susun (overlay) peta dasar sehingga didapatkan peta kriteria fungsi kawasan. Peta kriteria
fungsi kawasan dibuat berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. :
683/Kpts/Um/8/1981dengan teknik skoring. Dari surat keputusan tersebut ada 3 faktor yang
digunakan dalam menentukan kemampuan lahan yaitu jenis tanah, lereng, dan curah hujan.
Penggunaan data kemiringan lereng dalam analisis daya dukung lingkungan digunakan
menentukan fungsi suatu lahan. Semakin tinggi tingkat kemiringan lereng maka fungsi lahan
semakin terbatas, dan arahan penataan lingkungan lebih tepat digunakan sebagai zona
konservasi. Penggunaan dari zona konservasi diantaranya sebagai, hutan lindung, cagar alam
dan suaka marga satwa, ekowisata, dan penggunaan lain yang dalam pengelolaannya tidak
melakukan pembukaan lahan dan merubah morfologi. Kemiringan lereng didapatkan dari
analisis peta topografi dan hasil pengukuran lapangan.Skoring kemiringan lereng tersaji pada
Tabel 6.1 berikut.
Tabel 6.1. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Kelerengan
Kelas
Kelerengan (%)
Klasifikasi
Nilai Skor
I
08
Datar
20
II
8 15
Landai
40
III
15 25
Agak Curam
60
IV
25 40
Curam
80
V
> 40
Sangat Curam
100
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981
Peta jenis tanah digunakan dalam penentuan kelas kemampuan lahan dalam kajian ini
adalah untuk mengetahui kepekaan tanah terhadap erosi. Semakin peka satu jenis tanah
terhadap erosi maka nilai bobotnya semakin tinggi. Pembobotan atau skoring untuk jenis
tanah tersaji pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi
Kelas
Jenis tanah
Klasifikasi
Nilai Skor
I
Aluvial, Glei, Planosol, Hidromerf,
Tidak peka
15
II
III
Kurang peka
Kurang peka
30
30
IV
mediteran
Andosol, laterit, grumusol, podsol,
Peka
45
podsolic
Regosol, Litosol, Organosol, Rensina
Sangat Peka
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981
75
Penggunaan data curah hujan tahunan dan digunakan berkaitan dengan supply dan
ketersediaan air tawar dalam satu tahun. Selain itu, curah hujan berkaitan erat dengan proses
erosi tanah yang sangat berpengaruh dalam penentuan zona pemanfaatan lingkungan. Dalam
kajian ini, peta curah hujan yang digunakan adalah peta Ishoyet dengan curah hujan tahunan.
Panduan dalam pembobotan nilai curah hujan tersaji pada Tabel 6.3. Dari hasil analisis curah
hujan, lokasi kajian masuk kedalam dua zona, hal ini disebabkan karena lokasi kajian
merupakan kawasan pesisir sehingga curah hujan tahunan di seluruh kawasan cenderung
seragam.
Tabel 6.3. Pembobotan nilai curah hujan
Intensitas hujan
Klasifikasi
<13,6
Sangat Rendah
13,6 20,7
Rendah
20,7 27,7
Sedang
27,7 34,8
Tinggi
>34,4
Sangat Tinggi
Nilai Skor
10
20
30
40
50
Dari hasil tumpang susun ketiga peta tersebut maka dihasilkan dua jenis fungsi
kawasan yaitu kawasan budidaya dengan skor kurang dari 124 dan kawasan penyangga dengan
skor diatas 125. Peta evaluasi kemampuan lahan tersaji pada Gambar 6.3 dan keterangan
gambar berupa hasil perhitungan kelas kemampuan lahan kawasan pesisir DIY tersaji pada
tabel 6.4.
