Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PEMFIGUS VULGARIS

ASUHAN KEPERAWATAN
PEMFIGUS VULGARIS
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1.
Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh.
Pemfigus menggambarkan sekelompok penyakir bulosa kronis yang awalnya diseskripsian oleh
Wichman tahun 1791. Pemfigus Vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan membran
mukosa (misalnya : mulut, vagina). (Arif Mutakin, 2011, hal:104).
2.
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap
komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig G, baik terikat mupun beredar dalam
sirkulasi darah ( Djuanda 2001, hal :186)
3.
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara
berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat
diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita.
(Laksman, 1999, hal:261).
A. ETIOLOGI
1.
Genetik
2.
Penyakit autoimun
3.
Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4.
Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.
(Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
B. PATOFISIOLOGI
Bukti yang ada menunjukan bahwa pemfigus merupakan penyakit autoiun yang melibatkan IgG,
suatu immunoglobin. Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan langsung kepada antigen
permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk akibat reaksi antigenantibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk untuk memprediksikan intenstas
penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan peranan dalam perkembangan penyakit.
Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-lak dan wanita usia pertengahan, serta akhir usia dewasa.
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut
menyebar luas. Sebelum ditemukan kortikosteroid dan terapi immunosupresif, pasien sangat
rentan terhadap infeksi bakteri sekunde. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karena bula
mengalami perembesan cairan, pecah, dan meninggalkan daerah-daerah terkelupas yang terbuka
terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan, serta protein
ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminema lazim dijumpai kalau proses penyakitnya
mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa luas. Adanya kerusakan jaringan
kulit pada pemfigus vulgaris memberikan manifestasi pada berbagai masalah keperawatan. (Arif
Mutakin, 2011, hal:105).

MANIFESTASI KLINIK
1.
Pemfigus Vulgaris
a.
Kulit berlepuh, 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas,
erosi
b.
Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c.
Tanda nikolsky ada
d.
Kelamin, mukosa mulut 60%
e.
Biasanya usia 30-60 tahun
f.
Bau specifik
2.
Pemfigus eritematosus
a.
Biasanya pada usia 60-70 tahun
b.
Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa bercak, eritematosa
batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta sifatnya kronis residif
c.
Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa, krusta dan
skuama krusta basah, bau khas
d.
Tanda nikolsky ada
e.
Mukosa mulut terkena
3.
Pemfigus bullosa
a.
Biasanya usia 50-70 tahun
b.
Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak normal atau
eritema
c.
Diameter bula bervariasi
d.
Lesi mulut / genitalis ( 20 40 %)
e.
Tidak ada tanda nikolsky
4.
Pemfigus vegetans
a.
pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b.
lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan

c.
lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh tubuh berupa
bula kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis, hiperpigmentasi
d.
tanda nikolsky ada.
(Mansjoer,1999)
C. KOMPLIKASI
1.
Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau lokal pada kulit. Mungkin terjadi karena
penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat
penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2.
Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3.
Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4.
Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma
meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5.
Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium
klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan
harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas. (Price, 2002).
D. PENATALAKSANAAN
1.
Pemfigus vulgaris
a.
Umum
1)
Perbaiki keadaan umum
2)
Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b.
Sistemik
1)
Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
2)
Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis
pemeliharaan
3)
Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk
sparing efek.
4)
Antibiotika bila ada infeksi sekunder
5)
KCL 3x500 mg/ hari
6)
Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c.
Topikal
1)
Eksudatif
: kompres
2)
Darah erosif : - Silver sulfadiazine
- Krim antibiotik bila ada infeksi
3)
Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif
2.
Pemfigus eritematosus

a.
1)
2)
b.
1)
2)
3)
4)
c.
1)
2)
3)
3.
a.
1)
2)
3)

Umum
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input atau output cairan dan elektrolit
Diet lunak, TKTP, rendah garam
Sistemik
Kortikosteroid : prednison 60-100 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit)
Kombinasi kortikosteroid dan azatioprin (1-2 mg/kg BB)
Antibiotik : bila terdapat infeksi sekunder
Anabolene 1x1 tb/ hari
Topikal
Untuk lesi basah : kompres
Untuk lesi erosif : mupirocin
Untuk lesi berskuama : kompres hidrokortison 2,5 %, lanalcin 10 %, vaselin albumin 100
Pemfigus bulosa
Umum
Pengawasan keadaan umum, tanda vital
Diet TKTP
Hindari infeksi sekunder (K/P) infus untuk mengantisipasi gangguan cairan dan elektrolit

