adalah
terletak pada kontrak/perjanjian antara pihak instansi yang bersangkutan, dalam hal
ini diwakili oleh Pejabat Pengguna Anggaran dengan penyedia barang/jasa. Adanya
kontrak/perjanjian tersebut yang selanjutnya dijadikan sasaran objek peninjauan.
kelayakan.
i. Cidera janji dan sanksi dalam pelaksana atau pemenang tidak memenuhi
kewajibannya.
j. Pemutusan kontrak sepihak.
k. Keadaan memaksa (Force Majeure).
l. Penyelesaian sengketa yang mengutamakan
penyelesaian
melalui
apabila terjadi pertentanga ketentuan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain
maka berlaku adalah ketentuan berdasarkan urutan kontrak yang tertinggi dan ururtan
yang lebih tinggi ditetapkan. Pada umumnya urutan hirarki dokumen kontrak adalah
sebagai berikut :
Dan tipe kontrak yang diantuk kepada standar FIDIC Ketentuan Khusus kontrak ini
dinamakan Part II Condition
c. Ketentuan Umum Kontrak
Ketentuan Umum Kontrak adalah pasal-pasal yang berisi tentenag defenisidefenisi dari penjelasan-penjelasa Umum yang akan diperikatkan dalam kontrak
setelah diterbitkannya SPK yang antara lain menjelaskan:
1) Hak dan Kewajiban Para Pihak
2) Jaminan Pekerjaan
3) Asuransi
4) Keselamatan Kerja
5) Tata Cara Pembayaraan
6) Waktu Pelaksanaan Pekerjaan
7) Masa Pemeliharaan
8) Pengawasan Pekerjaan
9) Keterlambatan Pelakanaan Pekerjaan
10) Tata Cara Penyelesaian Perselisihan
11) Penyesuaian Harga Kontrak/ Eskalasi
12) Denda
13) Tata cara perubana pekerjaan dan pekerjaan tambah/ kurang
14) Dan Lain-lain\
Untuk proyek-proyek dikalangan Depeartemen Pekerjaan Umum Ketentuan
ini sudah ada standarisasinya yang dinamakan Dokumen Syarat-Syarat Umum
Kontrak, Dan untuk tipe kontrak menganut kepada standar FIDIC ketentuan umum
kontrak dinamakan Part I Condition
d. Surat Perintah Kerja
Surat Perintah Kerja (SPK) adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemberi
Tugas kepada Pemenang Lelang yang merupakan perintah untuk segera memulai
kegiatan dilapangan berdasarkan Dokumen dari Gambar sampai dengan Berita Acara
Rapat Klasifikasi diatas. Surat Perintah Kerja tersebut sekurang-kurangnya berisi
tentang paket pekerjaan jangka waktu untuk melaksanakan pekerjaan dan berdasarkan
besarnya nilai pekerjaan.
e. Berita Acara Rapat Klarifikasi/ Rapat Negosiasi
Berita Acara Rapat Klarifikasi dibuat apabila Pemberi Tuga merasa Perlu
untuk meminta penegasan / kesanggupan unyuk melaksanakan pekerjaan kepada
Pemenang Lelang terkait adanya :
1) Beberapa hal yang dirasakan belum jelas dari dokumen penawaran-penawaran
yang telah disampaikan, misalnya produk material yang ditawarkan dll.
2) Kesalahan yang dibuat oleh peserta lelang dalam membuat penawaran namun
sifatnya tidak menggugurkan.
f. Addendum Dokumen Lelang
Addendum Dokumen lelang adalah dokumen yang berisi segala macam
perubahan baik pengurangan, penambahan maupun penyempurnaan
terhadap
Dokumen Lelag (Gambar Lelang, Spesifikasi teknis, Spesifikasi umum) yang terjadi
dalam kurun waktu setelah undangan lelang/ pengambilan sampai dengan pemasukan
dokumen dari peserta lelang yang harus disetujui oleh Konsultan dan Pemberi Tugas/
Pengguna Jasa.
g. Spesifikasi Teknis
Spesifikasi Teknis berisi ureian tentang peraturan-peraturan yang dipakai,
lingkup pekerjaan, persyaratan material;, persyaratan pelaksanaan pekerjaan,
persyaratan-persyaratan peralatan dan persyaratan khusus lainnya dari pekerjaan-
pekerjan yang dtentukan dalam gambar tersebut Butir A. Spesifikasi teknis memiliki
tingkat hierarki yang lebih tinggi disbanding gambar karena apabila dilihat dari
kronologis penusunannya spesifikasi teknis dibuat untuk menjelaskan, menegaskan
dan mendetailkan hal-hal yang belum tercantum dalam gambar.
h. Spesifikasi Umum
Spesifikasi Umum selain
Defenisi Spesifikasi Umum dimuka, juga mejelaskan tentang tata cara peserta
lelang dalam memasukkan penawaran pekerjaan yang telah di uraikan dalam Gambar
(butir A) dan Spesifikasi Teknis (butir B) termasuk dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan.
i. Gambar
Gambar adalah dokumen produk Konsultan Perencanaan yang disahkan oleh
Pemberi Tugas yang berisi tentang dimensi-dimensi dan ukuran-ukuran bangunan
yang dipakai sebagai acuan bagi pelaksanaan pekerjaan dilapangan.
Jika dalam suatu dokumen terdapat perbedaan gambar antaravlembar yang
satu denga yang lain maka yang berlaku adalah gambar dengan skala yang lebih
besar. Jika dalam sutu dokumen terdapat perbedaan gambar arsitektur dengan gambar
struktur maka untuk dimensi ruang yang berlaku adalah sesuai dengan gambar
arsitektur, namun untuk dimensi struktur dimensi (misalnya dimensi pemulangan
pelat) yang berlaku adalah yang tercantum pada gambar stuktur.
j. Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang.
Berita Acamra Rapat Penjelasan Lelang adalah Notulen hasil rapat penjelasan
terhadap Gambar Lelang. Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi Umum yang
ditandatangani oleh Panitia Lelang. Konsultan dan Wakil Peserta Lelang. Pada
umumnya proyek swasta Berita Acara AAnwijzing hanya berisi penjelasan tentang
Spesifikasi Teknis, Spesifikasi Umum dan Gambar Lenag tanpa sebuah substansi
yang ada didalamnya ; Namun apabila diperlukan adanya perubahan harus dibuat
Addendum Dokumen Lelang atas persetujuan Pengguna Jasa.
k. Bill of Quantity (BQ)
Bill of Quantity adalah daftar item dan kauntitas pekerjaan yang penyusunan
dan perhitungannya didasarkan atas gambar lelang (butir A), spesifikasi teknis (butir
B) dan spesifikasi umum (butir C) yang digunakan sebagai standar acuan bagi Peserta
Lelang dalam mengajukan penawaran harga.
Dalam pasal 29 Keppres No. 80 Tahun 2003, Ketentuan dalam kontrak
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
1) Para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan dan
alamat.
2) Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai
3)
4)
5)
6)
penyerahannya.
7) Jaminan teknis/ hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan
mengenai kelayakan.
8) Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak
memenuhi kewajiban.
9) Ketentuan mengenai pemutusan konrak secara sepihak.
10) Ketentuan mengenai keadaan memaksa.
11) Ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadinya kegagalan
dalam pelaksanaan pekerjaan.
12) Ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja.
13) Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.
