Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemphigus Vulgaris


Pemphigus vulgaris yang berasal dari bahasa Greek, pemphix, yang berarti
busa atau lepuhan.3,7,8 Kelainannya berupa penyakit bula atau lepuhan yang kronik di
mana antibodi yang bersirkulasi pada pasien melawan sel pada permukaan jaringan
yang dikenal sebagai keratosit dan terjadi lepuhan pada kulit dan membrana mukosa.
Hal ini diakibatkan oleh hilangnya integritas pada perlekatan interselular yang normal
antara epidermis kulit dan epitel mukosa yang berhubungan dengan kehadiran
autoantibodi terhadap desmoglein-3. Lepuhan pada pemphigus vulgaris terlihat
menyerupai lesi terbakar dan batas keparahannya dari ringan sampai berat sehingga
dapat menyebabkan kematian.3

2.2 Klasifikasi Pemphigus


Pemphigus terdiri dari beberapa subklas dan varian yaitu pemphigus vulgaris,
pemphigus vegetans, pemphigus foliaceus, fogo selvagam, pemphigus erythematosus,
drug-induced pemphigus dan pemphigus paraneoplastik.1

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi ini secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:


- Pemphigus vulgaris

Pemphigus vegetans

Drug-induced

- Pemphigus foliaceus

Pemphigus erythematosus

Fogo selvagem

Drug-induced

- Pemphigus paraneoplastik

2.2.1

Pemphigus Vegetans

Pemphigus vegetans merupakan varian dari pemphigus vulgaris. Lepuhan


biasanya berkembang cepat dan memiliki lesi yang besar yang sering berlokalisasi di
daerah pangkal paha dan bawah lengan.9

2.2.2 Pemphigus Foliaceus


Sering terjadi pada muka, kulit kepala, dada bagian atas dan perut namun
dapat juga mengenai seluruh tubuh. Bula jarang terbentuk, lesi mengandung bercak
erytematous dan erosi tertutup oleh keropeng. Penyakit ini terjadi disebabkan
serangan autoantibodi terhadap Desmoglein 1.1

Universitas Sumatera Utara

2.2.3

Fogo Selvagem

Gejala klinik dan pemeriksaan secara histologik sama dengan pemphigus


foliaceus namun terjadi secara endemik di Brasil tengah bagian selatan. Kondisi
pasien membaik apabila keluar dari daerah endemik namun akan mengalami relaps
apabila kembali. Terdapat beberapa andaian yang mengaitkan penyakit ini dengan
penularan oleh serangga. Lebih dari 1000 kasus baru pertahun muncul di daerah
endemik.1

2.2.4

Pemphigus Erythematosus

Terdapat lesi yang erytematous, berkeropeng dan erosif yang berbentuk kupukupu di daerah muka, dahi, daerah sternum dan daerah tulang skapula. Secara
histologik sama dengan gambaran pada pemphigus foliaceus. Pemphigus erytematous
dikaitkan juga dengan penyakit thymomas dan myastenia gravis.1

2.2.5 Drug Induced


Sindromanya sama seperti pada pemphigus vulgaris dan juga pemphigus
foliaceus dan dipacu oleh penggunaan obat.1 Obat yang dilaporkan memacu
pemphigus terbagi tiga kelompok sesuai struktur kimianya: obat yang mengandung
radikal sulfhydryl seperti penisilamin; phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin;
dan obat nonthiol nonphenol, seperti calsium channel bloker, angiotensin converting
enzyme inhibitors, NSAIDS, dipiron dan glibenklamid.3,12

Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Pemphigus Paraneoplastik


Limphoma, leukemia dan thymomas sering merangsang pembentukan
antibodi pemphigus dan antibodi yang mirip pemphigus. Neoplasma yang sering
menyebabkan pemphigus adalah lymphoma, leukemia, sarkoma dan tumor thymus.
Waldenstroms makroglobulinemia dan penyakit Castlemans juga dilaporkan
sebagai pencetus terjadinya pemphigus.
Kebanyakan pasien mempunyai penumpukan antibodi pada kulit dan
komponen antibodi (BP230 antigen) pada membrana basalis kulit. Berbeda dengan
pemphigus vulgaris antibodi sirkulasi juga berikatan pada epitel kantung kemih.
Identitas antigen yang terlibat tidak diketahui namun berat molekulnya adalah 250,
230, 210 dan 190 kd.10 Gambaran klinis biasanya ditandai dengan mukositis yang
erosif, konjungtivitis dan bula yang menyeluruh pada kulit. Aktivitas penyakit akan
berkurang apabila tumor yang menyebabkannya diangkat secara operasi atau
mendapat perawatan kemoterapi.11

2.3 Etiologi, Faktor Predisposisi dan Pathogenesis


2.3.1 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini ialah autoimun dimana terjadi perikatan antara IgG
autoantibodi dengan permukaan sel keratinosit.3,7,8 Dalam beberapa penelitian yang
dilakukan dengan cara pewarnaan indirect immunofluorescence, telah ditemukan
autoantibodi di dalam serum penderita pemphigus vulgaris dan ini membuktikan
penyakit ini mempunyai kaitan dengan autoimunitas. 8

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Faktor Predisposisi


Para ahli menyatakan kemungkinan adanya faktor eksternal atau faktor
lingkungan yang bertindak sebagai pencetus atau faktor predisposisi sehingga
penyakit pemphigus vulgaris dapat terjadi, yaitu faktor genetik, psikologik, makanan,
endokrin dan biologik, obat dan lingkungan.2,7,12,15

i) Genetik
Telah lama diduga terdapat faktor predisposisi genetik pada pemphigus
vulgaris. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit ini muncul lebih banyak pada orang
Yahudi

Askenazi

dibandingkan

prevalensi

rata-rata.

