Tes keamanan kosmetik perlu dilakukan karena kosmetik digunakan pada kulit yang
dihentikan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi produsen untuk memilih bahan baku yang aman
dan berkualitas tinggi, melakukan pengujian atau uji keamanan bahan baku sebelum
dimaasukkan dalam produk, menguji keamanan produk akhir sebelum dipasarkan dan
menguji keamanan produk akhir pada konsumen setelah beberapa lama dipasarkan
melalu pemeriksaan, wawancara dan kuesioner dengan para pemakai.
Secara umum terdapat 9 jenis tes keamanan yang digunakan untuk semua bahan yang
diklaim sebagai penyusun kosmetik yaitu:
1. Uji Toksisitas Akut
2. Uji Iritasi Primer
3. Uji Iritasi Kumulative
4. Uji Sensitivitas
5. Phototoxicity
6. Photosensitivitas
7. Eye Irritation
8. Mutagenesis
9. Tes Human Patch
Penjelasan
1. Uji Toksisitas Akut
Dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data tentang toksisitas suatu bahan
kimia pada hewan uji. Uji toksisitas akut termasuk kedalam jangka pendek. Dosis
yang digunakan pada uji ini yaitu dosis oral, untuk mengetahui apakah bahan
kosmetik atau kosmetik itu tertelan dapat menimbulkan toksik atau tidak, dan
mengetahui sistemik toksiknya. Pengujiannya sama dengan obat, yaitu melihat nilai
LD50. Penentuan LD50 dilakukan dengan cara menghitung jumlah kematian hewan
uji yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah pemberian dosis tunggal. Pada
pengujian subakut dan kronis, diinvestigasi sistemik pada hewan uji. Kemudian
dievaluasi selama 4 minggu, 3 bulan, 6 bulan 2 tahun. Dimonitoring pertumbuhan,
histopatologi, dan dideterminasi organ yang terkena toksik. Pengujian ini untuk
kosmetik yang pemakaiannya sering.
2. Uji Iritasi Primer
Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah suatu produk tersebut menimbulkan
adanya inflamasi atau tidak pada hewan uji atau manusia yang ditunjukkan dengan
warna kemerahan atau dermabiasi akibat proses inflamasi dengan pemakaian
berulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon iritasi pada kulit :
Bahan bahan baku yang digunakan untuk pengujian akan mempengaruhi respon
kulit meliputi :
1. Fisikokimia
2. Kemurnian : Bahan dengan kemurnian yang rendah dapat menyebabkan respon
iritasi
3. Pelarut : Pelarut dapat menjadi salah satu pemicu
4. Konsentrasi : Penggunaan konsentrasi maksimal memicu adanya iritasi
Faktor biologis meliputi faktor genetik, jenis kelamin, usia dan kondisi kulit
individual yang berbeda sehingga respon inflamasi yang ditimbulkan akan berbeda.
Faktor lingkungan saat pengujian kondisi lingkungan mempengaruhi respon kulit
yang dihasilkan, misalnya dilakukan pada suhu kamar akan berbeda hasilnya dengan
ruangan ber-AC serta cuaca yang berbeda pada setiap negara.
Cara penggunaan pengaplikasian material yang akan diuji harus pada lokasi yang
sama dan individu yang sama pula.
Metode yang dilakukan pada uji iritasi kulit, yaitu:
a. Draize Test
Mengevaluasi potensi iritasi bahan kimia pada binatang dengan memakai
kontrol
Bahan yang akan dites di dalam FCA (0,1 ml) disuntikkan interdermal ke sisi
kanan bagian dalam binatang dalam kelompok eksperimen setiap hari ke-2,
dengan total 5 kali. Binatang kontrol disuntik dengan 0,1 ml FCA saja. Empat
dari binatang diuji untuk efek toksik bahan setelah 1 kali pemakaian topikal
dengan langsung memberikan konsentrasi 100%,30%,10% dan 3% ke sisi kiri
binatang. Tempat aplikasi dibiarkan terbuka, reaksi pada kulit dinilai setelah
24 jam kemudian. Iritasi yang terkecil adalah warna kemerahan paling sedikit
pada 25% dari binatang dalam kelompok eksperimen. Nilai noniritan
maksimal diberikan pada konsentrasi tertinggi yang tidak menimbulkan reaksi
apa pun.
Tes ini untuk menentukan kapasitas sensitisasi bahan
Tes ini dinyatakan allergenik bila 1 dari 8 binatang dari kelompok eksperimen
menunjukkan reaksi positif terhadap konsentrasi noniritan yang dipakai untuk
percobaan
FCAT sederhana saja tetapi tidak untuk produk jadi
Lebih sensitif daripada Draize Test dan Buhler Test
pada marmut
Membandingkan hasil tes ini dengan pengalaman klinis dan dengan memakai
yang elastis.
