Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi yang lahir dengan keadaan sehat serta memiliki anggota
tubuh yang lengkap dan sempurna merupakan harapan dari seorang Ibu
dan seluruh keluarga.Namun terkadang pada beberapa keadaan tertentu
didapati bayi yang lahir kurang sempurna karena mengalami kelainan
bentuk anggota tubuh. Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada
kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok atau
CTEV(Congenital Talipes Equino Varus). CTEV adalah salah satu anomali
ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates
pada tahun 400 SM (Miedzybrodzka,2002).
CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk
menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari
keadaan atau posisi normal.Beberapa dari deformitas kaki termasuk
deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang
artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki).Deformitas kaki dan ankle
dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes
diantaranya :

Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.

Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.

Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah


daripada tumit.

Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi


daripada tumit.
Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa

posisi dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino
Varus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung ke bawah dan ke dalam
dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi

dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang


berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal,
artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina
bifida.
Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1:700 sampai
1:1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering
daripada perempuan.Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar
monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.Ini menunjukkan adanya
peranan faktor genetika.Insidensi pada laki-laki 65% kasus, sedangkan
pada perempuan 30-40% kasus. Pada pasien pengambilan cairan amnion,
deformitas

ekstrimitas

bawah

kira-kira

mencapai

1-1,4%

kasus.

Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira terdapat


15% kasus.Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotik.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan CTEV?
2. Apa saja etiologi CTEV?
3. Bagaimana patofisiologi dari CTEV ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien dengan CTEV ?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami patofisiologi dan asuhan keperawatan klien
dengan CTEV.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi CTEV.
2. Mengetahui penyebab dari CTEV.
3. Mengetahui klasifikasi dari CTEV.
4. Mengetahui patofisiologi dari CTEV.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari CTEV.
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik CTEV.
7. Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan CTEV.
8. Mengetahui komplikasi dari CTEV.
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan CTEV.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan patofisiologis dari CTEV.
2. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan CTEV.
3. Mahasiswa serta masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai
referensi untuk menambah ilmu pengetahuan.

~2~

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1

Definisi

~3~

CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang sudah


lama

dideskripsikan

oleh

Hippocrates

pada

tahun

400

SM

(Miedzybrodzka, 2002)
CTEV/ Club Foot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari
pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi
media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz).
CTEV atau Congenital Talipes Equino Varus atau yang disebut
juga dengan club foot adalah kelainan kongenital yang umum
ditemukan.Kelainan ini mengakibatkan kaki terlihat berotasi ke dalam
terhadap ankle (mata kaki). Kelainan ini banyak terjadi di Amerika
Serikat, terdapat 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup dan 50%
diantaranya menyerang kedua kaki (bilateral).

Club foot /CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah


kelainan yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,
adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery,
Schwartz).
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut
Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum
terjadi pada anak-anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari
pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi
media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata
talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot)

~4~

yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang


Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus (bengkok ke
arah dalam/medial).
Congenital Talipes Equino Varus adalah deformitas kaki yang
tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai dan kaki mengalami plantar
fleksi. Keadaan ini disertai dengan meningginya tepi dalam kaki (supinasi)
dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga terletak di medial aksis
vertikal tungkai (adduksi). Dengan jenis kaki seperti ini arkus lebih tinggi
(cavus) dan kaki dalam keadaan equinus (plantar flexi). Congenital Talipes
Equino Varus adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi Plantar flexi
talocranialis karena m. Tibialis anterior lemah, Inversi ankle karena m.
Peroneus longus, brevis dan tertius lemah, Adduksi subtalar dan
midtarsal.
Talipes berasal dari kata Talus yang berarti ankle (mata kaki) dan
Pes yang berarti adanya kelainan pada kaki sAehingga mengakibatkan
penderita berjalan menggunakan mata kakinya, sedangkan Equino berarti
seperti kuda, Varus adalah bengkok kedalam. Jadi pada penderita dengan
CTEV, memiliki 3 kondisi medis, yakni:
1.

Kaki depan tertarik kedalam (adduction) sehingga

2.
3.

telapak kaki menghadap ke atas (supination)


Tumit kedalam (inversion)
Pergelangan kaki atau ankle dalam keadaan bengkok ke
dalam (plantar flexion).

Beberapa kelainan dari mata kaki (Talipes) adalah:

Talipes Varus: inversi atau membengkok ke dalam


Talipes Valgus: eversi atau membengkok ke luar
Talipes Equinus: plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah

daripada tumit.
Talipes Calcaneus: dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi
daripada tumit.

~5~

Gambar: Contoh Kaki Penderita CTEV (Foto by Google Image)


2.2 Etiologi
Etiologi Congenital Talipes Equino Varus sampai saat ini belum diketahui
pasti tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal positioning,
Genetic, Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada waktu hamil
(oligohidramnion),

Neuromuscular

disorder

(Kadang

kala

ditemukan

bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau displasia dari rongga
panggul). Adapun Teori tentang etiologi CTEV antara lain:
a. Faktor mekanik intrauter
Teori tertua oleh Hipokrates.Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi
equinovarus karena kompresi eksterna uterus.Parker (1824) dan Browne
(1939) mengatakan bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya
penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
b. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan
histologis dan elektromiografi.
c. Defek sel plasma primer
Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal;
Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu

~6~

pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga
karena defek sel plasma primer.
d. Perkembangan vetus terhambat
e. Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor
eksternal, seperti infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan
Davis).f. Vaskular Atlas dkk.(1980) menemukan abnormalitas vaskulatur
berupa hambatan vascular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada
bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral,
mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa
perkembangan.
Ada beberapa teori yang kemungkinan berhubungan dengan CTEV:
a. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak
dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
b. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel
germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang
mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12
kehamilan.
c. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain
hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekbvitar
minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu
deformitasclubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah
minggu ke-9, terjadilah deformitasclubfoot yang ringan hingga sedang.
Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada
faktor genetic yang dikenal sebagai Cronon.Cronon ini memandu
waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa
perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif
(lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic
(cronon).
d. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibatintrauterine
crowding.
e. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
f. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.

~7~

g. Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom


nomer 18
h. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam kandungan
dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
i. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti spina
bifida
j. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung
2.3 Menifestasi klinis
Bayi baru lahir harus ditentukan diagnosisnya apakah bentuk kaki
fisiologis (karena posisi dalam uterus); test dorsofleksi pada pergelangan
kaki. Bila ibu jari kaki bisa menyentuh kristatibia ini adalah fisiologis

bukan C.T.E.V.
Anak jalan terlambat
Kalau sudah jalan, bentuk kaki varus equinus, penebalan (callocity pada

bagian lateral atau bagian lateral dari kaki).


Betis mengecil, kaki sering rotasi kemedial
Equinus pada pergelangan kaki
Letak tumit tinggi, kadang mengecil
Varus pada subtalar
Addiksi dan varus pada midtorial dan forefoot
Tidak adanya kelainan congenital lain
Berbagai kekakuan kaki
Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan
Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat

relatif memendek.
Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal
yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot

betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat
diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari
posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki
equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin
yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak
sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke

~8~

posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya


deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi
pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada
kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak
terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan

korpus talus pada bagian bawahnya.


Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran
medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah
antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85 menjadi 55 karena adanya

perputaran subtalar ke medial.


Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur
sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor
jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek.

Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.


Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina
bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus
diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi.

2.4 Patofisiologi
Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa
ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau
pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan
terjadi karena perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat
perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan.
Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan
deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.
Beberapa teori mengenai patogenesis CTEVantara lain:
a. Terhambatnya perkembangan fetus padafase fi bular
b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus

~9~

c. Faktor neurogenik. Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimiawi


pada kelompok otot peroneus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan akibat
perubahan inervasi intrauterin karena penyakit neurologis, seperti
stroke. Teori ini didukung oleh insiden CTEV pada 35% bayi spina
bifida.
d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot
dan ligamen. Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya
jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang di semua
ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilles).Sebaliknya, tendon
Achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak
dapat

teregang.Zimny

dkk.menggunakan

mikroskop

elektron,

menemukan mioblast pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai


penyebab kontraktur medial.
e. Anomali insersi tendon (Inclan) Teori ini tidak didukung oleh penelitian
lain; karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat tampak
terlihat adanya kelainan insersi tendon.
f. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan
iklim dengan insiden CTEV.Hal ini sejalan dengan adanya variasi
serupa insiden kasus poliomyelitis di komunitas.CTEV dikatakan
merupakan sequela dari prenatal polio-like condition.Teori ini didukung
oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayibayi tersebut.
2.5 Klasifikasi
Literature medis menguraikan tiga kategori utama clubfoot, yaitu :
1. Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau
memerlukan latihan pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada
deformitas

tulang,

tetapi

mungkin

ditemukan

penencangan

den

pemendekan jaringan lunak secara medial dan posterior.


2. Clubfoot

tetralogic

terkait

dengan

anomaly

congenital

seperti

mielodisplasia atau artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam


koreksi bedah dan memiliki insidensi kekambuhan yang yang tinggi.

~ 10 ~

3. Clubfoot idiopatik congenital, atau clubfoot sejati hampir selalu


memerlukanintervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang.
2.6 Pemeriksaan Diagnostic
Radiographi, gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran
antara tulang talus dan kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto
radiologis memiliki arti yang sangat penting. Posisi anteroposterior (AP)
diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30 dan posisi tabung 30
dari keadaan vertikal. Posisi lateral diambil dengan kaki

fleksi terhadap

plantar sebesar 30.


Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi
dan plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif
talus dan kalkaneus.
Mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral. Garis AP
digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial)
serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai
normalnya adalah antara 25-40. Bila ditemukan adanya sudut kurang dari
20 maka dikatakan abnormal.
Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV.
Seiring dengan terapi yang diberikan, baik dengan casting maupun operasi,
maka tulang kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus
yang juga mengalami derotasi. Dengan begitu maka akan terbentuk sudut
talokalkaneus yang adekuat.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang
talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50,
sedang pada CTEV nialinya berkisar antara 35 dan negatif 10.
Sudut dari dua sisi ini (AP and lateral) ditambahkan untuk mengetahui
indeks talokalkaneus, dimana pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki
nilai lebih dari 40.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular
dan metatarsal pertama.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi
maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosa CTEV yang tidak dikoreksi.
2.7 Komplikasi

~ 11 ~

1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada


terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus
oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi
mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi
setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah
terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang,
sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari
kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu,
dan jarang memerlukan cangkok kulit.
2. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi
setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati
infeksi.
3. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah
dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi
terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan
deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan
bertambahnya usia
4. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki
5. Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal
berhubungan dengan hasil yang kurang baik.
6. Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus
muncul pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.
7. Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan :
Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus
Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
Adanya perpanjangan tendon
2.8 Prognosis
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki;
walupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering
kambuh, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai
penyakit neuromuskuler. Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif
terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon
yang lama atau tidak berespon samasekali terhadap treatmen. Orangtua harus
diberikan informasi bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat diprediksi
dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat

~ 12 ~

intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang
setelah terapi secara umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa
koreksi saat dewasa akan menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari
biasanya .
2.9 Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang
ada dan mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya
pertumbuhan tulang.
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :
CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting dan

pemasangan gips.
CTEV resisten yang memberikan respon minimal terhadap penata
laksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps ccepat walaupun
sepertinya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini
dibutuhkan intervensi operatif.
Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof.

dr. Shafiq Pirani, seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan
The Pirani Scoring System.Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat
mengidentifikasi tingkat keparahan dan memonitor perkembangan suatu
kasus CTEV selama koreksi dilakukan.
Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3 dari hindfoot
dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan
posterior/posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptiness of the heel
(EH), dan derajat dorsofleksi yang terjadi/degree of dorsiflexion (DF).
Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan batas
lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial
crease (MC) dan tereksposnya kepala lateral talus/uncovering of the lateral
head of the talus (LHT).
Cara Untuk Menghitung Pirani Score
a. Curvature of the Lateral Border of the foot (CLB)

~ 13 ~

Batasan lateral dari kaki normalnya lurus. Adanya batas kaki yang
nampak melengkung menandakan terdapatnya kontraktur medial.

Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di


bagian lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki nampak lurus, mulai
dari tumit sampai ke kepala metatarsal kelima. Apabila didapatkan
batas lateral kaki lurus, maka skor yang diberikan adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus
tersebut. Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai
0,5 (lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar
metatarsal).

~ 14 ~

Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1


(kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).
b. Medial crease of the foot (MC)
Pada keadaan normal, kulit pada daerah telapak kaki akan
memperlihatkan garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat
menandakan adanya kontraktur di daerah medial.Pegang kaki dan tarik
dengan lembut saat memeriksa.

Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan


terlihat adanya garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak
merubah kontur dari lengkung medial tersebut. Pada keadaan seperti
ini, maka nilai dari MC adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua
lipatan kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak
mempengaruhi kontur lengkung medial, maka nilai MC adalah sebesar
0,5.

~ 15 ~

Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi


kontur batas medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.
c. Posterior crease of the ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit pada bagian tumit posterior akan
memperlihatkan lipatan kulit multipel halus. Apabila terdapat adanya
lipatan kulit yang lebih dalam, maka hal tersebut menunjukkan adanya
kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan
lembut saat memeriksa.

Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya


garis-garis halus yang tidak merubah kontur dari tumit. Lipatan-lipatan
ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat
meregang saat kaki dalam posisi dorsofleksi.Pada kondisi ini, maka
nilai untuk PC adalah 0.

~ 16 ~

Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan
kulit yang dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi
kontur dari tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 0,5.

Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di


daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, maka nilai dari PC
adalah sebesar 1.
d. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)
Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, maka pemeriksa dapat meraba
kepala Talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, maka
tulang navikular akan turun menutupi kepala talus, kemudian hal
tersebut akan membuat menjadi lebih sulit teraba, dan pada akhirnya
tidak dapat teraba sama sekali. Tanda turunnya navikular menutupi
kepala talus adalah pengukur besarnya kontraktur di daerah medial.

