Anda di halaman 1dari 29

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
Malaria
I.

Definisi
Malaria adalah suatu penyakit infeksi akut ataupun kronik yang disebabkab oleh
parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannyabentuk
aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, dan pembesaran limfa.
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang di kenal

II.

sebagai malaria berat.


Epidemologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok berisiko tinggi yaitu bayi, anak balita,
dan ibu hamil. Malaria juga merupakan salah satu indikator dari Target Pembangunan
Millenium (MDGs), dimana targetnya adalah menghentikan penyebaran dan
mengurangi insiden kejadian malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator
menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Berdasarkan data dari
World Health Organization (WHO), secara global estimasi kematian yang diakibatkan
oleh penyakit malaria pada Tahun 2010 adalah 655.000 kasus malaria di seluruh dunia.
Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Penyakit malaria
masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan Annual Paracite
Insidence (API), dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian timur masuk
dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan,
Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia di mana malaria masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang menonjol. Data WHO tahun 2010 menunjukkan,
Indonesia menyumbang sekitar 224 ribu dari 24 juta kasus malaria sedunia.
Wilayah Indonesia Timur merupakan salah satu daerah dengan tingkat kejadian
malaria tertinggi.Menurut Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, jumlah malaria pada
tahun 2012 mencapai 417 ribu kasus di Indonesia. Hampir tiga per empat kasusnya

berasal dari wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua, Papua Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Jumlah kasus yang diterima pemerintah di sepanjang tahun 2013 yakni
sebanyak 93,2 persen. Dari 93,2 persen konfirmasi kasus malaria yang ada di Indonesia
sepanjang tahun 2013, Papua memiliki angka kasus malaria terbesar, yaitu 42,65
persen.
Insiden malaria menunjukkan penurunan. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
insiden malaria menurun dari 2,9 persen (2007) menjadi 1,9 persen (2013). Namun,
apabila dibanding dengan hasil Riskesdas 2007, prevalensi malaria meningkat yaitu
2,85 persen (2007) menjadi 6 persen (2013). Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya
pengobatan terhadap malaria yang kurang efektif sehingga jumlah penderita malaria
semakin bertambah. Asumsi ini didukung dengan proporsi pengobatan efektif malaria
dengan ACT sebesar 45,5 persen. Lima provinsi tertinggi prevalensi malaria adalah
Papua (28,6 persen), Nusa Tenggara Timur (23,3persen), Papua Barat (19,4 persen),
Sulawesi Tengah (12,5 persen), dan Maluku (10,7 persen).
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat menyatakan kasus malaria
sepanjang 2014 turun menjadi hanya 957 kasus dari 1.200 kasus pada tahun 2013.
Kepala Dinkes Sumbar Rosnini Safitri saat dihubungi di Padang, Senin, mengatakan
bahwa penyakit yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk Anopheles itu dari tahun ke
tahun cenderung turun. Ia menjelaskan kasus malaria pada tahun 2014 di 18
kabupaten/kota di Sumbar sudah mencapai angka di bawah satu per 1.000 penduduk
yang dihitungan berdasarkan Annual Parasite Incident (API) atau insiden parasit
tahunan, kecuali yang terjadi pada Mentawai yang mencapai API 4,9 per 1.000
penduduknya. Sementara, syarat sebuah daerah bebas malaria adalah API harus di
bawah satu per 1.000 penduduk dan tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal
selama tiga tahun berturut-turut. Ia menyebutkan Sumbar saat ini sudah mengeliminasi
malaria pada 15 dari 19 kabupaten/kota pada Tahun 2014 dengan indikator API < 1 per
1000 penduduk. Namun terdapat tiga Kabupaten yang belum dieliminasi yakni,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Sawahlunto,
ujarnya. Dari ketiga Kabupaten/kota tersebut yang mempunyai angka kasus yang paling
tinggi yakni Mentawai sebanyak 4,95 lalu setelahnya Pasisir Selatan dengan angka
0,89.
III.

Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium. Termasuk genus plasmodium dari famili
plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan

mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual


terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.
Plasmodium malaria yang sering di jumpai adalah plasmodium vivax yang
menyebabkan malaria tertiana dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria
tropika. Plasmodium malariae pernah juga dijumpai pada kasus, tetapi sangat jarang
terjadi. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, Pulau Timur, Pulau
Owi (utara Irian Jaya).
IV.
Patogenesis Malaria
Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk Anopheles betina
1. Siklus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di
kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang setengah
jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati
(tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama
lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari
stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon)
pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut
siklus eritrositer.
Pada P. falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait dengan waktu dan jenis
pengobatan untuk eradikasi.
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina.
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di
dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
berkembangmenjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding

luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit.
Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung
spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai
parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik
Masa Inkubasi Penyakit Malaria
Plasmodium
P. falciparum
P. vivax
P. ovale
P. malariae

Masa Inkubasi
9-14 hari
12-17 hari
16-18 hari
18-40 hari

Demam
Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau
limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis
Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus
yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada
keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum
memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam
pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari, dan P.
malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Anemia
Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang
jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah.
Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi
pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.
Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh


sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa
membesar.
Malaria berat
P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P.
falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit
tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang
terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF,
IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan
menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan
dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini
terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette,
yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada
proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator
antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan
dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.

