Anda di halaman 1dari 18

Penelitian Jumlah Follow-up Pasien TBC Menurun pada Puskesmas K

Viona Natalia Sitohang


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat.
Telepon: (021) 56942061, Faxmile: (021) 5631731

Pendahuluan
Penyakit tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, sebab
penyakit tuberculosis ini merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur.Tuberkulosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, mycobacterium bovis
serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering

disebakan oleh Mycobacterium

tuberculosa.Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis.Tuberculosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian
penyakit tuberkulosis.Tuberculosis paru memerlukan waktu pengobatan yang lama dan tidak
boleh terputus, apabila pengobatannya terputus maka dapat menyebabkan resistensi dari obat
tersebut.1
Pendahuluan
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru.Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh

Mycobacterium

tuberculosis

dengan

gejala

yang

bervariasi,

akibat

kuman

mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.1
TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling
efektif , yang terdiri dari 5 komponen kunci :
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat , termasuk pengawasan langsung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
5. System pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
1

Case Finding
Diagnosis dari kasus TB adalah dengan menggunakan cara case finding yang pasif,
karena kita mendiagnosa pasien TB dari keluhan pasien tersebut yang datang berobat ke
dokter. Case finding dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium dari pasien saat datang ke dokter. Gejalanya berupa batuk terus menerus selama
2 hingga 3 minggu, dapat disertai sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam misalnya
lupus vulgaris, kelainan rontgen toraks, atau gangguan GIT. Efek sistemik yang timbul pula
meliputi demam subfebris selama 1 bulan atau lebih, keringat malam, anoreksia atau
penurunan berat badan.
Setelah mengetahui pasien menderita TBC, dapat dilakukan case finding aktif dengan
kunjungan rumah untuk dilihat apakah adanya penyebaran TBC dirumahnya atau tidak.
Selain itu case finding aktif juga dapat dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan dengan
masyarakat untuk menjelaskan tanda-tanda penyakit dan cara-cara pengobatannya
(penyuluhan). Kader kesehatan/ kader posyandu diharapkan dapat membantu menemukan
masyarakat yang terkena TBC.1
Gejala Klinis2
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan terbanyak adalah:
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembut sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini,
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.
Batuk/batuk berdarah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang yang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
2

kemudian setelah timbul peradangan baru menjadi produktif (batuk dengan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tunbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam hari, dan lain sebagainya. Gejala ini makin lama akan makin berat dan dapat hilang
timbul secara tidak teratur.
Epidemiologi2

Pemeriksaan Laboratorium2
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan
laboratorium. Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibandingkan dengan pemeriksaan sputum.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah.Pada awal penyakit saat lesih masih merupakan
sarang- sarang pneumonia, gambar radiologis berupa bercak- bercak seperti awan dan dengan
batas- batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas yang tegas.Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma.Gambaran
tuberkulosis milier terlihat berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata pada
seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru
adalah penebalan pleura, masa cairan di bagian bawah paru, bayangan hitam radiolusen di
pinggir paru.
Lalu pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa darah dan sputum.Pemeriksaan
darah kurang dapat perhatian karena hasilnya kadang- kadang meragukan, hasilnya tidak
sensirif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai akan didapatkan jumlah
3

lekosit yang sedikit meninggi dengan hitng jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai sembuh.Jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.Lanju endap darah mulai turun ke
arah normal lagi.Lalu ada pemeriksaan sputum.Pemeriksaan sputum adalah penting karena
dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.Di samping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memebrikan ecaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.Pemeriksaan ini mudah dan murah.Pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter
dan diajarkan melakukan refleks batuk. Untuk perwarnaan sediaan dianjurakan mengunakan
cara Kinyoun Gabbet. Pada pemeriksaan dengan biaakan setelah 4-6 minggu penanaman
sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak.Medium biakannya
menggunakan Lowenstein Jensen.
Lalu dapat dilakukan tes tuberkulin yang masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak- anak. Biasanya dipakai tes Mantoux
yakini dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan.
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.Dasar
tes tuberkuin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik
yang irulen ataupun tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan
dibentuknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan
antibodi humoral yang dalam perannya akan menekan antibodi selular. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.
Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil
indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal- hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux dibagi
dalam: 1) Indurasi 0-5 mm mantoux negatif. 2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan. 3)
indurasi 10-15 mm: mantoux positif. 4) indurasi> 15 mm: Mantoux positif kuat. Biasanya
hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif (99,8%).
Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi
dengan Mycobacterium lain.1

Strategi DOTS3
4

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan


TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi
kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat
dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse Chemotherapy)terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis berkesinambungan dari pemegang kebijakan
Dengan keterlibatan pemimpin wilayah, TB dapat menjadi salah satu prioritas utama
dalam program kesehatandan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan strategi DOTS.
2. Pemeriksaan sputum
Untuk mendiagnosis penyakit TB diperlukan mikroskop untuk pemeriksaan dahak
langsung pada penderita tersangka TB.
3. Pengobatan jangka pendek dengan PMO (Pengawas Minum Obat) langsung
Melalui PMO, pederita akan diawasi dalam meminum seluruh obatnya. Ini adalah
untuk memastikan bahwa penderita meminum obatnya dengan betul dan diharapkan
untuk sembuh pada waktu akhir pengobatannya. PMO haruslah orang yang dikenal
dan dipercayaioleh penderita maupun oleh petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh
masyarakat maupun tokoh agama.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang cukup dan bermutu.
Panduan penggunaan OAT jangka pendek yang bener, termasuk dosis dan jangka
waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan
penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu
terjamin.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB.
Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan boleh dipantau
kemajuan pengobatan penderita, pemeriksa follow up, sehingga akhirnya penderita
dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya. Strategi DOTS di atas telah
dikembangkan oleh kemitraan global dalam penanggulangan TB (stop TB
partnership) dengan memperluas strategi DOTS sebagai berikut:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2.

Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

3.

Berkontribusi dalam penguatan siten kesehatan

4.

Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta


5

5.

Memberdayakan pasien dan masyarakat

6.

Melaksanakan dan mengembangkan riset.

Ada sejumlah faktor interaksi yang mempengaruhi keputusan penderita untuk


berhenti minum obat. Kepatuhan terhadap pengobatan tuberkulosis begitu kompleks,
fenomenanya dinamis dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lain,
sehingga berdampak pada keputusan pemilihan perilaku. Pendidikan hanya sedikit
hubungannya dengan motivasi pasien untuk mengikuti pengobatan. Ketidakpatuhan dapat
diamati pada setiap pasien tanpa memandang status intelektualitas, sosial atau ekonominya.
Kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB dapat diakibatkan oleh banyak faktor,
seperti obat, penyakit, dan penderitanya sendiri. Faktor obat terdiri dari panduan obat yang
tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu
pengobatan yang kurang dari semestinya, dan terjadinya resistensi obat. Faktor penyakit
biasanya disebabkan oleh lesi yang terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya
gangguan imunologis. Faktor terakhir adalah masalah penderita sendiri, seperti kurangnya
pengetahuan mengenai TB, kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sudah sembuh.
Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
6

o Penderita gagal terapi.


o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Follow Up (Tindak Lanjut)3


Setelah pasien selesai melaksanakan terapi selanjutnya akan tetap dilakukan pemantauan.
Pemantauan yang biasa dilakukan akan dilihat dari hasil pemeriksaan ulang dahak
mikroskopis
Pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori-1:

Akhir tahap intensif:


o Negatif: Tahap lanjutan dimulai.
o Positif: Dilanjutkan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Jika sesudah sisipan
tetap positif, tahap lanjutan tetap diberikan.

Sebulan sebelum akhir pengobatan:


o Negatif: OAT dilanjutkan.
o Positif: gagal, ganti dengan OAT kategori-2 mulai dari awal.