Hari ke-21, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memakai occlusive
d. Buhler Test
dahulu.
Tes ini banyak keuntungannya, kurang menimbulkan iritasi, hanya
Bahan
dioleskan
langsung,
tidak
ditutupi,
tidak
menimbulkan iritasi.
Aplikasi diulang setiap hari selama 3 minggu atau 5 kali selama 4 minggu
di tempat yang sama. Dinilai kembali pada akhir tiap minggu.
Tes ini digunakan untuk contoh bahan kimia, campuran-campuran dan produk-produk
jadi, efek sensitasi dan iritasi.
3. Uji Iritasi Kumulatif
Tes ini pada prinsipnya sama dengan Primary Skin Irritation. Yang membedakannya
yaitu waktu yang digunakan lebih lama dari tes sebelumnya. Untuk melihat seberapa
banyak bahan kimia yang terakumulasi hingga menyebabkan iritasi berupa inflamasi
atau kemerahan pada kulit.
4. Sensitivitas
Tes ini untuk melihat reaksi imun setelah pemberian kosmetik. Diaplikasikan untuk
kosmetik dalam waktu yang panjang.
Menggunakan Maximisasi test :
- Menginduksi (intradermal) sistem imun menggunakan FCA yaitu campuran heattreated tuberculosis bacteria, liquid parafin dan surfaktan untuk melihat reaksi imun.
Fungsi Sodium lauril Sulfat (surfaktan kationik) sebagai pembuka jalur agar material
dapat masuk
5. Phototoxicity
Tes ini dilakukan untuk melihat sistem imun dimana bila terjadi alergi maka
menendakan kulit sensitif serta untuk melihat ketoksisitas suatu produk bila terkena
cahaya matahari maka dapat menyebabkan hiperpigmentasi.
Iritasi non imunologis yang berhubungan dengan cahaya dan terjadi setelah kulit
dikenai cukup cahaya. Yang dibutuhkan adalah non-erythrogenic light (320 nm) dan
penetrasi bahan yang bersifat phototoxic.
Animal test
1. Tikus dan kelinci yang sudah tidak berbulu diekspos ke bahan kimia selama
6. Photosensitivitas
Fotosensitivitas diinduksi terlebih dahulu karena bermasalahan dengan imun. Cara
induksi menggunakan sinar UV kemudian dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan bahan.
7. Iritasi Mata
Tes ini tidak dilakukan pada mata manusia, melainkan menggunakan mata kelinci.
Respon pada mata cepat yaitu berkisar 2-4 detik. Apabila mengiritasi maka akan
timbul kemerahan atau bengkak. Setelah pengujian langsung bilas bagian yang mata
yang digunakan dengan air hingga bersih.
Produk-produk yang harus dites:
a. Kosmetik mata: maskara, eyeshadow, eyeliner, eye makeup remover, dan lainlain.
b. Kosmetik wajah: foundation, blusher, face powder, lipstick, dan lain-lain.
c. Kosmetik lain: nail cosmetic, hair care products, body lotion, dan lain-lain.
a. Preclinical Test
b. Clinical Test
langsung di mata
Tes langsung berupa pemberian bahan yang akan dites ke mata dan
menentukan responnya : sakit, panas, gatal, air mata
Dengan memakai produk jadi untuk meneliti potensi iritasi pada mata
Dilakukan setiap hari selama 1 bulan
Dilakukan pemeriksaan setiap minggu oleh dermatologis dan/atau
ophthalmologis
8. Mutagenicity
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah suatu produk dapat menyebabkan mutasi
gen atau tidak.
- Tes mutasi pada bakteri
Contoh : bakteri Salmonella dan E. Coli
- Kromosomal abberation test with mammalion cells in culture
Menggunakan cell lines
9. Human Patch Test
Dikarenakan kondisi kulit hewan tidak begitu menggambarkan kondisi kulit manusia,
maka dilakukanlah human patch test. Tes ini dilakukan pada kulit lengan dan
punggung belakang, serta menghindari bagian wajah. Tes ini menimbulkan dermatitis
setempat yang mudah sembuh. Kemungkinan dalam waktu beberapa minggu sampai
beberapa bulan timbul hiperpigmentasi. Harus dikontrol relawan yang akan dites.
Adapun terdapat tes-tes lain:
a. Reproduksi Toksisitas