(USG)
adalah
sebuah
teknik
pencitraan
diagnostik
Fisura longitudinal
memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah. Selanjutnya hati dibagi
menjadi dalam empat belahan (kanan, kiri, kaudata dan kuadrata). Setiap belahan
atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segibanyak) dan
terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat
bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan, yaitu yang
datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta.
Peritoneum Hati
Hati seluruhnya diliputi kapsula fibrosa namun ada sebagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum viscerale, yaitu pada suatu daerah pada facies posterior
yang melekat langsung pada diafragma, disebut nuda hepatic (NA), syn bare
area. Peritoneum viscerale berasal dari mesohepaticum ventrale yang juga ikut
membentuk omentum minus dan ligamentum falciforme hepattis. Omentum minus
terbentang dari porta hepatic ke curvature minor ventriculi dan awal pars superior
duodeni. Ujung kanan omentum minus membungkus bersama vena porta hepatic,
arteria hepatica (propria) dan duktus choledochus. Ligamentum falciforme
hepatic terdiri dari dua lapisan peritoneum dari umbilicus menghubungkan hepar
dengan diafragma dan dinding depan abdomen.
Ligamentum ini mempunyai pinggir bebas yang mengandung ligamentum
teres hepatis (NA, syn. Round ligament of liver) yang merupakan sisa vena
umbilicalis yang telah menutup, dan meliputi beberapa vena kecil, vena
paraumbilicales yang mempunyai hubungan dengan system vena porta hepatis.
Ligamentum falciforme hepatis dan facies anterior hepar meneruskan diri ke arah
atas ke facies superior dan permukaan visceralis membentuk ligamentum
coronarium hepatic (NA). ligamentum coronarium sisi kiri ke ujung kiri
membentuk ligamentum triangulare sinistrum yang ujungnya berhubungan dengan
diafragma sebagai fibrosa hepatic (NA, syn-fibrous appendix of the liver).
Di sebelah kanan lapisan depan dan belakang ligamentum coronarium
memisahkan diri meninggalkan daerah yang kosong peritoneum (area noda
hepatic/bare area) untuk selanjutnya ke ujung kanan membentuk ligamentum
triangulare dextrum. (Suddarth, brunner, dkk. 2002 & Putz,R dan R. Pabst.2006)
Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu ;
1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)
C. SIROSIS HEPATIS
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel
hati yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Penyakit ini biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Secara fungsional sirosis diklasifikasi menjadi atas:
1. Sirosis hepar kompensata (Laten sirosis hepar)
Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat screening.
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
e. Hemakromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan
kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.
Sedangkan, untuk etiologi sirosis hepatis yang tidak diketahui penyebabnya
dinamakan sirosis kriptogenik. Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan
tandatanda hepatitis atau alkoholisme, Sedangkan dalam makanannya cukup
mengandung protein. Berdasarkan etiologi-etiologi tersebut, sirosis hepatis
digolongkan menjadi tiga tipe, yakni:
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
a. PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis
atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif.
10
Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel
stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada
hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami
kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya
kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan
pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan
pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan
menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak
gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi
portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal.
Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
sehinga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin
sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit terutama natrium . Dengan peningkatan aldosteron maka
11
terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan
lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai
dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.
D. GAMBARAN USG SIROSIS HEPAR
Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan waktu melakukan USG hati adalah:
1. Permukaan hati : Parameter ini menurut penelitian paling besar artinya.
Permukaan hati dapat bersifat :
a. Rata (smooth)
b. Tidak rata lagi (fine irrigular)
c. Nodular
2. Tepi dari hati (liver edge) :
a. Tajam rata (sharp smooth)
b. Tajam tidak rata ( sharp irrigular)
c. Tumpul rata ( blunt smooth)
d. Tumpul tidak rata ( blunt irrigular)
3. Ukuran hati : Normal, membesar atau mengkerut.
4. Echolevel :
a. Hypoechoic ( echo rendah ) atau sering disebut dark liver
b. Isoecho (echo normal)
c. Slight hyperechoic(echo agak meningkat)
d. Hyperechoic (echo tinggi) sering juga disebut bright liver
5. Echopatrn :
a. Normal
b. Kasar
12
Berkelok-kelok ?