Akhir pengobatan (AP):


o Negatif dan minimal satu pemeriksaan sebelumnya negatif: sembuh
o Positif: gagal, ganti dengan OAT kategori-2 mulai dari awal

Pasien baru BTA negatif dan foto toraks mendukung TB dengan pengobatan kategori-1:

Akhir intensif:

o Negatif: Teruskan pengobatan dengan tahap lanjutan sampat selesai, kemudian


pasien dinyatakan pengobatan lengkap.
o Positif: Ganti dengan kategori-2 mulai dari awal.
Pasien BTA positif dengan pengobatan kategori-2:

Akhir intensif:
o Negatif: Teruskan pengobatan dengan tahap lanjutan.
o Positif: Beri sisipan selama 1 bulan, jika setelah sisipan masih tetap positif,
teruskan pengobatan tahap lanjutan. Jika ada fasilitas, rujuk untuk uji
kepekaan obat.

Sebulan sebelum akhir pengobatan:


o Negatif: Lanjutkan pengobatan hingga selesai.
o Positif: Pengobatan gagal, disebut Kasus kronik, bila mungkin lakukan uji
kepekaan obat, bila tidak, rujuk ke unit pelayanan spesialistik.

Akhir pengobatan (AP):


o Negatif: Sembuh
o Positif: pengobatan gagal, disebut kasus kronik, jika mungkin, lakukan uji
kepekaan obat, jika tidak, rujuk ke unit pelayanan spesialistik

Program Pengembangan penelitian


Populasi4
Istilah populasi dalam bahsa sehari-hari dihubungkan dengan penduduk atau jumlah
penduduk di suatu tempat atau negara. Dalam penelitian, istilah populasi memiliki
pengertian/karakter tersendiri.

Populasi penelitian dapat dibagi menjadi dua, yakni : (1) populasi target (target population)
atau domain (ranah), dan (2) populasi terjangkau (accessible population) atau sering pula
disebut populasi sumber (source population).
A. Populasi target
Populasi yang merupakan sasaran akhir penerapan hasil penelitian disebut sebagai populasi
target (target population), sementara ahli menyebut ranah atau domain. Populasi target
bersifat umum, yang pada penelitian klinis biasanya ditandai dengan karakteristik demografis
(misalnya kelompok usia, jenis kelamin) dan karakteristik klinis (misalnya sehat,
osteoporosis, pneumonia)
B. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau (accesible population) disebut pula populasi sumber (source
population) adalah bagian populasi target yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan
kata lain populasi terjangkau adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat
dan waktu. Dari populasi terjangkau ini dipilih sample, yang terdiri atas subyek yang
akan langsung diteliti.
Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga
dianggap dapat mewakili populasinya.
A. Subyek terpilih atau sampel yang dikehendaki
Subyek terpilh (eligible subjects ) atau sampel yang dikehendaki (intended sample)
merupakan bagian dari populasi terjangkau yang direncanakan untuk diteliti langsung.
Mereka adalah subyek yang memenuhi kriteria pemilihan, yakni kriteria inklusi dan eksklusi,
dan terpilih sebagai subyek yang akan diteliti.
B. Subyek yang benar diteliti
Subyek yang benar diteliti adalah subyek yang benar mengikuti penelitian sampe selesai.
Kelompok ini merupakan bagian dari subyek terpilih dikurangi dengan drop out, loss to
follow-up dan lain-lain. Hasil penelitian merupakan hasil pengukuran pada kelompok ini.
Cara pemilihan sampel