b.
Sistemik
1)
Prednison 40-80 mg/hr, bila tampak perbaikan tapering off
2)
DDS (Diamino Diphenyl Suffone) 200-300 mg/hari
3)
Dapat diberikan gabungan prednison dengan imunosupresan lain
4)
Metrotaxate (MTX) 20-30 mg/ minggu interval 12 jam diberikan saat prednison dosis 400
mg
5)
Azatioprin 50-150 mg/hr setelah 3-4 minggu kemudian dilakukan alternate day
6)
Anabolik bila ada infeksi sekunder
7)
CTM 3x1 tablet sehari ( bila gatal)
a.
Topikal
1)
Untuk lesi basah : kompres rivanol
2)
Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
3)
Antibiotik topikal
4)
Bula besar : aspirasi
4.
Pemfigus vegetans
a.
Umum
1)
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input output cairan dan elektrolit
2)
Diet lunak, TKTP, rendah garam
b.
Sistemik
1)
Prednison 60-150 mg/hr, tapering off sesuai dengan kondisi klinis sampai dosis
pemeliharaan
2)
Antibiotik bila ada infeksi sekunder
3)
Alternate dapseon 100-200 mg/hari
4)
KCL 2x500 mg (k/p)
5)
Anabolik (anabolene 1x1 tablet sehari)
c.
Topikal
1)
Betadine gargle untuk kumur
2)
Bibir kenalog in arabase

3)
Garamicin krim atau fucidine krim 2xsehari untuk daerah erosif
4)
Untuk krusta : kompres salep antibiotik
5)
Larutan PK sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi
(Smelltzer, 2002, hal: 188).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemfigus vulgaris biasanya terjadi pada usia lanjut dan disertai dengan keadaan umum yang
lemah. Selain itu diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1.
Gambaran klinis yang khas dan tanda dari nikolsky positip
2.
Tes tzanck positip. Pemeriksaan cairan dari bulla (melepuh) untuk mencari sel
tzanck dengan membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan giemsa, akan terlihat sel tzanck
atau sel akantolitik yang berasal dari spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan
dikelilingi sitoplasma jernih (halo).
3.
Pemeriksaan histopatogenik: terlihat gambar yang khas, yaitu bula yang terletak suprabasal
dan adanya akontolisis.
4.
Pemeriksaan imunofluorensi.
a.
Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi interselluler epidermis
b.
Immunofluorescen tidak langsung Serum : dideteksi sirkulasi antibodi IgG interseluler,
terdapat pada 80-90% penderita.
(Harahap, 2000, hal : 136)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


B.PENGKAJIAN FOKUS
1.
Biodata
Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda
2.
Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi
3.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan (neoplasma ),
riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi
4.
Pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait
a.
Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami
ruptur
b.
Pola persepsi sensori dan kognitif
Nyeri akibat pembentukan bula dan erosi

c.
Pola hubungan dengan orang lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula atau bekas
pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar
d.
Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah meninggalkan erosi yang lebar
serta bau yang menusuk
5.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum : Baik
b.
Tingkat kesadaran : Composmentis
c.
Tanda tanda vital :
1)
TD
: Dapat meningkat/ menurun
2)
N
: Dapat meningkat/ menurun
3)
RR
: Dapat meningkat/ menurun
4)
S
: Dapat meningkat/ menurun
d.
Kepala
: Kadang ditemukan bula
e.
Dada
: Kadang ditemukan bula
f.
Punggung
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
g.
Ekstremitas
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
6.
Pemeriksaan penunjang
a.
Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
b.
Laborat darah
: hipoalbumin
c.
Biopsi kulit
: mengetahui kemungkinan maligna
d.
Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin
(Harnowo, 2002, hal: 29)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya bula dan
ruptur bula.
2.
Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
3.
Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak.
4.
Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan raksi inflamasi lokal.
5.
Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum
sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit.
6.
Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.
D. INTERVENSI
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya
bula dan ruptur bula.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria evaluasi :
Tidak terdapat tanda-tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas
normal, kesadaran optimal, urine >600 ml/hari.
Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3detik.

Laboratorium : nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat,
BUN/ kreatinin meurun.
Intervensi
Rasional
Intervensi pemenuhan cairan :

Identifikasi faktor penyebab, awitan


Parameter dalam menentukan intervensi
(onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat
kedaruratan. Adanya usia anak atau lanjut
penyakit lain.
usia memberikan tingkat keparahan dari
kondisi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

Kolaborasi skor dehidrasi


0-2 : dehidrasi ringan, 3-6 : dehidrasi
sedang, >7 : dehidrasi berat
(skor Maurice King)

Lakukan dehidrasi oral


1.

Beri cairan secara oral

2.

Jelaskan tentang dehidrasi oral

3.