Studi

serologi

HLA

menunjukkan hubungan yang kuat antara kehadiran haplotypes HLA-DR4 dan HLADR6 dengan terjadinya pemphigus vulgaris.14
Satu studi antara pasien pemphigus vulgaris yang memiliki HLA-DR4-positif
pada bangsa Israel dan non-Israel mendapati ada kemaknaan yang signifikan pada
varian DR1 (Dw10) yang diketahui hasil dari reaksi campuran limfosit. Semua
pasien bangsa Israel dan 10 dari 14 pasien non-Israel menunjukkan Dw10 positif.
Produk polipeptida pada haplotype HLA-DR4 Dw10 ini berbeda dari haplotype
HLA-DR4 yaitu dengan hanya tiga asam amino (ILE-67, ASP-70, GLU-71) pada
bagian hypervanable ketiga dari rantai DR1.14
Studi serologik juga telah dilakukan pada pasien pemphigus vulgaris yang
mempunyai HLA-DR6-positif. Studi yang mengevaluasi populasi pemphigus orang
Israel Yahudi Askenazi, orang Israel bukan Yahudi Askenazi dan orang Australia
bukan Yahudi menunjukkan pasien pemphigus vulgaris berbangsa Israel memiliki

Universitas Sumatera Utara

HLA-DR6 dan DQwl positif. Alel ini hanya dijumpai pada semua pasien berbangsa
Israel yang menderita pemphigus vulgaris dan tidak dijumpai pada pasien kontrol
yaitu penderita non-Israel.14

ii) Psikologik
Hubungan antara sistem imun dan sistem syaraf akan meningkatkan
kecenderungan

untuk mendapat kelainan psikoneural yang seterusnya dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit autoimun. Beberapa penelitian dan laporan kasus


menunjukkan adanya peranan stres emosional sebagai faktor predisposisi dalam
pemphigus. Oleh karena itu, menghindari stres emosional merupakan terapi yang
terbaik sehingga obat imunospresif dapat dikurang atau dihentikan.12 Selain itu stres
fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan dapat
merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.2

iii) Endokrin
Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga
penyakit imunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris selama
kehamilan. Kehamilan atau kondisi setelah melahirkan menyebabkan terjadinya
herpes gestationis dan pemphigus pada neonatal. Kondisi tersebut menyebabkan
antibodi pathogenik dapat melewati plasenta menuju ke sasarannya yaitu antigen
plasenta berlainan atau antigen kulit pada bayi baru lahir. Peranan hormon seksual,
terutama estrogen dalam patogenesis pemphigus vulgaris belum jelas.12

Universitas Sumatera Utara

iv) Biologik
a) Ras
Diduga terdapat hubungan yang erat antara faktor genetik dengan terjadinya
pemphigus vulgaris pada setengah kelompok etnik seperti Yahudi Ashkenazi dan
orang-orang dari keturunan Mediterranean yang mempunyai prevalensi lebih tinggi.7

b) Jenis Kelamin
Rasio kedua jenis kelamin hampir sama namun pada waktu pubertas, wanita
lebih sering mendapat pemphigus vulgaris dibandingkan laki-laki.7

c) Umur
Penyakit ini sering muncul sekitar 50-60 tahun, namun dapat juga muncul
pada individu yang lebih tua atau pada anak-anak. Umur pasien di India biasanya
lebih muda dibandingkan penghidap pemphigus vulgaris di Eropah.7

v) Lingkungan
i) Mikroorganisme

Virus

Faktor pencetus pemphigus vulgaris masih belum jelas namun jika dilihat
dari segi penularan varian dari pemphigus vulgaris seperti fogo selvagem,
keterlibatan virus diduga memainkan peranan. Laporan terbaru tentang keterlibatan
virus herpes dimana pemphigus vulgaris terjadi sewaktu atau setelah infeksi virus

Universitas Sumatera Utara

herpes. DNA virus herpes telah ditemui dengan metode reaksi rantai polymerase
pada pasien pemphigus vulgaris.15

Bakteri

Bakteri seperti coagulase positive staphilokokus aureus mampu merangsang


terjadinya pemphigus. Bakteri gram negatif dan bahkan aktinomises juga
kemungkinan merupakan pencetus.12

ii) Lingkungan Sosial

Pestisida

Bahan-bahan perkebunan dan pestisida merupakan kelompok terbesar yang


terlibat dalam perkembangan penyakit ini. Dalam beberapa literatur dilaporkan
banyak kasus yang dirangsang oleh berbagai pestisida di seluruh dunia. Pestisida
organoklorin dan organofosfat, yang merupakan pestisida generasi baru mempunyai
kaitan erat dengan penyakit ini.
Bagaimana mekanisme kerja pestisida pada kulit masih belum jelas, tetapi
dinyatakan bahwa sistem imun telah diaktivasikan melalui kontak atau paparan secara
sistemik, menyebabkan generasi autoantibodi menyerang antigen demosomal. Yang
menarik ialah, kebanyakkan kasus yang dilaporkan menyebutkan bahwa pasien
mendapat paparan pertama kali namun masa paparan terhadap bahan pestisida
tersebut panjang dan perkembangan penyakit hanya terjadi setelah paparan
berikutnya yang diterima dalam jumlah yang besar.12

Universitas Sumatera Utara

Hamil

Orang yang pernah hamil lebih sering mendapat pemphigus vulgaris.15

Merokok

Dilaporkan bahwa orang yang merokok cenderung kurang mengalami


pemphigus vulgaris.15
vi) Obat
Obat yang dilaporkan dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris
dikelompokkan kepada tiga kelompok besar berdasarkan kepada struktur kimianya
yaitu obat yang mengandung radikal sulfhydryl seperti penisilamin; mengandung
phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin; dan obat nonthiol nonphenol, seperti
calcium channel blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors, NSAIDS,
dipiron dan glibenklamid.2,12 Dalam setengah kasus, pemphigus vulgaris dapat
mengalami remisi apabila penggunaan obat ini dihentikan.2

vii) Makanan
Makanan dapat merupakan pencetus dari pemphigus vulgaris yaitu dari
golongan phenol, tannins, thiols.12,15
Phenol terdapat pada buah-buahan seperti mangga, pisang, kentang

dan

tomat, pada kacangan seperti pistachio serta makanan yang dibakar dan diasap, gulagula, permen karet, es krim, lada hitam dan susu lembu. Perasa tambahan seperti

Universitas Sumatera Utara

aspartame, sodium benzoate, tartrazine, vanillin, eugenol, asam caffeic, asam


cinnamat, vitamin C and E juga dikaitkan dengan terjadinya pemphigus vulgaris.12
Tannins terdapat secara alami pada tumbuhan dan mempunyai sifat biologis
yaitu berikatan dengan permukaan sel stratified skuamous epitelium, penghambat
enzim dan menyingkirkan ion metal dan sifat-sifat ini juga dimiliki penisillamin
yaitu obat yang terlibat dalam mencetus terjadinya pemphigus. Tannins juga
merupakan bahan utama dalam guarana, pohon yang tumbuh di kawasan Amazon
yang digunakan penduduk lokal saat menyediakan minuman yang populer di
kalangan masyarakat yang disebut guarana.16 Selain itu, terdapat juga pada kacangan
seperti kola, pinang, walnuts, pada buah-buah seperti ubi kayu, cranberi, raspberi,
blackberi, ceri, pisang, apel, pear, anggur, dan alpukat. Minunan seperti teh, mate, jus
buah, beer, wines, liquors, kopi dan guarana. Selain itu, perasa tambahan seperti
vanillin, ajowan, coriander, cumin, lada hitam, cabe, rosemary, bawang putih dan
halia juga dapat meransang terjadinya pemphigus vulgaris.12
Penggunaan thiols di seluruh India, terutamanya dalam penggunaan rempah
secara meluas (bawang putih, mustard, cabe, lada hitam, coriander dan biji cumin)
bukan hanya untuk masakan namun juga untuk kosmetik. Kebanyakan rempah ini
kaya dengan thiols dan isotbiocyanates, bahan dengan struktur kimia (-SH) yang
sama dengan obat yang mencetus pemphigus yaitu penisillamin dan captopril.
Minyak urut dan minyak rambut dari mustard merupakan hal yang biasa di India.16
Selain itu, sayur seperti bawang merah, chivedan dan leek juga dapat mencetus
terjadinya pemphigus vulgaris dan sebagian makanan yang tergolong dalam famili
allium seperti bawang putih, bawang besar dan leek.2,12

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Patogenesis
Jika terjadi kerusakan pada satu atau lebih desomosomal protein, maka
perlekatan antara sel akan hilang yang akan mengakibatkan terbentuknya vesikel
yang bila pecah akan berubah menjadi erosi atau ulser. Pada pemphigus vulgaris,
terjadinya penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat
antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk
melekatkan antara satu sel dengan sel lain.15 Ketika antibodi menyerang desmoglein,
hubungan interseluler akan rusak dan mengakibatkan hilangnya adhesi antara sel
sehingga terbentuk vesikel.17 Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak
sedangkan kulit mempunyai Dsg 1 dan Dsg 3, maka bila kerusakan terjadi pada
Dsg 3 seperti pada kasus pemphigus vulgaris, gejala primer sering terjadi hanya pada
mukosa oral sedangkan perlekatan pada kulit masih dapat dipertahankan oleh
Dsg 1.15
Autoantibodi merupakan subklas dari IgG dan terdapat bukti terlibatnya
autoantibodi terhadap Dsg 3 dalam patogenesis penyakit ini. Dalam suatu penelitian
dimana serum IgG antibodi terhadap Dsg 3 yang diperoleh dari penderita pemphigus
vulgaris disuntikkan ke tikus uji yang baru lahir, terjadi reaksi pembentukan bula
seperti pada pemphigus vulgaris. Hilangnya toleransi terhadap Dsg3 pada sel B dan T
merupakan penyebab penting terjadinya pemphigus vulgaris.15
Proses terjadinya akantolisis merupakan proses aktif yang lebih kompleks dari
sekadar interaksi sederhana antara antibodi dan molekul perlekatan. Sinyal akibat
perlekatan autoantibodi pemphigus vulgaris dengan keratinosit mengaktivasi
phospholipase C mengakibatkan peningkatan 1,4,5 trifosfat(IP3) dan diacylglycerol