Untuk memperoleh sampel yg representatif (mewakili populasi) terdapat banyak cara, dengan
kelebihan dan kekurangannya. Hal ini patut diperhatikan oleh peneliti, karena bila pemilihan
subyek tidak dilakukan dengan baik (sehingga sampel tidak mewakili populasi), maka apa
pun hasilnya tidak akan dapat digeneralisasi ke populasi.
Cara pemilihan sampel tersebut dapat digolongkan menjadi 2, yaitu pemilihan berdasarkan
peluang (probability sampling) dan pemilihan tidak berdasarkan peluang (non-probability
sampling).
A. Probability sampling
Pada prinsipnya probability sampling adalah bahwa tiap subyek dalam populasi (terjangkau)
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel
penelitian. Terdapat banyak sekali jenis probability sampling, antara lain terbanyak
digunakan dalam penelitian klinis dan kesehatan masyarakat adalah :
a. Simple random sampling
Pada simple random samping kita hitung terlebih dahulu jumlah subyek populasi
(terjangkau) yang akan dipilih subyeknya sebagai sampel penelitian. Setiap subyek
diberi bernomor, dan dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan tabel angka
random. Pemilihan subyek secara acak saat ini dipermudah dengan tersediannya
program komputer. Banyak program komputer yang menyediakan pemilihan subyek
secara random (random sampling atau random selection). Biasanya komputer
meminta input berupa jumlah subyek penelitian yang tersedia, berapa banyak yang
akan dipilih menjadi sampel, sera nomor urut pasien dari yang terkecil sampai
terbesar untuk dipilih. Dengan perintah khusus, maka komputer akan menunjukan 40
nomor urut pasien yang harus dipilih. Bila input yang sama diulang, maka komputer
akan memberi 40 nomor pasien yang sama sekali berbeda dengan hasil sebelumnya.
Dengan demikian peneliti tidak memprediksi nomor berapa saja yang akan terpilih
bila prosedur pemilihan subyek diulang.
b. Systematic sampling
Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari seluruh subyek yang dapat dipilih,
setiap subyek nomor kesekian dipilih sebagai sampel. Bila ingin di ambil 1/n dari
populasi, maka tiap pasien ke-n dipilih sebagai sampel. Jadi, seperti pada random
sampling, setiap subyek yang memenuhi kriteria untuk dipilih berbeda
c. Stratified random sampilng

10

Dalam penelitian tidak jarang ditemukan keadaan tertentu, sehingga setiap kelompok
memberi nilai yang jelas berbeda (strata). Bila sampling dilakukan terhadap semua
subyek sebagai satu kesatuan, akan diperoleh sampel dengan variasi yang sangat besar
terutama bila jumlah subyek tidak banyak dan simpulan hasil penelitian menjadi bias
penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut dapat maka dilakukan stratifikasi dan
pemilihan subyek berdasarkan atas strata, kemudian hasilnya dapat digabungkan
menjadi satu sampel yang terbebas dari variasi untuk setiap strata. Variabel yang
sering digunakan untuk stratifikasi adalah jenis kelamin, umur, ras, kondisi sosialekonomi, status gizi, tempat penelitian, dan lain-lain.
d. Cluster sampling
Sampel dipilih secara acak pada kelompok individu dalam popolasi yang terjadi
secara alamiah. Misalnya wilayah suatu daerah. Cara ini sangat efisien bila populasi
tersebar luas sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh populasi tersebut. Pada
kondisi ini maka pemilihan dengan sampel random sampling sangat sulit atau bahkan
tidak mungkin dilakukan
C. Non- probability sampling
Merupakan cara pemilihan sampel yang lebih praktis dan mudah dilakukan daripada
probability sampling kerenanya lebih sering digunakan pada penelitian klinis. Namun
perlu diingat, karena semua prosedur statistika berdasarkan pada asumsi umum bahwa
sampel di ambil secara probability sampling (khususnya random sampling), maka
kesalahan sampel non-probability terletak pada beberapa benar karakteristik sampel
yang dipilih dengan cara lain akan menyerupai karakteristik sampel bila pemilihan
dilakukan dengan cara probability sampling. Terdapat 3 jenis non-probability
sampling :
a. Consecutive sampling
Pada consecutive sampling, semua subyek yang datang secara berurutan dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam penelitian sampai jumlah subyek
yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling yang paling baik, dan sering kali merupakan car termudah.
Faktanya sebagian besar penelitian klinis (termasuk uji klinis) pemilihan
subyeknya dilakukan dengan teknik ini.
Agar hasil pemilihan subyek dengan consecutive sampling dapat menyerupai hasil
dengan probability sampling, maka jangka waktu pemilihan pasien atau subyek
penelitian harus tidak terlalu pendek,terutama untuk penyakit yang dipengaruhi
oleh musim.
11