13
14
15
Gambar dari pasien yang sama menunjukkan nodularity dari permukaan hati,
echotexture hati kasar dan ascites volume kecil (Gambar 2a)
16
Gambar courtesy of Dr Ravi Kadasne, MD, radiolog: Pasien ini menunjukkan echotexture
kasar hati di scan ultrasound. Gambar USG juga menunjukkan bukti ascites yang membantu
menonjolkan permukaan nodular hati. Vena portal juga tampaknya melebar.
17
Gambar 7: Sirosis: hati permukaan nodular dan nodul hati. Itu nodularity permukaan ditampilkan jelas,
difasilitasi oleh kehadiran ascites. Gambar ini diperoleh dengan perut melengkung linear transduser
beroperasi pada 6 MHz. The resolusi tinggi membujur citra permukaan hati menunjukkan bukti yang
tidak teratur permukaan. Ini adalah umum ditemukan pada sirosis hati. Juga perhatikan normal kasar
tekstur, nodular hati.
Gambar 8: Tiga-dimensi sonogram dari permukaan hati. Itu perubahan nodular yang disebabkan oleh
sirosis jelas ditampilkan dalam 3D ini sonografi gambar. Permukaan hati ditunjukkan dengan baik
karena perbedaan tinggi antara akustik ascites dan permukaan hati. Bila ascites tidak hadir visualisasi,
3D dari permukaan hati sulit.
18
Gambar 9: Kotrek arteri hepar: sirosis. Pembesaran dan berbelit-belit arteri hati dapat ditampilkan pada
warna Doppler pencitraan pada sirosis. Hal ini terjadi karena hasil Portal aliran menurun peningkatan
aliran arteri. Susut jaringan hati yang foreshortens arteri, sehingga penampilan pembuka tutup botol.
Gambar 10: Menyempit vena hepatik pada sirosis. The morfologi distorsi yang disebabkan oleh sirosis
sering menyebabkan kompresi hepar pembuluh darah, yang mengakibatkan hilangnya gelombang
multifase normal. Bentuk gelombang yang menghasilkan rata mirip dalam penampilan dengan yang
terlihat dalam vena portal.
19
Gambar 11: Recanalized vena paraumbilical. Ini warna Doppler Gambar menunjukkan vena
paraumbilical membesar (panah). Ini jaminan atas portal diagnostik untuk hipertensi portal yang parah.
Di kasus ini, vena paraumbilical berkomunikasi dengan internal mammae vena (panah), yang akan
mengalir ke vena subklavia.
20
Gambar 11. Karsinoma renal yang sudah bermetastasis vena cava inferior
Refrence
Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed.
Philadephia.Lippincott-Raven Publishers
21
http://www.budilukmanto.org/index.php/sirosis-hepatis/41-sirosis-hepatis/89-
sirosis-hepatis
Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. (1981). Tinjauan Penyakit Hati di
Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP.
Suddarth, brunner, dkk. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doenges, Merilynn E, Dkk. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
http://asuhankeperawatan.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-sirosishepatis.html (diakses 31 Maret 2011)
Putz,R dan R. Pabst.2006. Atlas Anatomi Manusia Sabotta Jilid 1 dan 2 edisi ke 22
jakarta : EGC
Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2.
Jakarta: balai penerbit FKUI
Hisham Tchelepi, MD, Philip W. Ralls, MD,Randall Radin, MD, Edward Grant, MD.
2002. Review Article. Sonografy Of difuse Liver Disease. Di akses tanggal 25-102012,http://www.jultrasoundmed.org/content/21/9/1023.Review Article. Sonografy
Of difuse Liver Disease