Anda di halaman 1dari 11

39

BAB V
KERJA SAMA PENDIDIKAN YANG SEHARUSNYA
DIIMPLEMENTASIKAN OLEH AKPOL

17.

Tinjauan Dari Aspek Organisasi


Chester I Barnard dalam Purwanto menyebutkan bahwa
organisasi adalah As a system of consciously coordinated activities
or force of two or more persons.30 Organisasi diartikan sebagai
sebuah sistem kerja sama yang terkoordinasi secara sadar dan
dilakukan oleh dua orang atau lebih. Struktur organisasi sendiri
diartikan sebagai suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi
menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara
yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan
fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus
menjelaskan tugas pokok dan hubungan wewenang di antara unitunit kerja yang ada di dalamnya.
Struktur organisasi

sangat fundamental dalam sebuah

organisasi. Struktur organisasi akan menjelaskan bagaimana


kebijakan organisasi akan disusun dan menjelaskan bagaimana
sumber daya akan dialokasikan. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, maka positioning Bag Kermadian dalam struktur organisasi
Akpol tidak bisa diabaikan begitu saja, karena akan menyangkut
masalah kebijakan yang akan disusun dan pengalokasian sumber
daya pendukungnya.
Pada bab tiga telah digambarkan dengan jelas dan rinci,
bahwa Bag Kermadian berada di bawah kendali kerja Direktorat
Pembinaan Taruna dan Latihan. Menurut penulis, posisi ini
30

Purwanto, Iwan, 2008, Manajemen Strategi, Bandung: CV. Yrama Widya. Hal. 50

40

sebenarnya kurang ideal bagi Bag Kermadian. Seharusnya Bag


Kermadian diposisikan di bawah kendali kerja Sekretariat Lembaga
(Setlem) Akpol, yang secara umum menyelenggarakan kegiatan
manajemen organisasi Akpol. Setlem Akpol membawahi unit kerja
Perencanaan (Subbag Ren), Personel (Subbag Pers) dan Logistik
(Subbag Log) serta Bendahara Satuan Kerja (Bensatker) Akpol.
Sangatlah tepat seandainya Bag Kermadian menjadi bagian
unit

kerja

dari

Setlem

Akpol.

Dikatakan

demikian

karena

pengembangan kerja sama dalam suatu organisasi, pasti terkait


dengan perencanaan strategi Akpol kedepannya dan ini masuk
dalam ranah tugas Subbag Ren. Kemudian kerja sama juga harus
memperhitungkan sarana dan prasarana yang kita miliki. Sarana
dan prasarana yang ada di Akpol dikelola manajemennya oleh
Subbag Log yang juga ada di bawah kendali Setlem.
Demikian halnya dengan kenyataan bahwa sebuah jalinan
kerja sama di bidang apapun pasti didukung dengan anggaran
organisasi termasuk dukungan SDM yang akan mengawaki proses
pelaksanaan kerja sama tersebut. Perhitungan daya dukung
anggaran organisasi terkait dengan ranah tugas pokok Subbag Ren
dan Bensatker. Sementara itu perhitungan daya dukung SDM
merupakan ranah tugas pokok dari Subbag Pers. Kedua Subbag
tersebut masih dalam kendali Setlem Akpol.
Dikarenakan idealnya Bag Kermadian merupakan bagian dari
Setlem

Akpol,

maka

strukturnya

berubah

menjadi

Subbag

Kermadian. Perubahan dari Bag menjadi Subbag bukan berarti


terjadi kemunduran organisasi Akpol. Sebab jika dilihat dari
perspektif reformasi birokrasi, maka salah satu upaya untuk
memangkas sistem birokrasi yang panjang dan berbelit, harus
dilakukan

penyederhanaan

struktur

organisasi

agar

birokrasi

menjadi lebih sederhana dan tidak panjang.


Nomenklatur Bag Kermadian (Bagian Kerja Sama dan
Pengabdian Masyarakat) juga sebaiknya di ubah menjadi Subbag

41

Kerma (Sub Bagian Kerja Sama). Argumentasi perlunya perubahan


tersebut karena selama ini yang berjalan adalah tugas mengelola
kerja samanya sementara tugas untuk merealisasikan pengabdian
masyarakat tidak diimplementasikan. Selain itu tugas pengabdian
masyarakat

ini

rancu

dikoordinir

oleh

Bag

dengan
Latihan

pengelolaan
Akpol.

Latsitarda

Latsitarda

yang

selama

ini

dikonsepkan sebagai salah satu bentuk pengabdian Taruna Akpol


kepada masyarakat sebelum mengakhiri masa pendidikan di Akpol.
Jadi sebaiknya struktur dan nomenklatur Bag Kermadian diubah
menjadi Subbag Kerma, sebagaimana tercantum dalam bentuk
bagan struktur organisasi, sebagai berikut:
Gambar 5
Posisi Bag Kermadian yang ideal dalam struktur organisasi Akpol
Gubernu
r
Akpol

Setlem
Akpol

Subba
g Ren

Direktorat
Akademik

Subba
g Log

Subba
g Pers

Bensa
t

Direktorat
Bintarlat

Dengan positioning Subbag Kerma sebagaimana tergambar


di atas maka kerja sama yang dikelola meliputi seluruh kegiatan
manajemen Akpol, Direktorat Akademik dan Direktorat BIntarlat. Jadi
strukturnya lebih sederhana sehingga memudahkan koordinasi antar
unit kerja pendukung yang sejajar, namun disisi lain memiliki fungsi
kerja yang menyeluruh. Prinsip inilah yang sebenarnya aplikasi dari
miskin struktur namun kaya fungsi. Struktur organisasi yang
dikedepankan bersifat fungsional.

Subba
g

42

18.

Tinjauan dari aspek Sumber Daya Manusia di Akpol


Dalam mewujudkan kerja sama yang baik terdapat sejumlah
prinsip, nilai (value) dan konsep dasar yang harus diperhatikan.
Prinsip yang sangat penting dan tidak dapat ditawar-tawar dalam
menjalin kerja sama adalah saling percaya dan tanggung jawab
bersama antar institusi atau lembaga yang bermitra atau bekerja
sama.31 Adapun nilai (value) yang diperlukan yakni karakteristik atau
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dari pihak yang terikat kerja
sama untuk mencapai visi dan misi organisasi. 32 Hal ini seringkali
berbeda dalam realisasinya di setiap organisasi, karena tatkala
prinsip dan substansi kerja sama sudah dirumuskan dan disepakati
oleh masing-masing pihak, tidak terlaksana dengan optimal karena
tidak dapat dijabarkan dengan baik oleh SDM yang mengawaki
organisasi-organisasi yang bermitra.
Pentingnya SDM dalam mengimplementasikan suatu jalinan
kerja sama, dinyatakan juga oleh Greenwood yaitu bahwa tujuan
kerja sama dalam sebuah pendidikan dapat tercapai tergantung dari
perilaku atau sikap SDM internal organisasi yang terlibat kerja
sama.33 Perilaku dan sikap disini tidak terbatas pada kemampuan
teknis semata, tetapi mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
proses aktualisasi konsep diri (pengalaman, identifikasi dan refleksi)
dan penyesuaian terhadap lingkungan.
Demikian halnya dengan kerja sama pendidikan yang
dikembangkan oleh Akpol. Unit kerja yang mengelola kerja sama
pendidikan di Akpol, dalam hal ini adalah Bag Kermadian, idealnya
harus diawaki oleh SDM yang memiliki kemampuan teknis,

31

Lendrum, Tony, 2003, The strategic Marketing for Educational Institutions, Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc. P. 132-134
32

Rukmana, Nana, 2006, Strategic Partnering For Educational Management, Bandung:


CV. Alfabeta. Hal. 60
33

Greenwood, 2004, The Profesional Partnership: Relic or Exemplary Form of


Governance, http://articles.findarticles.com/p/articles/mim4339/is624/ai105918455/, pada
tanggal 15 Agustus 2010

43

pengetahuan

dan

keterampilan

yang

relavan

bagi

upaya

implementasi dan pengembangan kerja sama pendidikan dimaksud.


Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa mayoritas SDM
yang mengawaki Bag Kermadian Akpol (tertera pada data tabel 1
halaman

25-26),

hanya

memiliki

kemampuan

teknis

dalam

mengelola kerja sama pendidikan di Akpol. Artinya sebagian besar


SDM di Bag Kermadian hanya menguasai bagaimana sistem
administrasi surat menyurat dalam suatu MoU seperti: surat apa saja
yang harus dilengkapi, bagaimana kegiatan ceremonial yang harus
dipersiapkan untuk pengesahan kerja sama, dan sebagainya. Jadi
sifatnya hanya menguasai pekerjaan-pekerjaan rutin dan hanya
bersifat teknis. Sementara kemampuan lainnya yaitu penguasaan
pengetahuan

dan

keterampilan

lain

yang

diperlukan

untuk

mengembangkan suatu kerja sama tidak mereka miliki.


Salah

satu

indikator

yang

dapat

dikemukakan

untuk

mendukung pernyataan di atas adalah, bahwa seluruh kerja sama


yang telah dikembangkan oleh Akpol selama ini, merupakan inisiatif
dari pihak manajemen Akpol, yang berarti bersifat given dari
pimpinan atau dalam sistem birokrasi disebutkan sebagai sistem
top-down. Tidak ada usulan dari bawah bottom-up tentang upaya
untuk mengembangkan kerja sama dengan pihak-pihak lain.
Kondisi ini bisa dimaklumi, karena adanya kesenjangan
kompetensi yang sangat jauh antara unsur pimpinan dengan unsur
pelaksana atau staf di Bag Kermadian. Dari 10 personel yang
mengawaki Bag Kermadian, hanya 3 personel saja atau 30 % yang
memiliki latar belakang pendidikan setara strata 1 itupun hanya dari
kelompok unsur pimpinan yaitu Kabag Kermadian, Kasubbag
Kermadik dan Kasubbag Dianmas (lihat tabel 1 pada halaman 25-26
NASTRAP ini). Kondisi ini sangat mungkin menimbulkan dinamika
unit kerja menjadi stagnan, terjebak rutinitas dan sulit untuk
berinovasi. Apa yang digariskan pimpinan dalam internal unit kerja

44

menjadi tidak terjabarkan dengan baik, karena memang kompetensi


implementor atau pelaksana tidak mendukung untuk melakukannya.
Idealnya struktur SDM dalam Bag Kermadian harus merata.
Tidak hanya unsur pimpinan saja yang memiliki kompetensi
memadai namun unsur pelaksana harus demikian pula atau
setidaknya ada dari unsur pelaksana yang memiliki kompetensi
untuk mengembangkan kerja sama dengan berbagai pihak. Dia
akan menjadi penggerak utama untuk menterjemahkan keinginan
dan tujuan dari strategi kerja sama yang sudah digariskan oleh
lembaga pendidikan Akpol.
Beberapa kompetensi yang setidaknya harus dimiliki oleh
SDM Bag Kermadian adalah:34
a. Vocational Competence yaitu melaksanakan pekerjaan pada
kegiatan spesifik. Kompetensi ini sudah dimiliki oleh semua
personel Bag Kermadian, yaitu kemampuan melaksanakan tugas
pokoknya. jadi kompetensi ini bersifat mendukung tugas-tugas
yang rutin saja.
b. Methodical Competence yaitu reaksi sistemik dan tindakan
sistemik pada setiap tantangan diperlihatkan sebagai unjuk kerja,
guna memperoleh solusi independent dan mampu menggunakan
pengalaman

guna

mendapatkan

cara

bermakna

untuk

menanggulangi masalah-masalah pekerjaan. Kompetensi ini


berbasis pengalaman. Di Bag Kermadian hanya 4 personel yang
memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun. Secara teknis dan
metodologi,

maka

keempat

personel

ini

hanya

bekerja

berdasarkan pengalamannya selama bekerja di Bag Kermadian


saja. Jadi hanya unsur rutinitas saja yang dikedepankan.
c. Social Competence yakni kemampuan berkomunikasi dengan
pihak

lain

dan

bekerjasama

dengan

cara

cooperative,

memperlihatkan perilaku berorientasi kepada kelompok dan


berempati. Kompetensi ini yang berdasarkan observasi penulis
34

Prihadi, Syaiful, 2004, Assesment Centre: Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan


Kompetensi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal.15

45

tidak dikembangkan oleh Bag Kermadian. Hampir seluruh


personel Bag Kermadian hanya bekerja berdasarkan kegiatan
yang sudah rutin dilaksanakan selama ini. Kerjasama yang
dikelola sebagian hanya bersifat memperpanjang waktu kerja
sama saja. Praktis tidak ada kerja sama yang baru berdasarkan
inisiatif Bag Kermadian. Kondisi ini bisa tergambarkan bahwa
sejak 8 (delapan) tahun terakhir ini Bag Kermadian hanya
mengelola 6 (enam) kerjasama, itupun 3 (tiga) kerjasama baru
dilaksanakan

pada

tahun

2010

secara

bersamaan

dan

merupakan inisiatif dari pihak top manager Akpol. Untuk


merealisasikan kompetensi ini, seharusnya Bag Kermadian
diawaki oleh beberapa SDM yang setidaknya memiliki latar
belakang pendidikan di bidang komunikasi, kependidikan, human
relation, manajemen, kebijakan dan sebagainya.
d. Participative competence yakni kemahiran kerja dan adaptasi
terhadap

lingkungan

mengorganisasi

dan

kerja

dalam

membuat

arti

luas,

keputusan

kemampuan

dan

kesiapan

mengambil tanggung jawab. Kompetensi berpartisipasi dalam


kegiatan kerja sama yang bersifat rutin dari waktu ke waktu
sudah ditunjukkan oleh seluruh personel Bag Kermadian. Namun
lingkupnya masih internal Akpol. Tidak ada inisiatif untuk
mengembangkan kompetensi diri dan menjalin interaksi dengan
berbagai

instansi

terkait

yang

diproyeksikan

kepada

pengembangan kerja sama pendidikan Akpol.


19.

Bentuk Kerja sama Pendidikan Yang Seharusnya Dilaksanakan


Oleh Akpol
Wood and Gray (1991) dalam penjabaran Tilaar mengatakan
bahwa kerja sama dalam penyelenggaraan pendidikan dapat lebih
mendorong

kegiatan

pendidikan

lebih

efisien

dan

efektif,

memperkecil peluang pemborosan, mengeliminir sesuatu yang


sifatnya berlebihan, serta mendorong kerja sama secara sinergi

46

antara dua kekuatan yang memiliki sumber daya dengan kekuatan


yang memiliki gagasan dan keahlian untuk menghasilkan kualitas
lulusan

yang

sesuai

kebutuhan

organisasi

penggunan

jasa

kelulusan.35 Mendukung pernyataan Tilaar tersebut, maka Akpol juga


berprinsip bahwa untuk meningkatkan kualitas lulusannya, Akpol
tidak bisa sendiri mengelola program pendidikannya. Oleh sebab itu
harus dikembangkan beberapa pola kerja sama dengan berbagai
pihak

terkait.

Kerjasama

yang

dikembangkan

tentu

untuk

mendukung perwujudan postur Polri yang profesional, bermoral dan


modern.
Pentingnya kerja sama dikembangkan oleh sebuah lembaga
pendidikan di tengah arus globalisasi dan modernisasi, sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Kartajaya bahwa saat ini The
world is flat.36 Maksud dari pernyataan tersebut adalah agar sebuah
organisasi

bisa

eksis

di

tengah

gempuran

globalisasi

dan

modernisasi maka organisasi tersebut harus terkoneksi satu dengan


yang lain dalam posisi sejajar.37 Terkoneksi disini dimaknai sebagai
interaksi kemitraan atau kerja sama antar organisasi.
Gran strategi Polri tahapan kedua yang menempatkan
partnership building sebagai strategi utama merupakan langkah
yang tepat. Hanya saja perlu penjabaran strategi yang baik dari
kesatuan kewilayahan di bawah Mabes Polri, agar strategi
partnership building terimplementasi dengan optimal. Demikian
halnya dengan Akpol yang merupakan sebuah lembaga pendidikan
pembentukan Perwira Pertama di bawah kendali Mabes Polri, harus
mampu mengembangkan strategi partnership building ini.
Idealnya sebelum mengembangkan kerja sama, lembaga
Akpol harus mengetahui dulu tiga hal yaitu: (1) positioningnya
selama ini; (2) differentiation yang dimilikinya; (3) brand yang
35

Tilaar, H.A.R, 2000, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Rineka Cipta

36

Kartajaya, Hermawan, 2008, New Wave Marketig: The Word is Still Round The Market
is Already Flat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
37

Kartajaya, Hermawan, 2010,Connect: Surfing New Wave Marketing, Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama. Hal. vii

47

disandangnya. Mengambil istilah yang dipopulerkan oleh Kartajaya,


maka ketiga hal tersebut dikenal dengan nama segitia PDB
(Positioning, Differentiation, Brand).
Akpol harus tahu dulu positioningnya saat ini. Terutama
posisinya di antara lembaga pendidikan kedinasan dan lembaga
pendidikan tinggi umum baik dalam skala nasional maupun
inetrnasional. Jika sudah mengetahui posisinya maka Akpol bisa
memilih pihak-pihak yang akan diajak bekerja sama. Jadi dengan
mengetahui posisi Akpol, maka pihak yang akan diajak bekerja sama
tentu merupakan instansi yang memiliki daya dukung setidaknya
seimbang atau bisa jadi malah memiliki reputasi yang lebih baik dari
Akpol. Agar setelah kerja sama dilakukan maka reputasi Akpol akan
semakin meningkat.
Kemudian agar instansi tersebut mau bekerja sama dengan
Akpol, tentu Akpol harus mampu menunjukkan differentiationdifferentiation yang dimilikinya. Differentiation disini identik dengan
keunggulan-keunggulan

yang

dimiliki

oleh

Akpol.

