7perencanaan Sistem Pengendalian Sumber Daya Kelautan - 20081123002641 - 6 PDF
7perencanaan Sistem Pengendalian Sumber Daya Kelautan - 20081123002641 - 6 PDF
Keinginan melindungi potensi sumber daya kelautan bukanlah hal baru. Jika kita
cermati pernyataan Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957, maupun dasar pertimbangannya,
jelaslah aspek perlindungan sumber daya kelautan, di samping pertahanan dan keamanan
merupakan dasar pertimbangan utama.
Melalui Deklarasi Juanda, cara pandang bangsa Indonesia terhadap wilayah laut
ditekankan pada kesatuan teritorial wilayah tanah air yang berdaulat. Selanjutnya konsepsi
kesatuan wilayah Indonesia diperkuat dengan kesepakatan dalam Konvesi Hukum Laut tahun
1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea - UNCLOS). Dalam Konvensi
tersebut setiap negara wajib untuk mengelola dan melestarikan sumber daya kelautan di
wilayahnya.
Tetapi di Indonesia upaya pengendalian dan pengelolaan sumber daya kelautan
cenderung bersifat sektoral dan terkesan eksklusif. Masalah ini terjadi karena pelaksanaan
pengendalian sumber daya kelautan, selama ini dilakukan secara terpisah oleh instansiinstansi yang berwenang. Tidak ada koordinasi serta sinkronisasi, bahkan sering tidak
terkomunikasikan antara satu instansi dengan instansi lainnya. Itu sebabnya konsepsi
perencanaan mengenai sistem pengendalian sumber daya kelautan secara terpadu, yang
berbasis pengorganisasian, prosedur, dan mekanisme kerja, mutlak segera diwujudkan.
4. Penegakakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh pusat.
5. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
Dalam kaitan dengan pengendalian wilayah pesisir dan laut, tiga bidang utama perlu
mendapat perhatian serius yaitu:
1. Bidang kewilayahan, diperlukan suatu penataan ruang pesisir laut terpadu.
2. Bidang ekosistem, diperlukan suatu keseimbangan ekosistem di laut.
3. Bidang fisik (geologi/geografi/geomorfologi laut), dan dinamik (interaksi obyek di laut)
pesisir dan laut.
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan sistem pengendalian sumber
daya kelautan adalah:
1. Ekonomi (perikanan, pariwisata, sumber daya mineral, perhubungan, kehutanan).
2. Keamanan (TNI-AL, Polisi, Bea Cukai, Imigrasi).
3. Lingkungan (Lingkungan Hidup, DKP/perikanan yang berkelanjutan, Dephut/mangrove
yang berkelanjutan, ESDM/pasir laut)
Ketiga bidang utama tersebut dijadikan dasar melaksanakan pengendalian wilayah
pesisir dan laut berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya diperlukan keterpaduan dalam
melaksanakan pengendalian pengelolaan sumber daya kelautan. Aspek keterpaduan yang
perlu dipertimbangkan adalah:
1. Keterpaduan antar sektor pembangunan terkait.
2. Keterpaduan antar Pemerintah Pusat dan Daerah.
3. Keterpaduan wilayah garapan.
4. Keterpaduan multi-disiplin ilmu.
5. Keterpaduan produk dan teknologi.
6. Keterpaduan hukum dan penegakkannya.
7. Keterpaduan pelaksanaan dan kewenangan.
2. TUJUAN
Perencanaan sistem pengendalian pengelolaan sumberdaya kelautan ditujukan untuk
menyusun rencana integrasi sistem pengendalian pengelolaan sumberdaya kelautan, dalam
bentuk matrikulasi aktivitas kelautan, terhadap tugas pokok dan fungsi institusi pada
pemerintah pusat dan daerah secara terpadu.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan beberapa kegiatan, yaitu:
1. Identifikasi dan pemetaan aktivitas kelautan yang telah dan sedang dilakukan Pemerintah
Pusat dan Daerah, serta masalah yang dihadapi tatkala mengendalikan dan mengelola
sumber daya kelautan.