Universitas Sumatera Utara

(DAG). Terjadi peningkatan kalsium intrasellular hasil pengaktifan IP3 yaitu dengan
perlepasan simpanan kalsium. Perubahan kalsium intrasellular yang dirangsang oleh
pemphigus vulgaris sama seperti stimulasi sel keratosit dengan muscarinic agonists
dimana pada sel keratinosit, terdapat reseptor kolinergik fungsional yaitu dari klas
nicotinic dan muscarinic yang berfungsi merangsang perlekatan sel keratinosit.
Antagonis dari reseptor nicotinic dan muscarinic ini merangsang terjadinya
perpisahan sel dan akantolisis dalam percobaan in vitro. Akantolisis terjadi akibat
peningkatan kalsium intrasellular mengganggu interaksi perlekatan dengan cara
merangsang aliran masuk kalsium pada Nicotinic agonists sedangkan muscarinic
agonists meningkatkan kalsium intrasellular dengan pembebasan simpanan kalsium.13
Peningkatan diacylglycerol (DAG) pula mengaktivasi Protein kinase C(PKC)
dimana Dsg3 akan mengalami phosphorilasi oleh kinase dari PKC dan terpisah dari
plakoglobin yaitu komponen dari desmosom. Hal ini mungkin menerangkan
kemampuan antibodi pemphigus vulgaris untuk merusakkan Dsg3 dari desmosom.13

2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding


2.4.1 Gambaran Klinis
Gambaran umum dari lesi pemphigus vulgaris ialah munculnya ulser yang
menyakitkan, ditandai dengan bula dan vesikel yang sudah pecah dan kemunculan
lesi baru bila lesi lama mula membaik. Kira-kira 80 % dari kasus menunjukkan gejala
awal muncul di rongga mulut yaitu di bagian bukal dan labial, palatum molle dan
oropharyng dan pada fase lanjut dapat mengenai gingiva dan palatum durum. Vesikel
dan bula biasanya tidak bertahan lama dalam bentuk yang utuh dan akan pecah

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan terbentuknya ulser yang menyakitkan. Ulser yang terlihat hampir sama
seperti pada lesi aphtous namun akan berubah dengan cepat menjadi ulser yang besar
dan mempunyai pinggir yang irregular. Bentuk deskuamatif mungkin akan muncul
apabila gingiva cekat terlibat. Dengan menggunakan kapas lidi, dapat dilihat tanda
Nikolsky.18

Gambar 1:

Vesikel Pemphigus vulgaris yang


pecah(*) pada fase awal penyakit muncul
pada jaringan palatum molle yang nonkeratin, bersebelahan dengan tuberositas
maksilari (anak panah).18

Lesi oral merupakan bula yang sering pecah terutama saat didiagnosis. Lesi
ini berbeda dengan ulser traumatik dan lesi aphtous dimana dasar dari lesi pemphigus
vulgaris tidak konkaf dan biasanya kurang menyakitkan.19
Bula jarang cenderung mendapat infeksi sekunder namun dapat membesar
sehingga berdiameter 4 cm dan berjumlah banyak sehingga dapat memenuhi seluruh
mukosa oral.Sering juga terdapat tanda Nikolsky. Bula dapat muncul pada permukaan
manapun pada rongga mulut atau oropharyng namun paling sering muncul pada

Universitas Sumatera Utara

bagian bukal, palatal dan gingiva. Lesi yang terjadi pada kulit sama, kecuali pada
kulit lebih berkeratin sehingga bula berada dalam bentuk yang utuh.19
Pada kasus pemphigus paraneoplastik, manifestasi oralnya sering disertai
erythema multiform atau bula lichen planus yang parah serta lebih resisten terhadap
perawatan.19

Gambar 2 :

Lesi pemphigus fase lanjutan dan


telah merebak, meliputi sebagian
besar palatum molle dan mengenai
bagian oropharyng . 18

Varian pemphigus yang jarang terjadi yaitu pemphigus vegetans juga muncul
pada mukosa oral dengan gambaran bula yang lebih kecil dan berisi pus yang sering
muncul pada batas vermilion bibir.19

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3 : Meluas, lepuhan irregular pada daerah


retromolar dan bukal yang telah pecah
tapi epitel penutupnya masih melekat.19

Gambar 4:

Pada kulit, walaupun kadang-kadang


lepuhan yang besar dapat tetap utuh,
karena lapisan keratin lebih tebal dari
mukosa oral.19

