Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Belakang
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai
karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen
berlangsung lebih kurang 3 mingguyang juga disertai gejala-gejala perut
pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid(termasuk para-tifoid)
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B
dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya
lebihringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah, cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.
Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif,
penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga
dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever atau
Entericfever.
ETIOLOGI
Etiologi thypi adalah salmonella thypi, salmonella parathypi A,B,C ada dua
sumber penularan salmonella thypi yaitu pasien dengan thypoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam thypoid dan masih terus
mengekresi salmonella thypi dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. (Ngastiyah,
2005 ).
Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau
minuman yang terkena kuman yang dibawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari
penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang
dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut
Corwin (2000) antara lain:
1. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat
leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid,
kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Kenaikan Darah
a)
b)
c)
d)
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan
febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor,
yaitu :
Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
Laksinasi di masa lampau.
Pengobatan dengan obat anti mikroba.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa
atau Salmonella typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda
khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3
minggu di sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut, pembesaran
limpa dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah
tropis, dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di
Indonesia (Betz, 2002).
Berdasarkan artikel yang diakses dari www.who_pediatric.com di dunia
pada tanggal 27 September 2005 sampai dengan 11 Januari 2007 WHO
mencatat sekitar 42.564 orang menderi typhoid dan 214 orang
meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah
maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang
orang dewasa (Robert, 2007).
1. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus
halus yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap
kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal,
walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris
typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan
pengobatan.
c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak
menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap
saluran monolle typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga
pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada orang yang
pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka
menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap
antigen O yang bernilai 1/200 atau peningkatan 4 kali antara masa
akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat
terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara
spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling
spesifik. Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama
dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urin
positif (Wong, 2003).
6. Penatalaksanaan
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini
tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari
bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di
usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak
berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus
dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi
kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika
golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak
dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari. Jika hasilnya kurang
memuaskan dapat memberikan obat seperti :
a. Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg
berat badan/hari.
b. Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg
berat badan/hari.
c. Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg )
diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet/hari.
Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu
memperhatikan beberpa hal sebagai berikut :
a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari
tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin.
Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Apabila menggunakan air yang
harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya harus 1000C.
b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah
membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena
lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur
cukup dan teratur, olah raga secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah
makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang masih panas sehingga
menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan makanan/minuman di luar
rumah.
(Soedarto, 2007)
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
No.
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
1. Thermoregulation
2. Thermoregulation : neonatus Fever treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah. Nadi dan RR
5. Monitor penurunan tngkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, Hct
7. Monitor intake dan out put
8. Berikan antipiretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intra vena
13. Kompren pasien pada lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
nyeri
4. Kaji latarbelakang budaya pasien
5. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
6. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang telah
digunakan
7. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
8. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
9. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan
tindkaan pencegahan
10. Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya
11. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi, guided
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS,
hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresure)
12. Berikan analgetik sesuai anjuran
13. Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
14. Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien
15. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup
16. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
tepat
17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
tepat
18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya / anggota kleuarga saat
tindakan non farmakologi dilakukan, untuk pendekatan prefentif
20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
21. Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi faktor
presipitasi nyeri baik aktual dan potensial
22. Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan
monitoring dari rencana yang dibuat
23. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman
nyeri (rasa takut, kelelahan dan kurang pengetahuan)
24. Pertimbangan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga
dekat dan kontraindikasi ketika strategi penurunan nyeri telah dipilih
25. Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri (farmakologi, non
frmakologi dan interpersonal)
26. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
Analgetik administration :
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
tidak adekuat
1. Immune status
2. Knowledge : infection control
3. Risk control Kontrol Infeksi:
1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah
meninggalkan ruangan klien
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
9. Lakukan universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV dan insersi cateter
12. Tingkatkan asupan nutrisi
13. Anjurkan asupan cairan
14. Anjurkan istirahat
15. Berikan terapi antibiotik (kolaborasi)
16. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari
infeksi. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
Proteksi Terhadap Infeksi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Pertahankan tekhnik aseptik pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan tekhnik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada are epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan
drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat cukup
14. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi
15. Laporkan kecurigaan infeksi
16. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika,
Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius
FK-UI, Jakarta.
Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi, Prima Medika, Jakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Robert, 2007, Penyakit Penyakit Tropis, Artikel diakses dari
www.who_peditric.com
Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press,
Surabaya.
Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung
Seto, Jakarta.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Wong, D. L., 2003, Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC