Anda di halaman 1dari 9

ISSN 1978-9513

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG


PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT
DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT
Hasmar Rusmendro
Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

ABSTRAK
Penelitian telah dilakukan di kawasan Pangandaran, Jawa Barat dengan tujuan
untuk melihat perbandingan keanekaragaman jenis burung pada waktu pagi dan
sore hari di empat tipe habitat yang berbeda. Metode yang digunakan ialah point
count (titik hitung) dengan mengikuti jalur yang ada. Selama pengamatan total
komposisi jenis di keseluruhan habitat ialah 35 jenis, 24 suku dan 10 bangsa.
Tetapi jika dibedakan pagi dan sore, maka pada pagi hari didapat 30 jenis, 20 suku
dan 9 bangsa sedangkan sore harinya 23 jenis, 15 suku dan 6 bangsa. Secara
keseluruhan frekuensi tertinggi di setiap habitat dimiliki oleh jenis kangkareng perut
putih (Anthracoceros albirostris) lalu walet linchi (Colocalia linchi). Untuk
kelimpahan relatif, rata-rata di setiap habitat kangkareng perut putih mempunyai
nilai tertinggi lalu diikuti oleh walet linchi. Nilai keanekaragaman di taman wisata
alam pagi hari sebesar 2,142 sorenya 1,68. Di zona peralihan 2,269 pada pagi
harinya dan 1,888 di sore harinya. Di padang pengembalaan 2,621 pada pagi
harinya dan 2,509 sore harinya, di pinggir pantai pagi hari sebesar 1,79 dan sore
harinya sebesar 1,374. Berdasarkan uji Hutchenson lokasi taman wisata alam pagi
dan sore terdapat perbedaan, begitu juga dengan lokasi zona peralihan dan pinggir
pantai. Sedangkan di padang pengembalaan tidak terdapat perbedaan. Dengan uji
statistik menunjukkan bahwa hubungan antara waktu dengan jenis, lokasi dan
ulangan terdapat perbedaan.
Kata kunci : burung, habitat, keanekaragaman, Pangandaran

PENDAHULUAN
Burung adalah salah satu makhluk
yang mengagumkan. Berabad-abad burung
menjadi sumber inspirasi dan memberikan
kesenangan kepada masyarakat Indonesia
karena keindahan suara dan bulunya.
Burung juga meru-pakan indikator yang
sangat baik untuk kesehatan lingkungan
dan nilai keanekaragaman hayati lainnya
(Rombang & Rudyanto, 1999).
Sebagai salah satu komponen
ekosistem, burung mempunyai hubungan
timbal balik dan saling tergantung dengan
lingkungannya. Atas dasar peran dan
manfaat ini maka kehadiran burung dalam
Rusmendro H

suatu ekosistem perlu dipertahankan


(Arumasari, 1989).
Selama proses evolusi dan perkembangan kehidupan berlangsung, burung
selalu beradaptasi dengan berbagai faktor,
baik fisik (abiotik) maupun biotik. Hasil
adaptasi ini mengakibatkan burung hadir
atau menetap di suatu yang sesuai dengan
kehidupannya dan tempat untuk kehidupannya tersebut secara keseluruhan
disebut sebagai habitat (Rusmendro, 2004).
Menurut Howes dkk (2003), kehadiran suatu jenis burung tertentu, pada
umumnya disesuaikan dengan kesukaannya
terhadap habitat tertentu. Secara umum,
habitat burung dapat dibedakan atas habitat