b. Convenient sampling
Ini merupakan cara termudah untuk menarik sampel, namun juga sekaligus
merupakan cara paling lemah. Pada cara ini sampel diambil tanpa sistematika
tertentu, sehingga jarang dapat dianggap dapat mewakili populasi terjangkau,
apalagi populasi target penelitian.
c. Judgmental sampling atau purposive sampling
Disini peneliti memiliki responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan
praktis, bahwa responden tersebut dapat memberi informasi yang memadai untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Cara ini mempunyai kelemahan yang lebih
kurang sama dengan cara convenient sampling.
Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan
dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian Deskriptif ini juga sering
disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan
manipulasi variabel penelitian. Dengan penelitian metode deskriptif, memungkinkan peneliti
untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi,
dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Di samping itu, penelitian
deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan
penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka
melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.
Pada umumnya tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara
sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Dalam
perkembangannya, akhir-akhir ini metode penelitian deskriptif banyak digunakan oleh
peneliti karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar
laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat
berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan
maupuntingkah laku manusia.
2. Statistik Analitik
Nama lain dari statistik analitik adalah statistik inferensial. Statistik analitik dibedakan
menjadi statistik parametrik dan non-parametrik. Statistik parametric mensyaratkan
terpenuhinya banyak asumsi, yaitu asumsi tentang kenormalan data, homogenitas data, dan
datanya berupa interval dan rasio. Sedangkan statistik non-parametrik tidak memerlukan
terpenuhinya syarat tersebut.

Desain penelitian

12

Design penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga
dapan menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian
dengan sahih, objektif, akurat, serta hemat. Dalam pengertian yang sempit design penelitian
mengacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.
Terdapat beberapa hal penting yang perlu dikaji sebelum jenis desain ditentukan. Pertama,
sejak awal peneliti harus menentukan apakah akan melakukan intervensi, yaitu studi
intervensional (eksperimental), atau hanya melaksanakan studi observasional. Kedua, apabila
dipilih penelitian observasional, harus ditentukan apakah akan dilakukan pengamatan
sewaktu (yaitu studi cross-sectional)atau dilakukanfollow up dalam kurun waktu tertentu
(studi longitudinal). Hal ketiga adalah apakah akan dilakukan studi retrospektif, yaitu
mengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsung atau studi prospektif yaitu dengan mengikuti
subyek untuk meneliti peristiwa yang belum terjadi. Selain itu, satu jenis penelitian dapat
menunjang hasil penelitian.
Hasil suatu penelitian observasional untuk mencari data awal suatu penyakit, yang sering
disebut sebagai studi desktiptif, misalnya mengenai gambaran klinis dan laboratorium suatu
penyakit, dapat digunakan untuk menyusun studi analitik mengenai hubungan sebab-akibat
beberapa variabel, misalnya faktor yang meningkatkan terjadinya penyakit. Pada tahapan
berikutnyamungkin dapat dilakukan studi intervesional, berupa inervensi medis, prosedur,
ataupun penyuluhan kesehatan, untuk menilai peran intervensi dalam menurunkan morbiditas
dan mortalitas penyakit tersebut.
Klasifikasi jenis penelitian
a. Berdasarkan pada ruang lingkup penelitian
Penelitian klinis
Penelitian lapangan
Penelitian laboratorium
b. Berdasarkan pada waktu
Penelitian transversal (cross-sectional): prospektif atau retrospektif
Penelitian longitudinal : prospektif atau retrospektif
c. Berdasarkan substansi
Penelitian desktiptif
Penelitian analitik
d. Desain khusus
Uji diagnostik
Analisis kesintasan (survival analysis)
Meta-analisis
13

Kalsifikasi yang sangat sering dikemukakan adalalah penelitian deskriptif dan penelitian
analitik. Pada penelitian deskriptif peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena
yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikan apa adanya, tidak dilakukan analisa mengapa
fenomena terjadi. Pada studi deskriptif tidak diperlukan hipotesis sehingga tidak dilakukan uji
hipotesis (uji statistika) seperti uji x2 atau t-test maupun penghitungan resiko relatif, resiko
odds dan sejenisnya.
Pada penelitian analitik peneliti berupaya mencari hubunganantara variabel yang satu dengan
variabel lainnya. Pada peneliti ini dilakukan analisis terhadap data, karena itu pada penelitian
analitik selalu diperlukan hipotesis yang harus diformulasikan sebelum penelitian dimulai,
untuk divalidasi dengan data empiris yang dikumpulkan. Hubungan antar variabel dapat
dilakukan dengan pelbagai uji hipotesis (sering disebut kurang tepat sebagai uji statistika atau
uji kemaknaan) sesuai dengan data, dan atau pelbagai jenis analisis lainnya yang disebut
diatas.
Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (1) studi crosssectional, (2)studi kasus kontrol, (3) studi kohort.
Penelitian cross sectional
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu
saat tertentu. Kata satu saat nukan berati semua subyek diamati tepat pada satu saat
yang sama, tetapi artinya tiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran
variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Desain cross-sectional
sering digunakan baik dalam studi klinis dan lapangan; desain cross sectional sering
digunakan baik dalampenelitian deskriptif maupun analitik.

Studi kasus kontrol


Pada studi kasus kontrol observasi atau pengukuran variabel bebas dan variabel
tergantung tidak dilakukan pada saat yang sama. Peneliti melakukan pengukuran
variabel tergantung, yakni efek, sedangkan variabel bebasnya dicari secara
restrospektif karena itu sering juga disebut sebagai studi longitudinal, artinya subyek
hanya diobservasi pada satu saat tetapi diikuti selama periode yang ditentukan. Pada
studi kasus kontrol dilakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena penyakit
(efek), kemudian ditelusuri secara retrospektif ada atau tidaknya fakor resiko yang
14

diduga berperan. Untuk kontrol harus dipilih subjek dengan karakteristik yang sama
dengan kasus, bedanya kelompok kontrol ini tidak menderita penyakit atau kelainan
yang diteliti. Pemilihan subyek kontrol ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni
dengan cara serasi (matcing) atau tanpa matching.
Seperti pada studi cross sectional, hasil pengukuran pada studi kasus kontrol disususn
dalam tabel 2x2. Hubungan sebab akibat antara faktor resiko dan efek diperoleh
secara langsung, yakni dengan menghitung resiko relatif yang dalam studi kasus
kontrol dinyatakan sebagai rasio odds (odds ratio ). Odds adalah perbandingan antara
peluang untuk tidak terjadinya efek bila peluang terjadi efek dinyata dengan P, maka
odds adalah P/(1-P).
Ratio odds menunjukan berapa besar peran faktor resiko yang diteliti terhadap
terjadinya penyakit (efek), jadi serupa dengan resiko relatif pada studi kohort. Nilai
ratio odds=1menunjukan bahwa faktor yg diteliti bukan merupakan resiko untuk
terjadinya efek. Ratio yang menunjukan >1 menunjukan bahwa faktor resiko tersebut
merupakan faktor protektif untuk terjadinya efek. Nilai ratio odds ini harus disertai
interval kepercayaannya.
Studi kohort
Pada penelitian kohort yang diidentifikasi lebih dahulu adalah kausa atau
faktor resikonya, kemudian sekelompok subyek (yang disebut kohort) diikuti secara
prospektif selama periode tertentu untuk menentukan terjadi atau tidaknya efek. Pada
penelitian kohort murni , yang diamati adalah subyek yang belum mengalami pajanan
faktor resiko yang dipelajari serta belum mengalami efek.
Sebagian subyek tersebut secara alamiah akan mengalami pajanan terhadap
faktor rsiko tertentu, sebagian lainnya tidak. Subyek yang terpajan faktor resiko
menjadi kelompok yang diteliti, sedang subyek yang tidak terpajan menjhadi
kelompok kontrol. Dalam keadaan ini, oleh karena kedua kelompok berangkat dari
populasi yang sama, maka biasanya keduanya sebanding (comparable) kecuali dalam
hal adanya pajanan terhadap faktor resiko.
Hasil pengamatan studi kohort juga disusun dalam tabel 2 x 2 dan dapat
ditentukan insidens terjadinya efek pada kelompok terpajan dan kelompok kontrol.
Selanjutnya dapat dihitung risiko relatif atau risiko insidens yakni perbandingan
antara insidens efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan insidens efek pada
kelompok tanpa faktor risiko. Risiko relatif menunjukkan besarnya peran faktor risiko
terhadap terjadinya penyakit; bila rsiko relatif = 1 maka faktor yang diteliti bukanlah
15