Beberapa

diferensiasi yang dapat dimunculkan oleh pihak Akpol diantaranya:


bahwa Akpol menyelenggarakan pendidikan kedinasan plus. Artinya
walaupun lembaga pendidikan kedinasan namun tetap mengacu
kepada sistem pendidikan tinggi secara umum. Hal ini merupakan
peluang bahwa perguruan tinggi selevel dapat juga berkarya di
lembaga pendidikan Akpol. Kondisi berbeda dengan lembaga
pendidikan kedinasan lainnya. mereka betul-betul melaksanakan
otonomi

kependidikan.

Tidak

melibatkan

pihak

luar

dalam

penyelenggaraan pendidikannya.
Diferensiasi lain yang bisa dimunculkan oleh Akpol adalah
walaupun merupakan lembaga pendidikan kedinasan dan memiliki
hak otonom untuk menyusun kurikulum pendidikannya, namun Akpol
membuka peluang dari pihak luar untuk turut andil dalam menyusun
kerangka kurikulum pendidikannya. Hal ini dilakukan karena Akpol
memandang bahwa lulusan Akpol tidak bekerja secara eksklusif di

48

internal institusi Polri, melainkan langsung berinteraksi dengan pihak


di luar Polri. Oleh karena itu dalam rangka melahirkan sosok Polri
yang profesional, bermoral dan modern sesuai dengan kebutuhan
masyarakat (pihak di luar Polri), maka Akpol membuka peluang
menerima masukan dari kelompok akademisi untuk secara bersama
menyusun kerangka kurikulum pendidikan Akpol.
Akpol memperhatikan tawaran bantuan teknis (produk) dari
instansi yang diajak kerjasama. Bantuan teknis ini tentu dalam
rangka semakin menyempurnakan program pendidikan di Akpol.
Semakin baik program pendidikan maka semakin baik pula proses
pendidikan yang diselenggarakan oleh Akpol. Kondisi ini tentu
mempengaruhi kualitas para lulusannya. Kualitas penyelenggaraan
pendidikan berbanding lurus dengan kualitas lulusannya. Dengan
kata lain pendidikan yang diselenggarakan dengan kualitas baik
tentu akan menghasilkan lulusan yang memiliki mutu baik pula. Jadi
lulusan yang bermutu tentu akan dihargai baik oleh pasar
(masyarakat) dimana mereka akan berkiprah.
Dalam prinsip kerja sama antar instansi, pemunculan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing pihak
yang akan bekerja sama merupakan hal yang mutlak. Sebab
masing-masing pihak tersebut tentu akan berhitung tentang profit
yang

akan

diperoleh

dari

jalinan

kerja

sama

yang

akan

dilaksanakan. Hanya saja profit disini tidak bisa diartikan secara


sempit dalam bentuk materi saja, tetapi dalam bentuk immaterial
juga dapat dikelompokkan dalam hitungan profit.
Ketika Akpol bisa memposisikan lembaganya secara benar
dan

mampu

merepresentasikan

keunggulan-keunggulan

yang

dimilikinya, maka brand Akpol akan terbentuk. Brand ini sebagai


modal utama dalam menjalin kerja sama. Brand tidak hanya sekedar
nama, bukan juga sekedar logo atau simbol, brand merupakan
cerminan value atau nilai yang lembaga Akpol tampilkan kepada

49

pelanggan dan pihak-pihak lain. Oleh karena itu brand jangan hanya
sekedar diciptakan tapi juga dikembangkan.
Implementasi segitiga PDB dalam pengembangan kerja sama
pendidikan di Akpol akan memperluas spektrum bentuk dan
substansi kerja sama di Akpol. Selama ini bentuk kerja sama yang
dikembangkan oleh Akpol baru di bidang pendidikan saja. Baru
dalam 1 tahun terakhir ini Akpol mengembangkan kerja sama di luar
bidang

pendidikan,

yaitu

bekerja

sama

dengan

beberapa

laboratorium yang ada di Semarang (lihat tabel 2 halaman 29).


Memperhatikan kondisi tersebut, maka idealnya bentuk kerja
sama yang dikembangkan oleh Akpol lebih luas dan komprehensif.
Artinya Akpol dapat bekerja sama dengan instansi atau perguruan
tinggi manapun. Jadi tidak hanya kerja sama di bidang pendidikan
saja, namun tetap difokuskan dalam rangka meningkatkan kualitas
program

pendidikannya.

Oleh

karena

itu

kerja

sama

yang

dikembangkan oleh Akpol dapat meliputi 10 komponen pendidikan,


yaitu: kurikulum; bahan ajar; peserta didik; tenaga pendidikan;
tenaga kependidikan; metode pembelajaran; sarana dan prasarana;
alins alongins; evaluasi; dan anggaran.

Anda mungkin juga menyukai