2.4.2 Diagnosa banding


Herpes simplex, bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis, erythema
multiforme, dan lichen planus merupakan penyakit yang mempunyai gejala klinis
yang sama dengan pemphigus vulgaris dimana kesemua penyakit ini memiliki lesi
yang kelihatan sama yang erupsi pada bagian oropharyng dan kulit. 20

Universitas Sumatera Utara

Penyakit Dariers juga boleh didiagnosa bandingkan dengan pemphigus


vulgaris kerana jika dilakukan test Tzanck, kedua-dua penyakit ini memiliki sel
akantolisis yang dikenali sebagai sel Tzanck.19.
Pemphigoid, epidermolysis bullosa acquisita, eosinophilic granuloma, infeksi
parasitik dan traumatic eosinophilic ulcer memiliki lesi vesikoulseratifnya yang
mengandung sel radang kronik maupun akut, termasuklah eosinofil. Kehadiran
eosinofil pada lesi vesikuloulseratif merupakan suatu hal yang unik pada pemphigus
vulgaris tetapi dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit ini.19

2.5 Diagnosis
Banyak penyakit yang merusak perlekatan antara sel yang disebabkan oleh
autoimun, mungkin juga memiliki manifestasi sistemik dan sangat sukar untuk
dibedakan secara klinis. Ciri klinis seperti tanda Nikolsky tidaklah spesifik untuk
penyakit ini saja. Karena itu ,selain dari pemeriksaan klinis, pengambilan riwayat
penyakit dan anamnese, pemeriksaan biopsi, histopatologi dan immunologi yang baik
merupakan hal yang diindikasikan.

2.5.1

Pemeriksaan Langsung

Pemeriksaan langsung secara visual dilakukan dengan cara operator


memeriksa gejala klinis yang terdapat pada rongga mulut dan kulit.2

2.5.2

Biopsi

Metode biopsi dilakukan dengan cara sampel diambil pada daerah erosi atau

Universitas Sumatera Utara

bula setelah kulit atau mukosa dianastesi dengan injeksi anastesi lokal. Sampel
kemudiannya diperiksa secara histologis dibawah mikroskop untuk melihat adakah
sel terpisah antara satu sama lain.2

2.5.3 Direct Immunofluorescence


Sampel diperiksa di laboratorium untuk melihat kehadiran autoantibodi yang
berkaitan. Jika terdapat autoantibodi tersebut, direct immunofluorescence pada
mukosa di bagian tepi lesi akan menunjukkan corak yang menyerupai renda atau
chicken-wire pattern dari penumpukan yang mengelilingi setiap epitel sel spinous.
Immunoglobulin yang sering bertumpuk adalah dari golongan IgG. Setengah pihak
menyatakan bahwa direct immunofluorescence dapat dipercayai dan merupakan
metode diagnosis yang tidak invasif.19

Gambar 5: Tampilan klasik pemphigus vulgaris


dibawah mikroskopik dimana satu dari sel
epitel terlihat berjauhan antara satu sama
lain dan membulat dalam cairan pada
lepuhan.19

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6:

Dalam
pemeriksaan
immunofluorescence, antibodi yang menyerang
ditandai dengan pewarnaan hijau apel di
antara atau mengelilingi setiap sel
epitel.19

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan spesimen jaringan mukosa


yang dibiopsi dengan beberapa siri immunoglobulin. Immunoglobulin ini telah
ditandai dengan bahan fluoresense (fluorochrome) yang digunakan untuk
menunjukkan kehadiran autoantibodi yang melekat pada sel jaringan pasien.18

2.5.4

Indirect Immunofluorescence

Test ini dilakukan dengan mengukur jumlah autoantibodi di dalam darah.2


Dalam indirect immunofluorescence ini, serum pasien akan dicampur dengan jaringan
kontrol untuk mengidentifikasi kehadiran dan konsentrasi antibodi sirkulasi.18

2.6 Penanggulangan
Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari
lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kematian. Pemphigus vulgaris tidak dapat sembuh sempurna dimana


bila telah dirawat pun, serangkaian remissi dan relaps dapat terjadi.

2.6.1 Perawatan
i) Perawatan Konvensional
a) Kortikosteroid

Kortikosteroid Sistemik

Biasanya perawatan dilakukan dengan pemberian steroid dalam bentuk tablet


seperti prednison. Steroid mengurangi inflamasi dengan cara menekan sistem
kekebalan tubuh. Dosis tinggi biasanya diperlukan pada peringkat pertama. Kadangkadang ini diberikan dengan suntikan sebagai tindakan pertama. Dosis dikurangi bila
lesi melepuh telah berhenti terbentuk. Tujuannya adalah untuk menemukan dosis
terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala dimana dosis yang diperlukan
bervariasi antara pasien.21
Pada sebagian kasus dalam tempoh laten, penghentian pemberian steroid
tablet dari waktu ke waktu dapat dilakukan dan tablet dapat diberikan kembali jika
gejala muncul. Dalam beberapa kasus, dosis steroid yang tinggi diperlukan untuk
mengendalikan penyakit ini dan ini dapat menimbulkan efek samping. Efek samping
dari steroids terkadang serius, terutama jika penggunaan steroids dosis tinggi
dilakukan untuk waktu yang lama. Misalnya, pasien lebih rentan terhadap infeksi
tertentu jika menggunakan steroid dosis tinggi secara berkepanjangan.21

Universitas Sumatera Utara

Kortikosteroid Topikal

Steroid topikal kadang-kadang digunakan pada kulit yang melepuh di


samping perawatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dosis steroid tablet agar
lebih rendah. Obat kumur steroid atau sprays kadang-kadang digunakan untuk
membantu merawat mulut yang mengalami lepuhan.21

Mekanisme Kerja Kortikosteroid

Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghambat sistem imun ialah dengan


cara: 17
-

Menghambat profilerasi sel T, imunitas sel T dependen dan pengkodean


ekspresi gen sitokin yaitu IL-1, IL-2, IL-6, interferon dan TNF- .