2. Identifikasi tugas pokok, fungsi, serta program kerja masing-masing institusi, sehubungan
dengan pengendalian dan pengelolaan sumber daya kelautan.
3. Analisis keterkaitan aktivitas pokok, fungsi, serta program kerja masing-masing institusi
sehubungan dengan pengendalian dan pengelolaan sumber daya kelautan.
4. Pemetaan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta analisis kebutuhan
perundangan yang dibutuhkan untuk pengembangannya.
5. Perencanaan rekomendasi dan diseminasi atas pelaksanaan konsepsi pengendalian dan
pengelolaan sumber daya kelautan.
3. METODOLOGI
3.1 KERANGKA ANALISIS
Mengapa perlu perencanaan sistem pengendalian sumber daya kelautan?
Perencanaan adalah kegiatan yang bersifat konseptual dan memerlukan banyak pemikiran.
Fungsi ini melibatkan pemilihan dan pengembangan tindakan untuk waktu yang akan datang.
Perencanaan merupakan suatu masalah bagaimana mengubah posisi pada saat ini ke posisi
yang diinginkan pada waktu yang ditentukan.
Perencanaan menentukan bagaimana posisi/prestasi sekarang, bagaimana yang
seharusnya dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai posisi yang diinginkan.
Perencanaan akan memberikan manfaat sebagai berikut: (1) mengurangi resiko ketidakpastian; (2) memusatkan perhatian pada sasaran; (3) menjadi dasar bagi fungsi-fungsi
manajemen lainnya.
Dengan demikian, perencanaan sistem pengendalian sumber daya kelautan diharap
membantu dua tujuan utama yang saling berkaitan, yaitu: (1) memastikan alokasi sumber
daya agar tersedia, demi mencapai sasaran yang diinginkan; (2) memastikan bahwa program
dan kegiatan dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
3.2 METODE PELAKSANAAN KAJIAN
Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah: (1) pengumpulan data primer dan
sekunder dengan didukung analisis kualitatif dan deskriptif; (2) diskusi panel dan seminar
dengan para pemangku kepentingan; (3) analisis pengambilan keputusan dengan metode
Strengh, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT).
3.3 DATA
Data yang digunakan dalam kajian ini berupa rencana strategis departemen yang
memiliki tugas pokok dan fungsi pengendalian di bidang kelautan, peraturan perundangundangan yang terkait dengan pengendalian sumber daya kelatan dan model pengendalian
sumber daya kelautan yang telah diterapkan di beberapa negara.
3.3.1 Instansi yang Memiliki Tugas Pokok Pengendalian Di Bidang Kelautan
Di Indonesia, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) pengendalian sumber daya kelautan
terbagi-bagi di banyak instansi. Instansi yang memiliki tupoksi dan program/kegiatan terkait
sumber daya kelautan. dapat dilihat di bawah. Mereka memiliki rencana strategis masingmasing.
1. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
2. Badan Pertanahan Nasional (BPN).
3. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
4. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
5. Departemen Keuangan (Depkeu).
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Direktorat Jenderal Imigrasi.
6. Departemen Perhubungan.
7. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
8. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
9. Polisi Air
3.3.2 Peraturan Perundangan Terkait dengan Pengendalian Sumber Daya Laut
Di Indonesia paling tidak terdapat 10 undang-undang yang mengatur atau berkaitan
dengan pengendalian dan pengelolaan sumber daya kelautan. Kesepuluh undang-undang
tersebut adalah:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif.
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa Tahun 1982 tentang Hukum Laut.
4.
Negara
Sistem
Selandia Baru
Inggris
Amerika Serikat
Negara
Portugal
Jepang
Indonesia
Sistem
System of Maritime Authority (SAM), dipimpin oleh Dirjen Laut, Departemen
Pertahanan.