~ 17 ~

Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan nonoperatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat
berupa :
1. Non-Operative :
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam,
yaitu : CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting dan

pemasangan gips.
CTEV resisten yang memberikan respon minimal terhadap penata
laksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps ccepat
walaupun sepertinya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada
kategori ini dibutuhkan intervensi operatif.
Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari

serial cast yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai
tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan
stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari
struktur yang lemah pada sisi lateral.
Manipulasi dan pemakaian cast ini diulangi secara teratur (dari
beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk
mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika
manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk
memperbaiki struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant
tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di cast sampai tujuan
koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan gibs serial
yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu). Setelah itu dialakukan
koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16
tahun.

~ 18 ~

Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan


perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan cast. Anak
memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan
harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada
pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang
cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya
penggantian cast secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
Perawatan cast (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan
menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal
pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang
lama. Perawatan cast meliputi :
Biarkan cast terbuka sampai kering.
Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal

bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi.


Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan

warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal.


Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur,

observasi adanya rasa nyeri.


Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah

cast secara teratur.


Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah

trauma.
Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan

benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak.


Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit

pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat.


Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air

2. Operatif
Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
a. Jika terapi dengan gibs gagal
b. Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
c. Kambuh setelah konservatif berhasil
d. Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatan
e. Operatif dapat dilakukan pada:
f. Jaringan lunak (hanya untuk usia< 5 tahun).

~ 19 ~

g. Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang


mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy
biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak
ditangani dengan tepat.
h. Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu,
tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau
masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan
memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior,
dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian
diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial
dan pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu
Appley).
i. Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy.
Diatas umur 10tahun atau kalau tulang kaki sudah mature,
dilakukan tindakan artrodesis tripleyang terdiri atas reseksi dan
koreksi letak pada tiga persendian, yaitu :art. talokalkaneus,
art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.
Penatalaksanaan :
Insisi, beberapa pilihan untuk insisi, antara lain :

Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari


sisi anteromedial (persendian navikular-kuneiformis) kaki
sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial sinus
tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki
setinggi sendi tibiotalus.

Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi


ini dapat menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut
vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini,
beberapa operator memilih beberapa jalan, antara lain :
a. Tiga insisi terpisah
medial, dan lateral

~ 20 ~

- insisi posterior arah vertikal,

b. Dua

insisi

terpisah

Curvilinear

medial

dan

posterolateral
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi
operatif di semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil,
antara lain :
a. Plantar : Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum
brevis, ligamen plantaris panjang dan pendek
b. Medial : struktur-struktur medial, selubung
pelepasan talonavicular

tendon,

dan subtalar, tibialis posterior,

FHL, dan pemanjangan FDL


c. Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar,
terutama pelepasan ligamen talofibular posterior dan
tibiofibular, serta ligamen kalkaneofibular
d. Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal,
pesendian

kalkaneokuboid,

serta

pelepasan

ligamen

talonavikular dan subtalar


Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan
paparan yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau
diregangkan adalah sebagai berikut :
a.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.
Ligamen tibiofibular inferior
Ligamen fibulocalcaneal
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik

Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia


dari pasien :

~ 21 ~

a. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat


dilakukan hanya melalui prosedur jaringan lunak.
b. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut
membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony reshaping
(misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid
(prosedur Dillwyn Evans) atau osteotomi tulang kalkaneus
untuk mengoreksi varus).
c. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat
dilakukan tarsektomi lateralis atau arthrodesis.
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan
kulit paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut
dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk
kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau
sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk
menutupi defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara reguler.
3. Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas
Iowa. Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan
observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti. langkah-langkah
yang harus diambil adalah sebagai berikut :
Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah
adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan
fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan
plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar. Tujuan
pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal
pada kasus CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan
bebas dirotasikan kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui
lengkung normal dari persendian subtalus. Hal ini dapat

~ 22 ~

dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di


maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan kemudian
mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral dari kepala
talus, sementara kita melakukan gerakan abduksi pada forefoot

dengan arah supinasi.


Cavus kaki akan meningkat bilaforefoot berada dalam posisi
pronasi. Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah
pertama dalam koreksi kaki adalah dengan cara mengangkat
metatarsal

pertama

dengan

lembut,

untuk

mengoreksi

cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat


diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah

pertama.
Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat
menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila
hal ini terjadi, maka tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan
menetap pada posisi varus. Sepertitertulis pada langkah kedua,
cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya
bean-shaped foot. Pada akhir langkah

pertama, maka kaki

akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah

pronasi.
Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui.
Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah
memasanglong leg cast untuk mempertahankan koreksi yang
telah dilakukan. Gips harus dipasang dengan bantalan
seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya
adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk
melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih
memilih untuk memasang bantalan tambahan sepanjang batas
medial dan lateral kaki, agar aman saat melepaskan gips
menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh
sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus
transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90 selama
pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips

~ 23 ~

ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih


melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang
berosilasi (berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas,
kemudian disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui perkembangan abduksi forefoot, selanjutnya hal ini
dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta megetahui

koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.


Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan
melawan tendon Achilles yang kaku dapat mengakibatkan
patahnya midfoot dan berakhir dengan terbentuknya deformitas
berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki yang abnormal
(cavus)

harus

diterapi

secara

terpisah,

seperti

yang

digambarkan pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya

harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya midfoot..


Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk
mendapatkan abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut
diganti tiap minggu. Koreksi yang dilakukan (usaha untuk
membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat

bila aksis paha dan kaki sebesar 60


Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan
kasus membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada
tendon Achilles. Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis.
Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi antara lignokain
topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain.
Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan
pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup
dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat
diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki
yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips

dipertahankan hingga 2-3 minggu.


Langkah selanjutnya setelah pemasangan

gips

adalah

pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis


Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi

~ 24 ~

ekstrim) hingga 70. with the unaffected foot set at 45 of


abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23
jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang

dan malam selama 3 tahun.


Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior
dapat berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak
berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan
lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan inversi kaki.
Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2.5 tahun, dengan
cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi
tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.

~ 25 ~

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Biodata klien
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan
alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki bengkok
daripada perempuan Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei
membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu saja seorang
perempuan. Itu berarti perbandingan penderita perempuan dengan
penderita laki-laki adalah 1:3 dan 35% terjadi pada kembar monozigot dan
hanya 3% pada kembar dizigot.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan Utama
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya
keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai
kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulangtulang kaki ringan.

Riwayat Penyakit Sekarang

~ 26 ~

Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain
adanya keadaan yang abnormal pada kakinya.

Riwayat penyakit keluarga


Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.

c. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal

Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan
antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang
pernah diminum serat kebiasaan selama hamil.

Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong,
cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section
secaria dan gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan
congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama
setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir
anak menangis spontan atau tidak.

Postnatal Lama
Dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan
gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna
kulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji
adanya ashyksia, trauma dan infeksi.

d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir.Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar,
halus, social, dan bahasa.

~ 27 ~

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah
tangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih. Ekonomi dan adat
istiaadat,

berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal dan

eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual dan


pengetahuan serta ketrampilan anak. Disamping itu juga berhubungan
dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan, sandang dan papan.
f. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan imunisasi
pada anak mencegah terjadinya penyakit yang mungkin timbul.Meliputi
imunisai BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis.
g. Pola Fungsi Kesehatan

Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada umur
anak tertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan jenis, takaran dan
frekuensi)

pemberiaannya

serta

makanan

tambahan

yang

diberikan.Adakah makanan yan disukai, alergi atau masalah makanan

yang lainnya).
Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah serta
bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai dengan tingkat

perkembangan anak.
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada usia

sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.


Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan tidur, hal-

hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.


Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah sudah
mandiri atau masih ketergantuangan sekunder pada orang lain atau
orang tua.

3.2 Pemeriksaan fisik


Pantau status kardiovaskuler
Pantau nadi perifer

~ 28 ~

Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan

sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut


Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari

diantara kulit ekstremitasdengan gips setelah gips kering


Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
a. Nyeri
b. Bengkak
c. Rasa dingin
d. Sianosis atau pucat
e. Kaji sensasi jari kaki
f. Minta anak untuk menggerakkan jari kaki
g. Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu
berespon terhadap perintah
h. Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakan
sirkulasi
i. Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau
kesemutan

Periksa suhu (gips plester)


a. Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan
panas
b. Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas

Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan


Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang terkadang

dimasukkan oleh anak yang masih kecil


Observasi adanya tanda-tanda infeksi:
a. Periksa adanya drainase
b. Cium gips untuk adanya bau menyengat
c. Periksa gips untuk adanya bercak panas yang menunjukkan
infeksidibawah gips
d. Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan ketidaknyamanan

Observasi kerusakan pernapasan (gips spika)


a. Kaji ekspansi dada anak

~ 29 ~

b. Observasi frekuensi pernafasan


c. Observasi warna dan perilaku
Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka):
a. Batasi area perdarahan
Kaji kebutuhan terhadap nyeri
3.3 Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi cidera b.d adanya gips, pembengkakan jaringan,
2.
3.
4.
5.

kemungkinan kerusakan saraf


Gangguan rasa nyaman (Nyeri) b.d cidera fisik
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d dengan pemasangan gips
Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal
Ansietas b.d penggunaan dan pengangkatan gips.

