New Kesimpulan KEp
New Kesimpulan KEp
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena
defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah
gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah
di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif
dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic
Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena
kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP
umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak
yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut
jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah
badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.
Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang
kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota
keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata
pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai
penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).
Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat 1 milyar penduduk dunia
yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik.
Disamping itu masih ada 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses
pertumbuhan badan secara normal.
Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah
pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di
beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk
mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional
kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit
juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi
sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan
bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini
seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehinggatidak perlu dibeli. Namun tidak
semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang
dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak
cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul
masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan,
MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat
dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan makanan
yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.2,3
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang
dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik
dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang
pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan seharihari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh
anak.2,3
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap
upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta
sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah
sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan
atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala
masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal
ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.2,3
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan dengan
pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok
masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga
mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak
yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.1,2
3
yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai
defisiensi vitamin)
Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut
umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi
badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat diet rinci, pengukuran pertumbuhan,
indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap ditunjukkan. Tindakan
pengukuran tinggi badan-banding-usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang
dari 95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar deviasi di bawah
rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, pertumbuhan kurang dari 5 cm /
th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.
Klasifikasi :
KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: 1,3
(1) KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS
dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.
(2) KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHONCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHONCHS.
(3) KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS.
Kwashiorkor
Edema yang dapat terjadi di
seluruh tubuh,
wajah sembab
dan kwashiorkor
dan
membulat
kulit keriput
mata sayu
jaringan lemak
sumkutan minimal/tidak
ada
Marasmus-Kwashiorkor
Gabungan dari marasmus
mengecil (hipotrofi),
bercak
pernafasan kurang.
merah ke coklatan
(pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan
pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati
seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan
kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita
KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik
melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara
berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka
pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna
biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita
usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan
yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x
dalam setahun.
Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di
rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah
(bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
Balita KEP sedang;
1. Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta
teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.
2. Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan
energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan
diet sesuai dengan penyakitnya
1.JANGKA PENDEK1,5
1. Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di Posyandu
2. Rujukan kasus KEP dengan komplikasi penyakit di RSU
3. Pemberian ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
4. Pemberian kapsul Vit A
5. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama
pemberian 3 bulan
6. Memberikan makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia 612 bulan
7. Promosi makanan sehat dan bergizi
2. JANGKA MENENGAH1,5
7
1. Revitalisasi Posyandu
2. Revitalisasi Puskesmas
3. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
3. JANGKA PANJANG1,5
1. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
2. Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan
ketahanan pangan
Pasien harus diperhatikan dengan ketat hingga pasien benar-benar sadar. Terapi dilanjutkan
diberikan tiap 2-3 jam baik siang maupun malam.1,4
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa dibangunkan atau mengalami
kejang, berikan 5ml/kgbb glukosa 10% steril melalui intravena, kemudian diikuti dengan 50
ml glukosa atau sukrosa 10% (1 sdt dalam 3 sdm air) melalui NGT. Bila glukosa IV tidak
bisa diberikan segera, berikan dulu lewat NGT. Bila pasien mulai sadar, segera mulai terapi
dengan diet F-75 atau larutan glukosa (60g/l). Setiap anak dengan dugaan hipoglikemia harus
diterapi juga dengan antibiotik spektrum luas. 1
Pemantauan
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari
ujung jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30
menit. Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulangi pemberian 50 mL (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil. Ulangi
pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 36 C dan atau kesadaran menurun. 1,4
Pencegahan
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang
ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam. 1,4
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. Letakkan
dekat lampu atau pemanas (jangan menggunakan botol air panas) atau peluk anak
Pemantauan
Periksa suhu dubur setiap 2 jam smapai suhu mencapai > 36,5 C, bila memakai pemanas ukur
setiap 30 menit. Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam
hari. Raba suhu anak. Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
1,4
Pencegahan
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu beri
makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara (mandi
atau pemeriksaan medis terlalu lama). 1,4
1.3. Penanganan dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari
beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan). Cairan rehidrasi oral standar WHO
mengandung terlalu banyak Na dan kurang K untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti,
berikan larutan garam khusus yaitu Resomal atau penggantinya. Tidaklah mudah untuk
memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat dengan menggunakan tanda-tanda klinis
saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga
harus diberi cairan resomal/pengganti sebanyak 5 mL/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam p.o.
atau lewat pipa nasogastrik. Selanjutnya beri 5-10 mL/kgbb/jam untuk 4-10 jam berikutnya;
jumlah tepat yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah. Ganti resomal/cairan pengganti pada
jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus. Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah
akan membaik, dan anak mulai kencing. 1,4
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2 jam pertama
kemudian tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi
kencing dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan
ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat, walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama
rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan. Tanda kelebihan cairan :
10
frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan kelopak mata
bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali
setelah 1 jam. 1,4
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti
cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti
sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan. 1,4
p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan
ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5 mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari
selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloamfenikol 25
mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik,
tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah
untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi
pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin
dan mineral telah diberikan dengan benar. 1,4
1.6. Pemberian makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus segera
dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus seperti F WHO 75 yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
mencapai prinsip tersebut di atas (tabel pemberian diet dan cairan). Berikan formula dengan
cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Pada anak dengan
selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat
diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). 1,4
Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan
memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan catat
jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-lahan berkurang dan
berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat badannya akan menurun
dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila diare
berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare
persisten. 1,4
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari. Awal
fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu, setelah
12
dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus
awal ke formula khusus lanjutan. 1,4
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam.
Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
Frekuensi nafas
Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal
kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 1,4
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. 1
Pemantauan setelah periode transisi : 1,4
Lingkungan
Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang
rawat inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak. Jikalau
memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan pakaian
seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka. Musik dari
radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat. Mainan yang
aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak harus selalu
14
tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan menarik.
1,4
Hipoglikemia
Hipotermia
Dehidrasi
Elektrolit
STABILISASI
TRANSISI
REHABILITASI
Hari ke 1-2
Minggu ke-2
Minggu ke 3-7
Hari ke 2-7
15
Infeksi
MulaiPemberian
makanan
Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
Mikronutrien
Stimulasi
10
Tindak lanjut
Tanpa Fe
dengan Fe
: 200.000 SI/kali
* umur 6 12 bulan
: 100.000 SI/kali
* umur 0 5 bulan
: 50.000 SI/kali
Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
2. Dermatosis1,6
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi
ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh
Candida.
Tatalaksana :
16
selama 10 menit
Beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
Usahakan agar daerah perineum tetap kering
Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
4. Diare melanjut1,6
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula
bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab
lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri :
Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto
toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
1.
Syok (renjatan)1,4
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
17
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa
5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status
hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik,
10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan
rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara
perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2.
Anemia berat1,7
Transfusi darah :
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang
sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan
distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi
pemberian darah. 1,6
KESIMPULAN
18
Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi. KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP
dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus,
Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
KEP diantaranya Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan
anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Indikator KEP dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasi BB/U, TB/BB dan TB/B dalam Z skor.
DAFTAR PUSTAKA
1) Garna Herry, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi
ke-5. Bandung: Departmen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. 2014. h.49-69
2) Behrman RE, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 1. Ed 15. Jakarta:EGC
2000.h. 179-211
19
3) Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Ed 4. Jakarta:EGC 2010.h. 80-5
4) Depkes RI. Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di rumah sakit
kabupaten/kota. Jakarta: Depatemen Kesehatan Replubik Indonesia1998
5) Kemenkes. Pedoman pelayanan anak gizi buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Replubik Indonesia;2011.h.5-35
6) Penyunting Guideline updates on the management of severe acute malnutrition in
infants and children. World Health Organization; 2013. Di unduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/95584/1/9789241506328_eng.pdf?ua=1 . di
unduh tanggal 29 Juni 2015.
7) Penyuting Malnutrition and anaemia. World Health Organization 2014. Di unduh dari
20