Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN ALAT-ALAT


KESEHATAN PADA DINAS KESEHATAN KOTA TANJUNGBALAI

A. Proses Pembuatan Kontrak Pengadaan Alat-Alat Kesehatan Oleh Dinas


Kesehatan Kota Tanjungbalai
Pengadaan barang / jasa dapat dilaksanakan dengan swakelola dan dengan
menggunakan penyedia barang dan jasa. Penyedia barang/ jasa adalah dilaksanakan
oleh badan usaha atau perorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/
layanan jasa, yang dalam pengertian umum disebut Rekanan. Selanjutnya yang akan
dibahas adalah pengadaan barang/jasa pemerintah

yang menggunakan penyedia

barang/jasa, sementara untuk pengadaan dengan cara swakelola tidak dibahas ,


dengan pertimbangan bahwa pada umumnya pengadaan barang/ jasa disuatu instansi
pemerintahan menggunakan penyedia barang/jasa.
Terkait dengan pengadaan barang/jasa, hukum perdata mengatur hubungan
hukum antara Pengguna dan Penyedia Barang/Jasa sejak penandatangan kontrak
sampai berakhir/selesainya kontrak sesuai dengan isi kontrak. Artinya Aspek hukum
dalam pengadaan barang/jasa dengan mengunakan penyedia barang/jasa

adalah

terletak pada kontrak/perjanjian antara pihak instansi yang bersangkutan, dalam hal
ini diwakili oleh Pejabat Pengguna Anggaran dengan penyedia barang/jasa. Adanya
kontrak/perjanjian tersebut yang selanjutnya dijadikan sasaran objek peninjauan.

Hubungan hukum antara pejabat pengguna anggaran dan penyedia barang/jasa


terjadi pada proses penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa sampai proses
selesainya kontrak merupakan hubungan hukum perdata khususnya hubungan
kontraktual/perjanjian.
Dalam proses pengadaan barang/jasa, berdasarkan pelimpahan kewenangan
diwakili oleh pejabat-pejabat pengadaan, yaitu: (1) PPA/KPA, (2) Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), (3) Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan
(PPK/PP), dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP). Sedangkan
Penyedia Barang/Jasa bisa orang perorangan atau badan hukum (privat).
Para Pejabat Pengadaan dalam melakukan hubungan hukum di bidang
perjanjian bertindak secara individual/pribadi. Artinya, apabila terdapat kerugian
negara maka mengganti kerugian negara tersebut secara pribadi, sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan, Pasal
18 ayat 3 yang berbunyi Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan
dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas
beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang
timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, Pasal 55 ayat (1) bahwa tanda bukti perjanjian terdiri atas (a) bukti
pembelian, (2) kuitansi, (3) Surat Perintah Kerja (SPK), dan (5) surat perjanjian.

Pasal 1 Angka 22 Perpres 54 Tahun 2010 mendefenisikan kontrak pengadaan


barang/ jasa (kontrak) adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia
barang/jasa atau pelaksanaan swakelola. Dimana PPk berhak atas prestasi yang
dilakukan oleh penyedia barang/jasa. Dan penyedia barang/jasa berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya, yaitu pengadaan barang dan jasa sesuai dengan yang
disepakati.
Untuk menyederhanakan dari sekian prosedur, selanjutnya dikelompokkan
dalam tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan dan Tahapan Kontrak/Perjanjian
sesungguhnya. Tahapan Pra Kontrak/ Perjanian Pendahuluan mulai dari Pengumuman
sampai dengan Penunjukan Pemenang. Sedangkan pada tahapan Kontrak/Perjanjian
sesungguhya meliputi penandatanganan kontrak, pemeriksaan hasil pekerjaan dan
serah terima hasil pekerjaan disebut sebagai tahapan pra kontrak/perjanjian
pendahuluan oleh karena mengandung substansi sebagai perjanjian pula, karena
sifatnya mengawali sebelum ditandatangani perjanjian yang sebenarnya. Atau dengan
kata lain, bahwa perjanjian pendahuluan / pra kontrak tersebut harus ada lebih dahul
sebelum perjajian sesungguhnya dilakukan/ ditandatangani oleh para pihak. Atau
dapat diartikan bahwa tahap perjanjian pendahuluan/ pra kontrak menjadi dasar
dilakukannya tahapan kontrak/ perjanjian sesungguhnya.
Pada tahapan perjanjian pendahuluan pada dasarnya telah tercipta hak dan
kewajiban para pihak, yaitu antara pejabat pengguna anggaran / PPK dengan calon
penyedia barang/jasa, dimana para calon penyedia barang/ jasa. Sedangkan kewajiban