Menghambat transkripsi gen IL-2.

Menimbulkan efek anti inflamasi berupa efek antiadhesi yang menghambat


pergerakan sel inflamasi dari sirkulasi ke jaringan.

Indikasi, Kontraindikasi dan Dosis.

Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat pilihan untuk pemphigus vulgaris.14


Pada perawatan pemphigus, kortikosteroid bersifat live saving.25 Perawatan awal
sering dengan kortikosteroid karena ia efektif dan bekerja lebih cepat berbanding
perawatan lain dimana kortikosteroid bekerja dengan menekan sistem imun tubuh.2
Terapi topikal saja tidak mampu untuk mengobati penyakit ini karena penyakit ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan penyakit autoimun sistemis maka pengobatan haruslah diberi secara


sistemik.14
Dosis prednison 1-2 mg/kg/BB secara oral atau parenteral menimbulkan efek
immunosupresif pada limfoid, neutrofil dan monosit. Dosis lebih besar dari
2 mg/kg/BB tidak meningkatkan efek terapi, tetapi meningkatkan efek samping obat.
Apabila terapi bertujuan untuk mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien,
misalnya pemphigus maka dosis awal harus cukup besar. Bila dalam beberapa hari
belum terlihat efeknya maka dosis dapat dilipatgandakan. Dalam hal ini dokter
haruslah dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya akibat
penyakit itu sendiri.25 Kebanyakan pasien dapat dirawat dengan prednison dengan
dosis 1-2 mg/kg/BB dan dikurangi bagi mendapatkan dosis terendah. Pengurangan
dilakukan relatif cepat pada awalnya yaitu dikurangi 5-10 mg perminggu tetapi bila
dosis mencapai 40 mg perhari, proses pengurangan dosis dilakukan dengan lebih
lambat yaitu dengan regimen selang hari (alternate-day regimen). Pengurangan dosis
dilakukan sehingga mencapai dosis 40 mg, dan 0 mg pada hari berikutnya.14
Kontraindikasi absolut kortikosteroid tidak ada tetapi kondisi-kondisi seperti
diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem vaskular
merupakan kontraindikasi relatif karena efek samping dari kortikosteroid namun hal
ini dapat diabaikan terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien seperti
pemphigus vulgaris. Dalam hal ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan
keuntungan sebelum obat diberikan. Namun harus diberi perhatian pada kondisi ini,
pemeriksaan ulang setelah penggunaan selama beberapa hari atau beberapa minggu
perlu dilakukan.25

Universitas Sumatera Utara

Efek Samping Kortikosteroid

Seperti obat-obat lain, kortikosteriod juga memiliki risiko efek samping dan
kadang kadang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Pada awal
penggunaan, efek samping yang mungkin dialami ialah pusing, mual, sakit perut,
letih atau gangguan tidur. Ini disebabkan tubuh sedang menyesuaikan diri dengan
obat yang diambil.23 Jika penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi, efek samping
dapat berupa meningkatnya tekanan pada bola mata atau glaukoma, retensi cairan
yang dapat menyebabkan kaki membengkak, peningkatan tekanan darah, perubahan
mood dan pertambahan berat badan dengan penumpukan lemak pada bagian perut,
muka dan belakang leher. 21,24
Efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka
panjang pula dapat berupa katarak, gangguan elektrolit, peningkatan gula darah yang
dapat mencetus atau memperparahkan diabetes, meningkatnya risiko infeksi,
berkurangnya kalsium dari tulang yang dapat mengakibatkan patah tulang dan
osteoporosis, gangguan menstruasi, penghasilan hormon dari kelenjar adrenal
ditekan, berlaku penipisan kulit, sering terjadi lebam dan penyembuhan yang
lambat.21,24 Selain itu dapat juga menyebabkan berkurangnya massa otot atau
myopathy dan kemungkinan mengalami pendarahan dan perforasi pada pasien yang
memiliki tukak peptik.2,25

b) Adjuvan
Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid.
Terapi ini biasanya mempunyai onset yang lambat yaitu antara 4 hingga 6 minggu,

