ASUHAN KEPERAWATAN
PEMFIGUS VULGARIS
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1.
Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh.
Pemfigus menggambarkan sekelompok penyakir bulosa kronis yang awalnya diseskripsian oleh
Wichman tahun 1791. Pemfigus Vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan membran
mukosa (misalnya : mulut, vagina). (Arif Mutakin, 2011, hal:104).
2.
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap
komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig G, baik terikat mupun beredar dalam
sirkulasi darah ( Djuanda 2001, hal :186)
3.
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara
berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat
diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita.
(Laksman, 1999, hal:261).
A. ETIOLOGI
1.
Genetik
2.
Penyakit autoimun
3.
Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4.
Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.
(Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
B. PATOFISIOLOGI
Bukti yang ada menunjukan bahwa pemfigus merupakan penyakit autoiun yang melibatkan IgG,
suatu immunoglobin. Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan langsung kepada antigen
permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk akibat reaksi antigenantibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk untuk memprediksikan intenstas
penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan peranan dalam perkembangan penyakit.
Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-lak dan wanita usia pertengahan, serta akhir usia dewasa.
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut
menyebar luas. Sebelum ditemukan kortikosteroid dan terapi immunosupresif, pasien sangat
rentan terhadap infeksi bakteri sekunde. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karena bula
mengalami perembesan cairan, pecah, dan meninggalkan daerah-daerah terkelupas yang terbuka
terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan, serta protein
ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminema lazim dijumpai kalau proses penyakitnya
mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa luas. Adanya kerusakan jaringan
kulit pada pemfigus vulgaris memberikan manifestasi pada berbagai masalah keperawatan. (Arif
Mutakin, 2011, hal:105).
MANIFESTASI KLINIK
1.
Pemfigus Vulgaris
a.
Kulit berlepuh, 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas,
erosi
b.
Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c.
Tanda nikolsky ada
d.
Kelamin, mukosa mulut 60%
e.
Biasanya usia 30-60 tahun
f.
Bau specifik
2.
Pemfigus eritematosus
a.
Biasanya pada usia 60-70 tahun
b.
Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa bercak, eritematosa
batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta sifatnya kronis residif
c.
Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa, krusta dan
skuama krusta basah, bau khas
d.
Tanda nikolsky ada
e.
Mukosa mulut terkena
3.
Pemfigus bullosa
a.
Biasanya usia 50-70 tahun
b.
Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak normal atau
eritema
c.
Diameter bula bervariasi
d.
Lesi mulut / genitalis ( 20 40 %)
e.
Tidak ada tanda nikolsky
4.
Pemfigus vegetans
a.
pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b.
lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan
c.
lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh tubuh berupa
bula kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis, hiperpigmentasi
d.
tanda nikolsky ada.
(Mansjoer,1999)
C. KOMPLIKASI
1.
Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau lokal pada kulit. Mungkin terjadi karena
penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat
penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2.
Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3.
Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4.
Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma
meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5.
Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium
klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan
harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas. (Price, 2002).
D. PENATALAKSANAAN
1.
Pemfigus vulgaris
a.
Umum
1)
Perbaiki keadaan umum
2)
Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b.
Sistemik
1)
Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
2)
Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis
pemeliharaan
3)
Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk
sparing efek.
4)
Antibiotika bila ada infeksi sekunder
5)
KCL 3x500 mg/ hari
6)
Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c.
Topikal
1)
Eksudatif
: kompres
2)
Darah erosif : - Silver sulfadiazine
- Krim antibiotik bila ada infeksi
3)
Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif
2.
Pemfigus eritematosus
a.
1)
2)
b.
1)
2)
3)
4)
c.
1)
2)
3)
3.
a.
1)
2)
3)
Umum
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input atau output cairan dan elektrolit
Diet lunak, TKTP, rendah garam
Sistemik
Kortikosteroid : prednison 60-100 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit)
Kombinasi kortikosteroid dan azatioprin (1-2 mg/kg BB)
Antibiotik : bila terdapat infeksi sekunder
Anabolene 1x1 tb/ hari
Topikal
Untuk lesi basah : kompres
Untuk lesi erosif : mupirocin
Untuk lesi berskuama : kompres hidrokortison 2,5 %, lanalcin 10 %, vaselin albumin 100
Pemfigus bulosa
Umum
Pengawasan keadaan umum, tanda vital
Diet TKTP
Hindari infeksi sekunder (K/P) infus untuk mengantisipasi gangguan cairan dan elektrolit
b.
Sistemik
1)
Prednison 40-80 mg/hr, bila tampak perbaikan tapering off
2)
DDS (Diamino Diphenyl Suffone) 200-300 mg/hari
3)
Dapat diberikan gabungan prednison dengan imunosupresan lain
4)
Metrotaxate (MTX) 20-30 mg/ minggu interval 12 jam diberikan saat prednison dosis 400
mg
5)
Azatioprin 50-150 mg/hr setelah 3-4 minggu kemudian dilakukan alternate day
6)
Anabolik bila ada infeksi sekunder
7)
CTM 3x1 tablet sehari ( bila gatal)
a.
Topikal
1)
Untuk lesi basah : kompres rivanol
2)
Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
3)
Antibiotik topikal
4)
Bula besar : aspirasi
4.
Pemfigus vegetans
a.
Umum
1)
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input output cairan dan elektrolit
2)
Diet lunak, TKTP, rendah garam
b.
Sistemik
1)
Prednison 60-150 mg/hr, tapering off sesuai dengan kondisi klinis sampai dosis
pemeliharaan
2)
Antibiotik bila ada infeksi sekunder
3)
Alternate dapseon 100-200 mg/hari
4)
KCL 2x500 mg (k/p)
5)
Anabolik (anabolene 1x1 tablet sehari)
c.
Topikal
1)
Betadine gargle untuk kumur
2)
Bibir kenalog in arabase
3)
Garamicin krim atau fucidine krim 2xsehari untuk daerah erosif
4)
Untuk krusta : kompres salep antibiotik
5)
Larutan PK sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi
(Smelltzer, 2002, hal: 188).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemfigus vulgaris biasanya terjadi pada usia lanjut dan disertai dengan keadaan umum yang
lemah. Selain itu diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1.
Gambaran klinis yang khas dan tanda dari nikolsky positip
2.
Tes tzanck positip. Pemeriksaan cairan dari bulla (melepuh) untuk mencari sel
tzanck dengan membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan giemsa, akan terlihat sel tzanck
atau sel akantolitik yang berasal dari spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan
dikelilingi sitoplasma jernih (halo).
3.
Pemeriksaan histopatogenik: terlihat gambar yang khas, yaitu bula yang terletak suprabasal
dan adanya akontolisis.
4.
Pemeriksaan imunofluorensi.
a.
Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi interselluler epidermis
b.
Immunofluorescen tidak langsung Serum : dideteksi sirkulasi antibodi IgG interseluler,
terdapat pada 80-90% penderita.
(Harahap, 2000, hal : 136)
c.
Pola hubungan dengan orang lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula atau bekas
pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar
d.
Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah meninggalkan erosi yang lebar
serta bau yang menusuk
5.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum : Baik
b.
Tingkat kesadaran : Composmentis
c.
Tanda tanda vital :
1)
TD
: Dapat meningkat/ menurun
2)
N
: Dapat meningkat/ menurun
3)
RR
: Dapat meningkat/ menurun
4)
S
: Dapat meningkat/ menurun
d.
Kepala
: Kadang ditemukan bula
e.
Dada
: Kadang ditemukan bula
f.
Punggung
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
g.
Ekstremitas
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
6.
Pemeriksaan penunjang
a.
Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
b.
Laborat darah
: hipoalbumin
c.
Biopsi kulit
: mengetahui kemungkinan maligna
d.
Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin
(Harnowo, 2002, hal: 29)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya bula dan
ruptur bula.
2.
Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
3.
Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak.
4.
Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan raksi inflamasi lokal.
5.
Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum
sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit.
6.
Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.
D. INTERVENSI
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya
bula dan ruptur bula.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria evaluasi :
Tidak terdapat tanda-tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas
normal, kesadaran optimal, urine >600 ml/hari.
Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3detik.
Laboratorium : nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat,
BUN/ kreatinin meurun.
Intervensi
Rasional
Intervensi pemenuhan cairan :
2.
3.
Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
pada area lesi.
Leukosit dalam btas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula,
Mengidentifikasi kemajuan atau
serta apakah adanya order khusus dari tim
penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
dokter dalam melakukan perawatan luka.
Istirahatkan klien
dalam.
Kerusakan integritas jaringan kulit b.d nekrosis local sekunder dari akumulasi pus pada
jaringan folikel rambut
Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria evaluasi:
Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka tidak
ada lagi, luka menutup.
Intervensi
Rasional
Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi
Menjadi data dasar untuk memberikan
pada klien.
informasi intervensi perawatan luka, alat apa
yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang
akan digunakan.
Lakukan perawatan bula.
Pasien dengan daerah bula yang luas
memiliki bau yang khas yang akan berkurang
setelah infeksi sekunder terkendali. Sesudah
kulit pasien dimandikan, kulit tersebut
dikeringkan dengan hati-hati dan ditaburi
bedak yang tidak iritatif agar pasien dapat
bergerak lebih bebas ditempat tidurnya.
Jumlah bedak yang cukup banyak mungkin
diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien
tidak lengket pada seprei. Plester sama sekali
tidak boleh digunakan pada kulit karena
Lakukan nekrotomi.
Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek
sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan perawatan diri klien meningkat.
Kriteria evaluasi:
Pelaksanaan intervensi perawatan diri dilakukan setelah fase akut.
Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.
Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat
kesadaran.
Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hatiUntuk mengurangi tekanan intrakranial.
hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan
Untuk mencegah keregangan otot yang dapat
Kolaborasi:
Berikan anticemas sesuai indikasi
contohnya diazepam.
(Arif Mutakin, 2011, hal.107).
E. EVALUASI
1.
Tidak terjadi syok hipovolemik.
2.
Tidak terjadi infeksi.
3.
Terjadi penurunan respons nyeri.
4.
Peningkatan integritas jaringan kulit.
5.
Perawatan aktivitas dapat terlaksana.
6.
Tingkat kecemasan berkurang.
(Arif Mutakin, 2011, hal.111).
DAFTAR PUSTAKA
Mutakin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba
Medika
Mansjoer, Arif, Dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medikal Aesculapis
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokretes.
berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang disertai pembentukan
krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau
dermatitia dengan infeksi skunder. lesi di tempat tersebut bisa berbulan-bulan sebelum timbul
bula generalisata.
Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu ;
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan
dalam serum, maupun terikat diefidermis
Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender konjungtiva,
hidung, farings, larings, esofaring
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering pada Pemfigus Vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut
menyebar luas. Sebelum ditemukannya kostikosteroid dan terapi imunosupresif. Pasien sangat
rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relative mudah mencapai bula karma bula
mengalami perembesen cairan, pecah, dan meningggalkan daerah yang terkelupas terbuka
terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan serta protein
ketika bula mengenai rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses penyakitnya
mencakup daerah kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.
G. EVALUASI DIAGNOSTIK
Spesimen dari bula dari kulit sekitarnya akan memperlihatkan akantolisis (pemisahan sel-sel
epidermis satu dengan yang lainnya karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel).
Antibodi yang beredar (antibody pemfigus) dapat dideteksi lewat imunosupresan terhadap serum
pasien.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta
terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan
epitel).
Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar
kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas.
Pada sebagian kasus terapi ini, harus dipoertahankan seumur hidup penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan taua segera setekah makan, dan dapat disertai dengan
pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang
penting pada penatalaksanaan tyerapetik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar
glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari.
Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk
mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran
plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum.
I. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Data demografi
1) Usia , penting karena perubahan system integument berkaitan dengan perubahan usia (aging
proses)
2) Suku bangsa, penting beberapa variasi penampilan kulit dimanifestasikan sesuai dengan suku
dan bangsa dan bisa abnormal untuk suku dan bangsa yang lain dan normal bagi suku bangsa itu
sendiri.
3) Pekerjaan, hobi dapat memberikan informasi tentang paparan sinar matahari atau zat kimia,
iritasi, zat / substansi yang abrasive, dan lingkunan yang menjadi masalah bagi kulit.
b. Identitas Penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan :
a. keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan oleh klien
1) Gatal
2). Adakah lesi
3). Nyeri
4). Adakah bercak
5). dan panas
b. Riwayat kesehatan sekarang : dikembangkan dengan PQRST
1) Kapan klien pertama kali mendapatkan masalah kulit ?
2) Bagian tubuh mana yang pertama kali kena
3) Apakah masalah menjadi lebih baik atau buruk
4) Apakah sebelumnya mempunyai kondisi yang sama ? jika ya, dapatkah klien menggambarkan
penyebabnya yang spesifik dan bagaimana menggambarkan penatalaksanaannya.
5) Apakah masalah yang dialami disertai masalah lain misalnya : panas, gatal, rasa terbakar,
muntak, nyeri tenggorokan, dingin dan kaku.
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
1) Apakah klien mempunyai masalah medis baik saat ini maupun sebelumnya ?
2) Apakah klien alergi sistemik atau mendapatkan pengobatan topical, jika ya, dapatkah klien
menggambarkan reaksinya ?
3) Obata apa yang diberikan saat itu, berapa dosisnya, frekwensinya, dan kapan terakhir minum
obat ?
4) Apakah klien ada alergi terhadap kosmetik ?
5) Apakah klien mempunyai alergi makanan ? jika ya, sebutkan jenis makanannya !
d. Riwayat kesehatan keluarga :
1) Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat alergi ?
2) Apakah ada anggota keluarga yang saat ini mempunyai masalah kulit ? jika ada kapan mulai
terserang ? sudah berobat atau belum ?
e. Genogram
1) Perlu untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang mempunyai penyakit keturunan ?
2) Untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit kulit yang menular ?
3. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik pada pengkajian system integument teknik yang digunakan yaitu :
inspeksi dan palpasi, yaitu untuk memperoleh informasi : warna kulit, skin temperature, sensasi,
kelembaban, tekstur, turgor, skin integritas, kebersihan serta kuantitas dan kualitas.
a. Warna kulit
Teknik yang digunakan adalah inspeksi bagaimana warna kulitnya ? kecoklatan, kebiruan,
kemerahan, kekuning-kuningan atau pucat. kulit yang normal bahan dasarnya : melanin, keratin,
dan kontribusi lesi. prosedur diagnostic tertentu dapat pula digunakan untuk mengenali kelainan
kulit, prosedur yang biasanya digunakan yaitu :
1) Biopsy
a). Punch Biopsy
Prosedur sederhana untuk mendapatkan jaringan guna pemeriksaan histopatologis. dipilah lesi
yang dewasa tumbuh sempurna, pilih lesi paling awal, dan atap usahakan utuh.
b). Shave Biopsy
Mengambil bagian kulit yang menonjol atau meninggi bermanfaat untuk biopsy berbagai tumor
epidermis.
c). Biopsy eksisi cirurgis
Untuk mendapatkan jaringan yang meliputi tebalnya kulit misalnya eritema , nodusum.
2) Kuret
Cara sederhana untuk pengambilan lesi kulit yang benigna seperti kutil.
3) Usapan sitologi
Bermanfaat dalam diagnosa penyakit bulosa, erupsi virus yang solid maupun yang vesikuler.
4) Kerokan dan biakan jamur
Konfirmasi segera terhadap adanya infeksi jamur dengan penemuan organisme secara
mikroskopis pada lesi berskuama, dari kulit kepala, sudut mulut, aksila, pantat, dan lain-lain.
5) Pemeriksaan dengan sinar wood
Untuk menemukan infeksi jamur :
a). Mengontrol dan menemukan jamur kulit kepala
mikrosporum audovini dan mikrosporum canis akan berfluorsensi hijau kebiruan cerah.
b). Penemuan infeksi jamur lain
Tinea vesikolor dapat berfluorsensi kuning emas. perubahan pigemn yang menyertai dapt terlihat
jelas.
c). Penemuan infeksi jamur
d). Penentuan kelainan pigmen
Sinar ulsi akan berfluorsensi putih kebiruan, digunakan dalam pemeriksaan penderita vertiligo,
albilisme, lepra, dan hiperpigmentasi lainnya
e). Penentuan obat
6) Patch testing
Digunakan untuk membuktikan dan menegakkan diagnosa sensitifitas alergi.
Hasil yang dinilai adalah sebagai berikut :
1 + : Hanya eritema
2 + : Ertema dan papula
3 + : Eritem dan papula, vesikula kecil
4 + : Semua diatas dan vesikulor besar, bulae dan ulserasi