Tabel 6.4. Kelas kemampuan lahan
Jenis
Tekstur
Infiltrasi
tanah
Aluvial
Liat, Pasir 50 %
lambat
Lempung
Kambisol
sedang
Berpasir
Lempung
Kambisol
sedang
Berpasir
Latosol
Lempung
lambat
tidak peka
Kemiringa
n
0-2%
Kriteria
lereng
Datar
Kelas
lahan
kelas I
sangat peka
0-2%
Datar
kelas I
sangat peka
2-8%
Datar
kelas I
Erosivitas
kurang peka
0-2%
Datar
kelas I
Latosol
Lempung
lambat
kurang peka
2-8%
Datar
kelas I
Latosol
Lempung
lambat
kurang peka
8 - 15 %
Landai
kelas I
Mediteran
Lempung, Liat
lambat
kurang peka
2-8%
Datar
kelas I
Mediteran
Lempung, Liat
lambat
kurang peka
8 - 15 %
Landai
kelas I
Regosol
tinggi
sangat peka
0-2%
Datar
kelas I
Regosol
tinggi
sangat peka
2-8%
Datar
kelas I
Regosol
tinggi
sangat peka
8 - 15 %
Landai
kelas I
Latosol
Lempung
lambat
kurang peka
15 - 25 %
Agak Curam
kelas II
Mediteran
Lempung, Liat
lambat
kurang peka
15 - 25 %
Agak Curam
kelas II
Latosol
Lempung
lambat
kurang peka
> 40 %
Sangat Curam
kelas III
Mediteran
Lempung, Liat
lambat
kurang peka
> 40 %
Sangat Curam
kelas III
Mediteran
Lempung, Liat
lambat
kurang peka
> 40 %
Sangat Curam
kelas III
Mediteran
Lempung, Liat
lambat
Sumber : Hasil analisis data, 2012
kurang peka
25 - 40 %
Curam
kelas III
Dari hasil analisis kelas kemampuan lahan, kawasan pesisir DIY terbagi atas tiga kelas
kemampuan lahan yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III. Masing-masing kelas kemampuan lahan
dinilai berdasarkan pembobotan dari kriteria lahan tersebut yaitu jenis tanah, kemiringan
lereng, dan curah hujan. Penentuan kriteria kelas kemampuan lahan masing-masing satuan
medan yang dihasilkan dari tumpang susun ketiga kriteria tersebut dilakukan berdasarkan
bobot yang dihasilkan dengan mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980
dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981 yaitu skor > 125 menjadi kawasan penyangga, < 125 adalah
kawasan budidaya. Penentuan kelas dari kedua kawasan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan drainase permukaan, tekstur, dan kedalaman tanah. Klasifikasi kelas
kemampuan lahan tingkat kelas tersaji pada tabel 6.5.
Tabel 6.5. Klasifikasi Kemampuan Lahan dalam Tingkat Kelas
Kelas
Kriteria
I
1. Tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan yang
membatasi penggunaannya
2. Sesuai untuk berbagai penggunaan terutama pertanian
3. Karakteristik lahannya antara lain : topografi hampir
datar hingg datar, ancaman erosi kecil, kedalaman
efektif dalam, drainase baik, mudah diolah, kapasitas
menahan air baik, subur, tidak terancam banjir
II
1. Mempunyai beberapa hambatan atau ancaman
kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaan atau
memerlukan tindakan konservasu yang sedang
2. Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan
konservasi untuk mencegah kerusakan
III
1.
2.
3.
IV
1.
2.
1.
2.
3.
VI
1.
2.
Penggunaan
Pertanian :
a. Tanaman pertanian
semusim
b. Tanaman rumput,
c. Hutan dan cagar alam
Pertanian :
a. Tanaman semusim
b. Tanaman rumput
c. Padang penggembalaan
d. Hutan produksi
e. Hutan lindung
f. Cagar alam
Pertanian:
a. Tanaman semusim.
b. Tanaman yang memerlukan
pengolahan tanah.
c. Tanaman rumput.
d. Padang rumput.
e. Hutan produksi.
f. Hutan lindung dan cagar
alam.
Non-pertanian
Pertanian:
a. Tanaman semusim dan
tanaman pertanian pada
umumnya.
b. Tanaman rumput.
c. Hutan produksi.
d. Padang penggembalaan.
e. Hutan lindung dan suaka
alam.
Non-pertanian.
Pertanian:
a. Tanaman rumput.
b. Padang penggembalaan.
c. Hutan produksi.
d. Hutan lindung dan suaka
alam.
Non-pertanian
Pertanian:
a. Tanaman rumput.
b. Padang penggembalaan.
c. Hutan produksi.
d.
a. Hutan lindung.
b. Rekreasi alam.
c. Cagar alam.