Universitas Sumatera Utara

karena itu adjuvan sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan
konvensional ini termasuk pelbagai agen immunosupresif seperti azathioprine,
mycophenolate

mofetil,

methotrexate,

cyclophosphamide,

chlorambucil,

cyclopsorine.22

c) Bedah
Dalam beberapa kasus pemphigus paraneoplastik, bedah pengangkatan tumor
mungkin dapat memperbaiki dan menurunkan gejala penyakit ini.14

ii) Perawatan Eksperimental


a) IVIG
IVIG ialah hasil pemecahan dan pemurnian darah yang didapat dari plasma
1000 sehingga 15.000 donor yang sehat. Yang mengandung konsentrasi IgG yang
tinggi dan mempunyai berbagai antibodi yang mampu menyerang antibodi patogen,
antigen asing dan antigen tubuh pasien sendiri. Walaupun mekanismenya masih
belum jelas namun IVIG dihubungkan dengan penurunan yang cepat dari paras serum
antobodi patologik pada pasien pemphigus vulgaris.22

b) Plasmapheresis
Plasmapheresis merupakan suatu proses dimana plasma dikeluarkan dari
darah dengan menggunakan alat pemisah sel. Sel darah dan plasma yang sehat
dikembalikan kepada pasien yang sedang menjalani perawatan. Disebabkan antibodi

Universitas Sumatera Utara

terdapat di dalam plasma maka plasmapheresis berguna dalam membuang antibodi


patogen.22

c) Imunoadsorption (IA)
IA mengandung plasma pasien yang dikumpul yang kemudian dialirkan
melalui kolum penyerap untuk membuang kompleks imun sirkulasi dan IgG.
Kemudian, hasil saringan dikembali ke hasil saringannya ke pasien. 4 seri kasus dan
2 laporan kasus telah melaporkan keberhasilan merawat pasien pemphigus vulgaris.
Pengambilan terapi imunosupresif bersamaan perawatan ini menunjukkan hasil klinis
yang baik disamping penurunan IgG autoantibodi yang menyerang desmoglein.
Terbaru, kombinasi antara perawatan ini dan rituximab menghasilkan remisi jangka
panjang. Penelitian membuktikan, penggunaan perawatan ini berada dalam batas
aman.22

d) Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)


Dalam ECP, yang juga dikenali sebagai photopheresis, sel darah putih pasien
dikumpul (leukapheresis), dipaparkan pada 8-methoxypsoralen, dipancarkan dengan
cahaya ultraviolet-A dan kemudian dimasukkan kembali ke pasien. Mekanisme
perawatan ini adalah dengan menghambat antibodi patologik yang dihasilkan oleh
limfosit B. Terdapat dua seri kasus dan dua laporan kasus yang melaporkan
penggunaan perawatan ini untuk pasien pemphigus vulgaris. Dari sembilan pasien
yang dirawat pada suatu penelitian, semua pasien yang mendapat perawatan ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan perbaikan gambaran klinis yang signifikan dan tidak menunjukkan efek
samping.22

e) Rituximab
Rituximab ialah monoklonal autobodi chimeric murine/human IgG1 antiCD20 yang menyerang limfosit B yang belum dan yang sudah matang yang
bertanggungjawab menyebabkan terjadinya sitotoksik akibat antibodi dan apoptosis.
Rituximab mengurangkan sirkulasi sel B yang menyebabkan terhalangnya proses
pematangan sel ini kepada bentuk sel plasma yang mampu menghasilkan antobodi.
Banyak laporan kasus yang menyatakan rituximab merupakan perawatan yang efektif
untuk pemphigus vulgaris. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa dari 14 pasien, 12 pasien mengalami remisi total setelah 3 bulan mendapatkan
perawatan satu siklus rituximab. Rituximab juga efektif bila digunakan bersama
IVIG.22

f) Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) Antagonists


TNF- antagonists mungkin bermanfaat dalam perawatan pemphigus vulgaris
karena dalam penelitian yang dilakukan, dibuktikan bahwa TNF- mempunyai
hubungan yang erat dengan terjadinya akantholisis. Dua laporaan kasus melaporkan
keberhasilan perawatan dengan infliximab dan dua lagi laporan kasus melaporkan
perbaikan gambaran klinis pasien pemphigus vulgaris dengan penggunaan etanercept.
Percobaan klinis untuk kedua jenis obat ini masih dalam proses percobaan.22

Universitas Sumatera Utara

g) Agonis Kolinergik
Para peneliti menyatakan kemungkinan keterlibatan asetilkolin (ACTH) dan
reseptornya dalam proses akantholisis. Hanya dua penelitian klinis dijalankan dan
dalam seri penelitian yang melibatkan enam orang pasien dengan pemphigus vulgaris
aktif, tiga mengalami perbaikan klinis dengan penggunaan cholinergic agonist
pyridostigmine bromide (Mestinon, Valeant Pharmaceuticals). Dua dari pasien ini
mampu bertahan dalam kondisi laten dengan pyridostigmine bromide saja sedangkan
satu pasien yang lain dapat menghentikan ketergantungan kepada obat untuk terus
berada dalam keadaan remisi.22

2.6.2 Edukasi
Menjadi tanggungjawab seorang dokter yang merawat untuk memberikan
edukasi yang tepat dalam usaha membantu pasien untuk meningkatkan tahap
kesehatan dengan cara memberikan petunjuk tentang hal yang harus dilakukan dan
hal yang perlu dielakkan. Selain komplikasi penyakit, efek samping perawatan juga
harus diberi perhatian serius. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan
kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat
berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar,24
maka dokter harus memberikan pasien edukasi yang cukup dalam meminimumkan
efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi
komplikasi dari penyakit ini sendiri.
Anjuran diet dan gizi yang baik dapat membantu tubuh menyembuhkan dan
memerangi penyakit. Namun, beberapa makanan mungkin akan membuat gejala