3.4 Intervensi

N
O
1.

DIAGNOSA

NOC

NIC

Resiko tinggi cidera b.d

NOC

NIIC

adanya gips, pembengkakan

Risk control

Environment management (ma

jaringan, kemungkinan

Kriteria Hasil :

kerusakan saraf

Klien terbebas dari

Definisi: resiko mengalami

cidera
Klien mampu

cedera sebagi kondisi akibat


lingkungan yang berinterkasi

menjelaskan

dengan sumber adaptif dan

cara/metode untuk

sumber defensive individu


Factor resiko
Eksternal
Biologis
Zat kimia
Manusia
Cara pemindahan/
transpor
Nutrisi

mencegah cidera
Klien mampu
menjelaskan factor
resiko dan
lingkungan/prilaku
personal
Memodifikasi
gaya hidup untuk

~ 30 ~

Sediaka lingkungan yang am


Identifikasi kebutuhan pasie

kondisi fisik dan fungsi kog

penyakit pasien terdahulu


Menghindarkan lingkungan
Memasang side rail tempat
Menyediakan tempat tidur y
Menempatkan saklar lampu

dijangkau pasien
Mengontrol lingkungan dari

Internal
Profil darah abnormal
Disfungsi biokimia
Usia perkembangan
Disfungsi efektor
Disfungsi imunautoimun
Disfungsi integrative
Malnutrisi
Fisik
2.

Gangguan rasa nyaman

mencegah injuri
Menggunakan
fasilitas kesehatan
Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan

dan sempurna dalam dimensi

NOC
Ansiety
Fear level
Sleep deprivation
Comfort, readiness

fisik, psikososial, lingkungna

for enchanced

(Nyeri) b.d cidera fisik


Definisi: merasa kurang lega

dan social.

Kriteria hasil

Batasan Karatristik:

Mampu
mengontrol

Ansietas
Menangis
Gangguan pola tidur
Takut
Ketidak mampuan untuk

rileks
Iritabilitas
istirahat adekuat
Merintih

Agresi
Melaporkan merasa dingin
Melaporkan merasa panas
pengendalian diri
Melaporkan perasaan
Respon terhadap

tidak nyaman
Melapokan gejala distress
Melaporkan rasa lapar
Melapokan rasa gatal
Merasa kurang puas dari

keadaan
Melaporkan kurang
senang dengan situasi

kecemasan
Status liungkungan
yang aman
Mengontrol nyeri
Kualitas tidur dan

pengobatan
Control gejala
Status
kenyamanan
meningkat
Support social
Keinginan untuk
hidup

tersebut
Gelisah

NIC
Anxienty
reduction(penurunan
Kecemasa)

Gunakan pendekatan

yang menyenangkan
Nyatakan dengan jelas

harapan pasien
Jelaskan semua
prosedur dan apa yang
dirasakan selama

prosedur
Pahami prespektif
pasien terhadap situasi

stress
Dorong pasien untuk

memahami anak
Dengarkan dengan

penuh perhatian
Identifikasi tingkat

kecemasan
Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan

Environment
Management(menejeme

~ 31 ~

Berkeluh kesah

n lingkungan)

Faktor yang berhubungan

Gejala penyakit terkait


Sumber yang tidak

adekuat
Kurang pengendalain

lingkungan
Kurang privasi
Kurang kontror situasional
Stimulasi lingkungan

yang menganggu
Efek samping terkait
terapi

~ 32 ~

~ 33 ~

3.

Kerusakan integritas kulit NOC


b.d pemasanagn gibs

Tissue integrity : Pressure management


skin and mucous

Definisi :
Perubahan

NIC

atau

gangguan

membranes
Hemodialysis

epidermis dan atau dermis

akses
Batasan karakteristik :

Kritaria
hasil
:
Kerusakan lapisan kulit

Integritas
kulit
(dermis)

Gangguan

kulit (epidermis)
Invasi struktur tubuh

permukaan

yang

baik

bisa

dipertahankan
(sensasi,

Faktor yang berhubungan :

elastisitas,

temperature,
pigmentasi)
Tidak ada luka

hipotermia
Faktor

mekanik

atau lesi pd kulit


Perfusi jaringan

(mis.,gaya

gunting

hidrasi,

cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Faktor perkembangan
Kondisi

baik
Menunjukkan
pemahaman
dalam

proses

perbaikan
dan

kulit

berulang
Mampu
melindungi kulit

ketidakseimbangan

dan

nutrisi (mis.,obesitas,

mempertahankan

emasiasi)
Penurunan

kelembaban kulit

imunologis
Penurunan sirkulasi

alami

~ 34 ~

yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobili
Monitor statusnutrisi px
Memandikan px dengan sabu