Fungsi pengendalian tersebar di institusi pusat dan daerah: Pertahanan, LH,
Pertanian dan Perikanan, PU, Perencanaan, Ekonomi, Dalam Negeri, Luar
Negeri, Kesehatan.
Sistem pengendalian tidak berjalan dgn baik: banyak institusi, perhatian
institusi minim, kompetensi dan informasi tersebar, kurang koordinasi,
dukungan teknologi/fasilitas kurang, prosedur operasional lemah.
Efisiensi rendah: sistem basis data tidak akurat, pendanaan tidak terintegrasi.
Sistem maritime dilakukan oleh Japan Coast Guard
Fungsi Japan Coast Guard adalah mencegah dan mengawasi kriminal di laut,
penegakan hukum di laut, penyelamatan, mencegah polusi laut dan menjaga
lingkungan laut, pengaturan lalu lintas kapal, pelayanan lain yang terkait
dengan hidrografi dan oceanografi, serta bantuan untuk navigasi.
Kewenangan petugas coast guard: bertindak sebagai agen administrasi
khusus, berhak melakukan inspeksi, melakukan tindakan yang dianggap
perlu, membawa dan menggunakan senjata, dan sebagai petugas penegak
hukum (menahan, investigasi dan mengirim tersangka ke jaksa.
Organisasi ada dua, yaitu organisasi pusat dan organisasi regional. Organisasi pusat
dipimpin oleh vice commandant dan vice commandant for operation
BAKORKAMLA (SKB Menhankam-Panglima ABRI-Menhub-MenkeuKehakiman-Jaksa Agung, 19-12-1972), diketuai Menhankam/PANGAB.
Permasalahan: SKB bukan dasar penganggaran anggaran kurang; POLRI
dan TNI berpisah POLRI sebagai aparat keamanan berkopetensi sebagai
penyidik.
Fokus pada aspek keamanan.
BAKORKAMLA sedang direvitalisasi.
4. HASIL KAJIAN
4.1 ANALISIS ATAS INSTANSI YANG MEMILIKI TUGAS POKOK DAN FUNGSI
PENGENDALIAN DI BIDANG KELAUTAN
Mencermati Tupoksi instansi yang berkait dengan sumber daya kelautan, tampak
beberapa masalah mencolok yang perlu diperhatikan. Pertama, tampak jelas bahwa fungsi
pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan terbagi dan terpencar di banyak instansi di
bawah departemen yang berbeda-beda secara sektoral. Sebagai contoh, masalah kepabeanan
dan imigrasi menjadi wewenang Departemen Keuangan; masalah perikanan menjadi bagian
dari fungsi Departemen Kelautan dan Perikanan; masalahan hutan (termasuk hutan mangrove
dan taman nasional laut) berada di bawah Departemen Kehutanan dan Perkebunan, dan
seterusnya.
Dengan terpencarnya fungsi di banyak instansi di bawah departemen sektoral, sulit
dihindarkan terjadinya tumpang tindih program dan kewenangan antar departemen sektoral.
Sebagai contoh, penyidikan di perairan dapat dilakukan aparat penegak hukum dari TNI,
Polisi Air, Kejaksaan, dan PPNS dari departemen teknis (DKP, Dephutbun , Depkeu).
Terbagi dan terpencarnya fungsi di banyak instansi di bawah departemen sektoral, juga
mengakibatkan kesulitan besar mengkoordinasi perencanaan dan pelaksanaan program
pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan. Ada kecenderungan aparat pada masingmasing departemen teknis memprioritaskan kepentingan departemennya.
Terakhir, selama ini tidak ada instansi yang melakukan pengendalian dan pengawasan
sumber daya kelautan dan perikanan secara menyeluruh. Badan Koordinasi Keamanan Laut
(BAKORKAMLA) yang dibentuk lebih cenderung untuk melakukan pengendalian pada
aspek keamanan, sementara aspek ekonomi dan lingkungan kurang mendapat perhatian
memadai.