Patofisiologi Sitoadheren

Patogenesis Malaria
V.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria. Berat dan ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis
plasmodium (Plasmodium Falsifarum sering memberikan komplikasi), daerah asal
infeksi, umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat).
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan
splenomegali. Masa inkubasi bervariasi bervariasi pada masing-masing plasmodium.
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam yaitu berupa lesu,
malaise, sakit kepala, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, sakit perut,
dan diare.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan: periode
dingin (15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan
selimut, pada saat menggigil seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti
dengan meningkatnya temperatur. Lalu memasuki periode panas: wajah penderita
tampak merah, nadi cepat, dan suhu badan tetap tinggi dalam beberapa jam, diikuti
adanya keringat. Lalu memasuki periode berkeringat: penderita berkeringat banyak,
temperatur turun, dan penderita merasa sehat (Harijanto, 2006).
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah: pengerusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritropoesis sementara, hemolisis karena proses complement mediated

immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan


pengaruh sitokin (Harijanto, 2006).
Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap
infeksi malaria. Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria. Limpa akan
teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut (Harijanto, 2006).

Gejala Klinis Malaria Vivax


Masa inkubasi 12-17 hari, dan bisa memanjang hingga 20 hari. Pada hari
pertama demam ireguler, kadang-kadang remiten atau intermitten, pada saat tersebut
perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi
intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan
paroksismal biasanya terjadi pada sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal
dalam waku 7-14 hari. Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai
menurun setalah 14 hari, limpa masih membesar dan demam masih berlangsung. Pada
akhir minggu kelima panas mulai turun secara krisis. Malaria serebral jarang terjadi.
Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia (Harijanto, 2006).
Gejala Klinis Malaria Malariae
Masa inkubasi 18-40 hari. Gejala klinis seperti pada malaria vivax tetapi
berlangsung lebih ringan. Anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai
walaupun pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya
pada waktu sore, dan parasitemia sangat rendah. Komplikasi jarang terjadi (Harijanto,
2006).

Gejala Klinis Malaria Ovale


Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi
11-16 hari. Serangan paroksismal 3-4 hari, terjadi malam hari, dan jarang lebih dari
sepuluh kali walaupun tanpa terapi. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivaks,
lebih ringan, puncak demam lebih rendah, perlangsungan lebih pendek., dan dapat
sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil dan splenomegali jarang
terjadi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, P.ovale tidak akan
tampak di darah tepi, tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan (Harijanto, 2006).
Gejala Klinis Malaria Falsiparum
Merupakan bentuk malaria yang paling berat ditandai dengan demam yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria falsiparum memiliki progresivitas yang
cepat, parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala
prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri tungkai, lesu, perasaan
dingin, mual, muntah, dan diare. Demam biasanya ireguler dan tidak periodik, sering
terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40 C. Gejala lain dapat berupa
konvulsi, pneumonia aspirasi, dan banyak keringat walaupun temperatur normal.
Apabila infeksi memberat, nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat diikuti
gejala kelainan paru seperti batuk. Splenomegali dijumpai lebih sering dari
hepatomegali dan nyeri pada perabaan. Hepatomegali dapat disertai timbulnya ikterus.
Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia
lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis (Harijanto, 2006).
VI.

Diagnosis
- Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan demam yang hilang timbul, pada saat demam
hilang disertai dengan menggigil, berkeringat, dapat disertai dengan sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nafsu makan menurun, sakit perut, mual muntah, dan
diare. Dari segi faktor resiko, pada anamnesa perlu ditanyakan riwayat menderita
malaria sebelumnya, tinggal di daerah yang endemis malaria, pernah berkunjung di
daerah endemik malaria dan riwayat mendapat transfusi darah.
-

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tanda patognomonis ditemukan :

Pada periode demam : Kulit terlihat memerah, teraba panas, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai di atas 400C dan kulit kering. Pasien dapat terlihat pucat, nadi
teraba cepat dan pernapasan cepat.
Pada periode dingin dan berkeringat : Kulit teraba dingin dan berkeringat, nasi
-

teraba cepat dan lemah. Pada kondisi tertentu bisa ditemukan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan kepala : konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis, dan pada

malaria serebral dapat ditemukan kaku kuduk.


Pemeriksaan toraks : terlihat pernapasan cepat.
Pemeriksaan abdomen : teraba pembesaran hepar dan limpa, dapat juga ditemukan

asites
Eksresi Ginjal : bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman, oligouria atau

anuria.
Pemeriksaan ekstremitas : akral terana dingin yang merupakan tanda-tanda menuju
syok.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan


darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
a. Pemeriksaan hapusan darah tebal dan tipis ditemukan parasit Plasmodium
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis
pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan
tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Rumah Sakit/Puskesmas/lapangan
untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b) Spesies dan stadium Plasmodium
c) Kepadatan parasit :
1) Semi Kuantitatif
(-)

= negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)

(+)

= positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)

(++)

= positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)

(+++)

= positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)

(++++)

= positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:


- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada
saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar
terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT
untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P.falcifarum dan non P.Falcifarum.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (Trias Malaria : panas-menggigilberkeringat), pemeriksaan fisik, dan ditemukannya parasit plasmodium pada pemeriksaan
mikroskopis hapusan darah tebal/tipis.
Pada Malaria falsiparum, ditemukan Plasmodium falsiparum, Malaria vivaks ditemukan
Plasmodium vivax, Malaria ovale ditemukan Plasmodium ovale, Malaria malariae ditemukan
Plasmodium malariae.
VII.

Diagnosis Banding
a. Demam Dengue

b. Demam Tifoid
c. Leptospirosis
d. Infeksi virus akut lainnya
VIII. Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum. Sering terjadi
secara mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan terjadi pada penderita yang
tidak imun. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai
malaria berat. Adapun komplikasi dari malaria adalah sebagai berikut :
a. Malaria Serebral
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, GCS < 7. Dapat juga didapati dengan apati, somnolen, delirium dan
perubahan tingkah laku. Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30
menit, tidak demam atau hipoglikemi. Refleks abdomen dan kremaster normal,
sedangkan Babinsky abnormal pada 50% penderita. Pada keadaan berat penderita
dapat mengalami dekortikasi (lengan flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan
dan tungkai extensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering
disertai hiperventilasi. Lama koma 2-3 hari pada orang dewasa.
Malaria serebral diduga terjadi akibat sumbatan kapiler pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasit sulit melalaui pembuluh kapiler karena proses sitoadherensi dan
sekuestrasi parasit. Tapi penelitian Warrell DA menyatakan tidak ada perubahan
cerebral blood flow, cerebro vasculer resistence, ataupun cerebral metabolic rate for
oxygen. Pada malaria serebral Kadar laktat pada CSS meningkat > 2,2 mmol/l dan
menjadi indkator prognosis, bila kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai prognosa yang
fatal. Tekanan intrakranial meningkat pada anak-anak (80%). Adanya edema serebri
hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal. Pada melaria serebral biasanya disertai
gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia dan edema baru.
Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka prognosa kematian > 75%. (Harijanto,
P.N, 2006).
b. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Dapat prerenal karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5 10 % disebabkan nekrosis tubulus akut.

Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan alirah darah ke
ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sehingga terjadi penurunan filtrasi pada
glumerulus. Secara klinis dapat terjadi fase oliguria ataupun poliuria. Dibutuhkan
pemeriksaan urin, bila berat jenis urin < 1,010 menunjukkan nekrosis tubulus akut,
urin yang pekat BJ > 1,015, rasio urea urin : darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/l
menunjukkan dehidrasi.
Beberapa faktor

risiko

yang

mempermudah

terjadinya

GGA ialah

hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuri. Dialisis merupakan pilihan


pengobatan untuk menurunkan mortalitas. (Harijanto, P.N, 2006).
c. Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Jaundice dan ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum. Pada
penelitian di Minahasa, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemia 14,9% dan
peningkatan serum transaminase 5,7%. Pada malaria biliosa (malaria dengan ikterus)
dijumpai ikterus hemolitik, ikterus obstruktip intra-hepatal dan tipe campuran
parenkimatosa, hemolitik dan obstruktip, peningkatan SGOT 121 mU/ml dan SGPT
80,8 mU/ml. SGOT dan SGPT > 3x normal menunjukkan prognosis yang jelek.
(Harijanto, P.N, 2006).
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia sebagai keadaan terminal dengan malaria berat. Hal ini
disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan
glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan keadaan
umum yang berat ataupun penurunan kesadaran. Penyebab hipoglikemia yang paling
sering karena pemberian terapi kina. Penyebab lainnya

ialah kegagalan

glukoneogenesis pada penderita ikterik, hiperparasitemia oleh karena parasit


mengkonsumsi karbohidrat, dan pada TNF-a yang meningkat. Hipoglikemia kadangkadang sulit diobati dengan cara konvensionil karena hiperinsulinemia akibat kina.
Mungkin dengan pemberian diazoksid dimana terjadi hambatan sekresi insulin
merupakan cara pengobatan yang dapat dipertimbangkan. (Harijanto, P.N, 2006).
e. Anemia
Terjadi oleh karena kecepatan destruksi sel-sel darah merah dan peningkatan
bersihan oleh limpa, dan bersamaan dengan hal tersebut juga disertai gangguan
(inefektifitas) system eritropoesis. Gambaran umum malaria bberat adalah anemia
yang sering kali memerlukan transfuse darah yang terdapat pada sekitar 30% kasus.

Indikasi transfusi bila kadar Hb < 5 g/dL atau bila hematokrit <15%. Bila pada
keadaan hiperparasitemia disertai dengan anemia berat diperlukan transfuse ganti
(exhance blood transfusion) (Harijanto, P.N, 2006).
f. Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut,
menggigil, demam, hemolisis intravaskular, hemoglobinemia, hemoglobinuri dan
gagal ginjal. Biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P. falciparum yang
berulang-ulang dan orang non-imun atau dengan pengobatan kita ataupun antibodi
tidak adekuat. Malaria haemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurangan
enzin G6PD dan biasanya parasit falciparum positif, ataupun pada penderita dengan
kekurangan G6PD yang biasanya disebabkan karena pemberian primakuin.
(Harijanto, P.N, 2006).
g. Malaria Algid
Merupakan terjadinya syok vaskular, ditandai dengan hipotensi (sistolik < 70
mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan. Gejala berupa
perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatur rektal tinggi, kulit tidak elastik,
pucat. Pernafasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun dan sering tekanan sistolik
tidak terukur dan nadi yang normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan
terjadinya septisemia gram negatif. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian
NaCl 0,9% dan obat inotropik. (Harijanto, P.N, 2006).
h. Kecenderungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di bawah
kulit dari petekie, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria
tropika. Perdarahan ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau gangguan koagulasi
intravaskular

ataupun

Trombositopenia

gangguan

disebabkan

koagulasi

karena

karena

pengaruh

gangguan

sitokin.

fungsi

Gangguan

hati.

koagulasi

intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari suatu infeksi P. falciparum
yang berat. (Harijanto, P.N, 2006).
i. Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Merupakan
komplikasi yang paling berat dan sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat
terjadi karena kelebihan cairan atau adult respiratory distress syndrome. Beberapa
faktor yang memudahkan timbulnya edem paru ialah kelebihan cairan, kehamilan,
malaria serebral, hiperparasitemia, hipotensi, asidosis dan uremi. Peningkatan

respirasi merupakan gejala awal, bila frekuensi pernafasan > 35 kali/menit


prognosanya jelek. (Harijanto, P.N, 2006)
j. Manifestasi Gastro-Intestinal
Sering dijumpai pada malaria, gejala-gejala antara lain : tak enak diperut,
flatulensi, mual, muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat
berupa sindroma billious remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal dengan
hepatomegali, ikterik (hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal
ginjal, malaria disentri menyerupai disentri basiler, dan malaria kolera yang jarang
pada P. falciparum berupa diare cair yang banyak, muntah, keram otot dan dehidrasi.
(Harijanto, P.N, 2006)
k. Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falciparum dan biasanya
bersamaan dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadi hiponatremia dapat
disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun
terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD), akan tetapi
pengukuran hormon diuretik yang pernah dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada
1 diantara 17 penderita. (Harijanto, P.N, 2006)
l. Gangguan Metabolik Lainnya
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan Kussmaul),
peningkatan asam laktat, pH turun dan peningkatan bikarbonat. Asidosis biasanya
disertai edema paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal dan hipoglikemia. Gangguan
metabolik lainnya :
- Hipokalsemia dan hipophosphatemia
- Hipermagnesemia
- Hiperkalemia (pada Gagal ginjal)
- Hipoalbuminemia
- Hiperphospholipedemia
- Hipertriglyceremia dan hipocholesterolemia
- T-4 rendah, TSH basal normal (Harijanto, P.N, 2006)
m. Malaria Berat (Severe Malaria)
Ditandai dengan anemia normositer dan nilai hematokrit < 15% atau Hb < 5
gr/dL disertai ditemukannya parasitemia lebih dari 10.000/L. Jika anemia bersifat
hipokrom dan mikrositer, defisiensi besi dan thalassemia/hemoglobinopati harus
dieksklusi (White, 2008).

IX.

Penatalaksanaan
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya
plasmodium aseksual didalam darahnya, malaria klinis tanpa ditemukan parasit dalam
darah perlu diobati. Prinsip pengobatan malaria :
a. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita melaria
berat/dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi/malaria berat memakai obat
parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral
b. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan
pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan pengobatan ACT
(Artemisinin base Combination Therapy)
c. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan
dilakukan monitoring efek/respon pengobatan
d. Pengobatan malaria kliinis/tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT
(Harijanto, P.N, 2006)
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh

semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit.
Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan.
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi.
Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih
obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda
cara terjadinya resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih
baik dan mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria.
Pengobatan kombinasi malaria harus:
a. aman dan toleran untuk semua umur
b. efektif dan cepat kerjanya
c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi dan
d. harga murah dan terjangkau.
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas
Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg
Dihydroartemisinin dan 320 mg Piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari
dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB;
Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB.

2. Artesunat Amodiakuin
Kemasan Artesunat Amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3
blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat 50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg.
1. Pengobatan penderita tanpa komplikasi (malaria biasa)
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan ART telah
dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten
dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam
semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P.
falciparum, P. vivax, maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum
dilaporkan saat ini. (Harijanto, P.N, 2006)
Golongan Artemisinin
Obat ini mempunyai beberapa formula seperti : artemisinin, artemeter, arteeter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat
dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal
darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan
terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat
lain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat
diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan
suppositoria. (Harijanto, P.N, 2006)
a. Pengobatan ACT
WHO
memberikan

petunjuk

penggunaan

artemisinin

dengan

mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain, hal ini disebut dengan
Artemisinin base Combination Therapy. Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi
dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose).
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemeberian pengobatan. Contoh :
Co-Artem yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). dosis
Coartem 4 tablet 2x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah
dihidroartemisinin (40mg) + piperakuin (320 mg) yaitu Artekin. Dosis artekin
untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam
masing-masing 2 tablet. (Harijanto, P.N, 2006)
Artesunate
Formula

: tablet mengandung 50 mg sodium artesunate

Ampul i.m/i.v injeksi mengandung 60 mg sod. Artesunate dalam 1


Khasiat
Dosis

ml larutan injeksi
: sama dengan artemisin.
:
- Tanpa komplikasi : kombinasi terapi 4 mg/kgbb setiap hari untuk 3
-

hari + amodiakuin (10mg/kgbb/hari) selama 3 hari


Malaria berat :dosis awal 2,4 mg/kgbb per i.v diberikan pada 12
jam pertama dan dilanjutkan dengan dosis yang sama untuk 12 jam
berikutnya, hari ke 2 s/d 5 adalah 2,4 mg/kgbb/24 jam. Selama 5

hari sampai penderita mampu minum obat.


Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, gatal, demam, perdarahan
abnormal, hematuria
Wanita hamil : digunakan untuk terapi malaria tanpa komplikasi selama kehamilan
trimester 2 dan 3 pada daerah resisten multi drug. Trimester 1 tidak
dianjurkan. (Depkes, 2008)
Amodiakuin
Formula
:200 mg amodiakuin basa
Penggunaan : bukan untuk profilaksis atau penggunaan alternative terhadap
kegagalan klorokuin
Wanita hamil : belum ada bukti aman/bahaya
Dosis
: regimen 10 mg amodiakuin basa perhari selama 3 hari (total dosis 30
mg/kg)
Efek samping : mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal
Kontraindikasi: penderita dengan gangguan hepar, untuk profilaksis/pencegahan
(Depkes, 2008)
Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :
- Artesunate + mefloquine
- Artesunate + amodiaqine
- Artesunate + klorokuin
- Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
- Artesunate + pyronaridine
- Artesunate + chlorproguanil-dapsone (CDA/Lapdap plus)
- Dihidroartemisinin + piperakuin + Trimethoprim (Artecom)
- Artecom + Primakuin
- Dihidroartemisinin + naphtoquine
(Harijanto, P.N, 2006)
Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi
artesunate + amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon.

Dosis untuk dewasa yaitu Artesunate (50 mg/tablet) : 200 mg pada hari I-III
( 4 tablet), untuk dosis Amodiquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan
11/2 tablet hari III.
Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai
tiap blister/hari (artesunate + amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiaquine
adalah 25 30 mg /kgBB selama 3 hari. (Harijanto, P.N, 2006)
b. Pengobatan non-ACT
- Klorokuin difosfat/sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB
untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III.
Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I dan II dan 2 tablet hari III.
-

Dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax.


Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), 500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin) dosis
orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran
pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat in hanya dipakai untuk plasmodium falciparum
dan tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin

dapat menggunakan SP.


Kina sulfat : (1 tablet 220 mg) dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kg BB
selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina dipakai
sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP.
Pemakaian obat untuk waktu yang lama menyebabkan kegagalan untuk memakai

sampai selesai.
Primakuin : (1 tablet 15 mg) dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical
terhadap P. falciparum maupun P. viviax. Pada P. falciparum dosisnya 45 mg (3
tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. vivax dosisnya
15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-

relaps). (Harijanto, P.N, 2006)


Primakuin
Formula
: tablet mengandung 15 mg primakuin basa
Khasiat
: efektif melawan gametosit seluruh sepsies parasit. Aktif terhadap
schizon darah P. Falciparum, P. Vivax. Efektif terhadap schizon
Penggunaan
Dosis

jaringan P. Falciparum dan P. Vivax.


: terapi anti relaps pada P. Vivax dan P. Ovale dan gametocidal pada
malaria falciparum. Tidak untuk pencegahan
: anti relaps 0,25 mg/kgbb untuk 14 hari
Efek gametosidal single dose 0,75 mg basa kgbb, dosis diulangi 1
minggu terakhir.

Kontraindikasi: ibu hamil, penderita G6PD, anak < 1 tahun. Penderita rheumatoid
arthritis dan lupus eritematosus.
Efek samping : anoreksia, mual muntah, sakit perut dan keram, sakit pada
lambung/perut. Kejang, gangguan kesadaran, gangguan system
hemopoitik, pada G6PD terjadi hemolisis. (Depkes, 2008)
Kina
Formulasi

: tablet lapis gula 200 mg


Injeksi : 1 amp 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi

Khasiat

250 mg basa)
: sangat aktif bekerja terhadap skizon darah dan penyembuhan klinis

Indikasi

yang efektif
: obat pilihan malaria berat, pilihan pada daerah dengan multidrugs

dosis

resisten
: per oral atau per drip dalam 3 hari. i.v dalam infuse larutan isotonic
tetesan lambat dalam dextrose 5%. Jika i.m obat dilarutkan menjadi

konsentrasi 60 mg/ml
Wanita hamil : aman untuk ibu hamil.
Efek samping : sindrom cinchonism,

gangguan

peredaran

darah

jantung,

hipoglikemia.

Pengobatan Malaria Falciparum dan Malaria Vivaks


Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria
vivaks, sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari
pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari
dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria
vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
- Lini Pertama
ACT + Primakuin

Har

Jenis

Obat

Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

0-1

kg
2-11

1-4

5-9

10-14

15

g
15

bulan
1/2

tahun
1

tahun
1 1/2

tahun
2

tahun
3

tahun
4

3/4

1 1/2

1-3

DHP

bulan
1/4

Primakui

11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg

60k

n
Tabel. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Berat Badan dengan DHP
dan Primakuin.
Hari

Jenis
Obat

Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

0-1

kg
2-11

1-4

5-9

10-14

15

g
15

bulan
1/2

tahun
1

tahun
1 1/2

tahun
2

tahun
3

tahun
4

1/4

1/2

3/4

1-3

DHP

bulan
1/4

1-14

Primakui

11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg

60k

n
Tabel. Pengobatan Lini Pertama Malaria Vivaks Menurut Berat Badan dengan DHP dan
Primakuin
Dosis Obat : Dihydroartemisinin
Piperakuin
Primakuin
Primakuin

Hari

1-3

Jenis Obat

= 2-4 mg/kgBB
= 16-32 mg/kgBB
= 0,75 mg/kgBB (Malaria falciparum untuk hari 1)
= 0,25 mg/kgBB (Malaria vivaks selama 14 hari)

Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

11-17

18-30

31-40

41-59

60k

0-1

kg
2-11

kg
1-4

kg
5-9

kg
10-14

kg
15

g
15

Artesunat

bulan
1/4

bulan
1/2

tahun
1

tahun
1 1/2

tahun
2

tahun
3

tahun
4

Amodiakui

1/4

1/2

1 1/2

n
Primakuin

3/4

1 1/2

Tabel. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Berat Badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin.
Hari

Jenis Obat

Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

11-17

18-30

31-40

41-59

60k

0-1

kg
2-11

kg
1-4

kg
5-9

kg
10-14

kg
15

g
15

bulan

bulan

tahun

tahun

tahun

tahun

tahun

1-3

1-14

Artesunat

1/4

1/2

1 1/2

Amodiakui

1/4

1/2

1 1/2

n
Primakuin

1/4

1/2

3/4

Tabel. Pengobatan Lini Pertama Malaria Vivaks Menurut Berat Badan dengan
Artesunat+Amodiakuin dan Primakuin.
Dosis Obat :

Amodiakuin

= 10 mg/kgBB

Artesunat

= 4 mg/kgBB

Primakuin
Primakuin

= 0,75 mg/kgBB (Malaria falciparum untuk hari 1)


= 0,25 mg/kgBB (Malaria vivaks selama 14 hari)

Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum

Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin


Pengobatan lini kedua Malaria Falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak
efektif, di mana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Hari

Jenis
Obat

5 kg

6-10

11-17

0-1

kg
2-11

kg
1-4

18-30 31-33
kg
kg
5-9
10-14

34-40 41-45

46-

kg
15

kg
15

60kg
15

.>60
kg
15

bulan

bulan tahun

tahun

tahun

tahun

tahun

tahu

tahun

Kina

Sesua

3x 1/2

3x1

3x11/2

3x11/2

3x2

3x21/2

3x3

Primakui

i BB
-

n
3x
21/2

3/4

1 1/2

1-7
1

Jumlah Tablet Perhari Menurut Berat Badan

n
Tabel. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falciparum dengan Obat Kombinasi Kina dan
Doksisiklin.
Hari

Jenis Obat

1-7

Doksisikli

n
Tabel. Dosis Doksisiklin

Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Berat Badan


5 kg
6-19 kg
20-29 kg 30-44 kg 45-59 kg 60 kg
0-1
2 bulan- >8 tahun 10-14
15
15
bulan
-

8 tahun
-

2x25 mg

tahum
2x50 mg

tahun
2x75 mg

tahun
2x100m
g

Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10 mg/kgBB/hari)


Dosis Doksisiklin 3,5 mg/kgBB/hari, diberikan 2x sehari (15tahun)
Dosis Doksisiklin 2,2 mg/kg BB/hari, diberikan 2x sehari (8-14tahun)

Lini Kedua Untuk Malaria Vivaks


Kina + Primakuin

Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan Malaria Vivaks yang tidak respon terhadap
pengobatab ACT.
Hari

1-7
1-14

Jenis Obat

Jumlah Tablet Perhari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

11-17

0-1

kg
2-11

kg
1-4

18-30 31-33
kg
kg
5-9
10-14

34-40 41-45

46-

kg
15

kg
15

60kg
15

.>60
kg
15

bulan

bulan tahun

tahun

tahun

tahun

tahun

tahu

tahun

Kina

Sesua

3x 1/2

3x1

3x11/2

3x11/2

3x2

3x21/2

3x3

Primakuin

i BB
-

n
3x
21/2

1/4

1/2

3/4

3/4

Tabel. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks


Pengobatan relaps pada Malaria Vivaks adalah apabila pemberian Primakuin dosis
0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit
positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus Malaria Vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi regimen ACT yang
sama, tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

Pengobatan Malaria Ovale


Lini pertama untuk Malaria Ovale adalah Artemisinin Combination Therapy (ACT),
yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP) atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis
pemberian obatnya sama dengan Malaria Vivaks.

Pengobatan lini kedua untuk Malaria Ovale sama denga Malaria Vivaks.

Pengobatan Malaria Malariae


Pengobatan Malaria Malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari,
dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
Primakuin.

Pengobatan

Infeksi

campuran

antara

Malaria

Falciparum

dengan

Malaria

Vivaks/Malaria Ovale
Pengobatannya adalah dengan ACT yang diberikan 1x per hari selama 3 hari, serta
Primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Hari

Jenis
Obat

Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

0-1

kg
2-11

1-4

5-9

10-14

15

g
15

bulan
1/2

tahun
1

tahun
1 1/2

tahun
2

tahun
3

tahun
4

1/4

1/2

3/4

1-3

DHP

bulan
1/4

1-14

Primakui

11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg

60k

n
Tabel. Pengobatan Infeksi Campur Malaria. Falsiparum + Malaria Vivaks/Malaria Ovale
dengan DHP
Hari

1-3

Jenis Obat

Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan


5 kg

6-10

11-17

18-30

31-40

41-59

60k

0-1

kg
2-11

kg
1-4

kg
5-9

kg
10-14

kg
15

g
15

Artesunat

bulan
1/4

bulan
1/2

tahun
1

tahun
2

tahun
3

tahun
4

tahun
4

Amodiakui

1/4

1/2

n
Primakuin

1/4

1/2

3/4

Tabel. Pengobatan Infeksi Campur Malaria. Falsiparum + Malaria Vivaks/Malaria Ovale


dengan Artesunat+Amodiakuin.
Pengobatan Malaria pada Ibu Hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang
dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pada pemberian obat malaria berdasarkan umur
kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin.
Umur Kehamilan

Pengobatan

Trimester I (0-3 bulan)


Kina tablet + Klindamisin selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan)
ACT tablet selama 3 hari
Trimester III (7-9 bulan)
ACT tablet selama 3 hari
Tabel. Pengobatan Malaria Falciparum pada Ibu Hamil
Umur Kehamilan
Pengobatan
Trimester I (0-3 bulan)
Kina tablet selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan)
ACT tablet selama 3 hari
Trimester III (7-9 bulan)
ACT tablet selama 3 hari
Tabel. Pengobatan Malaria Vivaks pada Ibu Hamil
Dosis Klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2x sehari
X. Pencegahan dan Profilaksis
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting, khususnya para turis nasional
maupun internasional. Kemoprofilaksis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan
perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk
memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk
yaitu dengan cara :
- Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida
-

: pemethrin atau deltamethrin).


Menggunakan obat pembunuh nyamuk (spray, asap, elektrik)
Mencegah berada di alam bebas di mana nyamuk dapat menggigit atau harus

memakai proteksi (baju atau kaos lengan panjang).


Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti

nyamuk.
Bila akan digunakan kemoprofilaksis, perlu diketahui sensitifitas plasmodium ditempat
tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa) cukup profilaksis
dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin diphosphat), tiap minggu satu minggu
sebelum berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaksis ini juga dipakai pada
wanita hamil di daerah endemik atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah
(sering terinfeksi malaria). Pada daerah yang resisten klorokuin dianjurkan Doksisiklin
100 mg/hari atau Mefloquin 250 mg/minggu atau Klorokuin 2 tablet/minggu ditambah
Proguanil 200 mg/hari. Obat baru yang di pakai untuk pencegahan yaitu Primakuin dosis
0,5 mg/kg BB/hari.
XI.

Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat.
Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS,
kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas
penderita malaria berat di dunia masih cukup bervariasi 15% - 60% tergantung

fasilitas pemberi pelayanan. Banyaknya jumlah komplikasi berbanding lurus dengan


tingkat mortalitas (Harijanto, 2006).
Prognosis bergantung pada derajat beratnya malaria. Secara umum,
prognosisnya adalah dubia ad bonam. Penyakit ini dapat terjadi kembali apabila daya
tahan tubuh menurun.

BAB II
LAPORAN KASUS

Nama

: Tn. Andri

Umur

: 27 tahun

Pekerjaan

: Satpam Bank BRI

Alamat

: Pasar Koto Baru

Agama

: Islam

Anamnesis
Seorang pasien laki-laki, berusia 27 tahun, masuk IGD Puskesmas Koto Baru dengan
keluhan utama demam. Hal ini di alami pasien sejak 3 hari sebelum masuk IGD Puskesmas
Koto Baru.

Riwayat Penyakit Sekarang :


-

Demam sejak 3 hari sebelum masuk IGD Puskesmas Koto Baru. Demam biasanya

mulai muncul sore hingga malam hari.


Sebelum timbul demam, pasien merasakan menggigil dan merasa sangat kedinginan.
Setelah itu baru timbul demam. Setelah itu lambat laun demamnya turun dan pasien

berkeringat banyak dan merasa sehat.


Mual (+), muntah (+), hal ini dialami pasien sejak 3 hari yang lalu.
Pasien merasakan lemas, pegal-pegal, sakit kepala dan nyeri pada persendian.
Nafsu makan menurun.
Mencret sejak 2 hari yang lalu, frekuensi 4x/hari dan konsistensi cair.
Riwayat sakit malaria sebelumnya dibantah.
Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-).
Riwayat keluarga sakit dengan keluhan yang sama (-).
Riwayat mendapat transfusi darah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah di rawat di RS.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum :
Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 160/110 mmHg

Keadaan Umum

: Sedang

Nadi

: 88x/menit

Berat Badan

: 65 kg

Nafas

: 20x/menit

Tinggi Badan

: 168 cm

Suhu

: 37,60C

IMT

: 23,03

Kulit

: Sianosis (-), Ikterik (-)

KGB

: Tidak membesar

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

THT

: Tidak ditemukan kelainan

Leher

: Tidak ditemukan kelainan

Dada

: Paru : Inspeksi

: Gerakan simetris kiri dan kanan

Palpasi

: Fremitus kanan=kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler pada kedua lapangan paru

Jantung : Dalam batas normal


Abdomen

: Inspeksi
Palpasi

: Tidak nampak membuncit


: Hepar dan Lien tidak teraba, Nyeri tekan
epigastrium (+).

Anggota Gerak

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus meningkat.

: Edema (-), dalam batas normal.

Anjuran Pemeriksaan : Test sediaan darah tepi Malaria dan test Widal
-

Hasil laboratorium test malaria = Ditemukan plasmodium vivax (+)


Test Widal (-)

Diagnosis

: Malaria Vivax

Terapi

IVFD RL 20 tetes/menit, drip Metoklopramid


Paracetamol 3x1
Antasida sirup 3x2 sendok
Loperamide 2-1-1
Obat Antimalaria Kombinasi

Follow Up

27 Juni 2015
Keadaan Pasien :
- Demam (+)
- Mual (+), Muntah (+)
- Mencret (+)
- Perut sakit (+)
- Kepala sakit (+)
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Terapi :
- IVFD RL 20 tetes/menit + Primperan drip
- Ranitidin inj/12 jam
- Paracetamol 3x1 tablet
- Loperamid 2-1-1
- Kotrimoksazol 2x1 tablet
- Scopamin inj/12 jam
- Antasida sirup (aff)
- Obat Antimalaria Kombinasi
28 Juni 2015
Keadaan Pasien :
- Demam (+)
- Mual (+), muntah bila makan
- Nyeri ulu hati (+)
- Mencret (-)
- Sakit kepala (+)
- Sakit perut (+)
- TD : 120/80 mmHg
Terapi :
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Paracetamol 3x1 tablet
- Ranitidin 2x1 tablet
- Antasida sirup 3x2 sendok
- Buscopan inj/12 jam (k/p)
- Obat Antimalaria Kombinasi
29 Juni 2015
Keadaan Pasien :
- Mual (-), muntah berkurang
- Demam (-)
- Sakit kepala, sakit perut (-)
- Nyeri ulu hati (+)
- TD : 110/80 mmHg
Pasien sudah boleh pulang
Obat berobat jalan :
- Ranitidin 2x1 tablet
- Antasida sirup 3x2 sendok
- Parasetamol 3x1 tablet

Anda mungkin juga menyukai