Berikan cairan oral sedikit demi sedikit

Lakukan pemasangan intravenus fluid


drops (IVFD)

Dokumentasi dengan akurat tentang


input output cairan

Menentukan jumlah cairan yang akan


diberikan sesuai derajat dehidrasi dari
individu (2,5-5% : derajat ringan; 5-10% :
derajat sedang; >10% : derajat berat).
Pemberian cairan oral dapat diberikan apabila
tingkat toleransi pasien masih baik.
WHO memberikan rekomendasi tentang
cairan oral yang berisikan 90 mEq/L Na+, 20
mEq/L K+, 80 mEq/L Cl, 20 g/L glukosa;
osmolaritas 310; CHO:Na = 1,2:1; diberikan
250 mL setiap 15 menit sampai
keseimbangan cairan terpenuhi dengan tanda
klinik yang optimal atau pemberian 1 1/2 liter
air pada setiap 1 liter feses (Diskin,2009).
Penting perawat disampaikan pada pasien
dan keluarga bahwa dehidraasi oral tidak
menurunkan durasi dan volume diare.
Pembrian cairan oral sedikit demi sedikit
untuk mencegah terjadinya muntah apabila
diberikan secara stimultan.
Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut,
maka lakukan pemasangan IVFD. Pemberian
cairan intravena disesuaikan dengan derajat
dehidrasi.
Pemberian 1-2 L cairan RL secara tetesan
cepat sebagai kompensasi awal hidrasi cairan
diberikan untuk mencegah syok hipovolemik
(lihat intervensi kedaruratan syok
hipovolemik).
Sebagai evaluasi penting dari intervensi
hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi.

Bantu pasien apabila muntah


Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada
usia lanjut dengan perubahan kesadaran.

Perawat mendekatkan tempat muntah dan


memberikan masase ringan pada pundak
untuk membantu menurunkan respons nyeri
dari muntah
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit :

Evaluasi kadar elektrolit serum.

Dokumentasi perubahan klinik dan


laporkan dengan tim medis

Anjurkan pasien untuk minum dan


makan makanan yang banyak mengandung
natrium seperti susu, telur, daging , dsb.

Monitor khusus ketidakseimbangan


elektrolit pada lansia

Untuk mendeteksi adanya kondisi


hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari
hilangnya elektrolit dari plasma.
Perubahan klinik seperti penurunan output
urine secara akut perlu diberitahu tim medis
untuk mendapatkan intervensi selanjutnya
dan menurunkan risiko terjadinya asidosis
metabolik.
Pemberian cairan dan makanan tinggi
natrium dilakukan sesuai dengan tingkat
toleransi. Meskipun kekurangan natrium
menyebabkan gejala serius yang perlu
pemberian intravenus segera, pasien
dianjurkan juga untuk mencoba intake
natrium peroral dan hindari pembatasan
garam.
Individu lansia dapat dengan cepat
mengalami dehidrasi dan menderita kadar
kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat
dari ruptur bulla. Individu lansia yang
menggunakan digitalis harus waspada
terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia
pada penurunan cairan pada pemfigus.
Individu ini juga dintruksikan untuk
mengenali tanda-tanda hipokalemia karena
kadar kalium rendah dapat memperberat
kerja digitalis yang dapat menimbulkan
toksisitas digitalis.

Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
pada area lesi.
Leukosit dalam btas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula,
Mengidentifikasi kemajuan atau
serta apakah adanya order khusus dari tim
penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
dokter dalam melakukan perawatan luka.

Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih


dan kering.
Lakukan perawatan luka :

Lakukan perawatan luka steril setiap


hari.

Bersihkan luka dan drainase dengan


cairan Nacl 0,9% atau antiseptik jenis iodine
providum dengan cara swabbing dari arah
dalam ke luar.

Bersihkan bekas sisa iodine providum


dengan normal saline dengan
cara swabbing dari arah dalam keluar.

Tutup luka dengan kassa steril dan


jangan menggunakan dengan plester adhesif
Kolaborasi penggunaan anibiotik

Kondisi bersih dan kering akan menghindari


kontaminasi komensal, serta akan
menyebabkan respons inflamasi lokal dan
akan memperlambat penyembuhan luka.
Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap
hari untuk membersihkan debris dan
menurunkan kontak kuman masuk kedalam
lesi. Intervensi dilakukan dalam kondisi steril
sehingga mencegah kontaminasi kuman ke
lesi pemfigus.
Pembersihan debris (sisa fagosit, jaringan ati)
dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine
providum sebagai antisepti dengan arah dari
dalam keluar dapat mencegah kontaminasi
kuman ke jaringan luka.
Antiseptik iodine providum mempunyai
kelemahan dalam menurunkan pro epitelisasi
jaringan sehingga memperlambat
pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan
dengan alkohol atau normal saline.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda atau
udara yang bersentuhan dengan lesi
pemfigus.
Anibiotik injeksi diberikan untuk mencegah
aktivasi kuman yang bisa masuk. Peran
perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik
sesuai pesanan dokter.

Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak.


Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/ hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
Secara subjektif melaporkn nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (04)
Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi
Rasional
Kaji pendekatan PQRST
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
sejauh mana intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi
manajemen nyeri keperawatan
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi

pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.


Lakukan manajemen nyeri keperawatan :

Atur posisi fisiologis.

Lakukan perawatan higiene oral.

Istirahatkan klien

Bila perlu premedikasi sebelum


melakukan perawatan luka.

Manajemen lingkungan : lingkungan


tenang dan batasi pengunjung.

Ajarkan teknik relaksasi pernafasan

dan nonfarmakologi lainnya telah


menunjukan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
Akan meningkatan asupan O2 ke jaringan
yang mengalami peradangan subkutan.
Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah
yang berlawanan dengan letak lesi pemfigus.
Bagian tubuh yang mengalami inflamasi lkal
dilakukan imobilisasi untuk menurunkan
respons peradangan dan meningkatkan
kesembuhan.
Keseluruhan rongga mulut pasien dapat
terkena erosi dan permukaan terbuka.
Jaringan nekrotik dapat terbentuk didaerah
ini sehingga menambah penderitaan pasien
dan mengganggu asupan makanan.
Penurunan berat badan dan hipoproteinemia
dapat terjadi. Perawatan higiene oral yang
teliti sangat penting untuk menjaga agar
mukosa pral tetap bersih dan memungkinkan
terjadina regenerasi epitel. Kumur mulut
yang sering harus dilakukan untuk
membersihkan mulut dari debris dan
menguragi nyeri didaerah ulerasi. Obat
kumur mulut yang dijual bebas harus
dihindari. Bibir dijaga agar tetap basah
dengan cara mengoleskan lanolin, vaselin,
atau pelembab bibir.
Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi
ini akan meningkatkan suplai darah pada
jaringan yang mengalami peradangan.
Kompres yang basah dan sejuk atau terapi
rendaman merupakan tindakan protektif yang
dapat mengurangi rasa nyeri. Pasien dengan
lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan
premedikasi terlebih dahulu dengan preparat
analgesik sebelum perawatan kulitnya mulai
dilakukan.
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada
diruangan.
Meningkatkan asupan O2 sehingga

dalam.

menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.

Ajarkan teknik distraksi pada saat


nyeri.

Distraksi dapat menurunkan stmulus internal


dengan mekanisme peningkatan produksi
endorfin dan enkefalin yang memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirmkan ke
korteks serebri sehingga menurunkan
presepsi nyeri.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa


sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran
darah dan dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri, serta
menurunkan sensasi nyeri.
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.
Terapi antibiotik sistemik yang dipilih
berdasarkan pemeriksaan sensitivitas
umumnya diperlukan. Preparat oral penisilin
dan eritromisin juga efektif untuk mengatasi
selulitis

Lakukan manajemen sentuhan

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian


analgetik.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik.

Kerusakan integritas jaringan kulit b.d nekrosis local sekunder dari akumulasi pus pada
jaringan folikel rambut
Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria evaluasi:
Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka tidak
ada lagi, luka menutup.
Intervensi
Rasional
Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi
Menjadi data dasar untuk memberikan
pada klien.
informasi intervensi perawatan luka, alat apa
yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang
akan digunakan.
Lakukan perawatan bula.
Pasien dengan daerah bula yang luas
memiliki bau yang khas yang akan berkurang
setelah infeksi sekunder terkendali. Sesudah
kulit pasien dimandikan, kulit tersebut
dikeringkan dengan hati-hati dan ditaburi
bedak yang tidak iritatif agar pasien dapat
bergerak lebih bebas ditempat tidurnya.
Jumlah bedak yang cukup banyak mungkin
diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien
tidak lengket pada seprei. Plester sama sekali
tidak boleh digunakan pada kulit karena

dapat menimbulkan lebih banyak bullae .


hipotermi sering terjadi dan tindakan untuk
menjaga agar pasien tetap hangat serta
nyaman merupakan prioritas dalam aktivitas
keperawatan.
Lakukan perawatan luka:

Lakukan perawatan luka dengan teknik


steril.

Kaji keadaan luka dengan teknik


membuka balutan dengan mengurangi
stimulus nyeri. Bila melekat kuat, kasa
diguyur dengan NaCl.

Lakukan pembilasan luka dari arah


dalam keluar dengan cairan NaCl.

Tutup luka dengan kasa antimikroba


steril dan dikompres dengan NaCl.

Lakukan nekrotomi.

Tingkatkan asupan nutrisi.


Evaluasi kerusakan jaringan dan
perkembangan pertumbuhan jaringan.

