai

eritropapuloskuamosa mencakup Ertitroderma, Psoriasi, Ptiriasis Rosea dan


Dermatitis Seboroik. Salah satu bentuk penyakit ini antara lain yang sering
dibicarakan dan ditemukan adalah psoriasis dan dermatitis seboroik. Kasus
penyakit kulit eritropapuloskuamosa sangat jarang terjadi, sebagai contoh pada
psoriasis di beberapa negara bagian seperti di Eropa mencapai sekitar 2,6% ,
sedangkan di Amerika data kasus baru tiap tahunnya diperkirakan terdapat
150.000 kasus baru berkisar antara 0,1-3%. Sedangkan di Asia, angka kejadiannya
rendah yaitu sekitar 0,4% dan perbandingannya sama antara pria dan wanita dan
umumnya menyerang orang dewasa.4,5Sedangkan data di Indonesia belum ada
secara terperinci dikarenakan insidensinya jarang dan penyebabnya idiopatik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

ERITRODERMA
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
menyebabkan fungsi kulit adalah eritroderma.1
1.1 Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis
eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.2,3 Bagaimanapun, itu tidak
dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit
yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada
sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell
lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien
mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma,
identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak
kelainan kulit.4
Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur
dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang
terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma,
skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik,
pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium
penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan preeritroderma.5
1.2 Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan
penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.(6) Penyakit kulit yang

dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis


spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.3,7
a. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang),
penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi
karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional. 2 Waktu mulainya
obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2
minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk
lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat
yang paling sering menyebabkan alergi.5

b. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit


Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak
ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat
pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.5 Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat
menyebabkan eritroderma yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum
diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu.6 Ptyriasis rubra pilaris yang
berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu
yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik
dan liken planus.7
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat member
kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak
termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari
penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan
laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat
dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan

penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection)


yang perlu diobati.

Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat

eritroderma seperti ;
Hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan, dan albumin dengan takikardia
and kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius. Pada eritroderma
kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia, palmoplantar keratoderma,
kelainan pada kuku and ektropion.4

1.3 Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari
100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling
sering pada pria dengan rasio 2:1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40
tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. 7 Insiden eritroderma
makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring
dengan meningkatnya insidens psoriasis. 5
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit
lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus
adalah psoriasis berat.7 Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi
terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan
sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.2
1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Patogenesis
eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang mendasarinya,
dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi eritroderma, atau
perkembangan eritroderma idiopatik tidaklah sepenuhnya dimengerti. Penelitian
terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus
patogenesitas stapilococcus mengkodekan superantigen. Lokuslokus

tersebut mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan
staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus atau
antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock syndrome
toxin-1, mungkin memainkanperanan pada patogenesis eritroderma. Pasien-pasien
pada dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S.aureus sekitar 83%,
dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien
memiliki toxin S.aureus yang positif.7
Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh beraksi berupa
pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti
terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin
dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat
terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin
meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan
panas

juga

meningkat.

Pengaturan

suhu

terganggu.

Kehilangan

panas

menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme


basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme
basal. 5
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya
albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan
kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh
pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.5
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa
kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan
kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan bulan dapat terjadi
perburukan keadaan umum yang progresif. 5

1.5 Gambaran klinis


Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam
waktu 12- 48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian
menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yag disebabkan
oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku,
dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama
timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada
keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih
sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien
mengeluh kedinginan. 8
Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi
terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat
menimbulkan panas metabolik.9 Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan
sekunder. Pendapat sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi
eritroderma selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik
diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya
alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja,
setelah penyembuhan barulah timbul skuama.6,7
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan
dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu
: karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.6
1. Eritroderma Psoriasis
Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada
eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh
penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal,
komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya
infeksi.

Gambar 1.1 Eritroderma psoriasis


Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar 4-20
minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala. Eritema
dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar6

Gambar 1.2. Dermatitis Seboroik


Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula
menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala
diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran
dermatitis seboroik. Kemudian timbul

hyperkeratosis, palmo plantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul


folikularis disekeliling tangan dan menyebar ke kulit berambut.6

Gambar 1.3. Ptryasis rubra pilaris


Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel/ bula berukuran kecil, berdinding
kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah
eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur
hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.6

Gambar 1.4. Pemfifus Foliasius

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai erosi dan
likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.

Gambar 1.5. Dermatitis atopik


Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-lahan; dapat
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh lagi.
Kadangkadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan,
puncak mengkilat, poligonal. Papula mungkin terjadi pada bekas garukan
(fenomena Koebner). Bila dilihat dengan kaca pembesar, papul mempunyai pola
garis garis berwarna putih ("Wickham's striae") Lesi simetrik, biasanya pada
permukaan fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggungn dan tungkai.
Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis
dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku inenipis dan berlubanglubang. Anak-anak jarang terkena tetapi bila terdapat bercak kemerahan mungkin
tidak khas dan dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal. Cenderung
menyembuh dengan sendirinya. 5

Gambar 1.6. Liken Planus

1.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat,
leukositosis, maupun anemia ringan.7

Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu


mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi
kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi
10

proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi
edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan reteridge lebih
dominan.2
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid
infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan
Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan
beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadangkadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma. 2
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T
matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan
gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus,
akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis
rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat
memperlihatkan gambaran khasnya. 2
1.7 Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah
ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuningkemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi,
erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif
hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam
eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala,
biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan
pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya
dapat menegakkan diagnosis. 2,4

11

2 PSORIASIS
2.1. Definisi
Psoriasis adalah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapislapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Skuama
tersebut berwarna putih keabu-abuan atau keperakan dan tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti
psoriasis yang biasa, dan psoriasis yang lain misalnya psoriasis pustulosa. 7
2.2 Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak
menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih
mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.Gambaran yang akurat
mengenai epidemiologi dan morbiditas psoriasis sangat sulit diberikan karena
kriteria diagnostik tidak digunakan, perbedaan metode yang digunakan, dan
teknik penentuan pasien yang bervariasi. Bagaimanapun juga, psoriasis
merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai karena tersebar luas dan
mengenai 1-3% populasi dunia. Penyakit ini mengenai 1,5-3% populasi di Eropa
dan Amerika Utara, tetapi jarang pada orang Afrika dan Jepang.Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%.
Insiden pada orang berkulit putih lebih tinggi daripada penduduk berkulit hitam.
Pada daerah tropis dan suku Afro-Amerika, psoriasis lebih jarang ditemukan.
Data dari penelitian di Asia Tenggara dan Selatan menunjukan prevalensi
psoriasis berkisar antara 0,5-2,3% di India, 4-5% di Malaysia, dan sekitar 0,4% di
Srilanka. Paling sering ditemukan pada usia dekade ketiga (rata-rata pada pria
ditemukan pada usia 29 tahun, sedangkan pada wanita sekitar usia 27 tahun),
meskipun sebenarnya psoriasis dapat mengenai usia berapapun, bayi sampai
dengan dewasa tua. 7,8

12

Insidens psoriasis, jumlah kasus baru dalam satu populasi pada suatu
waktu tertentu, diperkirakan 60 individu per 100.000 populasi per tahun. Pada
penelitian, didapatkan kasus 68% didiagnosis pertama kali saat musim dingin dan
musim semi.Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk
berkulit berwarna. 9
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab psoriasis masih belum banyak diketahui dengan pasti sampai
sekarang. Adapun beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi timbulnya
psoriasis seperti faktor genetik, imunologi, dan faktor pencetus yang lain :7
a. Faktor Genetik
Hubungan antara psoriasis dengan faktor genetik pertama kali disimpulkan
pada tahun 1963 oleh Gunner Lomholt yang meneliti psoriasis di kepulauan
Faroe.