Berikut ini disajikan sebuah kontrak pengadaan alat-alat kesehatan pada dinas
kesehatan kota tanjungbalai yang dibuat dan ditandatangani antara dr. H. Syafnir
Chazwan sebagai Pejabat Pengguna anggaran (PPA) kegiatan pengadaan sarana dan
prasarana puskesmas bersumber dari Dana DAK/DAU APBD Tahunan Anggaran
2010 pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, yang beralamat dijalan Gereja Nomor
21 Tanjungbalai, dengan M. Nur Haitamy sebagai Direktur CV.SHAFIRA, yang
beralamat dijalan SM.Raja No. 456 Kel. Sendang Sari Kec. Kisaran barat, pada
tanggal 4 oktober 2010. Hal hal yang diatur dalam kontrak pengadaan barang itu
dapat dipilah menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pendahuluan , meliputi :
a. Judul Kontrak, Surat Perjanjian Pekerjaan (Kontrak) Pengadaan Sarana dan
Prasarana Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran
2010 Nomor : 800/1945.H/Um.Kp/X/2010
b. Tanggal dibuatnya kontrak yaitu 4 Oktober 2010
c. Para pihak yang terkait dalam kontrak yaitu dr. H. Syafnir Chazwan sebagai
Pejabat Pengguna anggaran (PPA) kegiatan pengadaan sarana dan prasarana
puskesmas pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, dengan M. Nur Haitamy
sebagai Direktur CV.SHAFIRA.
diperkenalkan dengan produk asuransi berupa bid bond, yang besarnya paling tidak
minimal 2% dari harga penawaran (bid price) dan jangka waktu validitas 28 hari
setelah validitas penawaran berakhir (28 days after bid validity)
2. Jaminan Pelaksana
Jaminan pelaksanaan atau Performance Security diperlukan untuk melindungi
pengguna barang dan jasa dari penyelenggaraan pekerjaan yang dilakukan oleh
rekanan. Paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
format kontrak, pemenang kontrak harus melengkapi jaminan pelaksanaan sesuai
dengan ketentuan dalam dokumen lelang. Surat Jaminan pelaksanaan berupa bank
garansi yang memuat ketentuan yang tertera dalam dokumen lelang.
Jaminan pelaksanaan lanjutan meliputi :
a. Surat jaminan pelaksanan dalam bentuk bank garansi diterbitkan oleh bank
yang mempunai reputasi baik.
b. Masa berlaku surat jaminan pelaksanaan dibuat melampaui tanggal
penyelesaian pekerjaan (hal ini terutama untuk pekerjaan konstruksi) karena
terkait dengan masa pemeliharaan.
c. Besaran jaminan pelaksanaan umumnya bervariasi antara 5-20% tergantung
dari nilai kontrak, jenis dan tingkat kesulitan pekerjaan. Jika nilai kontrak jauh
lebih daripada HPS, maka nilai jaminan pelaksanaan menjadi lebih tinggi
untuk mengamankan kontrak tersebut.
3. Jaminan Uang Muka
Jaminan uang muka atau advance payment security untuk melindungi
pengguna barang dan jasa dari tidak dikembalikannya uang muka oleh rekanan.
Setelah mengajukan permohonan unag muka (advance payment) kepada pengguna
barang dan jasa , rekanan diwajibkan untuk menyerahkan jaminan uang maka nilai
uang muka yang diminta, yaitu antara 10-20% dari nilai kontrak. Jaminan uang muka
diterbitkan oleh bank umum yang bereputasi baik dan diakui oleh pengguna barang
dan jasa.
4. Jasa Konsultasn tidak diperlukan Jaminan Pelaksanaan
5. Jaminana Pemeliharaan atau Retensi.
Jaminan Pemeliharaan atau Retensi dalah nilai pembayaran yang ditahan oleh
perusahaan untuk waktu tertentu yang diatur dalam kontrak sesuai jenis pekerjaan
minimal sebesar 5 % dari nilai kontrak. Jaminan ini sebagai persyaratan yang harus
dipenuhi untuk pekerjaan jas konstruksi.
6. Garansi
Garansi adalah jaminan yang diberikan oleh pelaksana pengadaan barang
terhadap kualitas mutu barang dan masa tertentu.
C. Analisis Hukum Kemungkinan Bermasalah Dan Penyelesaiannya
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), buku III tentang
Perikatan, disebutkan bahwa perikatan dapat lahir karena undang-undang atau
perjanjian. Perikatan yang lahir karena perjanjian Pasal 1338 KUH Perdata
menyatakan bahwa Semua perjanjian yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai kekuatan hukum sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Maksudnya, semua perjanjian mengikat
mereka yang tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian
itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam
perjanjian.