merupakan faktor risiko, nilai yang lebih daripada 1 menunjukkan bahwa faktor
tersebut merupakan risiko, sedangkan nilai yang kurang daripada 1 menunjukkan
bahwa faktor yang diteliti tersebut bersifat protektif.
Studi kohort prospektif juga dikenal studi kohort retrospektif. Pada desain ini
peneliti mengidentifikasi faktor risiko dan efek pada kohort yang terjadi di masa lalu
(penelitian disebut retrospektif bila pada saaat penelitian dilakukan outcome yang
diteliti sudah terjadi). Analisis yang digunakan sama dengan pada studi kohort
prospektif. Kesahihan hasil studi ini bergantung pada kualitas data pada rekam medis
atau sumber data lain. Salah satu kelemahan studi kohort retrospektif ini adalah
terdapatnya kemungkinan bahwa pelbagai pengukuran yang dilakukan pada masa
lampau tidak memenuhi standart.
Laporan Penelitian5
Laporan suatu kegiatan penelitian memuat berbagai aspek yang dapat memberi
gambaran kepada orang lain atau pembaca tetang seluruh kegiatan, langkah, metode, teknik
maupun hasil dari penelitian tersebut. Laporan penelitian sebagai salah satu bentuk laporan
ilmiah mempersoalkan :
a) Masalah apa yang diteliti dan cara mempersoalkan masalah tersebut.
b) Kepada siapa hasil penelitian tersebut berlaku, aau seberapa jauh hasil
penelitian tersebut berlaku ( mewakili populasi)
c) Pendekatan teknis apa yang dipakai
d) Hasil penelitian
e) Kesimpulan penelitian.
Bentuk atau format laporan penelitian
1. Bagian pendahuluan, yang terdiri dari :
a) Halaman judul
b) Kata pengantar
c) Daftar isi
d) Daftar tabel
e) Daftar gambar, grafik, diagram (ilustrasi)
2. Bagian Inti/isi laporan, terdiri dari
a) Pendahuluan, berisi tentang :
Latar belakang masalah
Pernyataan masalah
Tujuan penelitian
Perumusan hipotesis
Definisi variabel variabel
b) Bahan dan cara (metode penelitian ), terdiri dari :
16

Deskripsi bahan (daerah ) penelitian


Metode penelitian yang terdiri dari
Desain (jenis) penelitian
Ppulasi dan sampel penelitian
Cara pengumpulan data
Alat pengumpulan data
Rencana analisis data
c) Hasil penelitian , terdiri dari
Penyajian data
Uji statistic
Analisis dan interpretasi hasil penelitian atau pembahasan hasil
penelitian
d) Kesimpulan dan rekomendasi (saran) terdiri dari :
Rekomendasi untuk peningkatan program
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya
3. Bagian penutup, terdiri dari :
a) Daftar kepustakaan
b) Lampiran-lampiran bila ada
c) Indeks atau daftar istilah bila ada.
Kesimpulan
Pengobatan TB membutuhkan waktu panjang (sampai 6 - 8 bulan) untuk mencapai
penyembuhan dan dengan paduan (kombinasi) beberapa macam obat, sehingga tidak jarang
pasien berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai yang berakibat pada kegagalan
dalam pengobatan TB. WHO menerapkan strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short
course) dalam manajemen penderita TB untuk menjamin pasien menelan obat. Kepatuhan
terhadap pengobatan tuberkulosis begitu kompleks.
Kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB dapat diakibatkan oleh banyak faktor,
seperti obat, penyakit, dan penderitanya sendiri. Faktor obat terdiri dari panduan obat yang
tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu
pengobatan yang kurang dari semestinya, dan terjadinya resistensi obat. Faktor penyakit
biasanya disebabkan oleh lesi yang terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya
gangguan imunologis. Faktor terakhir adalah masalah penderita sendiri, seperti kurangnya
pengetahuan mengenai TB, kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sudah sembuh.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi 5. Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2009 (h)2230-9.
17

2. Imbalo P. Tuberkulosis paru. In: Jaminan mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2006 (h)438-50.
3. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2007 (h)6-18.
4. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2008. h.7989, 93-115, 185-91
5. Lapau B. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia;
2013.h.36

18

Anda mungkin juga menyukai