Tabel 2
Tupoksi dan Program Instansi-instransi Terkait dengan
Pengendalian Sumber Daya Kelautan
Instansi
Tupoksi
Program/Kegiatan 2000-2004
DKP
KLH
DEPHUB,
Ditjen
HUPLA
Instansi
Tupoksi
(4)
(5)
Program/Kegiatan 2000-2004
DEPKEU,
Direktorat
Jenderal
(Ditjen)
Bea Cukai
(DJBC)
Dept
Energi
dan
Sumber
Daua
Mineral
(ESDM)
DEPHUT
BUN
BPN
Instansi
Tupoksi
Program/Kegiatan 2000-2004
keadilan
- Pengendalian penggunaan tanah sesuai dengan rencana
tata-ruang wilayah termasuk pemantapan sistem perizinan
yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang atau penggunaan
tahah di Daerah.
- Pengembangan kapasitas kelembagaan pertanahan di Pusat
dan Daerah.
Program pembentukan peraturan perundang-undangan
- Tersusunnya peraturan perundangan yang menyangkut
hukum pertahahan nasional (UU dan peraturan pemerintah)
- Tersusunnya sistem dokumentasi hukum pertanahan
Program peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan
budaya hokum dengan meningkatkan kegiatan penyuluhan
hukum pertanahan.
itu tepatlah usaha Pemerintah dan DPR merevisi UU ini, agar menjadi UU yang dapat
menciptakan situasi kondusif untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan dengan
memperhatikan kelestariannya, sekaligus memberdayakan nelayan dan para pembudidaya
ikan.
Selain itu, revisi UU Perikanan hendaknya mengatur hal-hal seperti sistem
pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan, sistem informasi dan data statistik
perikanan, sistem pengawasan, sistem penegakan hukum, dan hal lainnya.
Di samping revisi UU Perikanan, penyusunan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu yang diprakarsai Departemen Kelautan dan Perikanan dan telah memperoleh Ijin
Prakarsa dari Sekretariat Negara hendaknya dilanjutkan. Undang-undang ini sangat
diperlukan untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang berlokasi
di pesisir.
Pesisir merupakan wilayah pertemuan antara ekosistem darat dan ekosistem laut, yang
sangat rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik di darat maupun di laut. Karena
itu diperlukan pengaturan secara khusus. Wilayah ini juga tempat konsentrasi penduduk dan
banyak kegiatan pembangunan sektoral bertumpuk di situ. Pengelolaan wilayah pesisir sangat
erat hubungannya dengan kelestarian stok perikanan di laut, karena hutan mangrove dan
terumbu karang di pesisir merupakan tempat hidup jenis ikan.
Undang-undang No. 24/1992 tentang Penataan Ruang mendefinisikan ruang sebagai
wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya. Setelah UU ini dilaksanakan lebih dari 10 tahun,
ternyata belum muncul peraturan perundangan yang mengatur penataan ruang (zonasi)
perairan laut secara khusus.
Sementara itu kegiatan-kegiatan ekonomi di perairan laut saat ini berkembang sangat
pesat, seperti kegiatan budidaya ikan (termasuk rumput laut dan mutiara), penambangan lepas
pantai, kegiatan wisata bahari, dan lain-lain. Karena itu sudah mendesak menyusun peraturan
perundangan baru atau merevisi peraturan perundangan yang sudah ada, guna mengatur
penataan ruang (zonasi) di perairan laut.
Selain hal-hal menonjol di atas, tampaknya pengaturan sumber daya kelautan dengan
berbagai peraturan perundangan terkait masih belum dipahami khalayak secara memadai.
Akhir-akhir ini ada usaha Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan sosialisasi
peraturan perundangan yang berhubungan dengan sumber daya kelautan. Namun usaha ini
belum optimal. Dengan demikian sosialisasi peraturan perundangan, baik nasional maupun
internasional, perlu ditingkatkan lebih intensif dan ekstensif.