Perawatan luka dengan teknik steril dapat


mengurangi kontaminasi kuman langsung ke
area luka.
Manajemen membuka luka dengan
mengguyur larutan NaCl ke kasa dapat
mengurangi stimulus nyeri.
Teknik membuang jaringan dan kuman di
area luka dan diharapkan keluar dari area
luka.
NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih
mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan
dengan larutan antiseptic, serta dengan
dicampur antibiotic dapat mempercepat
penyembuhan luka.
Jaringan nekrotik pada luka furunkel akan
memperlambat proses epitelisasi jaringan
luka sehingga memperlambat perbaikan
jaringan.
Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
asupan dari kebutuhan jaringan.
Apabila masih belum mencapai dari kriteria
evaluasi 15x24jam, maka perlu dikaji ulang
factor-faktor yang dapat menghambat
pertumbuhan luka

Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek
sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan perawatan diri klien meningkat.
Kriteria evaluasi:
Pelaksanaan intervensi perawatan diri dilakukan setelah fase akut.
Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.
Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat
kesadaran.
Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hatiUntuk mengurangi tekanan intrakranial.
hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan
Untuk mencegah keregangan otot yang dapat

pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan


enema). Anjurkan pasien untuk
menghembuskan napas dalam bila miring dan
bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi
pada dan lutut.
Waktu prosedur-prosedur perawatan
disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan
periode relaksasi; hindari rangsangan
lingkungan yang tidak perlu.
Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan
pada pasien.

menimbulkan resiko peningkatan stimulus


nikotinik-muskarinik pada system saraf pusat.

Untuk mencegah eksitasi yang merangsang


otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan
kejang.
Untuk mengurangi disorientasi dan untuk
klasifikasi persepsi sensoris yang terganggu.

Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.


Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien berkurang.
Kriteria evaluasi:
Pasien menyatakan kecemasan berkurang
Pasien mengenal perasaannya dan dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
memengaruhinya
Pasien kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi
Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan,
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
dampingi pasien dan lakukan tindakan bila
rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan perilaku merusak.
Hindari konfrontasi.
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerjasama, dan mungkin
memeperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan
perlu.
suasana penuh istirahat.
Bina hubungan saling percaya.
Hal yang kritis dalam penatalaksanaan
keperawatan pasien pemfigus adalah
terciptanya hubungan saling percaya antara
pasien dan perawat. Hal ini mencakup cara
perawat mendengarkan, berinteraksi, dan
memperlihatkan sikap yang hangat, serta penuh
perhatian. Pasien memiliki keprihatinan yang
dapat dibenarkan dan keprihatinan ini dapat
dikurangi apabila tim kesehatan menunjukkan
reaksi yang tepat. Pasien harus didorong untuk
mengekspresikan perasaan cemas, gangguan
kenyamanan, dan perasaan keputusasaannya
secara bebas. Semua ini diperlukan agar upaya
untuk menenteramkan perasaan perasaan
pasien terlaksana paling efektif.
Perhatian kepada kebutuhan psikologis pasien

Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin


dan aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat.

Kolaborasi:
Berikan anticemas sesuai indikasi
contohnya diazepam.
(Arif Mutakin, 2011, hal.107).
E. EVALUASI
1.
Tidak terjadi syok hipovolemik.
2.
Tidak terjadi infeksi.
3.
Terjadi penurunan respons nyeri.
4.
Peningkatan integritas jaringan kulit.
5.
Perawatan aktivitas dapat terlaksana.
6.
Tingkat kecemasan berkurang.
(Arif Mutakin, 2011, hal.111).

DAFTAR PUSTAKA

menuntut kehadiran perawat saat diperlukan,


pemberian pelayanan keperawatan yang
profesional dan pelaksanaan penyuluhan bagi
psien beserta keluarganya.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresi.
Memberi waktu untuk mengekpresikan
perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku
adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih
pasien melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi.
Pengaturan agar anggota keuarga dan setiap
teman dekatnya untuk lebih banyak
mencurahkan waktu mereka bersama pasien
karena dapat menjadi upaya yang bersifat
suportif.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.

Mutakin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba
Medika
Mansjoer, Arif, Dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medikal Aesculapis
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokretes.

A. PENGERTIAN PEMFIGUS VULGARIS


Pemfigus ialah kumpulan penyakit berbula kronik (lepuh) dengan berbagai ukuran (mis: 1-10
cm) pada kulit yang tampak normal dan membran mukosa (mis; mulut,vagina), berdinding
kendur, terletak intra epidermal, dan dapat mengakibatkan fatal.
Pemfigus Vulgaris merupakan salah satu dari empat jenis pemfigus yang termasuk jenis kelainan
dermatitis vesikobulosa kronik yang ditandai terutama oleh adanya vesikel dan bula.
Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua :
1). Disuperbasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans.
2). Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus.
B. EPIDEMIOLOGI
Pemfigus vulgaris (P.V) merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (80 % semua
kasus).penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.
frekuensinya pada kedua jenis kelamin dama. umumnya mengenai umur pertengahan (decade ke4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk juga anak.
C. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini Dpenisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan pemfigus pada
penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam serum penderita
pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan autoimunitas.
Juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya lupus
eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, timoma, dan anemia pernisiosa.
penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan insidens fenotif H.L.A. A 10 dan
H.L.A. Bw 13.
D. PATOGENESIS
Semua bentuk Pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu :
1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akan tolisis)
2. adanya antibody igG terhadap antibody determinan yang ada pada permukaan keratonosit
yang sedang berdiferensiasi.
Mekanisme sebenarnya pembentukan autoantibody ini masih belum jelas, penyelidikan mutakhir
telah memberikan petunjuk adanya hubungan sebab akibat antara antibody Pemfigus dan proses
akantosisi, pada kultur sel efidermis manusia.
E. GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai sebagai lesi dikulit kepala yang

berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang disertai pembentukan
krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau
dermatitia dengan infeksi skunder. lesi di tempat tersebut bisa berbulan-bulan sebelum timbul
bula generalisata.
Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu ;
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan
dalam serum, maupun terikat diefidermis
Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender konjungtiva,
hidung, farings, larings, esofaring
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering pada Pemfigus Vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut
menyebar luas. Sebelum ditemukannya kostikosteroid dan terapi imunosupresif. Pasien sangat
rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relative mudah mencapai bula karma bula
mengalami perembesen cairan, pecah, dan meningggalkan daerah yang terkelupas terbuka
terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan serta protein
ketika bula mengenai rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses penyakitnya
mencakup daerah kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.
G. EVALUASI DIAGNOSTIK
Spesimen dari bula dari kulit sekitarnya akan memperlihatkan akantolisis (pemisahan sel-sel
epidermis satu dengan yang lainnya karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel).
Antibodi yang beredar (antibody pemfigus) dapat dideteksi lewat imunosupresan terhadap serum
pasien.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta
terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan
epitel).
Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar
kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas.
Pada sebagian kasus terapi ini, harus dipoertahankan seumur hidup penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan taua segera setekah makan, dan dapat disertai dengan
pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang
penting pada penatalaksanaan tyerapetik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar
glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari.
Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk
mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran
plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum.
I. PENGKAJIAN
1. Biodata

a. Data demografi
1) Usia , penting karena perubahan system integument berkaitan dengan perubahan usia (aging
proses)
2) Suku bangsa, penting beberapa variasi penampilan kulit dimanifestasikan sesuai dengan suku
dan bangsa dan bisa abnormal untuk suku dan bangsa yang lain dan normal bagi suku bangsa itu
sendiri.
3) Pekerjaan, hobi dapat memberikan informasi tentang paparan sinar matahari atau zat kimia,
iritasi, zat / substansi yang abrasive, dan lingkunan yang menjadi masalah bagi kulit.
b. Identitas Penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan :
a. keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan oleh klien
1) Gatal
2). Adakah lesi
3). Nyeri
4). Adakah bercak
5). dan panas
b. Riwayat kesehatan sekarang : dikembangkan dengan PQRST
1) Kapan klien pertama kali mendapatkan masalah kulit ?
2) Bagian tubuh mana yang pertama kali kena
3) Apakah masalah menjadi lebih baik atau buruk
4) Apakah sebelumnya mempunyai kondisi yang sama ? jika ya, dapatkah klien menggambarkan
penyebabnya yang spesifik dan bagaimana menggambarkan penatalaksanaannya.
5) Apakah masalah yang dialami disertai masalah lain misalnya : panas, gatal, rasa terbakar,
muntak, nyeri tenggorokan, dingin dan kaku.
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
1) Apakah klien mempunyai masalah medis baik saat ini maupun sebelumnya ?
2) Apakah klien alergi sistemik atau mendapatkan pengobatan topical, jika ya, dapatkah klien
menggambarkan reaksinya ?
3) Obata apa yang diberikan saat itu, berapa dosisnya, frekwensinya, dan kapan terakhir minum
obat ?
4) Apakah klien ada alergi terhadap kosmetik ?
5) Apakah klien mempunyai alergi makanan ? jika ya, sebutkan jenis makanannya !
d. Riwayat kesehatan keluarga :
1) Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat alergi ?
2) Apakah ada anggota keluarga yang saat ini mempunyai masalah kulit ? jika ada kapan mulai
terserang ? sudah berobat atau belum ?
e. Genogram
1) Perlu untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang mempunyai penyakit keturunan ?
2) Untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit kulit yang menular ?
3. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik pada pengkajian system integument teknik yang digunakan yaitu :
inspeksi dan palpasi, yaitu untuk memperoleh informasi : warna kulit, skin temperature, sensasi,
kelembaban, tekstur, turgor, skin integritas, kebersihan serta kuantitas dan kualitas.
a. Warna kulit
Teknik yang digunakan adalah inspeksi bagaimana warna kulitnya ? kecoklatan, kebiruan,
kemerahan, kekuning-kuningan atau pucat. kulit yang normal bahan dasarnya : melanin, keratin,

HB. Jika ditemukan kulit yang pucat disebabkan oleh :


1) Anoreksia berat sehingga meningkatkan Heart rate
2) Anoreksia berat disertai menurunnya Heart rate
3) Sianosis mungkin karena kekurangan O2
4) Joundice mungkin adanya peningkatan kadar bilirubin.
Ispeksi mengenai vaskularisasi dan perdarahan atau luka pada kulit, jika ada lesi maka
identifikasi mengenai :
1) Warna
2) Tipe dari gangguan : macula , papula, vesikula, borok / tukak, ukuran.
3) Konfigurasi / gronjang
Inspeksi untuk warna dan pigmentasi : ras harus diperhatikan.Pucat :Anemia sehubungan dengan
menurunnya aliran darah pada area tersebut yang diakibatkan oleh perdarahan. Dapat dilihat
dari :conjungtoiva, membran mukosa, kuku, telapak tangan,. jika ada kemerahan mungkin ada
peningkatan aliran darah pada daerah tersebut karena ada peradangan
b. Skin temperature
Untuk mengkaji temperature kulit maka yang dapat kita lakukan adalah dengan cara
palpasi.Dengan mengkaji temperature kulit kita dapat mengetahui :
1) Indikasi yang menunjukan keadaan sirkulasi darah dan suhu tubuh .
2) Menurunnya temperature dapat diakibatkan oleh menurunnya aliran darah yang disebabkan
oleh aterosklerosis oleh karena thrombus.
3) Meningkatnya temperatur oleh factor internal
c. Sensasi
Salah satu fungsi kulit adalah sebagai perasa, maka kita harus mengkaji sensasi tersebut apakah
kilit klien peka terhadap nyeri, sentuhan dan rasa gatal. Tekhnik yang digunakan adalah dengan
memeberikam rangsangan pada kulit klien, rangsangan yang diberikan bisa halus atau kasar.
d. Kelembaban
Untuk melihat kelembaban kita menggunakan teknik inspeksi dan palpasi,Apakah kulitnya basah
tau berminyak? Bagaimana keadaanya didaerah telapak tangan, kaki dan muka. Kelembaban
kulit tregantung pada : aktifits, temperature, status emosi, usia, latihan, demam, lingkungan,
kecemasan,. Kulit berminyak memudahkan timbulnya jerawat, seborrhea. Kulit yang pecahpecah timbul karena kulit kering.
e. Tekstur kulit
Kelembutan dan kekasaran kulit dapat dilihat melalui inspeksi, palpasi. Kekasaran dan ketebalan
kulit dapat terjadi karena tekanan, friksi dan iritasi.Adanya perubahan tekstur dan ketebalan kulit
menunjukan adanya penyakit, misalnya ; kulit kering dan kasar karena hipotyroidism dan kulit
lembut serta halus karena hyperthyroidism.
f. Turgor kulit
Dapat dikaji dengan cara observasi dan palpasi, apabila turgor kulit dinilai jelek
makamenunjukan adanya :
1) Kurang cairan dan menurunnya jaringan lemak subkutan.
2) Berat badannya menurun dan aging menyebabkan kuliut tidak elastis, untuk mengetahui
turgor kulit dilakukan dengan cara kita mencubit kulit tersebut ( pada area tertentu ).
Normal : Jika segera kembali.
Abnormal : Lambat, tidak kembali menunjukan
adanya dehidrasi

Edema : Dipalpasi terdapat lekukan.


Sedangkan jika terjadi suatu edema pada kulit klien, jika dipalpasi maka kita dapat
mengklasifikasikan tingkatan oedema sebagai berikut :
1) Barlry Detektable (1+).
2) Identasion of les than 5 mm (2+) kurang dari 5 mm.
3) Identasion of 5 than 10 mm (3+) diantara 5 sampai 10 mm
4) identason of more than 1 cm (4+) lebih dari 4 cm.
Bila ada edema maka kulit akan terlihat mengkilat dan tegang
g. Integritas kulit
Untuk mengkaji atau melihat integritas kulit(keutuhan kulit) dilakukan dengan cara inspeksi dan
palpasi yang dikaji adalah apakah lesi atau tidak jika ada bagaimana lokasi, warna, ukuran
konfigurasi, morfologi dan perubahan lainnya.
h. Rambut
Untuk mengkaji kebersihan rambut, kita menggunakan teknik inspeksi dan palpasi. warna
rambut , kebersihan rambut merupakan reaksi dari konsep diri, kebudayaan dan kebisaan.
Apakah terdapat pedikulus atau tidak? berketombe/tidak? kaji mengenai tekstur dan kualitas
rambut, apakah tekstur rambut berubah, bila berubah menandakan adanya penyakit, misalnya;
kulit kering dan kasar karena hipotyroidism dan kulit lembut serta halus karena hyperthyroidism.
Dan rambut mudah dicabut adanya malnutrisi. Kuantitas dan warna rambut menandakan status
gizi seseorang.
i. Kuku
Area yang dikaji pada kuku adalah: warna, contour, konsistensi, kelekatan, palpasi untuk
mengetahui CRT (Capillary Refilling Time) pada daerah kuku, normalnya kembali < 3 detik.
Kaji ketebalan kuku, karena ketebalan kuku dapat dipengaruhi oleh trauma, inspeksi dan nutrisi.
4. Pola aktivitas sehari-hari
1). Kaji tentang kebiasaan makan klien sebelum sakit, mengenai jenis makanan yang sering
dimakan,dan minuman yang sering diminum.
2). Tanyakan apakah ada makanan yang menimbulkan alergi.
3). Kaji apakah klien pernah melakukan diet ketat
4). Tanyakan pada klien tentang kebiasaan mandi, penggunaan air dan jenis sabun yang biasa
digunakan
5). Kaji kebiasaan klien apakah suka olahraga. jika ya, tanyakan jenis olahraganya
6). Berapa kali klien keramas dalam seminggu
7). Apakah klien suka rutin menggunting kuku
8). Berapa kali klien ganti baju
5. Riwayat Psikososial
1). Apa pekerjaan klien?
2). Bagaimana kegiatan rekreasinya?
3). Dimana klien tinggal, bagaimana lingkungan rumahnya?
4). Kaji tentang gaya hidup, suka merokok atau minum alcohol?
6. Data Penunjang
Dermatologi merupakan keahlian yang orientasinya visual, disamping mendapatkan pasien,
pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap lesi primer dan sekunder, dan konfigurasi

dan kontribusi lesi. prosedur diagnostic tertentu dapat pula digunakan untuk mengenali kelainan
kulit, prosedur yang biasanya digunakan yaitu :
1) Biopsy
a). Punch Biopsy
Prosedur sederhana untuk mendapatkan jaringan guna pemeriksaan histopatologis. dipilah lesi
yang dewasa tumbuh sempurna, pilih lesi paling awal, dan atap usahakan utuh.
b). Shave Biopsy
Mengambil bagian kulit yang menonjol atau meninggi bermanfaat untuk biopsy berbagai tumor
epidermis.
c). Biopsy eksisi cirurgis
Untuk mendapatkan jaringan yang meliputi tebalnya kulit misalnya eritema , nodusum.
2) Kuret
Cara sederhana untuk pengambilan lesi kulit yang benigna seperti kutil.
3) Usapan sitologi
Bermanfaat dalam diagnosa penyakit bulosa, erupsi virus yang solid maupun yang vesikuler.
4) Kerokan dan biakan jamur
Konfirmasi segera terhadap adanya infeksi jamur dengan penemuan organisme secara
mikroskopis pada lesi berskuama, dari kulit kepala, sudut mulut, aksila, pantat, dan lain-lain.
5) Pemeriksaan dengan sinar wood
Untuk menemukan infeksi jamur :
a). Mengontrol dan menemukan jamur kulit kepala
mikrosporum audovini dan mikrosporum canis akan berfluorsensi hijau kebiruan cerah.
b). Penemuan infeksi jamur lain
Tinea vesikolor dapat berfluorsensi kuning emas. perubahan pigemn yang menyertai dapt terlihat
jelas.
c). Penemuan infeksi jamur
d). Penentuan kelainan pigmen
Sinar ulsi akan berfluorsensi putih kebiruan, digunakan dalam pemeriksaan penderita vertiligo,
albilisme, lepra, dan hiperpigmentasi lainnya
e). Penentuan obat
6) Patch testing
Digunakan untuk membuktikan dan menegakkan diagnosa sensitifitas alergi.
Hasil yang dinilai adalah sebagai berikut :
1 + : Hanya eritema
2 + : Ertema dan papula
3 + : Eritem dan papula, vesikula kecil
4 + : Semua diatas dan vesikulor besar, bulae dan ulserasi

Anda mungkin juga menyukai