10

Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, resiko mendapat psoriasis

12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis resikonya


mencapai 34-39%. Berdasarakan awal penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I
dengan awal onset dini dan bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awal onset
lambat dan bersifat non familial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik
ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan
HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan
Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27. 8
b. Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga
jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis memerlukan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang
umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yan terutama terdiri atas
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam dalam epidermis.
Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8
Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. 8

13

Sel langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Sel


langerhans bertindak sebagai antigen presenting cell (APC) yang akan
mengaktivasi limfosit T. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan
pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi
psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. 9
Perubahan morfologi pada kulit psoriatik terutama disebabkan oleh adanya
hiperproliferasi dan gangguan diferensiasi keratinosit serta inflamasi. Gangguan
diferensiasi menyebabkan pada lesi psoriasis stratum granulosum menipis atau
menghilang.. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan waktu siklus sel,
dimana pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya
3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 4 minggu. Nickoloff (1998)
berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih dari 90%
kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. 9
c. Faktor Pencetus
Faktor predisposisi, antara lain trauma pada epidermis atau dermis, seperti
goresan atau jaringan parut operasi, menimbulkan psoriasis pada kulit yang luka
(fenomena Koebner). Insiden menunjukkan fenomena koebner pada penderita
psoriasis dapat meningkat ketika penyakit masih dalam keadaan aktif dan
penderita yang menderita psoriasis sejak usia dini sehingga diperlukan beragam
terapi untuk mengendalikan penyakitnya. 11
Faktor pencetus yang lain adalah infeksi yang diketahui sebagai pemicu
onset atau eksaserbasi psoriasis. Hampir 54% kasus melaporkan mengalami
eksaserbasi psoriasis dengan interval 2-3 minggu setelah menderita infeksi saluran
napas atas. Infeksi fokal menunjukkan hubungan erat dengan salah satu bentuk
psoriasis ialah psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris
tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah
diadakan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus.8
Stres psikis merupakan factor pencetus utama dan juga merupakan salah
satu faktor pencetus yang memperberat psoriasis dan terjadi pada kurang lebih 30-

14

40% kasus. Tidak ada sifat atau gangguan kepribadian yang khusus pada penderita
psoriasis. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi yang positif antara stress
dengan keparahan dari psoriasis. Dimana didapatkan separuh dari pasien
mengalami stress tersebut. 8
Alkohol juga diduga sebagai faktor pencetus yang memperberat psoriasis,
namun dugaan ini belum terbukti. Anggapan ini tampaknya bersumber pada hasil
observasi pecandu alkohol yang menderita psoriasis, dimana mereka minum
alkohol dalam jumlah banyak dan psoriasisnya kambuh. 8,12 Disamping itu,
psoriasis juga bisa dipicu oleh berbagai macam obat-obatan seperti beta blocker,
lithium, antimalaria, dan beberapa obat antiinflamasi non steroid, pengobatan
steroid sistemik yang dihentikan secara mendadak, terbinafide, penghambat kanal
kalsium, captopril, glyburide, iLs, IFN dan obat penurun kadar lemak. 8
Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak
insidens psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Psoriasis dipicu juga oleh
terapi estrogen dosis tinggi yang merupakan potensi terhadap jalur hormonal.
Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus
memburuk. Menurut penelitian, pada periode tiga bulan postpartum, kasus
psoriasis sebesar 30% kasus tidak mengalami perubahan, sebesar 10% membaik,
dan sebesar 50% memburuk. Hipokalsemia, contohnya pada kasus post
paratiroidektomi, dilaporkan memperberat psoriasis. 8
Walaupun sinar matahari umumnya sangat bermanfaat, namun pada
sebagian kecil pasien, psoriasis mungkin juga dapat dicetuskan oleh paparan sinar
matahari yang lama dan menyebabkan eksaserbasi di musim panas pada kulit
yang terpapar. 9
Peningkatan psoriasis pada pasien dengan HIV juga telah diamati, dimana
menunjukkan peningkatan keaktifan dari psoriasis pada pasien HIV. 11,6

15

Gambar 2.1 Mekanisme yang terjadi pada psoriasis12

2.4 Gambaran Klinis


Keadaan umum tidak dipengaruhi , kecuali pada psoriasis yang menjadi
eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan dan panas. Tempat
predileksinya pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas
bagian ekstensor, terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. 7
Lesi psoriasis pada kulit memiliki empat gambaran yang menonjol yaitu:
(a) Makula atau papula eritematosa yang berbatas tegas dengan ukuran bervariasi
dari lentikuler, numuler, atau plakat. (b) Skuama berlapis-lapis di permukaan dan
transparan keperakan (silverly), yang lekat pada bagian tengah dan lepas pada tepi
lesi. (c) Fenomena tetesan lilin (Karsvleek phenomen), yaitu skuama yang berubah
warnanya menjadi putih seperti lilin apabila digores, oleh karena terjadi
perubahan indeks bias. (d) Tanda Auspitz adalah perdarahan bintik yang timbul
karena lapisan epidermis yang begitu tipis sehingga ujung papilla dermis yang

16

memanjang dan menonjol langsung terlihat apabila skuama psoriasis dikelupas


secara paksa. Fenomena ini hanya terdapat pada psoriasis. 7,9
Pada psoriasis juga biasa terdapat gambaran reaksi koebner, yaitu
munculnya lesi psoriasis baru pada tempat yang mengalami trauma ringan akibat
proses kronik atau berulang. Gambaran ini khas merupakan penyebab tersering
munculnya bercak psoriasis yang khas pada jaringan parut dan pada kulit yang
digaruk, erupsi, atau mengalami luka bakar.10,11,12 Ada juga bentukan yang khas
berupa cincin dengan warna pucat konsentris di atas kulit yang eritema di dekat
atau pada bagian perifer plak psoriasis yang mulai sembuh disebut sebagai cincin
woronoff (Woronoff ring). 7
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku sekitar 50%.
Kelainan yang khas adalah adanya pitting nail atau nail pit berupa lekukanlekukan miliar.7 Tiga perubahan morfologik utama pada struktur kuku adalah : (a)
Lekukan tampak pada lempeng kuku ini timbul akibat defek keratinisasi sisi
dorsal dari lipatan kuku proksimal. (b) Makula berwarna kekuningan di bawah
lempeng kuku yang sering kali meluas ke distal sampai ke hiponikium. Hal ini
terjadi karena proses psoriasis pada bantalan kuku. (c) Onikodistrofi berat yang
menghasilkan material keratin berwarna kekuningan. Perubahan morfologik ini
diyakini timbul sekunder karena psoriasis pada matriks kuku.Selain menimbulkan
kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menyebabkan kelainan pada
sendi (arthtritis psoriatic), terdapat pada 10-15% pasien psoriasis. Umumnya
pada sendi distal interfalang dan bersifat poliartikular, terbanyak pada usia 30-50
tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. 7,10
2.5 Klasifikasi
2.5.1.Psoriasis Vulgaris (Psoriasis Stasioner Kronik, Psoriasis Plak)
Bentuk ini ialah yang lazim ditemukan, karena itu disebut vulgaris.
Dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.Tempat
predileksinya adalah siku, lutut, kulit kepala dan terutama regioaurikuler, region
lumbal, dan umbilikus. Lesi tunggal berukuran kecil bisa menyatu dengan yang
lain dan membentuk plak dengan tepi miring peta bumi (psoriasis geografik). Lesi

17

dapat meluas ke lateral dan menjadi mirip cincin karena menyatunya sejumlah
plak (Psoriasis Gyrate).7,10

Gambar 2.2 Psoriasis Vulgaris9

2.5.2

Psoriasis Gutata
Kata gutta berasal dari bahasa latin yang berarti a drop. Psoriasis gutata

ditandai oleh lesi papula dengan diameter biasanya 0,5-1 cm dan berjumlah lebih
dari satu pada tubuh bagian atas dan ekstremitas proksimal.Bentuk ini banyak
terjadi pada remaja atau dewasa muda dan sering didahului oleh infeksi
tenggorokan akibat Streptococcus. Bentuk ini terutama menyerang pasien di
bawah usia 30 tahun.-7Peningkatan titer antistreptolisin sering ditemukan pada
psoriasis gutata.12Selain itu, bentuk ini juga dapat timbul setelah infeksi yang lain,
baik bakteri maupun virus. 7,10