Pejabat Pengguan Anggaran / PPK berkewajiban mengikutsertakan para calon


penyedia barang/jasa yang nantinya akan diberikan pekerjaan pengadaan barang/jasa.
Setiap pelaksanaan dibuatkan perikatan atau kontrak yang dapat berbentuk
sebagai berikut :
1. Surat Pesanan (Purchase Order)
Surat pesanan ini sekurang-kurangnya memuat syarat dan ketentua sebagai
berikut :
a. Identitas yang meliputi nama, jabatan, alamat badan usaha masing-masing
dan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan.
b. okok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai
c.
d.
e.
2. Surat

jenis dan jumlah barang/jasa.


Hak dan kewajiban para pihak.
Nilai atau harga pekerjaan, serta syarat-syarat pembaayaran.
Persayaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci.
Perintah Kerja (SPK) sekurang-kurangnya memuat syarat-syarat dan

ketentuan sebagai berikut :


a. Identitas yang meliputi nama, jabatan, alamat badan usaha Pelaksana atau
Pemenang.
b. Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai
jenis dan jumlah jasa yang di perjanjikan .
c. Nilai atau harga pekerjaan. Serta syarat-syarat pembayaran.
d. Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci sebagai Lampiran
SPK.
e. Keluaran atau hasi (output) dari pengadaan barang/jasa.
f. Jadwal pelaksanaan dan kondisi serah terima.
g. Jaminan teknis/ hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan
mengenai kelayakan.
h. cidera janji dan sanksi dalam hal Pelaksanaan atau Pemenangan tidak
memenuhi kewajibannya

3. Surat Perjanjian sekurang-kurangnya memuat syarat dan ketentuan sebagai


berikut :
a. Identitas yang meliputi nama, jabatan, alamat badan usaha masing masing
dan ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan.
b. Pokok pokok pekerjaan yang yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas
c.
d.
e.
f.
g.
h.

mengenai jenis dan jumlah barang dan jasa yang diperjanjikan.


Hak dan kewajiban para pihak yang terkait dala Surat Perjanjian.
Nilai atau harga pekerjaan, syarat-syarat pembayaran.
Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci.
Keluaran atau hasil (output) dari pengadaan barang/jasa.
Jadwal pelaksanaan dan kondisi serah terima.
Jaminan/ teknis pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenai

kelayakan.
i. Cidera janji dan sanksi dalam pelaksana atau pemenang tidak memenuhi
kewajibannya.
j. Pemutusan kontrak sepihak.
k. Keadaan memaksa (Force Majeure).
l. Penyelesaian sengketa yang mengutamakan

penyelesaian

melalui

musywarah dan alternatif penyelesaian sengketa.


m. Jangka waktu berlakunya kontrak.
n. Fakta Integritas (letter of undertaking) yang ditandatangani oleh
pelaksana.
o. Pengadaan barang dan jasa.
p. Kepastian adanya jaminan terhadap barang/ jasa yang diperjanjikan.
Didalam Surat Perjanjian Pemborongan
ditetapkan urutan hirarki atau bagian-bagian

selain berisi Ketentuan Kontrak


dokumen kontrak yang bertujuan

apabila terjadi pertentanga ketentuan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain
maka berlaku adalah ketentuan berdasarkan urutan kontrak yang tertinggi dan ururtan
yang lebih tinggi ditetapkan. Pada umumnya urutan hirarki dokumen kontrak adalah
sebagai berikut :

a. Urutan ke-1 : Surat Perjanjian dan Amandemen/ Addendum Kontrak


b. Urutan ke-2 : Ketentuan khusus kontrak
c. Urutan ke-3 : Ketentuan umum kontrak (beberapa tipe kontrak butir b dan
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

c masuk dalam pasal-pasal Surat Perjanjian)


Urutan ke-4 : Surat Perintah Kerja
Urutan ke-5 : Berita Acara Klarifikasi/ Negosiasi
Urutan ke-6 : Addendum Dokumen Lelang
Urutan ke-7 : Spesifikasi Teknis
Urutan ke-8 : Spesifikasi umum
Urutan ke-9 : Gambar
Urutan ke-10 : Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang (Aanwijzing)
Urutan ke-11 : Bill of Quantity / Rincian Anggaran Biaya

Berdasarkan urutan proses dan kegunaan dari masing-masing dokumen maka


terjadi saling ketrkaitan antara dokumen yang satu dengan dokumen yang lain,
sebagai berikut :
a. Surat Perjanjian
Surat perjanjian adalah bentuk perjanjian perikatan kontrak antara Pihak
Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa dengan Pihak Penerima Tugas/ Penyedia Jasa yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak diatas materai dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan dalam syarat-syarat khusus kontrak dan syarat-syarat umum
kontrak diatas.
b. Ketentuan Khusus Kontrak
Ketentuan khusus kontrak adalah pasal-pasal yang berisi tentang penjelasanpenjelasan Detail dan atau Perubahan terhadap pasal pasal yang ada didalam
syarat-syarat umum kontrak, sebagai contoh misalnya :

1) Penentuan Besar Jaminan Penawaran.


a) Jaminan Pelaksanaan sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu
Rp
b) Jaminan Pemeliharaan/ Retensi sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu
sebesar Rp.
c) Jaminan Uang Muka Sebesar 20 % dari harga kontrak yang sebesar
Rp..
2) Penentuan Tata Cara Pembayaran.
a) Pembayaran Uang Muka sebesar 30 % harga kontrak yaitu sebesar
Rp..
b) Pembayaran selanjutnya berdasarkan progress bulanan dengan
dikurangi pengembalian uang muka dan retensi secara poporsional.
c) Ternyata Retensi sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu sebesar
Rp.. setelah berakhirnya masa pemeliharaan.
3) Penentuan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan.
Waktu pelaksanaan pekerjaan adalah selama 90 hari dimulai sejak
dikeluarkannya SPK yaitu tanggal .. s/d tanggal
4) Penentuan Masa Pemeliharaan.
Masa pemeliharaan ditentukan selama hari
5) Penyesuaian Harga Kontrak/ Eskalasi Pasal ini tidak berlaku (misalnya)
dan seterusnya .
Untuk Proyek-proyek yang mengacu kepada keppres misalnya untuk proyek
proyek yang dikalangan Departemen Pekerjaan Umum. Ketentuan Umum Konrak ini
sudah ada standarisasinya yang dinamakan dokumen syarat-syarat khusus kontrak.

Dan tipe kontrak yang diantuk kepada standar FIDIC Ketentuan Khusus kontrak ini
dinamakan Part II Condition
c. Ketentuan Umum Kontrak
Ketentuan Umum Kontrak adalah pasal-pasal yang berisi tentenag defenisidefenisi dari penjelasan-penjelasa Umum yang akan diperikatkan dalam kontrak
setelah diterbitkannya SPK yang antara lain menjelaskan:
1) Hak dan Kewajiban Para Pihak
2) Jaminan Pekerjaan
3) Asuransi
4) Keselamatan Kerja
5) Tata Cara Pembayaraan
6) Waktu Pelaksanaan Pekerjaan
7) Masa Pemeliharaan
8) Pengawasan Pekerjaan
9) Keterlambatan Pelakanaan Pekerjaan
10) Tata Cara Penyelesaian Perselisihan
11) Penyesuaian Harga Kontrak/ Eskalasi
12) Denda
13) Tata cara perubana pekerjaan dan pekerjaan tambah/ kurang
14) Dan Lain-lain\
Untuk proyek-proyek dikalangan Depeartemen Pekerjaan Umum Ketentuan
ini sudah ada standarisasinya yang dinamakan Dokumen Syarat-Syarat Umum
Kontrak, Dan untuk tipe kontrak menganut kepada standar FIDIC ketentuan umum
kontrak dinamakan Part I Condition
d. Surat Perintah Kerja
Surat Perintah Kerja (SPK) adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemberi
Tugas kepada Pemenang Lelang yang merupakan perintah untuk segera memulai

kegiatan dilapangan berdasarkan Dokumen dari Gambar sampai dengan Berita Acara
Rapat Klasifikasi diatas. Surat Perintah Kerja tersebut sekurang-kurangnya berisi
tentang paket pekerjaan jangka waktu untuk melaksanakan pekerjaan dan berdasarkan
besarnya nilai pekerjaan.
e. Berita Acara Rapat Klarifikasi/ Rapat Negosiasi
Berita Acara Rapat Klarifikasi dibuat apabila Pemberi Tuga merasa Perlu
untuk meminta penegasan / kesanggupan unyuk melaksanakan pekerjaan kepada
Pemenang Lelang terkait adanya :
1) Beberapa hal yang dirasakan belum jelas dari dokumen penawaran-penawaran
yang telah disampaikan, misalnya produk material yang ditawarkan dll.
2) Kesalahan yang dibuat oleh peserta lelang dalam membuat penawaran namun
sifatnya tidak menggugurkan.
f. Addendum Dokumen Lelang
Addendum Dokumen lelang adalah dokumen yang berisi segala macam
perubahan baik pengurangan, penambahan maupun penyempurnaan

terhadap

Dokumen Lelag (Gambar Lelang, Spesifikasi teknis, Spesifikasi umum) yang terjadi
dalam kurun waktu setelah undangan lelang/ pengambilan sampai dengan pemasukan
dokumen dari peserta lelang yang harus disetujui oleh Konsultan dan Pemberi Tugas/
Pengguna Jasa.
g. Spesifikasi Teknis
Spesifikasi Teknis berisi ureian tentang peraturan-peraturan yang dipakai,
lingkup pekerjaan, persyaratan material;, persyaratan pelaksanaan pekerjaan,
persyaratan-persyaratan peralatan dan persyaratan khusus lainnya dari pekerjaan-

pekerjan yang dtentukan dalam gambar tersebut Butir A. Spesifikasi teknis memiliki
tingkat hierarki yang lebih tinggi disbanding gambar karena apabila dilihat dari
kronologis penusunannya spesifikasi teknis dibuat untuk menjelaskan, menegaskan
dan mendetailkan hal-hal yang belum tercantum dalam gambar.
h. Spesifikasi Umum
Spesifikasi Umum selain

memuat ketentuan yangbtelah diuraikn dalam

Defenisi Spesifikasi Umum dimuka, juga mejelaskan tentang tata cara peserta
lelang dalam memasukkan penawaran pekerjaan yang telah di uraikan dalam Gambar
(butir A) dan Spesifikasi Teknis (butir B) termasuk dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan.
i. Gambar
Gambar adalah dokumen produk Konsultan Perencanaan yang disahkan oleh
Pemberi Tugas yang berisi tentang dimensi-dimensi dan ukuran-ukuran bangunan
yang dipakai sebagai acuan bagi pelaksanaan pekerjaan dilapangan.
Jika dalam suatu dokumen terdapat perbedaan gambar antaravlembar yang
satu denga yang lain maka yang berlaku adalah gambar dengan skala yang lebih
besar. Jika dalam sutu dokumen terdapat perbedaan gambar arsitektur dengan gambar
struktur maka untuk dimensi ruang yang berlaku adalah sesuai dengan gambar
arsitektur, namun untuk dimensi struktur dimensi (misalnya dimensi pemulangan
pelat) yang berlaku adalah yang tercantum pada gambar stuktur.
j. Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang.
Berita Acamra Rapat Penjelasan Lelang adalah Notulen hasil rapat penjelasan
terhadap Gambar Lelang. Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi Umum yang

ditandatangani oleh Panitia Lelang. Konsultan dan Wakil Peserta Lelang. Pada
umumnya proyek swasta Berita Acara AAnwijzing hanya berisi penjelasan tentang
Spesifikasi Teknis, Spesifikasi Umum dan Gambar Lenag tanpa sebuah substansi
yang ada didalamnya ; Namun apabila diperlukan adanya perubahan harus dibuat
Addendum Dokumen Lelang atas persetujuan Pengguna Jasa.
k. Bill of Quantity (BQ)
Bill of Quantity adalah daftar item dan kauntitas pekerjaan yang penyusunan
dan perhitungannya didasarkan atas gambar lelang (butir A), spesifikasi teknis (butir
B) dan spesifikasi umum (butir C) yang digunakan sebagai standar acuan bagi Peserta
Lelang dalam mengajukan penawaran harga.
Dalam pasal 29 Keppres No. 80 Tahun 2003, Ketentuan dalam kontrak
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
1) Para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan dan
alamat.
2) Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai
3)
4)
5)
6)

jenis dan jumlah yang di perjanjikan\


Hak dan Kewajiban para pihak yang terkait didalam perjanjian.
Nilai atau harga kontrak perjanjian, serta syarat-syarat pembayaran.
Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci.
Tempat dan jangka waktu penyelesaian/ penyerahan dengan di sertai
jadwal waktu penyelesaian/ penyerahan yang pasti serta syarat-syarat

penyerahannya.
7) Jaminan teknis/ hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan
mengenai kelayakan.

8) Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak
memenuhi kewajiban.
9) Ketentuan mengenai pemutusan konrak secara sepihak.
10) Ketentuan mengenai keadaan memaksa.
11) Ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadinya kegagalan
dalam pelaksanaan pekerjaan.
12) Ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja.
13) Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.
Berikut ini disajikan sebuah kontrak pengadaan alat-alat kesehatan pada dinas
kesehatan kota tanjungbalai yang dibuat dan ditandatangani antara dr. H. Syafnir
Chazwan sebagai Pejabat Pengguna anggaran (PPA) kegiatan pengadaan sarana dan
prasarana puskesmas bersumber dari Dana DAK/DAU APBD Tahunan Anggaran
2010 pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, yang beralamat dijalan Gereja Nomor
21 Tanjungbalai, dengan M. Nur Haitamy sebagai Direktur CV.SHAFIRA, yang
beralamat dijalan SM.Raja No. 456 Kel. Sendang Sari Kec. Kisaran barat, pada
tanggal 4 oktober 2010. Hal hal yang diatur dalam kontrak pengadaan barang itu
dapat dipilah menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pendahuluan , meliputi :
a. Judul Kontrak, Surat Perjanjian Pekerjaan (Kontrak) Pengadaan Sarana dan
Prasarana Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran
2010 Nomor : 800/1945.H/Um.Kp/X/2010
b. Tanggal dibuatnya kontrak yaitu 4 Oktober 2010
c. Para pihak yang terkait dalam kontrak yaitu dr. H. Syafnir Chazwan sebagai
Pejabat Pengguna anggaran (PPA) kegiatan pengadaan sarana dan prasarana
puskesmas pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, dengan M. Nur Haitamy
sebagai Direktur CV.SHAFIRA.

2. Isi Kontrak, meliputi :


a. Ketentuan Umum (Pasal 1)
b. Uraian Barang Serta Harganya (Pasal 2)
c. Surat Jaminan Pelaksanaan (Pasal 3)
d. Syarat-Syarat Penyerahan Barang (Pasal 4)
e. Syarat Pembayaran (Pasal 5)
f. Pelaksanaan Uji Coba (Pasal 6)
g. Denda Dan Sanksi (Pasal 7)
h. Juru Penengah (Pasal 8)
i. Penyerahan Pekerjaan (Pasal 9)
j. Penyelesaian Perselisihan (Pasal 10)
k. Tempat Kedudukan/ Domisili (Pasal 11)
l. Pembatalan Perjanjian (Pasal 12)
m. Force Majeure (Pasal 13)
n. Perubahan (Pasal 14)
3. Penutup, meliputi :\
a. Tiap-tiap lembar yang merupakan bagian kontak itu harus diparaf oleh kedua
belah pihak dari sudut kanan bawa.
b. Tandatangan oleh kedua belah pihak
c. Dibubuhi materai R0 6000,- untuk masing masing pihak.
B. Jaminan Dalam Perjanjian Pengadaan Alat-Alat Kesehatan
1. Jaminan Penawaran (bid bond )
Jaminan penawaran dari peserta lelang beupa surat jaminan yang dikeluarkan
oleh bank Umum/ Lembaga Keuangan yang terdaftar di Departemen Keuangan,
sebesar 1% sampai dengan 3% dari nilai penawaran. Peserta yang berpartisipasi
dalam pengadaan barang dan pekerjaan konstruksi pada USDRP wajib menyerahkan
Jaminan Penawaran atau Bid Security dengan format harus sesuai dengan yang
berhutang dalam ketentuan dalam Dokumen Lelang. Jaminan Penawaran diperlukan
untuk melindungi pengguna barang dan pekerjaan konstruksi terhadap resiko yang
diakibatkan oleh penawaran yang tidak bertangung-jawab. Jaminan Penawaran
diperlukan untuk pengadaan barang dan pekerjaan konstruksi jaminan penawaran
berupa garansi bank yang diterbitkan oleh bank bereputasi baik. Dan tidak