Perjanjian dalam pengadaan barang/jasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak
yang satu menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima suatu
harga tertentu. Perjanjian merupakan dasar pelaksanaan kegiatan.
Perjanjian menurut R. Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu
hal.
Setiap orang atau badan hukum dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata. Syarat-syarat yang ditetapkan
dalam KUH Perdata tercantum dalam pasal 1320 sebagai berikut.
1) kata sepakat antara mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) suatu hal tertentu; dan
4) suatu sebab yang halal.
Jadi untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat seperti yang
diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata dimaksud.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa setiap orang bebas
mengadakan perjanjian asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Oleh karena
itu, perjanjian mempunyai sistem terbuka. Dengan demikian, perjanjian dapat
dilakukan oleh setiap subjek hukum antara lain perjanjian jual beli, perjanjian sewamenyewa, pinjam-meminjam, tukar menukar, perjanjian kerja pemborongan dan
sebagainya.
Berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, dimana penulis mengambil
studi kasus di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai bentuk perjanjiannya berupa
kontrak pengadaan barang/jasa yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis antara PPK
dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana swakelola.
Dalam hukum perjanjian hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bersifat
timbal balik, dimana hak pada satu pihak merupakan kewajiban pihak lain, begitu
pula sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak merupakan hak-hak yang dimiliki
serta kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pengguna barang/jasa maupun
penyedia barang/jasa dalam melaksanakan kontrak.
Dalam perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban para pihak adalah pengguna
barang/jasa. Pengguna barang/jasa menerima hasil pekerjaan melalui PPK, yang
sebelumnya dilakukan oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP) sesuai
dengan isi perjanjian. Sedangkan kewajiban PA/KPA adalah membayar harga dari
pekerjaan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya Hak pihak pemborong/penyedia
adalah menerima pembayaran sesuai dengan harga kontrak dari pihak yang
memborongkan pekerjaan (pengguna). Sedangkan kewajiban penyedia adalah
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.
Hak dan kewajiban para pihak di atas biasa disebut sebagai hak dan kewajiban yang
utama/pokok dari para pihak, sementara hak dan kewajiban tambahan diatur secara
khusus dalam kontrak/perjanjian.
Dalam kerangka dan isis pengadaan barang dan jasa seperti ditentukan oleh Keppres
Nomor 80 Tahun 2003, serta melihat dokumen sebenarnya atas kontrak pengadaan
barang/jasa di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, selanjutnya dihubungkan dengan
syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang diatur oleh pasal 1320 KUHPerdata,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak /perjanjian pengadaan barang/jasa
telah memenuhi syarat-syarat sahnya kesepakatan para pihak , yaitu antara pihak
Pejabat Pembuat Komitmen(sebagai perwakilan dari instansi dan yang memiliki
pekerjaan) yaitu dr. H. Syafnir Chazwan sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA)
Kegiatan Pengadaan Sarana Prasarana Puskesmas Bersumber Dana DAK/DAU
APBD Tahun Anggaran 2010 pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai dan pihak
Penyedia
Dimana para pihak tersebut jelas mempunyai kapasitas melakukan perbuatan hukum
karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana ditentukan undang-undang (untuk
syarat kecakapan untuk membuat perjanjian).
Sedangkan untuk syarat objektifpun telah memenuhi, dimana mengenai objek
perjanjiannya secara jelas dan tegas dinyatakan dalam judul setiap dokumen
pengadaan , juga dalam pencantuman nama maupun lingkup pekerjaan., serta isi
perjanjiannya pun telah ditentukan oleh undang-undang ketertiban umum, maupun
perjanjian jual beli adalah adanya pihak penjual dan pembeli, serta barang dan harga.
Pihak pembeli berhak menerima barang yang telah dibelinya serta berkewajiban
menyerahkan harga kepada pihak penjual. Begitu pula sebaliknya si penjual berhak
menerima harga dan berkewajiban menyerahkan barang yang dijualnya kepada pihak
pembeli. Harga yang dimaksud disini ialah pembayaran dengan sejumlah uang. Jika
tidak dengan uang maka perjanjian tukar menukar.
Apabila unsur hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diterapkan pada
perjanjian pengadaan barang/ jasa yang diuraikan sebagai berikut :
1) Pihak pejabat Pembuat Komitmen (Pembeli) berkewajiban membayar
sejumlah harga atas barang/jasa yang dibelinya kepada pihak Penyedia
barang/jasa (Penjual), dan berhak menerima barang/jasa dari pihak penyedai
Barang/jasa;
2) Pihak penyedia Barang/Jasa berkewajiban menyerahkan barang/jasa (hasil
pekerjaan) kepada pihak Pejabat Pembuat Komitmen, serta berhak menerima
sejumlah harga/ uang dari pejabat Pembuat Komitmen.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian jual beli
sebagaimana diatur dalam Buku III Bagian V KUHPerdata, dan dengan demikian
pula dapat digolongkan sebagai Perjanjian Bernama/ Khusus/ Nomint.
Perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah dapat disebut pula sebagai perjanjian
jual beli standard, karena mengenai bentuk maupun isi perjanjian telah diatur secara
khusus oleh keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 4 Tahun 2015. Ketentuan
Undang-Undang berlaku secara umum juga standard untuk semua perjanjian
pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari APBN/APBD.
Selain itu juga bercirikan sebagai perjanjian timbal balik, karena masing-masing
mempunyai hak/ kewajiban. Juga sebagai perjanjian-perjanjian konsensuil karena
lahir dengan adanya kata sepakat. Sebagai perjanjian atas beban karena memberikan
beban kepada masing-masing pihak berupa memberi atau berbuat sesuatu. Dan juga
sebagai perjanjian formalitas tertentu maupun bentuk tertentu yang ditentukan oleh
undang-undang.
Oleh karena perjanjian pengadaan barang/jasa merupakan perjanjian jual beli, dan
sesuai sifat dari Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka dan melengkapi, maka
dengan sendirinya ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku III KUHPerdata akan
melengkapi, maka ketentuan Keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 4 Tahun
2015. Atau dengan perkataan lain, sepanjang keppres dan Perprestersebut tidak
mengaturnya maka Ketentuan buku III KUHPerdata dengan sendirinya akan tetap
berlaku. Sifat ini dapat diterapkan pada isi kontrak yang telah ditentukan oleh
Keppres No 80 Tahun 2003 dimana ternyata tidak mencantumkan misalnya perihal
menanggung kenikmatan/ ketentraman atas barang. Yang meliputi menanggung
kenikmatan terhadap dari pihak ketiga danmenanggung terhadap cacat tersembunyi,
yaitu cacat tidak mudah diatur oleh pembeli pada umumnya (Pasal 1504
KUHPerdata). Dengan demikian ketentuan ini dengan sendirinya akan melengkapi
setiap kontrak/perjanjian pengadaan barang/jasa.
Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Sekertaris Dinas Kesehatan Kota
Tanjungbalai yang ikut dalam Daftar Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTKSKPD) Perprogram /Kegiatan APBD TA.2010 Pada Dinas Kesehatan Kota
menyesuaikan atau
dilakukan
perencanaan
pemaketan
pekerjaan
secararusnya
(jumlah harga
borongan) maksimal 60 hari kalender. Begitu pula jika dalam penyerahan alat dari
Penyedia barang/jasa kepada pengguna anggaran terjadi kerusakan atau cacat dan
penyedia barang/ jasa telah di perintahkan untuk mengganti/ memperbaiki alat/
maksud, namun sampai batas waktu yang telah ditetapkan alat tersebut tidak
diserahkan Penyedia barang/jasa, maka Penyedia barang dan jasa dikenakan biaya
denda kelalaian sebesar 1 %o (satu perseribu) per hari dari harga kontrak (jumlah
harga borongan) maksimal 60 hari kalender.
c. Pekerjaan yang di lakukan oleh pihak kedua tidak sesuai dengan klasifikasi
teknis. apabila terjadi hal yang demikian maka akan dilakukan pemutusan kontrak
dan bisa juga dilanjutkan sampai ke pengadilan negeri.
d. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera
didalam kontrak. Apabila terjadi hal seperti ini maka pihak kedua (penyedia
barang/jasa) akan dikenakan denda / ganti kerugian.
e. Adakalanya harga barang berubah ubah sebelum dilakukan kontrak dan pada saat
kontrak tersebut sedang berjalan, dimana harga barang tersebut naik. Apabila
terjadi hal demikian maka dilakuan addendum (perubahan terhadap isi kontrak
mengenai harga barang tersebut)
f. Pihak kedua sering memindahtangankan pekerjaan kepada pihak ketiga tanpa
sepengetahuan pihak pertama. Apabila ini terjadi maka akan dilakukan pemutusan
kontak dan bias juga dituntut ke pengadilan negeri.
3. Isi kontak
a. Ada kalanya isi kontrak masih sulit dimengerti oleh para pihak, sehingga terjadi
masalah dikemudian hari.
b. Adanya pasal-pasal yang masih rancu, menimbukan penafsiran-penafsiran yang
berbeda-beda dari para pihak, atau tidak diberikan gambaran secara spesifik
sehingga menyulitkan pihak-pihak.
D. Penyelesaian Sengketa Terhadap Kontrak Yang Bermasalah
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara Litigasi
atau penyeleseaian sengketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan semikian. Posisi
para pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain).
Penyelesaian sengketa bisnis model ini tidak dapat direkomendasikan. Kalaupun
masalah teknis agar diselesaikan melalui Dewan Arbitrase Teknik. Dan untuk
masalah hukum diselesaikan melalui pengadilan Negara.
Apabila masing-masing pihak berkeinginan untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul secara baik-baik, penyelesaian sengketa tersebut dapat diperjanjikan untuk
diselesaikan diluar hukum acara. Janji yang telah disepakati bersama merupakan
undang undang bagi para pihak yang membuatnya (Pacta Sunt Servanda) Pasal 1338
KUHPerdata. Jadi yang yang dijadikan dasar dalam alternative dispute resolution
atau mekanisme alternatif penyelesaian sengketa adalah kehendak bebas yang diatur
dari pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya diluar hakim
Negara. Masalah ini diakui oleh Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang PokokPokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam penjelasan pasal 3 undang-undang tersebut,
dinyatakan bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau
wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.3
Sistem penyelesaian sengketa sederhana, cepat dan biayaringan telah
dipancangkan sebagai salah satu asas dalam peradilan di Indonesia. Pasal 4 Ayat (2)
Undang-Undang No. 1970 telah menjadi sistem yang sangat fundamentum tersebut
dalam pelaksanan fungsi peradilan. Jadi, secara teoritis, tuntutan dunia bisnis yang
menghendaki penyelesaian sengketa secara informal procedure sudah tertampung
dalam perundang-undangan Indonesia.4
3 Ibid, Hal. 72
4 Margono Suyud, Op.Cit, Hal. 8
organisasi profesi seperti kode etik usaha farmasi Indonesia, kode etik kedokteran,
kode etik periklanan dan lain sebagainya. Meskipun ditujukan untuk kepentingan
usaha organisasi, namun dapat pula berperan untuk menyelesaikan sengketa anggota
organisasi dengan masyarakat.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang bias
dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berdasarkan hukum positif mempunyai
otoritas
menyelesaikan
sengketa
itu
seperti
departemen
perdagangan
dan
5 Ibid , Hal.11
Model arbitrase yang diatur dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah
cara penyelesaian suatu sengketa diluar pengadilan umum yang didasarkan atas
perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Akan tetapi tidak semua sengketa
dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya sengketa mengenai hak yang menurut
hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kesepakatan
mereka.6
6Ibid , Hal.12