18

Gambar 2.3 Drop-like lesion pada Psoriasis Gutata9

2.5.3

soriasis Inversa (Psoriasis Fleksura)


Psoriasisi ini mempunyai tempat predileksi yang khas dan seringkali hanya

terbatas mengenai permukaan lipatan, lekukan, dan fleksor seperti telinga telinga,
aksila, selangkangan, lipatan di bawah payudara, pusar, lekukan interglutea, glans
penis, bibir, menyerang seluruh bagian tubuh termasuk muka, tangan, kaki, dan
jari. Gambaran yang menonjol adalah eritema dan skuama yang tidak begitu
banyak. Bisa timbul akibat respon terhadap terapi topikal yang tidak dapat
ditoleransi oleh penderita, sehingga terbentuk reaksi koebner menyeluruh. 7,10

Gambar 2.4 :Psoriasis Inversa9

19

2.5.4

Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seberoik (seboriasis) merupakan gabungan

antara psoriasis dan dermatitis seboroik. Tempat predileksi sama dengan psoriasis
vulgaris namun dapat juga pada daerah lipatan seperti antekubiti, aksila, bawah
payudara, selangkangan dan area interglutea. Lesi tampak basah dan eritema, serta
lebih banyak dijumpai skuama yang lunak dan berminyak.10
2.5.5

Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai

penyakit tersendiri dan yang lainnya sebagai varian psoriasis. Terdapat dua bentuk
psoriasis pustulosa yaitu lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya
psoriasis barber dan bentuk generalisata contohnya psoriasis Von Zambusch. 7,10
a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau kaki
atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril,
kuning dan dalam, di atas kulit yang eritematus disertai rasa gatal.

Gambar 2.5 Palmoplantar pustulosis

b. Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)


Serangan psoriasis pustuler ditandai dengan demam yang berlangsung
beberapa hari. Erupsi pustula steril dengan diameter 2-3 mm muncul menyeluruh
secara mendadak bersamaan dengan onset demam. Pustula menyebar di seluruh
tubuh dan ekstremitas, termasuk bantalan kuku, telapak tangan dan kaki. Pustula
biasanya muncul pada kulit yang warnanya sangat eritema, awalnya berupa

20

bercak dan kemudian meluas sejalan dengan proses penyakit yang semakin
bertambah parah, eritema yang mengelilingi pustula sering meluas dan menyatu
dengan eritema yang lain sehingga terbentuk eritriderma. Jenis ini khas ditandai
dengan serangan demam dan pustula. 7,8,10

Gambar 2.6 :Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)9

2.5.6

Arthritis Psoriasis
Insiden psoriasis 10 kali lebih tinggi pada individu dengan arthritis

seronegatif dibanding dengan individu tanpa arthritis. Ada 5 pola klinis : (a)
arthritis sendi interphalang distal asimetris disertai kerusakan kuku (16%), (b)
arthritis mutilans disertai osteolisis phalang dan metacarpal (5%), (c) rheumatoid
arthritis mirip poliarthritis simetris, disertai claw hand (15%), (d) oligoarthritis
disertai pembengkakan dan tenosynovitis satu atau beberapa sendi tangan (70%),
(e) ankylosing spondilitis saja atau disertai arthritis perifer (5%). Temuan
radiografik pada sebagian besar kasus sama seperti arthritis rheumatoid, namun
gambaran yang mengarah ke psoriasis adalah erosi tulang phalang terminal
(akroosteolisis)

meruncing

atau

penipisan

phalang

atau

metakarpal,

melengkungnya ujung proksimal phalang, ankylosis tulang, osteolosis metatarsal.


Predileksinya pada sendi distal interphalangeal dan proksimal interphalangeal. 7,4

21

Gambar 2.7 Psoriatik Arthritis9

Histopatologis
Psoriasis

memberikan

gambaran

histopatologi

yang

khas,

yaitu

parakeratosis dan akantosis. Pada stratum korneum terdapat kelompok leukosit


yang disebut abses Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi
di subdermis. Perubahan histologik pada psoriasis biasanya bersifat diagnostik.
Akantosis akan disertai pemanjangan rete ridge, Pemanjangan dan pembesaran
papila dermis, Hiperkeratosis dan parakeratosis, Penipisan sampai hilangnya
stratum granulosum, Peningkatan mitosis pada stratum basalis, Edema dermis
disertai infiltrasi limfosit dan monosit, Mikro abses Munro yang merupakan
kumpulan kecil dari sel-sel neutrofil pada stratum korneum. 7

Gambar 2.8 Histopatologi Psoriasis7

22

2.6 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan secara :7,11

Anamnesa dan pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda klinis seperti

yang telah disebutkan di atas.


Histopatologis, dalam hal ini pemeriksaan patologi anatomi adalah
spesifik dan menentukan kepastian diagnosis psoriasis.
a. Akantosis akan disertai pemanjangan rete ridge
b. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis
c. Hiperkeratosis dan parakeratosis
d. Penipisan sampai hilangnya stratum granulosum
e. Peningkatan mitosis pada stratum basalis
f. Edema dermis disertai infiltrasi limfosit dan monosit
g. Mikro abses Munro yang merupakan kumpulan kecil dari sel-sel
neutrofil pada stratum korneum.

2.7 Diagnosa banding


Diagnosa banding
Dermatitis seboroik

Keterangan
Biasanya menunjukkan kulit yang berminyak dan
kekuning-kuningan, tanpa skuama yang berlapislapis dan predileksinya pada daerah seboroik (kulit
kepala, alis mata, sudut nasolabial, telinga, region

Pityriasis Rosea

sternum, dan lipatan).


Biasanya berjalan subakut, skuama tidak berlapislapis, bahkan hampir tidak kelihatan dan efloresensi
berupa eritema berbentuk lonjong sesuai dengan
garis lipatan kulit (Herald pacth). Timbul pada

Lues

stadium

lengan, badan, dan paha.


II Bercak berupa papula berwarna tembaga, skuama

(Sifilis

berwarna kecoklatan dan letaknya renggang, dan

Psoriasiformis)

disertai demam pada malam hari (doroles nocturnal),


perbedaan pada sifilis terdapat senggama tersangka
(coitus suspectus), pembesaran kelenjar getah bening
menyeluruh dan TSS positif
23

Liken planus

Terutama mengenai permukaan fleksor lengan


bawah dan pergelangan tangan dan bagian depan
tungkai bawah serta pergelangan kaki. Bercak terasa
gatal dan menebal, sering berwarna ungu, namun di
waktu yang lain bercak berwarna coklat gelap, dan
berskuama yang jumlahnya sedikit dan melekat erat,
serta ada papula liken pada tepi bercak. Jarang sekali
mengenai kulit kepala dan kuku tidak beralur.
Gambaran lesi tipikal yang anular, eritematosa,

Tinea Korporis

papuloskuamous yang dapat berkembang cepat. Lesi


berbatas tegas, dangan gambaran aktif di tepinya
disertai timbulnya bagian sentral yang lebih terang
(central healing).
Gambaran lesi berupa makula yang eritematosa yan

Dermatitis atopik

diatasnya terdapat vesikula, papula folikuler, san


akhirnya dapat timbl likenifikasi.

Morbus Hansen

Gambaran lesi berupa makula eritematosa berbatas

Tipe BB

jelas, berbentuk bulat lonjong, lesi berbentuk punchout, dan anastesi.