4.3 ANALISIS MODEL SISTEM PENGENDALIAN SUMBER DAYA KELAUTAN
Dewasa ini model pengendalian sumber daya laut di Indonesia mirip dengan sistem
pengendalian sumber daya laut di Portugal. Fungsi pengendalian terdapat pada banyak
instansi, sementara koordinasi dan dukungan sistem informasi kurang memadai. Ke depan,
sistem pengendalian sumber daya laut di Indonesia hendaknya dikembangkan agar mendekati
sistem yang sudah mapan seperti sistem Coast Guard di Amerika.
Di bawah ini disajikan matriks analisis SWOT atas alternatif-alternatif sistem
pengendalian sumber daya kelautan yang mungkin diterapkan di Indonesia.
10
Tabel 3
Matriks Analisis SWOT atas Alternatif Sistem Pengendalian Sumber Daya
Kelautan yang Mungkin Diterapkan di Indonesia
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportuniities)
Ancaman (Threats)
Koordinasi tidak
berfungsi karena berbagai
alasan.
Pengendalian SDKP
dilakukan secara parsial,
tidak meliputi semua
aspek.
Upaya koordinasi hanya
pada aspek keamanan.
Aspek ekonomi dan
lingkungan tidak
tertangani
SDM terpecah sesuai
dengan keahlian atau
kekhususan masingmasing instansi terkait.
Pendanaan tergantung
tingkat prioritas masing-2
instansi.
Sebagai kepulauan,
Pemerintah wajib
memberi alur laut
kepulauan untuk lintas
damai.
Lemahnya sanksi-sanksi
hukum dari UU yang
telah ada.
Instansi-instansi terkait
bisa mengembangkan
kreatifitasnya untuk
merencanakan dan
melakukan kegiatan
pengendalian sesuai
dengan tugas pokok
dan fungsinya,
termasuk:
(a) penyediaan
pendanaan,
(b) pengembangan
sumber daya
manusia,
(c) pengembangan
kelembagaan,
(d) kerjasama
bilateral dan
mulitilateral.
Tumpang tindih
pengawasan antar
sektor.
Konflik antar daerah
atas sumber daya
kelautan.
Rawan terhadap
pencurian karena
mudah ditembus oleh
negara-negara nelayan.
Secara geografis,
rawan terhadap
penyelundupan.
Dengan sangat
terbatasnya kegiatan
pengendalian dan
dengan cepatnya laju
eksploitasi sumber
daya kelautan,
dikhawatirkan akan
terjadi deplesi dan
kerusakan sumber daya
kelautan dalam
magnitude yang sangat
besar hingga sulit
untuk diatasinya di
masa yang akan
datang.
Dapat mengkoordinasi
sektor dan daerah.
Mudah membuat
kebijakan dan action
plan secara bersama.
Ada focal point
Republik Indonesia
untuk keamanan laut.
Dapat mengkaji
kebijakan nasional
untuk sistem
pengendalian.
Lebih cepat
melaksanakan tindakan
Alternatif 3
Sistem
SATGAS
Sumber
Daya
Kelautan
Lebih
berpeluang
untuk didukung oleh
Daerah dan masyarakat
setempat.
Cepat terbentuk dan
mudah dikembangkan
sesuai keperluan
Lebih
mudah
koordinasi di tingkat
lapangan
Alternatif 4
Sistem Satu
Komando
Satu
Alternatif 1
Sistem yang
ada
sekarang
(Status
Quo)
Alternatif 2
Sistem
Badan
Koordinasi
Sumber
Daya
Kelautan
Seluruh urusan
pengendalian sumber
daya kelautan berada
dalam satu komando.
Seluruh urusan
11
Lebih mudah
kerjasama antar
negara.
Lebih berpeluang
terjadinya alih
Organisasi
Alternatif 5
Sistem Satu
Komando
Banyak
Organisasi
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportuniities)
Ancaman (Threats)
pengendalian sumber
daya kelautan
ditangani oleh satu
instansi.
Pengendalian sumber
daya kelautan bisa
bersifat menyeluruh,
tidak terfokus pada
satu aspek tertentu.
membentuk dan
mengfungsikan satu
organisasi baru.
Sulit menyatukan visi,
misi, dan kultur apabila
lembaga ini merupakan
penggabungan dari
berbagai unit dari
beberapa instansi terkait.
teknologi.
Melindungi dan
meningkatkan sumber
daya kelautan
Pendanaan terjamin.
UU sektoral, apabila
tidak direvisi.
Unit-unit pendukung
terpencar pada instansiinstansi terkait, sedikit
menyulitkan koordinasi
Hubungan dengan unitunit di bawah hanya
bersifat fungsional.
Apabila hanya dilandasi
oleh Kepres, maka
kekuatan lembaga ini
akan lebih lemah daripada
UU sektoral.
Banyak organisasi,
termasuk LSM dan
organisasi-organisasi
lain, dapat berperan
serta.
Banyak peluang untuk
bekreasi
Banyak peluang bagi
Daerah untuk
mengembangkan
kelembagaan di
Daerah.
Dukungan pendanaan
tidak terjamin,
apabilah lembaga ini
hanya dilandasi dengan
Kepres.
Dapat terjadi
penolakan oleh unit di
bawah.
Dapat terjadi lag time
pelaksanaan komando
dari atas.
Pencapaian dapat tidak
sesuai dengan target.
12
Jika sistem ini dipilih dikembangkan di Indonesia, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian, diantaranya adalah: (1) perlu kesabaran, ketekunan, dan keuletan untuk
mengembangkannya, karena memerlukan waktu lama untuk merancang dan menyusun
undang-undang baru, serta membentuk satu organisasi baru, sampai organisasi tersebut benarbenar mampu menjalankan fungsinya; (2) perlu memperhatikan ancaman-ancaman dari dalam
(internal) - baik yang berkaitan dengan aspek ekonomi, lingkungan, maupun keamanan - yang
bisa mengganggu penerapan sistem ini.
Kiranya perlu segera memilih alternatif terbaik sistem pengendalian sumber daya
kelautan Indonesia untuk masa yang akan datang, agar perencanaan jangka pendek jangka
menengah, dan jangka panjang, segera dapat dilakukan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pertanahan Nasional. (2001). Rencana Strategis (Renstra) Badan Pertanahan Nasional
Tahun 2001-2004. Jakarta.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2001). Rencana Strategis Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral Tahun 2001-2004. Jakarta.
Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Reformasi Kepabean. Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan (2000). Rencana Strategis (Renstra) Tahun 20012005. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan (2002). Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan
Perikanan 2001-2004. Jakarta.
Departemen Pertahanan RI (2003). Buku Putih Pertahanan Negara Republik Indonesia,
Indonesia: Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21. Jakarta.
Departemen Perhubungan. (2001). Konsep Awal Rencana Strategis Departemen
Perhubungan 2000-2004. Jakarta.
Joao Joanaz de Melo, Pedro Santana. A New Model for EEZ Surveillance and Management in
Portugal. Department of Environmental Science, New University of Lisbon, Portugal.
Kementrian Lingkungan Hidup. (2002). Rencana Kerja Kementrian Lingkungan Hidup
Tahun 2001-2004. Jakarta.
Laode Kamaludin. (2002). Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. Jakarta.
Lokakarya I BMI. (1996). Konsep Benua Maritim Indonesia Untuk Mengaktualisasikan
Wawasan Nusantara, Sekretariat Jenderal Wanhankamnas dan BPPT. Jakarta.
Mahkamah Agung RI. (2001). Strategic Action Plan (SAP) Mahkamah Agung RI 2001-2005.
Jakarta.
Maritime Safety Authority of New Zealand (2001). Maritime Patrol Review: Marine
Environment and Safety.
Rancangan Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Badan Koordinasi Keamanan
Laut.
Swedish Coast Guard Flight Division
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tahun 1982 tentang Hukum Laut)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
U.S. Coast Guard (2002). Maritime Strategy for Homeland Security, U.S. Coast Guard
Headquarters, Washington, D.C.
14