Membersihkan,

memantau

proses penyembuhan pada

jahitan, klip atau straples


Monitor proses kesembuhan
Monitor tanda dan gejala in
Bersihkan area sekitar

menggunakan lidi kapas ste


Gunakan preparat antiseptic
Ganti balutan pada interval

biarkan luka tetap terbuka


program

mencegah Dialysis acces maintenence

terjadinya cedera

dan

longgar
Hindari kerutan pada tempat
Jaga kebersihan kulit agar tet
Mobilisasi px (ubah posisi px
Monitor kulit akan adanya ke
Oleskan lotion atu minyak

Insision site care

Eksternal :
Zat kimia, radiasi
Usia yang ekstrim
Kelembaban
Hipertermia,

[shearing force]
Medikasi
Lembab
Imobilitasi fisik
Internal
Perubahan
status

Anjurkan px untuk mengg

perawatan

Kondisi

gangguan

metabolik
Gangguan sensasi
Tonjolan tulang

4.

Gangguan mobilitas fisik


b.d kerusakan

NOC
joint movement :

active
mobility level
Definisi: keterbatasan pada
self care
fisik tubuh atau satu atau lebih transfer
musculoskeletal

ekstermitas secara mandiri

performance

dan terarah

Kriteria Hasil

Batasan karatristik:

klien meningkat

Penurunan waktu reaksi


Kesulitan membolak-balik

posisi
Melakukan aktivitas

dalam aktivitas
fisik
mengerti tujuan
dari peningkatan

sebagai penganti

mobilitas
memverbalisasika

pergerakan
Dispnea setelah

beraktivitas
Perubahan cara berjalan

n perasaan dalam
meningkatkan

~ 35 ~

NIC
Exercise therapy: ambulation
monitoring vital sign sebelum

lihat respon pasien saat latiha


konsultasikan dengan terapi

ambulasi sesuai dengan kebu


bantu klien untuk mengguna

berjalan dan cegah terhadap


ajarkan pasienb atau tenanga

tehknik ambulasi
kaji kemampuan pasien dalam
latih pasien dalam pemenuha
berikan alat bantu jika klien
ajarkan bagaimana menguba
bantuan jika diperlukan

Gerakan bergetar
Keterbatasan kemampuan
melakukan ketrampilan

motorik kasar
Keterbatasan rentang

pergerakan sendi
Termor
Ketidaksetabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak

kekuatan dan
kemampuan
berpindah
memperengangkan
pengguanaan alat
bantu untuk
mobilisasi(walker)

terkoordinasi
Faktor yang berhubungan

Intolerasi aktivitas
perubahan metabolism

seluler
Ansietas
Indek masa tubuh diatas

perentil ke-75 sesuai usia


Gangguan kogniitif
Konstraktur
Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai

usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan

tubuh
Penurunan kendali otot
Malnutrisi
Gangguan moskuloskletal
Gangguan

neuromoskulere
Agens obat
Penurunan kekuatan otot
kaku sendi
program pembatasan
gerak

5.

Ansietas

b.d

penggunaan NOC

~ 36 ~

NIC

dan pengangkatan gips.


Definisi

Perasaan

Anxiety

self- Anxiety Reduction (penurunan

tidak

control
nyaman atau kekhawatiran Anxiety level
Coping
yang samar disertai respon
autonom ( sumber sering kali
tidak

spesifik

diketahui

atau

oleh

perasaan

takut

disebabkan

oleh

terhadap

bahaya.

tidak

individu);
yang
antisipasi
Hal

ini

Gunakan pendekatan yang m


Nyatakan dengan jelas hara

pasien
Jelaskan semua prosedur d

Kriteria hasil :
mampu

mengidentifikasi

Klien
dan

mengungkapkan

gejala cemas
isyarat Mengidentifikasi,
kewaspadaan
yang
mengungkapkan
memperingati individu akan
dan menunjukkan

adanya
bahaya
dan
tehnik
untuk
memampukan individu untuk
mengontrol cemas
bertindak
menghadapi Vital sign dalam
merupakan

ancaman.
Batasan karakteristik
Perilaku :
Penurunan

batas

normal

Postur

tubuh,

ekspresi

wajah,

bahasa tubuh dan


tingkat

produktivitas
Gerakan yang ireleven
Gelisah
Melihat sepintas
Insomnia
Kontak mata yang

menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

buruk
Mengekspresikan
kekawatiran

karena

perubahan

dalam

aktifitas

peristiwa hidup
Agitasi
Mengintai
Tampak waspada

~ 37 ~

selama prosedur
Pahami perspektif pasien terh
Temani pasien untuk mem

mengurangi takut
Dorong keluarga untuk mene
Lakukan back/neck rub
Dengarkan dengan penuh pe
Identifikasi tingkat kecemasa
Bantu pasien untuk me

menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk men

ketakutan, persepsi.
Instruksi pasien menggunaka
Berikan obat untuk mengura

Afektif :
Gelisah,distress
Kesedihan

yang

mendalam
Ketakutan
Perasaan yang tidak
adekuat
Berfokus

pada

diri

sendiri
Peningkatan
kewaspadaan
Iritabilitas
Gugup
berlebihan
Rasa
nyeri

senang
yang

meningkatkan ketidak
berdayaan
Peningkatan
ketidak

rasa
berdayaan

yang persisten
Bingung, menyesal
Ragu/tidak
percaya
diri
Khawatir
Fisiologis :
Wajah tegang, tremor
tangan
Peningkatan keringat
Peningkatan
ketegangan
Gemetar, tremor
Suara bergetar
Simpatik :
Anoreksia
Eksitasi
kardiovaskuler
Diare, mulut kering
Wajah merah
Jantung
berdebar-

~ 38 ~

debar
Peningkatan

tekanan

darah
Peningkatan

denyut

nadi
Peningkatan reflek
Peningkatan frekwensi
pernafasan,

pupil

melebar
Kesulitan bernafas
Vasokontriksi
superfisial
Lemah, kedutan pada
otot
Parasimpatik
Nyeri abdomen
Penurunan
tekanan

darah
Penurunan denyut nadi
Diare, mual, vertigo
Letih, Gangguan tidur
Kesemutan
pada

ekstremitas
Sering berkemih
Anyang-anyangen
Dorongan
segera
berkemih
Kognitif
Menyadari

gejala

fisiologis
Bloking

fikiran,

konfusi
Penurunan

lapang

persepsi
Kesulitan
berkonsentrasi
Penurunan kemampuan
untuk belajar
Penurunan kemampuan

~ 39 ~

untuk

memecahkan

masalah
Ketakutan

terhadap

konsekuensi yang tidak


spesifik
Lupa,

gangguan

perhatian
Khawatir, melamun
Cenderung
menyalahkan

orang

lain
Faktor Yang Berhubungan

Perubahan
(status

dalam
ekonomi,

lingkungan,

status

kesehatan,

pola

interaksi, fungsi peran,

status peran)
Pemajanan toksin
Terkait keluarga
Herediter
Infeksi/kontaminan

interpersonal
Penularan
penyakit

interpersonal
Krisis maturasi, krisis

situasional
Stress,

kematian
Penyalahgunaan zat
Ancaman pada (status

ancaman

ekonomi,
lingkungan,status
kesehatan,

pola

interaksi, fungsi peran,

~ 40 ~

status peran, konsep

diri)
Konflik tidak disadari
mengenai

penting hidup
Konflik tidak disadari
mengenai

tujuan

nilai

esensial/penting
Kebutuhan yang tidak
dipenuhi

3.5 Implementasi
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan
yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan
perupakan pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi
beberapa bagian, yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.

3.6 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai

: Pasien

menunjukkan

perubahan

dengan

standart yang telah ditetapkan.


- Tujuan tercapai sebagian

: Pasien

menunjukkan

perubahan

sebagai

sebagian sesuai dengan standart yang telah


ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai

: Pasien tidak menunjukkan perubahan dan


kemajuan sama sekali.

~ 41 ~

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

~ 42 ~

CTEV/ Club Foot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari


pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi
media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Deformitas kaki dan
ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Sampai saat
ini penyebab utama terjadinya kaki bengkok ( CTEV ) tidak diketahui
secara pasti. Namun telah terbukti bahwa perkembangan tulang, sendi,
jaringan ikat, persarafan, pembuluh darah dan otot masing-masing terlibat
dalam proses patofisiologi. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini
timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim.
Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan
embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan
eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase
tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh
tekanan intrauterine.

4.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, kita sebagai perawat dapat
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita CTEV dan
memberikan Health Education pada keluarga yang memiliki anak dengan
CTEV

DAFTAR PUSTAKA
Marlyn. E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC. Jakarta,
2000.

~ 43 ~

Pedoman Diagnosis dan Terapi, LAB / UPF Ilmu Bedah, RSUD. Dr. Soetomo,
1994
Meidzybrodzka, Z. 2002. Congenital Talipes Eqinovarus (clubfoot): disorder of
the foot but not the hand. www.anatomisociety.com [9 oktober 2014].
Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [9 oktober 2014].
Harris, E. 2008. Key Insight To Treating Talipes Equinovarus. www.podiatry.com
[9 oktober 2014].
Nordin, S. 2002. Controversies In Congenital Clubfoot: Literature Review.
www.mjm.com [9 oktober 2014].

~ 44 ~

Anda mungkin juga menyukai