Tabel 1 : Diagnosa Banding Psoriasis 7,10,11

2.8 Penatalaksanaan
Terapi psoriasis membutuhkan waktu yang lama dan kekambuhan hampir
bisa dipastikan terjadi dan lesinya bias hilang spontan. Tetapi ada kecenderungan
tiap pengobatan secara perlahan akan berkurang efektifitasnya dan karena itu
perlu diberikan terapi dengan metode yang bervariasi. Tetapi perlu disesuaikan
dengan letak lesi, tingkat keparahan, durasi, terpai sebelumnya, dan usia pasien.

24

Pada beberapa kasus mungkin hanya perlu terapi topical atau sistemik atau
keduanya. 7,10
A. Pengobatan Topikal
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal paling poten adalah clobetasol propionate 0,0250,1% selama 2 minggu. Preparat ini memberikan hasil yang baik tetapi harganya
mahal. Untuk kulit kepala kortikosteroid yang digunakan dengan bahan gel atau
propylene glycol. Krim lebih dipilih untuk daerah lipatan (kulit tipis) dan area
yang terpapar sinar matahari. Dengan kortikosteroid, bentuk salep lebih efektif
dibandingkan krim (stoughton) walaupun memiliki potensi sama. Injeksi
kortikosteroid intralesi juga dapat diberikan untuk kelainan kuku atau bercak yang
membandel melalui preparat triamsinolon 2,5 10 mg/ml dalam sediaan suspensi
dalam larutan salin yang steril setiap sebulan sekali. 7
b. Ter / Tar (Liquor Carbonic Detergen)
Ter mempunyai efek anti radang. Menurut asalnya ter dibagi menjadi 3,
yakni yang berasal dari fosil (iktiol) 1 5%, kayu (oleum kadini dan oleum ruski),
batubara (liantral dan likuor karbonis detergens) 10%. Pada psoriasis menahun
lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara karena lebih efektif dan
kemungkinan timbul iritasi kecilsampai dermatitis terutama pada daerah kulit tipis
(wajah, genetalia, lipatan tubuh). Pada psoriasis akut diberi ter dari kayu namun
kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. 7
Sediaan ter 2 5% dalam berbagai bahan dasar (lotio, krim, gel, oil bath,
salep) memperlihatkan efektivitas pada psoriasis. Supaya lebih efektif, maka daya
penetrasinya harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan
konsentrasi 3 5% atau menggunakan 25% ter dalam alkohol, maupun 5 10%
ter dalam krim kortikosteroid. Sebagai vehikulum harus diberikan dalam bentuk
salep karena daya penetrasinya lebih baik. Ter dapat digunakan sebagai terapi
tunggal satu kali sehari (malam hari), maupun digunakan dengan kombinasi UVB
dengan cara dioles minimal 2 jam sebelum difoto atau dioleskan semalam
dibiarkan sampai keesokan paginya dan dicuci dengan mineral atau minyak sayur.

25

Ter juga bisa digunakan dengan dikombinasikan kortikosteroid sebagai pengganti


ter pada pagi harinya setelah dioleskan dan dibiarkan semalam. 7,11,12
c. Dihydroxyanthralin (Anthralin)
Senyawa yang masih dipakai secara luas untuk obat psoriasis dalam bahan
pembawa dan cara pemakaian yang berbeda. Kelebihan utama anthralin adalah
tidak ada efek samping jamgka panjang sehingga obat ini dapat diberikan tanpa
waktu yang terbatas sesuai kebutuhan terapi. Namun obat ini menyebabkan iritasi
terutama pada lipatan tubuh dan meninggalkan warna kuning pada kulit, baju dan
sprei. Untuk menghindarinya dipakai konsentrasi yang lebih rendah (0,01 1%)
kemudian ditutup dengan pembalutberperekat aagar tidak mengenai kulit normal
disekitarnya.Terapi dapat dilakukan dengan 2 cara, cara pertama dioleskan
semalam kemudian dibersihkan dengan minyak mineral pagi harinya, cara kedua
dengan pemakaian singkat selama 30 menit dengan dosis awal mencapai 0,5 %
lalu perlahan-lahan dosis dinaikan mencapai 4% tetapi setelah dosis mencapai 1%
waktu aplikasi dikurangi. Iritasi yang terjadi minimal dan hasilnya sangat bagus.
Penyembuhan terjadi dalam 3 4 minggu. 7,12
d. Terapi dengan sinar UV
Pada sebagian besar kasus, sinar matahari kuat menyebabkan perbaikan
kondisi psoriasis. Namun, kulit yang mendadak terbakar atau terkelupas bisa
mengakibatkan fenomena Koebnerdan eksaserbasi. Seperti diketahui sinar UV
mempunyai efek menghambat mitosis sehingga baik untuk pengobatan psoriasis.
Cara yang terbaik adalah penyinaran secara alami tapi sayang tidak dapat diukur
dan jika kelebihan malah akan memperbarat psoriasis. Karena itu digunakan sinar
UV artifisial, diantaranya sinar A atau UVA (320 400 nm).7
Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau kombinasi psoralen
(8-metoxypsoralen) secara oaral atau topikal disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yaitu pengobatan cara Geockerman. Sinar ultraviolet buatan
atau UVB (290 320 nm) sering dipakai sebagai pengganti. UVB juga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasi tipe plak, guttata, pustular, dan eritoderma.
Dosis UVB pertama 12 23 mJ menurut tipe kulit, kemudian dinaikan berangsur-

26

angsur. Setiap kali dinaikan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Dibarikan
seminggu 2 3 kali. Mandi PUVA adalah cara lain untuk memberikan
fotosensitizer (8-MOP atau 5-MOP) ke kulit adalah dengan menambah senyawa
ini ke dalam air mandi. 7
Kelebihan utama mandi PUVA adalah tidak adanya efek sistematik, seperti
keluhan saluran cerna. Penurunan dosis UVA total hingga seperempat dari yang
dibutuhkan untuk mencapai efek terapetik yang sama seperti PUVA konvensional,
sehingga akan menurunkan resiko kanker kulit non melanoma. Eritema juga
jarang terjadi pada terapi ini dan tidak memerlukan kacamata sebagai proteksi
mata. Mandi PUVA dapat menurunkan proliferasi keratinosit dan menekan
aktivasi sel T di tempat lesi. 7
e. Emolien Lembut
Antar periode terapi, perawatan kulit dengan emolien lembut harus
dilakukan guna mencegah terjadinya kekeringan yang bisa mengakibatkan
kekambuhan dan untuk memperpanjang interval bebas obat. Penambahan urea
(hingga 10%) berguna untuk memperbaiki hidrasi kulit dan melepaskan skuama
pada lesi yang baru muncul.7
B. Pengobatan Sistemik
Terapi psoriasis sistemik dibutuhkan untuk kasus yang berat dimana lesi
tersebar luas diseluruh tubuh atau lesi berbentuk pustular atau psoriasis pada fase
aktif yang kambuh setelah mendapat obat tropikal termasuk sinar UV atau bila
terapi topikal tidak berhasil. Terapi sistemik harus dimonitor secara ketat.7
Untuk lesi yang terbatas digunakan asam folat tablet dengan dosis sehari 3
kali satu tablet. Untuk lesi yang luas digunakan : methotrexate. Cara (1): sehari 2
tablet selama 7 hari, kemudian istirahat 1 minggu untuk observasi LFT, RFT, dan
darah rutin. Bila hasil laboratorium tetap baik MTX dapat diberikan lagi dengan
dosis dan aturan yang sama sampai terjadi perbaikan klinis (lesi tidak aktif lagi),
kemudian dosis MTX diturunkan secara tapering off sampai mencapai dosis
maintenance.Cara (2) : MTX 2 tablet diberikan2-3 kali selang 12 jam, istirahat 1
minggu. Setelah itu diberikan dengan dosis yang dikurangi 1 tablet setiap minggu
27

sampai tidak minum lagi. Sewaktu tidak minum MTX, maka penderita minum
asam folat tablet sehari 3 kali 1 tablet. Sewaktu minum MTX, tidak dibolehkan
minum asam folat.7,10
a. Methotrexate (MTX)
Obat ini adalah terapi sistemik yang telah dipakai secara luas untuk jenis
psorisis yang parah dan paling bermanfaat untuk psoriasis pustule. Obat ini adalah
pilihan untuk arthritis psoriatik yang parah. MTX bekerja dengan menghambat
sintesa DNA dengan cara memblok saat asam dihidrofilik

reduktase yang

afinitasnya lebih besar dari asam folat terikat sehingga pembelahan sel pun juga
ikut berhenti dosis MTX 10 25 mg sekali dalam seminggu. Pemberianya IV/IM
agar didapatkan efikasi dan pengendalian penyakit secara optimal juga dapat
diberikan per oral dosis 5 mg tiap 12 jam selama jangka waktu 36 jam. Regimen
ini sama efektifnya dengan terapi parenteral dosis seminggu sekali. 4
Efek samping sering muncul adalah anureksia, nyeri kepala, mual,
muntah, leukopenia, trombositopeni, luku saluran cerna, hepatotoksin disertai
perubahan degeneratif dan nekrosis atau sirosis hepatis juga biasa terjadi.
Kematian juga pernah dilaporkan terjadi. Monitoring selama terapi adalah hitung
leukosit dan trombosit tiap 1 4 minggu, hemoglobin, urinalisis, keratinin
SGOT/SGPT. Dan akali fosfatase tiap 4 bulan dan klirens kreatinin dan foto
rontgen dada aetahun sekali. Biopsi hepar direkombinasikan setelah mendapat
obat sebanyak 1500 mg.10
b. Cyclosporin
Adalah polipeptida siklik yang telah digunakan secara luas untuk
pencegahan penolakan graft. Efeknya imunosupresif. Dengan pemaakaian klinis
menunjukan efektifitas pada penderita psoriasis tipe plak kronis yang parah jika
diberi regimen dengan dosis rendah (kurang dari 5 mg/kg/ hari). Untuk perbaikan
pada perubahan kuku dan arthritis psoriasis dapat tercapai dengan terapi jangka
panjang. Terapi ini dapat direkomendasika sebagai regimen intermitenjangka
pendek dimana obat dihentikan secara perlahan setelah timbul perbaikan utama

28

atau sebagai terapi kontinyu jangka panjang untuk kasus yang membandel.
Cyclosporin juga efektif untuk eritoderma dan psoriasis pustural generalisata.8,10
c. Retinoid
Acitretin, yakni derivat vitamin A dipakai terutama pada terapi psoriasis.
Manfaat klinis terbaik pada jenis psoriasis pustular. Mekanisme kerjanya adalah
mengatur pertumbuhan dan deferensiasi akhir keratinosit sehingga akan
menormalkan kondisi hiperproliperasi pada psoriasis. 7
d.

Kortikosteroid
Dapat mengontrol psoriasis yang ekivalennya dengan prednison 2030

mg/hari. Setelah membaik dosis ditutunkan secara perlaan-lahan kemudian


diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian aecara mendadak akan menyebabkan
kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 7,10
e. Levodopa
Sebenarnya dipakai untuk penyakit parkinson. Diantara penderita
parkinson yang sekaligus juga penderita psoriasis, maka psoriasisnya akan
membaik dengan pengobatan levodova. Dosis antara 2 x 500 mg 3 x 500 mg
yang mempunyai efek samping mual, muntah, hipertensi, dan gangguan fisik, juga
pada jantung. 10
f. DDS
Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai psoriasis tipe barber dengan dosis
2x100 mg sehari. Obat ini merupakan second line atau third line, tetapi menurut
penelitian tidak terlalu efektif. Efek sampingnya berupa anemia hemolitik,
methemoglobinema, agranulositosis. 7
C. Pengobatan Kombinasi
Kombinasi dari berbagai prinsip terapi dapat mempercepat resolusi lesi,
menekan efek samping, dan menurunkan dosis keseluruhan yang diperlukan jika
diberikan terapi sitemik. Beberapa regimen kombinasi telah ditetapkan untuk
pemakaian klinis seperti glukokortikoid topikal dengan UVB atau PUVA,

29

Retinoid dengan PUVA (Re- atau larutan yang sangat efektif untuk terapi psoriasis
tipe plakat dan psoriasis pada kepala. Terapi kombinasi calcipotriene dan
kartikosteroid yang lebih rendah. Calcipotriene memiliki bentuk yang tidak stabil
dan mudah dirusak oleh sinar ultraviolet. Pada anak perlu dimonitoring kadar
kalsium dalam darah. Dosis calcipotriene 3 5 g/g dengan kadar dalam plasma
tidak melebihi 150 mg/g. 7
D. Pengembangan Obat Baru Lainnya
Makrolaktam digunakan pada bagian tubuh yang tipis dan tidak dapat
diterapi dengan kortikosteroid. Menimbulkan perbaikan lesi jika diberikan secara
topikal dan kemudian di bebat dalam keadaaan kering, namun hal ini tidak
dijumpai ketika obat diberikan tanpa bebat. Laporan terbaru menyatakan efikasi
yang tinggi untuk psoriasis ketika pimecrolimus atau tacrolimus makrolaktam
diberikan dalam waktu singkat per oral.7,10
Metode baru lain untuk terapi psoriasis yaitu pemakaian excimer laser
kemungkinan akan berperan penting dimasa mendatang. Laser ini mengeluarkan
sinar UVB dengan panjang gelombang 308 nm. Hasil penelitian pertama
menunjukan kalau sekitar 4 kali terapi bisa menimbulkan perbaikan sel, dengan
respon terapi yang dapat bertahan.9,11
Terapi rotasi untuk meminimalkan PUVA dan vitamin D dan analognya
resiko bagi penderita psoriasis parah atau tazarotene dengan UVB. Kombinasi
mandi ter batubara (satu kali sehari dengan 120 ml LCD dalam 80 liter air hangat)
yang dilanjutkan dengan UVB, dan anthralin dikenal dengan nama metode
ingram. Goeckerman pada tahun 1925 memperkenalkan secara luas kombinasi ter
batubara yang dilanjutkan dengan sinar UV dosis suberitem. Terapi anthralin
klasik yang dilanjutkan dengan UVB atau PUVA juga merupakan regimen
kombinasi yang sangat efektif .hasil penelitian baru mengindikasikan bahwa
kombinasi cyclosporine dengan calcipotriol atau anthralin akan meningkatkan
efikasi terapi dan menurunkan dosis cyclosporine, calcipotriol juga akan
meningkatkan respons terhadap PUVA. 10,11

30

Calcipotriene (vitamin D) berpengaruh pada diferensiasi kreatinosit


melalui regulasi respons epidermal terhadap kalsium. Terapi dengan analog
vitamin D (calcipotriene/dovonex) dalam sediaan salep, krim, yang mendapat
terapi sistemik, dapat dilakukan terapi rotasi. Pengubahan senyawa yang berbeda
dengan memperhatikan faktor resiko individual, dosis kumulatif (untuk MTX),
respons dan lama terapi harus dilakukan dengan interval tertentu. Pedoman yang
baru-baru ini dikeluarkan untu terapi rotasi akan bermanfaat dalam menentukan
jadwal terapi sistemik jangka panjang. 9
2.9 Prognosis
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronik dan
residif. Tidak ada cara mencegah terkena psoriasis, kecuali pada psoriasis gutata
sering sembuh sendiri setelah 12-16 minggu tanpa terapi. Estimasi mendatang
pasien ini bahwa sepertiga sampai dua per tiga akan berkembang menjadi
psoriasis plak kronik. Kenyataannya, psoriasis plak kronik merupakan kasus
penyakit seumur hidup, interval dari manifestasinya tidak dapat diprediksi. Remisi
spontan dalam waktu yang bervariasi, mungkin terjadi pada psoriasis sampai
dengan 50% pasien. Penyebab remisi spontan tidak diketahui, tapi dapat
merefleksikan

generasi

kesuksesan

self-tolerance

berdasarkan

model

immunologic sel reactivity. Sedangkan pada Psoriasis eritroderma dan psoriasis


pustulosa generalisata memiliki prognosis yang jelek, dengan penyakit yang akan
memperberat dan persisten. 7,10

3 PITIRIASIS ROSEA

31

3.1 Definisi
Pitiriasis rosea adalah kondisi kulit yang sering ditemukan yang memiliki
karakteristik adanya sebuah herald patch dan munculnya lesi berikutnya tersusun
sepanjang Langers lines (garis lipatan kulit). Kondisi ini didiagnosis paling sering
kebanyakan pada anak dan dewasa muda. Kebanyakan kasus ditemukan pada
praktek dermatologi menunjukkan bahwa kejadian puncak pitiriasis rosea terdapat
pada usia 20 sampai 29 tahun, dengan tidak adanya perbedaan dari jenis kelamin
(Tabel 1).13,16
TABEL 2
Epidemiologi pitiriasis rosea dari Praktek Dermatologi
Penelitian
Cheong dan

Lokasi

Rentang Usia

Singapura

Tidak Dilaporkan

Puncak Usia
20-24 tahun

Wong1

Rasio pria

Lainnya

dan wanita
Didominas

Puncak insiden pada

i Pria

bulan Maret, April, dan


November

Harman,

Turki

dkk2

Tay dan Goh3

Singapura

10-39

tahun

(87

20-29 tahun

1,0-1,2

Puncak insiden pada

persen pasien yang

musim

terkena)

bersalju

9 bulan-82 tahun

20-29 tahun

hujan

dan

1,2-1,0
17 persen memiliki
Herald patch, 6 persen
memiliki bentuk invers
(yaitu,
ekstremitas
terkena tapi batang
tubuh tidak) *

* Sangat mungkin bahwa persentase pasien dengan herald patch jauh lebih tinggi dalam perawatan primer, karena
pasien dengan herald patch dan diagnosis yang jelas tidak mungkin telah disebut.

3.2Etiologi
Meskipun etiologi pitiriasis rosea masih belum jelas, beberapa faktor
menunjukkan penyebabnya adalah infeksi. Pertama, kondisi wabah yang terjadi
dalam kelompok, menunjukkan bahwa agen infeksi yang beredar dalam
masyarakat. Kedua, munculnya kembali kasus pitiriasis rosea di luar fase akut
jarang terjadi, menunjukkan bahwa adanya system imunitas yang jangka panjang

32

setelah infeksi. Ketiga, sampai 69 persen pasien dengan pitiriasis rosea memiliki
penyakit prodromal sebelum munculnya herald patch. Akhirnya, beberapa pasien
dengan pitiriasis rosea menunjukkan peningkatan limfosit B, penurunan limfosit
T, dan peningkatan dari sedimentasi.16
Meskipun mikroskop elektron menunjukkan beberapa perubahan virus dan
partikel virus, antibodi dan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk
mengetahui jenis virus gagal untuk mengidentifikasi virus tersebut. Hasil dari
sebuah penelitian menunjukkan peningkatan kadar Human Herpes Virus 7 (HHV7) pada pasien dengan pitiriasis rosea. Bagaimanapun, hasil studi berikutnya
tidak menunjukkan peningkatan yang konsisten dari Human Herpes Virus 7
(HHV-7) pada pasien yang terkena penyakit dibandingkan dengan pasien kontrol.
Selanjutnya, infeksi Human Herpes Virus 7 (HHV-7) umumnya terjadi pada anak,
dan virus ini rentan dapat muncul kembali. Beberapa virus lainnya telah diperiksa,
tetapi tidak ada yang ditemukan sebagai penyebabnya. 16
Chlamydia

pneumonia

Legionella

pneumonia

dan

Mycoplasma

pneumonia juga diduga sebagai agen penyabab infeksi yang potensial dalam
munculnya pitiriasis rosea. Namun, hasil penelitian dengan cara prospektif case
conrol tidak menunjukkan peningkatan signifikan antibodi terhadap bakteri ini
ketika pasien yang terkena dibandingkan dengan pasien kontrol. 16
3.3 Gejala klinis
Proses identifikasi pitiriasis rosea merupakan motivasi untuk sejumlah
alasan. Diagnosis tidak jelas pada awal gejala, dan tidak ada tes noninvasif yang
mengkonfirmasi kondisi tersebut. Setidaknya dalam setengah dari seluruh jumlah
pasien, gejala pertama dari pitiriasis rosea tidak spesifik dan konsisten, dengan
infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Sebuah herald patch kemudian
muncul, biasanya di batang tubuh. Lesi besar umumnya berdiameter 2 sampai 10
cm, oval, eritematosa, dan sedikit peninggian dengan khas collarette scale pada
bagian tepi (Gambar 1). Pada tahap ini bagaimanapun juga, diagnosis biasanya
masih belum jelas. Pemeriksaan mikroskopis terhadap preparat kalium hidroksida

33

yang menunjukkan tidak adanya elemen jamur. Lesi tidak dapat dibedakan dari
eksema dan sering mendapatkan terapi yang sama.13,14,15,16

Gambar 3.1. Herald patch dengan collarette scale pada bagian tepi.
Beberapa hari sampai beberapa minggu setelah timbulnya herald patch,
lesi yang lebih kecil dengan diameter 5 sampai 10 mm, berkembang pada batang
tubuh dan sedikit pada ekstremitas. Lesi tersebut berwarna seperti ikan salmon,
oval, peninggian dan memiliki scale collarette sebagai herald patch (Gambar 2).
Pada tahap ini, diagnosis biasanya jelas, terutama jika dokter dapat mengamati
atau memperoleh riwayat munculnya herald patch.13,16

Gambar 3.2. Pitiriasis rosea klasik dari perut bagian bawah dengan herald
patch.
Jika diagnosis tidak pasti, terutama jika telapak tangan dan telapak kaki
yang terkena dan pasien aktif secara seksual, dokter harus mempertimbangkan
kemungkinan sifilis sekunder. Evaluasi yang dibutuhkan termasuk tes antibodi

34

fluoresen langsung dari lesi eksudat, tes VDRL, atau mikroskopis lapang gelap.
Pada kondisi lain di dalam diagnosis bandingnya meliputi eksema numular difuse,
tinea corporis, lichenoides pitiriasis, psoriasis guttate, exanthem virus, lichen
planus, dan reaksi pengobatan.13,16
Lesi sekunder yang lebih kecil dari pitiriasis rosea mengikuti Langers
lines (Gambar 3). Bila lesi terdapat di punggung, lesi tersebut sejajar khas tampak
seperti "pohon Natal" atau pola "pohon cemara". Pada bagian lain tubuh, lesi
mengikuti cleavage lines (garis lipatan kulit) sebagai berikut: melintang di perut
bagian bawah dan punggung, melingkar di sekitar bahu, dan dalam pola berbentuk
V pada dada bagian atas (Gambar 4). Pruritus merupakan variabel. Kecuali untuk
gatal ringan sampai berat pada 25 persen pasien, tidak ada gejala sistemik yang
muncul selama fase ruam pitiriasis rosea.13,16

Gambar 3.3. Lesi khas batang tubuh lonjong dari pitiriasis rosea.

35

Gambar 3.4. Lesi sesuai dengan Langers lines.


Pitiriasis rosea dapat terjadi dalam bentuk yang terbalik di mana
ekstremitas yang terkena tetapi tubuh tidak (Gambar 5). Jarang terjadi, pitiriasis
rosea terjadi dalam bentuk yang terlokalisasi, yang membuat diagnosis lebih sulit.
Gigantean (lesi lebih besar dan lebih sedikit), pustular, purpura, atau pitiriasis
rosea vesikuler terjadi pada kasus langka. Kadang-kadang, tidak ada herald patch
ditemukan. Dalam saebuah penelitian, hanya 17 persen dari pasien yang dirujuk
ke klinik dermatologi yang melaporkan adanya herald patch; tidak adanya herald
patch membuat diagnosis lebih sulit dan mengharuskan rujukan.16

Gambar 3.5. Bentuk Pitiriasis rosea tipe Invers, dengan distribusi perifer.

