TINJAUAN PUSTAKA
Pemphigus vegetans
Drug-induced
- Pemphigus foliaceus
Pemphigus erythematosus
Fogo selvagem
Drug-induced
- Pemphigus paraneoplastik
2.2.1
Pemphigus Vegetans
2.2.3
Fogo Selvagem
2.2.4
Pemphigus Erythematosus
Terdapat lesi yang erytematous, berkeropeng dan erosif yang berbentuk kupukupu di daerah muka, dahi, daerah sternum dan daerah tulang skapula. Secara
histologik sama dengan gambaran pada pemphigus foliaceus. Pemphigus erytematous
dikaitkan juga dengan penyakit thymomas dan myastenia gravis.1
i) Genetik
Telah lama diduga terdapat faktor predisposisi genetik pada pemphigus
vulgaris. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit ini muncul lebih banyak pada orang
Yahudi
Askenazi
dibandingkan
prevalensi
rata-rata.
Studi
serologi
HLA
menunjukkan hubungan yang kuat antara kehadiran haplotypes HLA-DR4 dan HLADR6 dengan terjadinya pemphigus vulgaris.14
Satu studi antara pasien pemphigus vulgaris yang memiliki HLA-DR4-positif
pada bangsa Israel dan non-Israel mendapati ada kemaknaan yang signifikan pada
varian DR1 (Dw10) yang diketahui hasil dari reaksi campuran limfosit. Semua
pasien bangsa Israel dan 10 dari 14 pasien non-Israel menunjukkan Dw10 positif.
Produk polipeptida pada haplotype HLA-DR4 Dw10 ini berbeda dari haplotype
HLA-DR4 yaitu dengan hanya tiga asam amino (ILE-67, ASP-70, GLU-71) pada
bagian hypervanable ketiga dari rantai DR1.14
Studi serologik juga telah dilakukan pada pasien pemphigus vulgaris yang
mempunyai HLA-DR6-positif. Studi yang mengevaluasi populasi pemphigus orang
Israel Yahudi Askenazi, orang Israel bukan Yahudi Askenazi dan orang Australia
bukan Yahudi menunjukkan pasien pemphigus vulgaris berbangsa Israel memiliki
HLA-DR6 dan DQwl positif. Alel ini hanya dijumpai pada semua pasien berbangsa
Israel yang menderita pemphigus vulgaris dan tidak dijumpai pada pasien kontrol
yaitu penderita non-Israel.14
ii) Psikologik
Hubungan antara sistem imun dan sistem syaraf akan meningkatkan
kecenderungan
iii) Endokrin
Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga
penyakit imunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris selama
kehamilan. Kehamilan atau kondisi setelah melahirkan menyebabkan terjadinya
herpes gestationis dan pemphigus pada neonatal. Kondisi tersebut menyebabkan
antibodi pathogenik dapat melewati plasenta menuju ke sasarannya yaitu antigen
plasenta berlainan atau antigen kulit pada bayi baru lahir. Peranan hormon seksual,
terutama estrogen dalam patogenesis pemphigus vulgaris belum jelas.12
iv) Biologik
a) Ras
Diduga terdapat hubungan yang erat antara faktor genetik dengan terjadinya
pemphigus vulgaris pada setengah kelompok etnik seperti Yahudi Ashkenazi dan
orang-orang dari keturunan Mediterranean yang mempunyai prevalensi lebih tinggi.7
b) Jenis Kelamin
Rasio kedua jenis kelamin hampir sama namun pada waktu pubertas, wanita
lebih sering mendapat pemphigus vulgaris dibandingkan laki-laki.7
c) Umur
Penyakit ini sering muncul sekitar 50-60 tahun, namun dapat juga muncul