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

di darat, air tawar dan laut, serta dapat


dibagi lagi menurut tanaman-nya seperti
hutan lebat, semak maupun rerumputan
(Rusmendro, 2004), menurut Jati (1998),
saat ini populasi burung cenderung
menurun. Keadaan tersebut merupakan
hasil langsung dari dampak antropogenik,
seperti pembakaran hutan dan padang
rumput, perladangan berpindah, perburuan
dan per-dagangan burung. Menurut
Shannaz dkk (1995), akibat penurunan
kuali-tas, modifikasi dan hilangnya habitat
merupakan ancaman yang berarti bagi
jenis-jenis burung. Saat ini diketahui
sekitar 50 % burung di dunia terancam
punah karena menurunnya kualitas dan
hilangnya habitat.
Kawasan konservasi Pangan-daran,
Jawa Barat merupakan habitat yang unik
yaitu berupa hutan batu kapur. Cagar alam
dengan luas 529 ha ini adalah semenanjung
batu kapur yang agak terangkat dan
terletak di ujung tenggara Pulau Jawa serta
didukung oleh hutan agak rapat dengan
tegakan yang tidak tinggi. Kawasan hutan
Pananjung Pangandaran terdiri dari Taman
wisata (37,7 ha) dan Cagar Alam (491,3
ha) dan merupakan salah satu daerah
konservasi di Indonesia yang dikunjungi
pengunjung sekitar 500.000 orang pertahunnya (Whitten dkk, 1999).
Berdasarkan hal diatas, maka
dilakukan pengamatan yang ber-tujuan
untuk melihat dan mem-bandingkan
komposisi dan keaneka-ragaman, jenisjenis burung di keempat habitat di kawasan
Pananjung Pangandaran, Jawa Barat yaitu
di taman wisata alam, zona peralihan,
padang pengembalaan dan pinggir pantai,
dan melihat perbedaan keanekaragaman
jenis pada dua waktu yang berbeda yaitu
pagi hari dan sore hari.
Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini ialah
1. Terdapat perbedaan keaneka-ragaman
jenis burung di empat lokasi berbeda di
kawasan Pananjung Pangandaran
Rusmendro H

2. Terdapat perbedaan keaneka-ragaman


jenis burung pada pagi hari dan sore
hari di setiap tipe habitat yang
dibandingkan
3. Terdapat
perbedaan
kelimpahan
individu burung pada pagi dan sore hari
di masing-masing habitat yang
dibandingkan

METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di
Taman Wisata Alam dan Cagar Alam
Pangandaran, Jawa Barat. Pengamatan
dilakukan di empat habitat yang berbeda
yaitu di taman wisata alam, zona peralihan
(taman wisata alam dengan cagar alam),
padang penggembalaan dan pinggir pantai.
Pengamatan dilakukan pada waktu pagi
06.30 11.00 dan pada sore hari 14.00
17.00

B. Peralatan yang digunakan


Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah binokuler, buku
panduan lapangan burung burung di
Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Mac
Kinnon dan Philips, 1998), kompas,
counter, dan jam tangan digital

C. Cara Kerja
1. Pengamatan Pendahuluan
Pengamatan pendahuluan / observasi dilakukan untuk :
Mengenal lokasi / habitat yang akan
menjadi tempat pengamatan
Penelusuran jalur dan penentuan titik
pengamatan
Mengenal jenis-jenis burung yang
umum dijumpai di keempat lokasi

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

2. Pengamatan Utama
Pengamatan ini dilakukan menggunakan metode point count (titik hitung)
dengan mengikuti jalur yang telah ada.
Pada metode ini pengamat berjalan
sepanjang jalur/jalan disertai dengan titik
pengamatan yang telah ditentukan. Di
setiap titik, penga-matan dilakukan selama
15 menit dengan jarak pengamatan ke kiri
dan kanan sejauh 25 meter dan jarak antar
titik sejauh 100 meter, agar tidak terjadi
pengulangan pencatatan. Parameter yang
diamati adalah jumlah jenis dan jumlah
individu di ke empat lokasi pengamatan,
pada masing-masing habitat yang berbeda.

D. Analisis Data
1. Frekuensi Relatif
Frekuensi relatif (Fr) / tingkat perjumpaan setiap jenis burung di kawasan
penelitian (Houston, 1994) :

2. Kelimpahan relatif
Kelimpahan relatif (Kr) setiap jenis
burung di setiap lokasi pengamatan.
3. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis (Indeks
Keanekaragaman Shannon dan Weaner)
burung
di
kawasan
penelitian
(Houston,1994) :
4. Uji Hutchinson
Digunakan untuk ada / tidaknya
perbedaan indeks keanekaragaman antar
tipe habitat di kawasan penelitian
5. Perhitungan dengan SPSS model Split
Plot; digunakan untuk melihat hubungan
antara jenis dengan habitat yang
dibandingkan dengan waktu pengamatan
pagi dan sore.

Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis data :


1. Frekuensi relatif
Fr = fi x 100%
fi = Jumlah petak contoh yang mengandung jenis ke i
Jumlah total petak contoh
Keterangan : Fr = frekuensi relatif

2. Kelimpahan relatif
Kr =

Ki

Ki x 100 %
K

= Jumlah individu ke - i di setiap habitat


Luas point x total point setiap habitat
Keterangan : Kr = kelimpahan relatif

Rusmendro H

10

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

3. Indeks Keanekaragaman

H = - pi ln pi

pi

= Fr + Kr

Keterangan :
H : Keanekaragaman Jenis
pi : Proporsi nilai penting jenis ke-i
ln : Logaritma Natural

4. Uji Hutchinson
H1 - H2
thit = ------------------------- var H1 + var H2
( var H1 + var H2 )
db = ----------------------------( var H1 ) + ( var H2 )
N1
N2
pi(lnpi) - ( pi lnpi)
S1
Var H = ------------------------------ ------N
2N
Keterangan :
N
H
Pi
ln
S

: Jumlah total individu seluruh jenis pada plot contoh


: Indeks keanekaragaman
: Proporsi nilai penting
: Logaritma natural
: Jumlah jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan pada empat lokasi yang berbeda,
yaitu taman wisata alam, zona peralihan,
padang pengembalaan dan pinggir pantai,
dijumpai 35 jenis burung yang termasuk ke
dalam 24 suku dari 10 bangsa, diantaranya
merupakan jenis endemik jawa seperti
takur tulung tumpuk (Megalaima javensis)
dan beberapa termasuk yang dilindungi
undang-undang. Jenis burung yang
dijumpai pada lokasi taman wisata alam

Rusmendro H

adalah 14 jenis, zona peralihan 14 jenis,


padang pengembalaan 24 jenis dan pinggir
pantai 11 jenis.
Bila dibandingkan antara pengamatan
pagi dan sore, pada pagi hari didapat 30
jenis dari 20 suku dan 9 bangsa. Sore
harinya 23 jenis dari 15 suku dan 6 bangsa.
Untuk melihat perbandingan jenis yang
didapatkan di kedua waktu dapat dilihat di
tabel 1.
Dari tabel 1, terlihat bahwa pada
waktu pagi hari dimasing-masing habitat
mempunyai
jenis
yang
terbanyak
dibandingkan dengan waktu sore hari, hal
ini diduga karena pada pagi hari, jenis-jenis
burung diurnal sedang memulai aktifitas
11

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

hariannya, terutama mencari makan.


Sedangkan pada sore hari terdapat
kecenderungan beberapa jenis burung
sedang istirahat atau melakukan aktifitas
lainnya seperti bertengger atau berdiam
diri.
Padang pengembalaan mempunyai
jumlah jenis terbanyak dibandingkan
dengan habitat lain karena, lokasi yang
menjadi tempat pengamatan terdiri dari dua
padang pengembalaan, yaitu padang

pengembalaan nanggorak dan cikamal.


Cikamal (20 Ha) dan nanggorak ( 10
Ha)
sendiri
merupakan
padang
pengembalaan yang relatif luas, dengan
struktur vegetasi yang terdiri dari semak
belukar dan hutan sekunder (Lase, 2003).
Menurut Galli, dkk, (1976); Ambual dan
Temple, (1983). Biasanya jumlah jenis
burung akan meningkat sesuai dengan luas
habitat atau ukuran suatu habitat.

Tabel 1. Perbandingan jumlah jenis burung di kedua waktu

Lokasi
Taman wisata alam
Zona peralihan
Padang pengembalaan
Pinggir pantai
Jumlah jenis

Pagi
Jenis
10
12
19
10
30

B. Frekuensi relatif
Secara keseluruhan Frekuensi relatif
tertinggi pada lokasi taman wisata alam,
zona peralihan dan padang penggembalaan
dimiliki oleh kangkareng perut putih (50
%, 87,5 %, 76,92 %); sedangkan di pinggir
pantai dimiliki jenis walet linchi (80 %).
Perbandingaan Frekuensi relatif pada pagi
dan sore hari dapat dilihat pada tabel 2.
Tingginya frekuensi relatif ditentukan
oleh frekuensi perjumpa-an dengan jumlah
total lokasi pengambilan data, oleh sebab

Sore
Jenis
8
8
16
6
23

Keseluruhan
Jenis
14
14
24
11
35

itu semakin tinggi frekuensi perjumpa-an,


semakin tinggi frekuensi relatifnya. Secara
keseluruhan di beberapa lokasi jenis
Kangkareng perut putih (Antracoceros
albirostris) mempunyai frekuensi relatif
tertinggi, karena terdapatnya beberapa
pohon buah dan pohon tidur yang
digunakan oleh jenis burung tersebut,
contohnya Ficus sp. burung ini juga
mempunyai tubuh yang besar dan suara
yang khas sehingga mudah dikenali dan
burung ini juga menyukai pepohonan
terbuka di hutan sekunder.

Tabel 2. Perbandingan frekuensi relatif pada waktu pagi dan sore

Frekuensi relatif
Lokasi

Pagi
Jenis
Kangkareng perut putih
Taman wisata alam
Kangkareng perut putih
Zona peralihan
Padang pengembalaan Kangkareng perut putih
Walet linchi
Pinggir pantai
Rusmendro H

Nilai
18.75%
75.00%
61.53%
73.33%

Sore
Jenis
Kangkareng perut putih
Kangkareng perut putih
Walet linchi
Kekep babi

Nilai
43.75%
87.50%
53.84%
33.33%

12

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

C. Kelimpahan relatif
Secara
keseluruhan
kelimpahan
relatif tertinggi pada lokasi taman wisata
alam dimiliki oleh kangkareng perut putih
(37,95 %). Pada zona peralihan dimiliki
oleh kangkareng perut putih (30,76 %). Di

padang penggembalaan dimiliki oleh walet


linchi (18,35 %).
Di pinggir pantai
dimiliki jenis walet linchi (57,30 %).
Perbandingan kelimpahan relatif tertinggi
pada waktu pagi dan sore hari dapat kita
lihat di tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan kelimpahan relatif di waktu pagi dan sore

Kelimpahan relatif
Lokasi
Taman wisata alam
Zona peralihan
Padang pengembalaan
Pinggir pantai

Pagi
Jenis
Pelanduk semak
Kangkareng perut putih
Kangkareng perut putih
Walet linchi

Kelimpahan relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masingmasing jenis yang dijumpai selama
pengamatan. Bila dilihat jenis kangkareng
perut putih merupakan burung yang
mempunyai kelimpahan relatif tertinggi di

Nilai
23.99%
27.60%
20.90%
51.13%

Sore
Jenis
Kangkareng perut putih
Kangkareng perut putih
Walet linchi
Walet linchi

Nilai
54.59%
33.34%
23.82%
62.75%

berbagai habitat karena jenis ini merupakan


burung yang suka berkelompok dalam
mencari makan dan menyukai hutan
sekunder (Mackinnon, 1998).
Perbandingan jumlah individu pada waktu pagi
dan sore hari dapat kita lihat di tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan jumlah individu keseluruhan jenis di setiap habitat

Lokasi
Taman wisata alam
Zona peralihan
Padang pengembalaan
Pinggir pantai
Jumlah

Pagi
J.Ind
25
29
67
45
166

Dari hasil uji statistik didapatkan


hubungan antara waktu dengan jenis
menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna (p > 0,05). Hubungan antara
lokasi dengan waktu juga menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Dari tabel 4
juga terlihat perbedaan jumlah individu di
masing-masing habitat pada kedua waktu
yang berbeda.
Rusmendro H

Sore
J.Ind
33
36
42
51
162

Keseluruhan waktu
J.Ind
58
65
109
96
328

D. Keanekaragaman jenis
Helvoort (1981) mengatakan bahwa
keanekaragaman jenis terdiri dari dari dua
komponen yaitu jumlah jenis dan jumlah
individu
dari
masing-masing
jenis
(kelimpahan jenis). Keanekaragaman jenis
burung umumnya bebeda antara habitat
yang satu dengan habitat yang lainnya.
13

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

Alikodra (1990) menjelaskan bahwa


perbedaan keanekaragaman dapat terjadi
karena terdapatnya perbedaan dalam
struktur vegetasi pada masing-masing tipe

habitat, sehingga akan menyebabkan


bervariasinya sumber pakan yang ada
dalam suatu habitat.

Tabel 5. Nilai keanekaragaman di Setiap Habitat

Twa.
2.305

Berdasarkan uji Hutchinson yang


dilakukan antar habitat maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
antara taman wisata alam dengan zona
peralihan. Karena lokasi pengamatan tidak
terlalu jauh sehingga jenis yang sama
diperkirakan dapat masuk ke masingmasing habitat. Lalu terdapat perbedaan
keanekaragaman antara taman wisata alam
dengan padang pengembalaan dan taman
wisata alam dengan pinggir pantai.
Sedangkan antara zona peralihan dengan
padang pengembalaan terdapat perbedaan.
Keanekara-gaman zona peralihan dan
pinggir pantai juga berbeda, begitu juga

Zp.
2.326

Ppg.
2.779

Ppt.
1.935

dengan padang pengembalaan dengan


pinggir pantai yang mempunyai keanekaragaman yang berbeda jauh.
Dengan uji Hutchenson dapat
membandingkan keanekaragaman pagi dan
sore di setiap habitat. Di lokasi taman
wisata alam pada pagi hari dan sore
harinya terdapat perbedaan keanekaragaman. Di zona peralihan juga terdapat
perbedaan di kedua waktu tersebut.
Sedangkan di padang pengembalaan tidak
terdapat perbedaan. Dan di pinggir pantai
terdapat perbedaan keanekaragaman di
kedua waktu tersebut.

Tabel 6. Nilai keanekaragaman antara Pagi dan Sore di Setiap Habitat

H Pagi
H Sore

Twa.
2.142
1.68

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut,
1. Dijumpai 35 jenis dari 24 suku dan 10
bangsa burung pada empat tipe habitat
di kawasan konservasi Pananjung
Pangandaran Jawa Barat.
Rusmendro H

Zp.
2.269
1.888

Ppg.
2.621
2.509

Ppt.
1.79
1.374

2. Terdapat perbedaan keanekaragaman


jenis burung antar tipe habitat, kecuali
antara Taman Wisata Alam dan Zona
Peralihan
3. Terdapat perbedaan keanekaragaman
jenis burung antar waktu (pagi dan
sore) di masing-masing habitat, kecuali
di padang penggembalaan.
4. Jenis burung kangkareng perut putih
(Anthracoceros albirostris) merupakan
jenis yang mempunyai frekuensi relatif

14

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

dan kelimpahan relatif tertinggi di


beberapa lokasi.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian intensif
terhadap jenis-jenis dilindungi dari bangsa
Falconiformes, dan takur tulungtumpuk
(Megalaima javensis) yang juga merupakan jenis dilindungi serta endemik di Jawa
dan mempunyai daerah sebaran terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Adiputra J. Keanekaragaman Jenis Elang
Pada Tipe Habitat Yang Berbeda Di
Taman Nasional Gunung Halimun Dan
Sekitarnya, Jawa Barat. Sripsi Sarjana
Biologi. Fakultas Biologi Universitas
Nasional, Jakarta, 2000.
Alikodra HS. Pengelolaan satwa liar.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat, Jilid I, IPB, Bogor, 1990.
Arumasari. Komunitas Burung Pada
Berbagai Habitat di Kampus UI,
Depok. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA
Universitas Indonesia. Jakarta. 1989
Avenzora R. Evaluasi potensi Cagar Alam
Muara Angke Jakarta. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB, Bogor, 1988
Bibby CJ, Burges ND, Hill DA, dkk. Bird
cencus techniques. 2nd Edition,
Academic Press, London, 2000
Bibby CJ, Burges ND, Hill DA, dkk. Bird
cencus techniques. RSPB/British Trust
for Ornithology, Academic Press
Limited, London, 1992

Rusmendro H

Daniel WW. Statistika Non Parametik


Terapan. PT Gramedia Jakarta, 1989.
Dinata D. Pengaruh Fragmentasi Habitat
Terhadap Kelimpahan dan Distribusi
Burung. Karya Ilmiah. Fakultas Biologi
Universitas Nasional, Jakarta, 2001.
Galli AE, dkk. Avian Distribution Pattern
in Forest Island of Different Sizes in
Central New Jersey, Auk 93, 1976.
Haq MZ. Distribusi Vertikal Burung Pada
Beberapa Taman Kota di DKI Jakarta.
Skripsi Sarjana Fakultas Biologi
Universitas Nasional, Jakarta, 1996.
Helvoort VB. A study on bird population
in the rural ecosystem of West Java,
Indonesia.
A
semi
quantitative
approach report, Natcons Departement
Agricultural University Wageningen,
1981.
Houston MA. Biological diversity. The
coexistence of species on charging
landscapes, Cambrige University Press,
1994
Howes J, Bakewell D, Noor YR. Panduan
Studi Burung Pantai. Wetlands
International - Indonesia Programme,
Bogor, 2003.
Jati A. Kelimpahan dan Distribusi Jenisjenis Burung Berdasarkan Fragmentasi
dan Stratifikasi Habitat Hutan Cagar
Alam Langgaliru, Sumba. Program
Pasca Sarjana IPB. Bogor 1998.
Lase EF. Keanekaan Jenis Burung di
Daerah Nanggorak dan Cikamal Cagar
Alam Pananjung Pangandaran Ciamis,
Jawa Barat. Laporan Kuliah Kerja
Lapangan. Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA,
Universitas
Padjadjaran,
Jatinangor 2003.
15

VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

Mackinnon J, Phillips K and B. van Balen.


Burung burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan. Puslitbang
Biologi LIPI/ BirdLife Indonesia,
1998.
Magguran AE. Ecological Diversity and
its Measurent, Pricenton University
Press, New Jersey, 1988, h. 35.
Peterson RT. Burung. Pustaka Alam Life,
Tiara Pustaka. Jakarta. 1980
Shannaz J, Jepson P dan Rudyanto.
Burung-burung Terancam Punah di
Indonesia. PHPA/Birdlife International
Indonesia Programme, Bogor, 1995.
Rombang WM dan Rudyanto. Daerah
Penting Bagi Burung Jawa dan Bali,

Rusmendro H

PKA/Birdlife International-Indonesia
Programme, Bogor, 1999.
Rusmendro H. Bahan Kuliah Ornithology,
Fakultas Biologi Universitas Nasional,
Jakarta, 2004.
Whitten. T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA.
Ekologi Jawa dan Bali, Seri Ekologi
Indonesia Jilid II. Prenhallindo, Jakarta
1999.
Zefriadi Y. Kelimpahan dan Pola Sebaran
Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di
Areal Penelitian Camp Leakey, Taman
Nasional Tanjung Putting, Kalimantan
Tengah. Skripsi Sarjana Sains Fakultas
Biologi Universitas Nasional, Jakarta,
2004.

16

Anda mungkin juga menyukai