36

Biopsi biasanya tidak diindikasikan pada saat evaluasi pasien yang diduga
terkena pitiriasis rosea. Secara histologi telah menunjukkan bahwa terjadi
penambahan inflamasi subakut nonspesifik dan inflamasi kronis, 55 persen dari
spesimen mengandung sel-sel epidermis yang menunjukan sebagai degenerasi
dyskeratotik. 16
Memburuknya ruam atau munculnya lesi kedua ini tidak biasa sebelum
resolusi spontan dari erupsi. Terulangnya kondisi di kemudian hari jarang terjadi.
Meskipun tidak ada penyebab yang telah ditetapkan, beberapa obat telah dikaitkan
dengan bentuk yang luas dan sering berkepanjangan pityriasis rosea (Tabel 2) .
Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa sebuah laporan kasus berhubungan
dengan sebagian besar efek pengobatan. 16

3.4 Diagnosis Banding13,16


1. Sifilis stadium II
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya pada
sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki, membran
mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia. Tidak ada keluhan
gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat genital. Tes serologis terhadap sifilis
perlu dilakukan terutama jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan
Herald patch.

37

2. Psoriasis gutata
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar
lentikuler disebut sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi
Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili,
terutama pada anak dan dewasa muda.
3. Lichen planus
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular. Lesinya memiliki lebih banyak
papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut
dan bibir.
4. Dermatitis numularis
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi
tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada
pitiriasis rosea.
5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)
Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin didapatkan
cigarrete paper atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis
fungoides.
6. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan
ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di
sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendianpersendian.
7. Tinea corporis

38

Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai
tinea corporis.16 Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa
yang bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing. Namun pada
tepinya bisa terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang
lebih aktif pada infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan
sitologi atau pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.Tinea
corporis jarang menyebar luas pada tubuh.
8. Pitiriasis versikolor
Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau coklat
berbentuk anular dengan skuama. Skuama halus tampak terlihat saat
pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi. Diagnosa dapat ditegakkan
dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya dengan menggunakan
lampu Wood dan larutan KOH.
9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini. Setelah
diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit
mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran
klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi
hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan adanya Herald patch, umumnya
sering

didapatkan

adanya

lesi

pada

mulut

berupa

hiperpigmentasi

postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi kulit mirip pitiriasis rosea karena


obat yang berlangsung lama dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.
3.5 Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
asimptomatik.15 Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:
a. Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam tubuhnya,
penyakit ini tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang kembali.
b. Colloidal bath

39

1 bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau ember
besar yang berisi 6-8 inci air yang hangatnya suam-suam kuku. Pasien diminta
untuk mandi selama 10-15 menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas
sebisanya untuk mengurangi rasa gatal yang ada.
c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari
pada lesi kulit.
d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.
e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun
tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.
Kunjungan berikutnya:
a. Jika kulitnya menjadi terlalu kering karena Colloidal bath dari lotionnya,
hentikan pemakaian lotion atau diganti dengan krim atau salep hidrokortison
1%, gunakan 2 kali sehari pada daerah yang kering.
b. Teruskan fototerapi.
Jika disertai dengan gatal hebat:
a. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1
tablet selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet
setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
b. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah dicoba
oleh beberapa penulis.
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4
kali sehari pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis
untuk anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak
sebelumnya telah hilang.
Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan
pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100 mg sebanyak 2 kali sehari.
Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40 mg i.m. atau prednison 15-40 mg
p.o. mungkin dapat mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau
pada kasus yang berat.

40

Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis


rosea, pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan
tetapi asiklovir yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak
efektif terhadap HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan
HHV-7, namun harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu
untuk saat ini, pengobatan dengan antivirus herpes yang ada tidak dibenarkan.
Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak memberikan dampak apaapa.
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat
mengurangi pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient
dapat disarankan kepada pasien.
Fototerapi

dapat

bermanfaat

pada

kasus-kasus

yang

lama

penyembuhannya. Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit


yang ada. Satu-satunya efek samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit
perih dan kekeringan pada kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi
postinfeksi dapat meningkat dengan terapi ini.
Edukasi pasien

Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang
dan apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan
hatinya dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan

sendirinya dan tidak bersifat menular.


Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap
ada setelah 3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika
dipikirkan adanya diagnosa lain.

3.6 Prognosis
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini
bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8
minggu.

41

4 DERMATITIS SEBOROIK
4.1 Definisi
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan kulit
yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan terjadi pada daerah
yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti wajah dan kulit kepala,
presternal dada, dan pada lipatan kulit. 13
Dermatitis seboroik infantil merupakan erupsi eritematosa, berskuama atau krusta,
utamanya pada area seboroik (area yang mengandung banyak kelenjar sebasea).
Pada bayi biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik kembali secara spontan
usia 8-12 bulan.15

Gambar 4.1 Gambaran klinis dermatitis seboroik: eritem, dengan


skuama kasar pada daerah yang banyak mengandung kelenjar
sebasea.9
4.2 Epidemiologi

42

Dermatitis seboroik menyerang bayi pada bulan-bulan pertama


kehidupan, pada masa pubertas dan kebanyakan antara 20-50 tahun atau lebih
tua. Insidensinya antara 2% - 5% dari populasi. DS lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita.13 DS sering terjadi pada masa kanak-kanak, berdasarkan pada
suatu survey pada 1.116 anakanak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin,
didapatkan prevalensi DS menyerang 10% anak lakilaki dan 9,5% pada anak
perempuan. DS pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian
jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncak pada umur
1840 tahun, kadang pada umur tua.14
Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur
anaknya prevalensinya semakin berkurang. Prevalensi semakin berkurang pada
setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun.
Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.6
Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum
dan mengenai 15 - 20% populasi.16

4.3 Etiologi
Penyebab pasti DS pada bayi belum diketahui, walaupun banyak faktor
dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. Ada yang
berpendapat bahwa kesembuhan tipe awal dari dermatitis seboroik infantil ini
disebabkan oleh menurunnya produksi kelenjar sebasea pada bayi berusia enam
bulan.5
Selain itu, DS juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa
diantaranya yaitu:
A. Hormon
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas. Pada bayi
dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Hormon yang
menstimulasi adalah hormon androgen dari ibu.14
B. Jamur Pityrosporum ovale

43

Penelitian menunjukkan bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur


lipofilik, banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik. Pityrosporum
ovale merupakan flora normal pada kulit orang dewasa, namun jarang pada anakanak. Pada anak yang mengalami dermatitis seboroik, Pityrosporum ovale
jumlahnya meningkat pada beberapa bagian tubuh.5
C. Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol,
trigliserida, paraffin meningkat dan kadar squelen, asam lemak bebas dan
D.
E.
F.
G.
H.

wax ester menurun.


Iklim
Genetik status seboroik yang diturunkan
Lingkungan
Hormon
Neurologik (stress).14,7

4.4 Patofisiologi
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan jumlah normal Pityrosporum
ovale (Malassezia ovale) tetapi memiliki respon imun yang abnormal. Sel T
helper, phytohemagglutinin, dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi
menurun dibandingkan dengan orang normal. Kontribusi Malassezia mungkin
akibat aktivitas lipasenyamelepaskan asam lemak bebas inflamasidan asam
lemak tersebut menimbulkan terjadinya inflamasi.4

Gambar 4.2

Malassezia ovale salah

satu penyebab dermatitis seboroik


Pertumbuhan P ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis,
maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel

44

Langerhans. Selain sebum, dermatitis ini juga dihubungkan dengan Malassezia,


abnormalitas imunologi, dan aktivasi komplemen. 16
Glandula sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi
tidak aktif selama 912 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu
berhenti. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya DS, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh DS. 14
Dermatitis Sseboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi
dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai
faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.14 Biasanya juga didukung oleh kondisi
kelembaban udara, perubahan musim, trauma (contoh, digaruk). Derajat
keparahannya bervariasi, dari ketombe ringan sampai eritroderma eksfoliatif.
Dermatitis seboroik bisa memburuk pada penyakit Parkinson dan AIDS.16
4.5 Gejala klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap. Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat
di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak
skuama kekuningan.14
Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa
skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai
seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan
tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak
disebut pitiriasis stetoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang
tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian verteks dan frontal. 14
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,

45

telinga postaurikular, dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya lebih
cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krustakrusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. 14
Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada
verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi
sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat
dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat
bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang
pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.6
Dermatitis dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi
dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi
sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis
seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiners
disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi
sistem imunnya.6
2. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama
berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan
nasolabial atau pada belakang telinga. Pada masa remaja dan dewasa manifestasi
kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada
lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur.6
Histopatologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai
parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan
sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik,
terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler
superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan,

46

ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama


dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini
merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan
ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan
vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas
yang hampir sama dengan gambaran psoriasis.6

Gambar 4.3 Histopatologi: dermatitis seboroik

4.6 Pemeriksaan penunjang


Walaupun temuan dermatopatologi tidak spesifik, pemeriksaan KOH 1020% bisa digunakan untuk menyingkirkan tinea kapitis.15

4.7 Diagnosis banding


Gambaran klinis yang khas pada DS adalah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Terutama distribusinya pada
kulit kepala dan lipatan kulit bagian atas dan tidak gatal. Namun ini belum cukup
untuk menegakkan diagnosis. 14
Diagnosis pada dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gejala klinis. Diagnosis banding dapat ditegakkan berdasarkan keluhan dan
gejala klinis, umur, dan ras. Kondisi yang membingungkan atau mirip dengan
dermatitis seboroik adalah psoriasis, dermatitis atopi dan tinea kapitis pada anakanak.7.

47

Psoriasis
Terdapat skuama-skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti
mutiara, dan tidak berminyak disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat
predileksinya di kulit kepala hingga perbatasan daerah tersebut dengan muka,
umbilicus, daerah ekstensor terutama lutut dan siku, punggung, telapak tangan

dan telapak kaki.14,7


Dermatitis atopik bentuk infantil (dapat menyerupai dermatitis seboroik muka)
Dermatitis atopic adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai
gatal. Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus,
berbeda dengan DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu pada
dermatitis atopic dapat terjadi likenifikasi. 7
Tinea capitis
Tampak eritem dengan tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah dan rasa gatal
juga nyeri. Pada tinea kapitis juga dapat ditemukan hifa pada pemeriksaan
sitologik dengan potassium hydroksida (KOH). 7,8
4.8 Penatalaksanaan
Bayi yang mengalami dermatitis seboroik harus dimandikan paling tidak
satu kali dalam sehari dan bath oil dapat ditambahkan dalam air yang digunakan
untuk mandi. Selama mandi, daerah yang terkena harus dibersihkan dengan air
yang dicampur emolien seperti krim urea 10%.5
Penggunaan shampo sebaiknya dihindari. Dan setelah mandi, sebaiknya
diberikan krim anti jamur seperti ketoconazole 2% yang terbukti efektif pada
sebagian besar kasus. Pengobatan dilakukan satu hingga dua kali sehari untuk 1014 hari. Dalam sehari, daerah yang mengalami dermatitis seboroik juga diolesi
dengan emolien untuk menjaga kelembaban kulit.5
Kulit kepala harus dibersihkan dengan shampo ketoconazole 2%.
Pemberian asam salisilat dan kortikosteroid seharusnya tidak diberikan karena
penyerapan bahan ini sangat kuat pada bayi.5
4.9 Prognosis
Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan
topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
48

konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol. 6 Bisa
juga baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan.15
Pada dermatitis infantil ini, meskipun tanpa pengobatan, adalah baik. Dan
kesembuhan dapat diperkirakan dalam beberapa minggu pada kasus-kasus yang
berat. Setelah sembuh, serangan ulang sangat jarang terjadi.5
BAB III
KESIMPULAN
Eritropapuloskuamosa adalah golongan penyakit kulit yang penyebabnya
belum diketahui penyebabnya. Lesi kulit berwarna merah dan terdiri dari makula,
papul/plak disertai dengan skulama. Eritropapuloskuamosa terdapat beberapa
pembagian didalamnya, yaitu:
1. Eritroderma
Disebabkan oleh perluasan penyakit sebelumnya (Psoriasis, Dermatitis
Seboroik), alergi obat atau keganasan (Sindrom Sezary). Gambaran
klinis :
Demam, menggigil, malaise, gatal,
Makula, papul eritem generalisata,skuama halus/ kasar,
ektropion
Untuk penatalaksanaan pasien sebaiknya rawat inap untuk
memonitoring keseimbangan cairan, pengaturan suhu ruangan dan
penanganan etiologi.
2. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan Kobner. Skuama tersebut berwarna putih keabuabuan atau keperakan dan tidak diketahui penyebabnya dengan pasti.
Klasifikasi psoriasis itu sendiri dibagi menjadi :
Psoriasis vulgaris
Psoriasis Gutata
Psoriasis Inversa
Psoriasis Seboroik
Psoriasis Pustulosa
Arthritis Psoriasis
49

Untuk penatalaksanaan menggunakan kortikosteroid topikal


potensisedang atau tinggi, fototerapi PUVA dan sistemik dengan
kortikosteroid dan imunosupresif.
3. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea adalah kondisi kulit yang sering ditemukan yang
memiliki karakteristik adanya sebuah herald patch dan munculnya lesi
berikutnya tersusun sepanjang Langers lines (garis lipatan kulit).
Untuk penatalaksanaannya sesuai dengan simtom yang ada yaitu
kortikostreoid topical potensi sedang.
4. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan
kulit yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan
terjadi pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti
wajah dan kulit kepala, presternal dada, dan pada lipatan kulit. Untuk
penatalaksanaan menggunakan salep anti jamur dan pelembab kulit.

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
2. Umar H sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis),( online )2010.
Available From www.emedicine.com
3. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
4. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Jakarta : EGC. 2004.p
5. Habif TP. Clinical Dermatology A Colour Guide To Diagnosis and Therapy.
Toronto.2004
6. Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.
7. William D James, Timothy G Berger, Dirk M Elston. 2006. Andrews disease of
the skin: clinical dermatology, tenth edition. Philadelphia: W.B Saunders
Company.
8. Kelly AP, Taylor SC. 2009. Dermatology for skin of colour. McGraw-Hill
Companies.
9. Griffith CEM, Barker JNWN. 2010. Psoriasis. Dalam Rooks textbook of
dermatology8thedition. Blackwell Publishing Oxford.
10. Klaus W, Lowell A, Goldsmith Stephen I. 2008. Psoriasis. Dalam :Wolff K,

51

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's
dermatology in general medicine7th edition . United States of America Mc Grow
Hill 2008
11. Lui Harvey. 2011. Plaque Psoriasis,http://emedicine.medscape.com/article/1108072overview#a1.
12. Buxton PK. 2003..Psoriasis. Dalam : ABC of dermatology fourth edition. London:
BMJ Publishing Group.
13. Adhi Djuanda. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam Ilmu Penyakit Kulit Kelamin.
Edisi Kelima. Cetakan Ketiga. Editor: Prof.Dr.Adhi Juanda. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2008
14. Wolf K, Johnson RA, Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical
Dermatology Sixth Edition. Toronto: Mc Graw-Hill 2009.
15. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et all. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine Seventh Edision. Toronto: Mc Graw-Hill 2008
16. Daniel L, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. American Academy of Family Physician.
Arizona :2004

52

Anda mungkin juga menyukai