pada individu yang lebih tua atau pada anak-anak. Umur pasien di India biasanya
lebih muda dibandingkan penghidap pemphigus vulgaris di Eropah.7
v) Lingkungan
i) Mikroorganisme
Virus
Faktor pencetus pemphigus vulgaris masih belum jelas namun jika dilihat
dari segi penularan varian dari pemphigus vulgaris seperti fogo selvagem,
keterlibatan virus diduga memainkan peranan. Laporan terbaru tentang keterlibatan
virus herpes dimana pemphigus vulgaris terjadi sewaktu atau setelah infeksi virus
herpes. DNA virus herpes telah ditemui dengan metode reaksi rantai polymerase
pada pasien pemphigus vulgaris.15
Bakteri
Pestisida
Hamil
Merokok
vii) Makanan
Makanan dapat merupakan pencetus dari pemphigus vulgaris yaitu dari
golongan phenol, tannins, thiols.12,15
Phenol terdapat pada buah-buahan seperti mangga, pisang, kentang
dan
tomat, pada kacangan seperti pistachio serta makanan yang dibakar dan diasap, gulagula, permen karet, es krim, lada hitam dan susu lembu. Perasa tambahan seperti
2.3.3 Patogenesis
Jika terjadi kerusakan pada satu atau lebih desomosomal protein, maka
perlekatan antara sel akan hilang yang akan mengakibatkan terbentuknya vesikel
yang bila pecah akan berubah menjadi erosi atau ulser. Pada pemphigus vulgaris,
terjadinya penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat
antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk
melekatkan antara satu sel dengan sel lain.15 Ketika antibodi menyerang desmoglein,
hubungan interseluler akan rusak dan mengakibatkan hilangnya adhesi antara sel
sehingga terbentuk vesikel.17 Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak
sedangkan kulit mempunyai Dsg 1 dan Dsg 3, maka bila kerusakan terjadi pada
Dsg 3 seperti pada kasus pemphigus vulgaris, gejala primer sering terjadi hanya pada
mukosa oral sedangkan perlekatan pada kulit masih dapat dipertahankan oleh
Dsg 1.15
Autoantibodi merupakan subklas dari IgG dan terdapat bukti terlibatnya
autoantibodi terhadap Dsg 3 dalam patogenesis penyakit ini. Dalam suatu penelitian
dimana serum IgG antibodi terhadap Dsg 3 yang diperoleh dari penderita pemphigus
vulgaris disuntikkan ke tikus uji yang baru lahir, terjadi reaksi pembentukan bula
seperti pada pemphigus vulgaris. Hilangnya toleransi terhadap Dsg3 pada sel B dan T
merupakan penyebab penting terjadinya pemphigus vulgaris.15
Proses terjadinya akantolisis merupakan proses aktif yang lebih kompleks dari
sekadar interaksi sederhana antara antibodi dan molekul perlekatan. Sinyal akibat
perlekatan autoantibodi pemphigus vulgaris dengan keratinosit mengaktivasi
phospholipase C mengakibatkan peningkatan 1,4,5 trifosfat(IP3) dan diacylglycerol
(DAG). Terjadi peningkatan kalsium intrasellular hasil pengaktifan IP3 yaitu dengan
perlepasan simpanan kalsium. Perubahan kalsium intrasellular yang dirangsang oleh
pemphigus vulgaris sama seperti stimulasi sel keratosit dengan muscarinic agonists
dimana pada sel keratinosit, terdapat reseptor kolinergik fungsional yaitu dari klas
nicotinic dan muscarinic yang berfungsi merangsang perlekatan sel keratinosit.
Antagonis dari reseptor nicotinic dan muscarinic ini merangsang terjadinya
perpisahan sel dan akantolisis dalam percobaan in vitro. Akantolisis terjadi akibat
peningkatan kalsium intrasellular mengganggu interaksi perlekatan dengan cara
merangsang aliran masuk kalsium pada Nicotinic agonists sedangkan muscarinic
agonists meningkatkan kalsium intrasellular dengan pembebasan simpanan kalsium.13
Peningkatan diacylglycerol (DAG) pula mengaktivasi Protein kinase C(PKC)
dimana Dsg3 akan mengalami phosphorilasi oleh kinase dari PKC dan terpisah dari
plakoglobin yaitu komponen dari desmosom. Hal ini mungkin menerangkan
kemampuan antibodi pemphigus vulgaris untuk merusakkan Dsg3 dari desmosom.13
menyebabkan terbentuknya ulser yang menyakitkan. Ulser yang terlihat hampir sama
seperti pada lesi aphtous namun akan berubah dengan cepat menjadi ulser yang besar
dan mempunyai pinggir yang irregular. Bentuk deskuamatif mungkin akan muncul
apabila gingiva cekat terlibat. Dengan menggunakan kapas lidi, dapat dilihat tanda
Nikolsky.18
Gambar 1:
Lesi oral merupakan bula yang sering pecah terutama saat didiagnosis. Lesi
ini berbeda dengan ulser traumatik dan lesi aphtous dimana dasar dari lesi pemphigus
vulgaris tidak konkaf dan biasanya kurang menyakitkan.19
Bula jarang cenderung mendapat infeksi sekunder namun dapat membesar
sehingga berdiameter 4 cm dan berjumlah banyak sehingga dapat memenuhi seluruh
mukosa oral.Sering juga terdapat tanda Nikolsky. Bula dapat muncul pada permukaan
manapun pada rongga mulut atau oropharyng namun paling sering muncul pada
bagian bukal, palatal dan gingiva. Lesi yang terjadi pada kulit sama, kecuali pada
kulit lebih berkeratin sehingga bula berada dalam bentuk yang utuh.19
Pada kasus pemphigus paraneoplastik, manifestasi oralnya sering disertai
erythema multiform atau bula lichen planus yang parah serta lebih resisten terhadap
perawatan.19
Gambar 2 :
Varian pemphigus yang jarang terjadi yaitu pemphigus vegetans juga muncul
pada mukosa oral dengan gambaran bula yang lebih kecil dan berisi pus yang sering
muncul pada batas vermilion bibir.19
Gambar 4:
2.5 Diagnosis
Banyak penyakit yang merusak perlekatan antara sel yang disebabkan oleh
autoimun, mungkin juga memiliki manifestasi sistemik dan sangat sukar untuk
dibedakan secara klinis. Ciri klinis seperti tanda Nikolsky tidaklah spesifik untuk
penyakit ini saja. Karena itu ,selain dari pemeriksaan klinis, pengambilan riwayat
penyakit dan anamnese, pemeriksaan biopsi, histopatologi dan immunologi yang baik
merupakan hal yang diindikasikan.
2.5.1
Pemeriksaan Langsung
2.5.2
Biopsi
Metode biopsi dilakukan dengan cara sampel diambil pada daerah erosi atau
bula setelah kulit atau mukosa dianastesi dengan injeksi anastesi lokal. Sampel
kemudiannya diperiksa secara histologis dibawah mikroskop untuk melihat adakah
sel terpisah antara satu sama lain.2
Gambar 6:
Dalam
pemeriksaan
immunofluorescence, antibodi yang menyerang
ditandai dengan pewarnaan hijau apel di
antara atau mengelilingi setiap sel
epitel.19
2.5.4
Indirect Immunofluorescence
2.6 Penanggulangan
Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari
lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat
2.6.1 Perawatan
i) Perawatan Konvensional
a) Kortikosteroid
Kortikosteroid Sistemik
Kortikosteroid Topikal
Seperti obat-obat lain, kortikosteriod juga memiliki risiko efek samping dan
kadang kadang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Pada awal
penggunaan, efek samping yang mungkin dialami ialah pusing, mual, sakit perut,
letih atau gangguan tidur. Ini disebabkan tubuh sedang menyesuaikan diri dengan
obat yang diambil.23 Jika penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi, efek samping
dapat berupa meningkatnya tekanan pada bola mata atau glaukoma, retensi cairan
yang dapat menyebabkan kaki membengkak, peningkatan tekanan darah, perubahan
mood dan pertambahan berat badan dengan penumpukan lemak pada bagian perut,
muka dan belakang leher. 21,24
Efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka
panjang pula dapat berupa katarak, gangguan elektrolit, peningkatan gula darah yang
dapat mencetus atau memperparahkan diabetes, meningkatnya risiko infeksi,
berkurangnya kalsium dari tulang yang dapat mengakibatkan patah tulang dan
osteoporosis, gangguan menstruasi, penghasilan hormon dari kelenjar adrenal
ditekan, berlaku penipisan kulit, sering terjadi lebam dan penyembuhan yang
lambat.21,24 Selain itu dapat juga menyebabkan berkurangnya massa otot atau
myopathy dan kemungkinan mengalami pendarahan dan perforasi pada pasien yang
memiliki tukak peptik.2,25
b) Adjuvan
Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid.
Terapi ini biasanya mempunyai onset yang lambat yaitu antara 4 hingga 6 minggu,
karena itu adjuvan sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan
konvensional ini termasuk pelbagai agen immunosupresif seperti azathioprine,
mycophenolate
mofetil,
methotrexate,
cyclophosphamide,
chlorambucil,
cyclopsorine.22
c) Bedah
Dalam beberapa kasus pemphigus paraneoplastik, bedah pengangkatan tumor
mungkin dapat memperbaiki dan menurunkan gejala penyakit ini.14
b) Plasmapheresis
Plasmapheresis merupakan suatu proses dimana plasma dikeluarkan dari
darah dengan menggunakan alat pemisah sel. Sel darah dan plasma yang sehat
dikembalikan kepada pasien yang sedang menjalani perawatan. Disebabkan antibodi
c) Imunoadsorption (IA)
IA mengandung plasma pasien yang dikumpul yang kemudian dialirkan
melalui kolum penyerap untuk membuang kompleks imun sirkulasi dan IgG.
Kemudian, hasil saringan dikembali ke hasil saringannya ke pasien. 4 seri kasus dan
2 laporan kasus telah melaporkan keberhasilan merawat pasien pemphigus vulgaris.
Pengambilan terapi imunosupresif bersamaan perawatan ini menunjukkan hasil klinis
yang baik disamping penurunan IgG autoantibodi yang menyerang desmoglein.
Terbaru, kombinasi antara perawatan ini dan rituximab menghasilkan remisi jangka
panjang. Penelitian membuktikan, penggunaan perawatan ini berada dalam batas
aman.22
menunjukkan perbaikan gambaran klinis yang signifikan dan tidak menunjukkan efek
samping.22
e) Rituximab
Rituximab ialah monoklonal autobodi chimeric murine/human IgG1 antiCD20 yang menyerang limfosit B yang belum dan yang sudah matang yang
bertanggungjawab menyebabkan terjadinya sitotoksik akibat antibodi dan apoptosis.
Rituximab mengurangkan sirkulasi sel B yang menyebabkan terhalangnya proses
pematangan sel ini kepada bentuk sel plasma yang mampu menghasilkan antobodi.
Banyak laporan kasus yang menyatakan rituximab merupakan perawatan yang efektif
untuk pemphigus vulgaris. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa dari 14 pasien, 12 pasien mengalami remisi total setelah 3 bulan mendapatkan
perawatan satu siklus rituximab. Rituximab juga efektif bila digunakan bersama
IVIG.22
g) Agonis Kolinergik
Para peneliti menyatakan kemungkinan keterlibatan asetilkolin (ACTH) dan
reseptornya dalam proses akantholisis. Hanya dua penelitian klinis dijalankan dan
dalam seri penelitian yang melibatkan enam orang pasien dengan pemphigus vulgaris
aktif, tiga mengalami perbaikan klinis dengan penggunaan cholinergic agonist
pyridostigmine bromide (Mestinon, Valeant Pharmaceuticals). Dua dari pasien ini
mampu bertahan dalam kondisi laten dengan pyridostigmine bromide saja sedangkan
satu pasien yang lain dapat menghentikan ketergantungan kepada obat untuk terus
berada dalam keadaan remisi.22
2.6.2 Edukasi
Menjadi tanggungjawab seorang dokter yang merawat untuk memberikan
edukasi yang tepat dalam usaha membantu pasien untuk meningkatkan tahap
kesehatan dengan cara memberikan petunjuk tentang hal yang harus dilakukan dan
hal yang perlu dielakkan. Selain komplikasi penyakit, efek samping perawatan juga
harus diberi perhatian serius. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan
kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat
berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar,24
maka dokter harus memberikan pasien edukasi yang cukup dalam meminimumkan
efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi
komplikasi dari penyakit ini sendiri.