Universitas Sumatera Utara

bertambah buruk atau memicu timbulnya penyakit pemphigus vulgaris. Berhati-hati


dengan pengambilan makanan yang tampaknya menyebabkan reaksi pada kulit dan
hindarilah makanan tersebut. Label pada semua makanan hendaklah dibaca untuk
memastikan agar tidak mengandung bahan yang dapat menyebabkan suatu reaksi.
Untuk

mengurangi

risiko

osteoporosis

akibat

perawatan

dengan

kortikosteroid, pengambilan gizi yang kaya dengan kalsium seperti susu, keju dan
yogurt serta pengambilan vitamin D dan suplemen kalsium dapat mengurangi efek
samping perawatan.2
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian ketika perawatan dengan
kortikosteroid ialah mempertahankan berat badan dengan mengkonsumsi diet tinggi
protein dan rendah karbohidrat dan lemak. Penggunaan garam dikurangi bila timbul
udem yang diakibatkan oleh retensi cairan.2
Konsumsi makanan yang mengandungi potassium seperti buah-buahan,
bayam, kentang dan kacang karena kortikosteroid akan menurunkan kadar potassium.
Selain buah-buahan, sayuran dan kacang juga dapat mengurangi kadar kolestrol. Jika
pasien sadar bahwa diet yang dikonsumsi kurang bergizi, pasien mungkin perlu
mendapatkan suplemen dibawah pengawasan dokter.2
Jika pemphigus vulgaris aktif di dalam mulut, agak sukar untuk
mengkonsumsi diet. Namun, diet yang bergizi tetap penting maka pasien dapat
mengkonsumsinya dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet.
Penggunaan obat kumur anastetik sebelum makan dapat mengurangkan rasa sakit dan
jika tenggorokan atau mulut sakit, es krim atau menghisap es batu dapat
mengurangkan rasa sakit.2

Universitas Sumatera Utara

Walaupun tidak mudah, namun olahraga rutin dapat membantu untuk otot dan
sakit

sendi

bagi

mempertahankan

kekuatan

otot

dan

mengurangi

risiko

osteoporosis.2,24
Terdapat sebagian anggota masyarakat yang tidak percaya dengan perawatan
medis dan memilih perawatan alternatif. Belum ada bukti bahwa perawatan alternatif
mampu merawat pemphigus vulgaris bahkan dapat menyebabkan dampak yang lebih
buruk. Pasien dinasehatkan supaya tidak menggunakan perawatan herba cina dan
herba barat karena masalah utama dengan perawatan herba ialah obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan sistem imun sedangkan dalam mencegah pemphigus
vulgaris hal yang perlu dilakukan ialah menekan sistem imun. Menolak perawatan
dari dokter bermaksud meningkatkan risiko pemphigus vulgaris menjadi semakin
aktif dan tidak terkontrol.2
Namun ada beberapa nasehat yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek
samping perawatan contohnya melakukan masase dan akupuntur. Jika erosi pada kulit
sudah hilang, masase mungkin merupakan cara yang aman untuk membantu masalah
sakit pada sendi dan otot akibat pengobatan dengan kortikosteroid. Akupuntur
dikatakan mampu membantu masalah muntah, kesakitan dan efek samping dari
perawatan. Hindari perawatan dengan jarum jika lesi masih aktif namun elektroakupuntur mungkin saja dapat dilakukan namun harus tetap meneruskan perawatan
yang telah disarankan oleh dokter secara rutin. Selain itu jika pasien merasa mual, teh
jahe mungkin membantu menghilangkan rasa mual . Dokter juga dapat memberikan
resep pil anti-emetik.2

Universitas Sumatera Utara

33

Kebersihan mulut sangat penting untuk dijaga walaupun lesi yang


menyakitkan mungkin ada di dalam mulut. Penggunaan sikat gigi lembut untuk anakanak dan pasta gigi untuk gigi sensitif untuk mengelakkan rasa nyeri akibat pasta gigi
yang mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum menyikat gigi, kumurkumur dengan obat kumur yang mengandungi anastesi untuk mengurangi rasa nyeri
semasa menyikat gigi.2
Pasien juga perlu diingatkan bahawa pemphigus vulgaris merupakan penyakit
kronik yang dapat terjadinya relaps. Ini bermakna, pasien pemphigus vulgaris
mungkin akan mengalami flare-up pada suatu ketika. Sebagian flare-up mungkin
serius dan pasien harus segera menemui dokter yang merawatnya agar dosis obat
dinaikkan untuk sementara waktu jika perlu. Apabila flare-up sudah terkontrol,
dokter akan menurunkan kembali dosis obat. Kadang-kadang istirahat dan
mengelakkan faktor pencetus dapat meredakan flare-up yang ringan.2
Selain itu dukungan dari segi psikologis dari ahli keluarga dan orang-orang
terdekat juga sangat perlu dan mereka tidak seharusnya menjauhkan diri kerana
penyakit ini bukanlah penyakit yang menular.2

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai