Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena
defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah
gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah
di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif
dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic
Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena
kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP
umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak
yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut
jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah
badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.
Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang
kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota
keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata
pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai
penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).
Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat 1 milyar penduduk dunia
yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik.
Disamping itu masih ada 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses
pertumbuhan badan secara normal.
Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah
pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di
beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk
mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional
kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit
juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.

DEFINISI KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)


Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein
merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999).
KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala
klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan
Marasmus-Kwashiorkor.1
DETERMINAN KURANG ENERGI PROTEIN
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak
hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat
makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan
menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan
mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah
diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang
gizi/gizi buruk.1,2
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan
anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga
(household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya
secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah
tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab
tidak langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin baik
tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak
keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.2,3

Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi
sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan
bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini
seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehinggatidak perlu dibeli. Namun tidak
semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang
dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak
cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul
masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan,
MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat
dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan makanan
yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.2,3
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang
dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik
dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang
pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan seharihari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh
anak.2,3
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap
upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta
sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah
sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan
atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala
masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal
ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.2,3
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan dengan
pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok
masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga
mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak
yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.1,2
3

INDIKATOR KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)


DIAGNOSIS2,3
Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit

yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai
defisiensi vitamin)

Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin

Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut
umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi
badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat diet rinci, pengukuran pertumbuhan,

indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap ditunjukkan. Tindakan
pengukuran tinggi badan-banding-usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang
dari 95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar deviasi di bawah
rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, pertumbuhan kurang dari 5 cm /
th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.
Klasifikasi :
KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: 1,3
(1) KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS
dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.
(2) KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHONCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHONCHS.
(3) KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS.

Manifestasi KEP klinis :1-3


Manifestasi KEP klinis dapat dibedakan menjadi tiga yaitu marasmus, kwashiorkor,
dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus terjadi bila gizi utama yang kurang adalah kalori atau
karbohidrat, sedangkan kwashiorkor terjadi bila gizi utama yang kurang adalah protein.
Sementara itu, marasmic-kwashiorkor merupakan kombinasi keduanya, yaitu kekurangan
kalori dan protein. Adapun gejala klinisnya (KEP berat) yakni sebagai berikut:
Tabel 1. Klinis KEP dalam 3 Tipe1,3
Marasmus
sangat kurus, tampak

Kwashiorkor
Edema yang dapat terjadi di

tulang terbungkus kulit

seluruh tubuh,

wajah seperti orang tua

wajah sembab

cengeng dan rewel

dan kwashiorkor
dan

membulat

kulit keriput

mata sayu

jaringan lemak

rambut tipis, kemerahan

sumkutan minimal/tidak

seperti rambut jagung,

ada

mudah dicabut dan rontok

sering disertai diare


kronik dan penyakit

Marasmus-Kwashiorkor
Gabungan dari marasmus

cengeng, rewel dan apatis


pembesaran hati, otot

kronik ,tekanan darah

mengecil (hipotrofi),

dan jantung serta

bercak

pernafasan kurang.

di kulit dan mudah

merah ke coklatan

terkelupas (crazy pavement


dermatosis)
sering disertai penyakit
infeksi terutama akut, diare
dan anemia.

Gejala klinis KEP ringan1

Pertumbuhan mengurang atau berhenti


BB berkurang, terhenti bahkan turun
Ukuran lingkar lengan menurun
5

Maturasi tulang terlambat


Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun
Tebal lipat kulit normal atau menurun
Aktivitas dan perhatian kurang
Kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan

PENCEGAHAN KURANG ENERGI PROTEIN


Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah
sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu
direncanakan tindakan sebagai berikut :1,2,4
1. Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di
rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah
(bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
2. Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan
dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat
inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50%
diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai
dengan penyakitnya.
3. Balita KEP berat : harus dirawat inap di RS dan dilaksanakan sesuai pemenuhan
kebutuhan nutrisinya.
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi :1,5
Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan
berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan
pada saat itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat
dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan
timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB
tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri.
Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah program
intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik

(pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan
pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati
seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan
kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita
KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik
melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara
berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka
pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna
biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita
usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan
yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x
dalam setahun.
Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di
rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah
(bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
Balita KEP sedang;
1. Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta
teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.
2. Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan
energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan
diet sesuai dengan penyakitnya
1.JANGKA PENDEK1,5
1. Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di Posyandu
2. Rujukan kasus KEP dengan komplikasi penyakit di RSU
3. Pemberian ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
4. Pemberian kapsul Vit A
5. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama
pemberian 3 bulan
6. Memberikan makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia 612 bulan
7. Promosi makanan sehat dan bergizi
2. JANGKA MENENGAH1,5
7

1. Revitalisasi Posyandu
2. Revitalisasi Puskesmas
3. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
3. JANGKA PANJANG1,5
1. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
2. Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan
ketahanan pangan

PENANGGULANGAN KURANG ENERGI PROTEIN


Untuk KEP tanpa gejala klinis, secara umum cukup memperbaiki intake makanan yang
masuk kedalam tubuh. Untuk KEP dengan gejala klinis (Marasmus, Kwashiorkor, dan
Marasmus-Kwashiorkor) dapat ditangulangi dengan penatalaksanaan sebagai berikut :1,4
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
Semua anak dengan malnutrisi berat berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula
darah <54mg/dl atau 3 mmol/l) yang merupakan faktor penting penyebab kematian dalam 2
hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapat disebabkan infeksi sistemik berat atau dapat
terjadi pada anak malnutrisi berat yang tidak diberi makan selama 4-6 jam (WHO,1999).
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, sebagai tanda adanya infeksi.
Pemberian makanan yang sering yaitu paling kurang tiap 2-3 jam siang maupun malam
penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut (WHO,1999). Tanda hipoglikemia termasuk
hipotermia (<36.5 C), letargi, penurunan kesadaran.1,4
Apabila telah dicurigai adanya hipoglikemia, pengobatan harus segera diberikan
secepatnya tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Bila pasien masih sadar dan dapat
minum, segera berikan 50 ml glukosa atau sukrosa 10%, atau berikan F-75 melalui mulut.
Bila memungkinkan, berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam). Namun bila tidak bisa, berikan sekaligus semuanya.

Pasien harus diperhatikan dengan ketat hingga pasien benar-benar sadar. Terapi dilanjutkan
diberikan tiap 2-3 jam baik siang maupun malam.1,4
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa dibangunkan atau mengalami
kejang, berikan 5ml/kgbb glukosa 10% steril melalui intravena, kemudian diikuti dengan 50
ml glukosa atau sukrosa 10% (1 sdt dalam 3 sdm air) melalui NGT. Bila glukosa IV tidak
bisa diberikan segera, berikan dulu lewat NGT. Bila pasien mulai sadar, segera mulai terapi
dengan diet F-75 atau larutan glukosa (60g/l). Setiap anak dengan dugaan hipoglikemia harus
diterapi juga dengan antibiotik spektrum luas. 1
Pemantauan
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari
ujung jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30
menit. Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulangi pemberian 50 mL (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil. Ulangi
pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 36 C dan atau kesadaran menurun. 1,4
Pencegahan
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang
ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam. 1,4

1.2. Penanganan hipotermi


Bila suhu ketiak < 360C
Periksalah suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak tersedia
termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan termometer
biasa, anggap anak menderita hipotermi. 1
Bila suhu dubur < 360C

Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. Letakkan
dekat lampu atau pemanas (jangan menggunakan botol air panas) atau peluk anak

di dada ibu dan selimuti.


Berikan antibiotik
9

Pemantauan
Periksa suhu dubur setiap 2 jam smapai suhu mencapai > 36,5 C, bila memakai pemanas ukur
setiap 30 menit. Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam
hari. Raba suhu anak. Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

1,4

Pencegahan
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu beri
makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara (mandi
atau pemeriksaan medis terlalu lama). 1,4
1.3. Penanganan dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari
beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan). Cairan rehidrasi oral standar WHO
mengandung terlalu banyak Na dan kurang K untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti,
berikan larutan garam khusus yaitu Resomal atau penggantinya. Tidaklah mudah untuk
memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat dengan menggunakan tanda-tanda klinis
saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga
harus diberi cairan resomal/pengganti sebanyak 5 mL/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam p.o.
atau lewat pipa nasogastrik. Selanjutnya beri 5-10 mL/kgbb/jam untuk 4-10 jam berikutnya;
jumlah tepat yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah. Ganti resomal/cairan pengganti pada
jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus. Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah
akan membaik, dan anak mulai kencing. 1,4
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2 jam pertama
kemudian tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi
kencing dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan
ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat, walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama
rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan. Tanda kelebihan cairan :
10

frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan kelopak mata
bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali
setelah 1 jam. 1,4
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti
cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti
sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan. 1,4

1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu, untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam terjadinya edema (jangan obati edema
dengan pemberian diuretik). Berikan K 2-4 mEq/kgbb/hr (150-300 mg KCL/kgbb/hr), Mg
0,3-0,6 mEq/kgbb/hr (7,5-15 mg MgCl2/kgbb/hr). Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah Na
(resomal/pengganti). Siapkan makanan tanpa diberi garam. Tambahan K dan Mg dapat
disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20
mL larutan pada 1 L formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. 1,4
1.5. Pengobatan infeksi
Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak, karenanya pada semua KEP berat beri secara rutin antibiotika
spektrum luas. Vaksinasi campak bila usia anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi (bila
keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan). Ulangi
pemeberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli memberikan
metronidazol (7,5 mg/kgbb, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotika
spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan
oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerob dalam usus halus. 1,4
Pilihan antibiotika spektrum luas, bila tanpa penyulit Kotrimoksazol 5 mL suspensi
pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari (2,5 mL bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat
(apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau
saluran kencing), berikan Ampisillin 50mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian
11

p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan
ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5 mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari
selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloamfenikol 25
mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik,
tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah
untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi
pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin
dan mineral telah diberikan dengan benar. 1,4
1.6. Pemberian makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus segera
dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus seperti F WHO 75 yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
mencapai prinsip tersebut di atas (tabel pemberian diet dan cairan). Berikan formula dengan
cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Pada anak dengan
selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat
diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). 1,4
Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan
memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan catat
jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-lahan berkurang dan
berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat badannya akan menurun
dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila diare
berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare
persisten. 1,4
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari. Awal
fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu, setelah
12

dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus
awal ke formula khusus lanjutan. 1,4

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka

waktu 48 jam.
Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan

energi dan protein yang sama.


Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).

Pemantauan pada masa transisi

Frekuensi nafas
Frekuensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal
kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 1,4
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi

Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering


Energi 150-220 Kkal/kgBB/hari
Protein 4-6 g/kgBB/hari

Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. 1
Pemantauan setelah periode transisi : 1,4

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan


Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan
Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari)
Bila kenaikan BB
Kurang (< 5 g/kgBB/hr) perlu re-evaluasi menyeluruh
Sedang (5-10 g/kgbb/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau
apakah infeksi telah dapat diatasi.
13

1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro


Semua KEP berat, menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian
besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari
multivitamin, asam folat 1 mg/hr 95 mg pada hari pertama), seng (Zn) 2 mg/kgbb/hr, tembaga
(Cu) 0,25mg/kgbb/hr. Bila berat badan mulai naik : Fe 3 mg/kgbb/hr atau sulfas ferrosus 10
mg/kgbb/hr. 1,4
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
Emosional
Anak dengan KEP berat memiliki keterlambatan perkembangan mental dan prilaku
yang bila tidak diobati akan menjadi masalah serius jangka panjang. Stimulasi fisik dan
emosional yang dilalukan melalui program yang dimulai sejak rehabilitasi hingga pasien
pulang, akan mengurangi risiko retardasi mental dan gangguan emosional. Wajah anak jangan
ditutup; anak harus bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi disekelilingnya. Anak
jangan dibungkus kain atau diikat untuk mencegah ia berpindah dari tempat tidurnya.
Sangat penting keberadaan ibu atau pengasuh anak ini di rumah sakit dan ia didorong untuk
terus memberi makan, menjaga anak agar tetap nyaman dan terus bermain dengannya jika
memungkinkan. Setiap orang dewasa disekelilingnya harus berbicara berinteraksi, tersenyum
kepada anak. Bial ada prosedur medis yang tidak nyaman (setelah penyuntikan atau
pemasangan infus) sebaiknya orang tua atau pengasuhnya mendukung anak pada posisi yang
nyaman.1,4

Lingkungan
Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang
rawat inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak. Jikalau
memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan pakaian
seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka. Musik dari
radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat. Mainan yang
aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak harus selalu

14

tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan menarik.

1,4

Kegiatan main anak


Anak yang kekurangan gizi perlu berinteraksi dengan anak-anak lain pada saat
rehabilitasi Setelah fase awal rehabilitasi,anak-anak ini perlu menghabiskan waktu yang lama
dengan bermain dengan anak-anak lain sambil diawasi oleh ibu atau play guide. Aktivfitas ini
tidak meninggikan resiko infeksi silang namun memberi keuntungan yang besar pada
anak.Perawat atau sukarelawan harus bertanggungjawab menyediakan kurikulum untuk
aktifitas main anak-anak. Aktifitas yang dijalankan bertujuan mengembangkan skill motorik
dan bahasa. Waktu 15-30menit disediakan tiap hari untuk bermain dengan setiap anak secara
individual.Skill baru harus didemonstrasikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan diikuti
oleh anaknya.Effort dari anak harus selalu dipuji. 1,4
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
Bila anak berat badannya sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.
Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah
penderita dipulangkan. Peragakan kepada orang tua pemberian makan yang sering dengan
kandungan energi dan nutrien yang padat. Serta terapi bermain yang terstruktur. Sarankan
agar membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur, pemberian suntikan/imunisasi
dasar dan ulangan (booster) serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan. 1,4

Tabel 2.Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:1


No FASE

Hipoglikemia

Hipotermia

Dehidrasi

Elektrolit

STABILISASI

TRANSISI

REHABILITASI

Hari ke 1-2

Minggu ke-2

Minggu ke 3-7

Hari ke 2-7

15

Infeksi

MulaiPemberian
makanan

Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)

Mikronutrien

Stimulasi

10

Tindak lanjut

Tanpa Fe

dengan Fe

2. Pengobatan penyakit penyerta


1. Defisiensi vitamin A1,6
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum
keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun

: 200.000 SI/kali

* umur 6 12 bulan

: 100.000 SI/kali

* umur 0 5 bulan

: 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan :

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari

Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

2. Dermatosis1,6
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi
ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh
Candida.
Tatalaksana :

16

Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1%

selama 10 menit
Beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
Usahakan agar daerah perineum tetap kering
Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.

4. Diare melanjut1,6
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula
bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab
lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri :
Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto
toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

3. Tindakan kegawatan
1.

Syok (renjatan)1,4

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :

17

Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa
5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status
hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik,
10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan
rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara
perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2.

Anemia berat1,7

Transfusi darah diperlukan bila :


Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah :

Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang
sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan
distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi
pemberian darah. 1,6

KESIMPULAN

18

Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi. KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP
dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus,
Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
KEP diantaranya Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan
anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Indikator KEP dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasi BB/U, TB/BB dan TB/B dalam Z skor.

DAFTAR PUSTAKA
1) Garna Herry, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi
ke-5. Bandung: Departmen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. 2014. h.49-69
2) Behrman RE, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 1. Ed 15. Jakarta:EGC
2000.h. 179-211
19

3) Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Ed 4. Jakarta:EGC 2010.h. 80-5
4) Depkes RI. Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di rumah sakit
kabupaten/kota. Jakarta: Depatemen Kesehatan Replubik Indonesia1998
5) Kemenkes. Pedoman pelayanan anak gizi buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Replubik Indonesia;2011.h.5-35
6) Penyunting Guideline updates on the management of severe acute malnutrition in
infants and children. World Health Organization; 2013. Di unduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/95584/1/9789241506328_eng.pdf?ua=1 . di
unduh tanggal 29 Juni 2015.
7) Penyuting Malnutrition and anaemia. World Health Organization 2014. Di unduh dari

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/104772/8/9789241506823_Module6_eng.pdf?ua=1 . Di unduh tanggal 29 Juni 2015

20

Anda mungkin juga menyukai