Anjuran diet dan gizi yang baik dapat membantu tubuh menyembuhkan dan
memerangi penyakit. Namun, beberapa makanan mungkin akan membuat gejala
mengurangi
risiko
osteoporosis
akibat
perawatan
dengan
kortikosteroid, pengambilan gizi yang kaya dengan kalsium seperti susu, keju dan
yogurt serta pengambilan vitamin D dan suplemen kalsium dapat mengurangi efek
samping perawatan.2
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian ketika perawatan dengan
kortikosteroid ialah mempertahankan berat badan dengan mengkonsumsi diet tinggi
protein dan rendah karbohidrat dan lemak. Penggunaan garam dikurangi bila timbul
udem yang diakibatkan oleh retensi cairan.2
Konsumsi makanan yang mengandungi potassium seperti buah-buahan,
bayam, kentang dan kacang karena kortikosteroid akan menurunkan kadar potassium.
Selain buah-buahan, sayuran dan kacang juga dapat mengurangi kadar kolestrol. Jika
pasien sadar bahwa diet yang dikonsumsi kurang bergizi, pasien mungkin perlu
mendapatkan suplemen dibawah pengawasan dokter.2
Jika pemphigus vulgaris aktif di dalam mulut, agak sukar untuk
mengkonsumsi diet. Namun, diet yang bergizi tetap penting maka pasien dapat
mengkonsumsinya dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet.
Penggunaan obat kumur anastetik sebelum makan dapat mengurangkan rasa sakit dan
jika tenggorokan atau mulut sakit, es krim atau menghisap es batu dapat
mengurangkan rasa sakit.2
Walaupun tidak mudah, namun olahraga rutin dapat membantu untuk otot dan
sakit
sendi
bagi
mempertahankan
kekuatan
otot
dan
mengurangi
risiko
osteoporosis.2,24
Terdapat sebagian anggota masyarakat yang tidak percaya dengan perawatan
medis dan memilih perawatan alternatif. Belum ada bukti bahwa perawatan alternatif
mampu merawat pemphigus vulgaris bahkan dapat menyebabkan dampak yang lebih
buruk. Pasien dinasehatkan supaya tidak menggunakan perawatan herba cina dan
herba barat karena masalah utama dengan perawatan herba ialah obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan sistem imun sedangkan dalam mencegah pemphigus
vulgaris hal yang perlu dilakukan ialah menekan sistem imun. Menolak perawatan
dari dokter bermaksud meningkatkan risiko pemphigus vulgaris menjadi semakin
aktif dan tidak terkontrol.2
Namun ada beberapa nasehat yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek
samping perawatan contohnya melakukan masase dan akupuntur. Jika erosi pada kulit
sudah hilang, masase mungkin merupakan cara yang aman untuk membantu masalah
sakit pada sendi dan otot akibat pengobatan dengan kortikosteroid. Akupuntur
dikatakan mampu membantu masalah muntah, kesakitan dan efek samping dari
perawatan. Hindari perawatan dengan jarum jika lesi masih aktif namun elektroakupuntur mungkin saja dapat dilakukan namun harus tetap meneruskan perawatan
yang telah disarankan oleh dokter secara rutin. Selain itu jika pasien merasa mual, teh
jahe mungkin membantu menghilangkan rasa mual . Dokter juga dapat memberikan
resep pil anti-emetik.2
33