diperkenalkan dengan produk asuransi berupa bid bond, yang besarnya paling tidak
minimal 2% dari harga penawaran (bid price) dan jangka waktu validitas 28 hari
setelah validitas penawaran berakhir (28 days after bid validity)
2. Jaminan Pelaksana
Jaminan pelaksanaan atau Performance Security diperlukan untuk melindungi
pengguna barang dan jasa dari penyelenggaraan pekerjaan yang dilakukan oleh
rekanan. Paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
format kontrak, pemenang kontrak harus melengkapi jaminan pelaksanaan sesuai
dengan ketentuan dalam dokumen lelang. Surat Jaminan pelaksanaan berupa bank
garansi yang memuat ketentuan yang tertera dalam dokumen lelang.
Jaminan pelaksanaan lanjutan meliputi :
a. Surat jaminan pelaksanan dalam bentuk bank garansi diterbitkan oleh bank
yang mempunai reputasi baik.
b. Masa berlaku surat jaminan pelaksanaan dibuat melampaui tanggal
penyelesaian pekerjaan (hal ini terutama untuk pekerjaan konstruksi) karena
terkait dengan masa pemeliharaan.
c. Besaran jaminan pelaksanaan umumnya bervariasi antara 5-20% tergantung
dari nilai kontrak, jenis dan tingkat kesulitan pekerjaan. Jika nilai kontrak jauh
lebih daripada HPS, maka nilai jaminan pelaksanaan menjadi lebih tinggi
untuk mengamankan kontrak tersebut.
3. Jaminan Uang Muka
Jaminan uang muka atau advance payment security untuk melindungi
pengguna barang dan jasa dari tidak dikembalikannya uang muka oleh rekanan.
Setelah mengajukan permohonan unag muka (advance payment) kepada pengguna
barang dan jasa , rekanan diwajibkan untuk menyerahkan jaminan uang maka nilai
uang muka yang diminta, yaitu antara 10-20% dari nilai kontrak. Jaminan uang muka

diterbitkan oleh bank umum yang bereputasi baik dan diakui oleh pengguna barang
dan jasa.
4. Jasa Konsultasn tidak diperlukan Jaminan Pelaksanaan
5. Jaminana Pemeliharaan atau Retensi.
Jaminan Pemeliharaan atau Retensi dalah nilai pembayaran yang ditahan oleh
perusahaan untuk waktu tertentu yang diatur dalam kontrak sesuai jenis pekerjaan
minimal sebesar 5 % dari nilai kontrak. Jaminan ini sebagai persyaratan yang harus
dipenuhi untuk pekerjaan jas konstruksi.
6. Garansi
Garansi adalah jaminan yang diberikan oleh pelaksana pengadaan barang
terhadap kualitas mutu barang dan masa tertentu.
C. Analisis Hukum Kemungkinan Bermasalah Dan Penyelesaiannya
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), buku III tentang
Perikatan, disebutkan bahwa perikatan dapat lahir karena undang-undang atau
perjanjian. Perikatan yang lahir karena perjanjian Pasal 1338 KUH Perdata
menyatakan bahwa Semua perjanjian yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai kekuatan hukum sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Maksudnya, semua perjanjian mengikat
mereka yang tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian
itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam
perjanjian.

Perjanjian dalam pengadaan barang/jasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak
yang satu menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima suatu
harga tertentu. Perjanjian merupakan dasar pelaksanaan kegiatan.
Perjanjian menurut R. Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu
hal.
Setiap orang atau badan hukum dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata. Syarat-syarat yang ditetapkan
dalam KUH Perdata tercantum dalam pasal 1320 sebagai berikut.
1) kata sepakat antara mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) suatu hal tertentu; dan
4) suatu sebab yang halal.

Jadi untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat seperti yang
diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata dimaksud.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa setiap orang bebas
mengadakan perjanjian asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Oleh karena
itu, perjanjian mempunyai sistem terbuka. Dengan demikian, perjanjian dapat

dilakukan oleh setiap subjek hukum antara lain perjanjian jual beli, perjanjian sewamenyewa, pinjam-meminjam, tukar menukar, perjanjian kerja pemborongan dan
sebagainya.
Berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, dimana penulis mengambil
studi kasus di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai bentuk perjanjiannya berupa
kontrak pengadaan barang/jasa yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis antara PPK
dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana swakelola.
Dalam hukum perjanjian hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bersifat
timbal balik, dimana hak pada satu pihak merupakan kewajiban pihak lain, begitu
pula sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak merupakan hak-hak yang dimiliki
serta kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pengguna barang/jasa maupun
penyedia barang/jasa dalam melaksanakan kontrak.
Dalam perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban para pihak adalah pengguna
barang/jasa. Pengguna barang/jasa menerima hasil pekerjaan melalui PPK, yang
sebelumnya dilakukan oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP) sesuai
dengan isi perjanjian. Sedangkan kewajiban PA/KPA adalah membayar harga dari
pekerjaan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya Hak pihak pemborong/penyedia
adalah menerima pembayaran sesuai dengan harga kontrak dari pihak yang
memborongkan pekerjaan (pengguna). Sedangkan kewajiban penyedia adalah
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.

Hak dan kewajiban para pihak di atas biasa disebut sebagai hak dan kewajiban yang
utama/pokok dari para pihak, sementara hak dan kewajiban tambahan diatur secara
khusus dalam kontrak/perjanjian.
Dalam kerangka dan isis pengadaan barang dan jasa seperti ditentukan oleh Keppres
Nomor 80 Tahun 2003, serta melihat dokumen sebenarnya atas kontrak pengadaan
barang/jasa di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, selanjutnya dihubungkan dengan
syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang diatur oleh pasal 1320 KUHPerdata,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak /perjanjian pengadaan barang/jasa
telah memenuhi syarat-syarat sahnya kesepakatan para pihak , yaitu antara pihak
Pejabat Pembuat Komitmen(sebagai perwakilan dari instansi dan yang memiliki
pekerjaan) yaitu dr. H. Syafnir Chazwan sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA)
Kegiatan Pengadaan Sarana Prasarana Puskesmas Bersumber Dana DAK/DAU
APBD Tahun Anggaran 2010 pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai dan pihak
Penyedia

Barang/jas yaitu M.Nur Haitamy, Sebagai Direktur CV. SHAFIRA.

Dimana para pihak tersebut jelas mempunyai kapasitas melakukan perbuatan hukum
karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana ditentukan undang-undang (untuk
syarat kecakapan untuk membuat perjanjian).
Sedangkan untuk syarat objektifpun telah memenuhi, dimana mengenai objek
perjanjiannya secara jelas dan tegas dinyatakan dalam judul setiap dokumen
pengadaan , juga dalam pencantuman nama maupun lingkup pekerjaan., serta isi
perjanjiannya pun telah ditentukan oleh undang-undang ketertiban umum, maupun

kesusilaan sebagaimana disyaratkan dalam syarat-syarat adanya suatu sebab (causa)


yang halal.
Telah disebut dalam pengantar bahwa macam-macam perjanjian disebut dalam Buku
III KUHPerdata /KUHDagang/Ketentuan Khusus disebut juga sebagai Perjanjian
Bernama/Nominat/ Khusus, karena mengenai nama dan aturannya disebutkan dan
terdapat dalam KUHPerdata (Buku III), seperti perjanjian jual beli, sewa-menyewa,
dll. Sebaliknya, perjanjian yang tidak disebut dalam KUHPerdata /KUHDagang/
Ketentuan Khusus tetapi timbul sesuai tuntutan

perkembangan jaman. Disebut

sebagai Perjanjian tidak Bernama/ Innominat/Jenis Baru, misalnya seperti perjanjian


leasing. BOT,dll. Berdasarkan penggolongan perjanjian tersebut, maka untuk
mengadakan pengadaan barang/jasa pemeintah dengan mendasarkan pada unsurunsurnya, khususnya dalam hak dan kewajiban para pihak, penulis dapat
menyimpulkan adalah sebagai atau termasuk kualifikasi perjanjian jual beli seperti
yang diatur dalam Bab V Bagian Khusus KUJPerdata.
Pasal 1457 menyebutkan pengertian perjanjian jual beli, yaitu suatu perjanjian
dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan
dan pihak yang lain membayar harga yang telahdi perjanjikan.

Jadi unsur dari

perjanjian jual beli adalah adanya pihak penjual dan pembeli, serta barang dan harga.
Pihak pembeli berhak menerima barang yang telah dibelinya serta berkewajiban
menyerahkan harga kepada pihak penjual. Begitu pula sebaliknya si penjual berhak
menerima harga dan berkewajiban menyerahkan barang yang dijualnya kepada pihak

pembeli. Harga yang dimaksud disini ialah pembayaran dengan sejumlah uang. Jika
tidak dengan uang maka perjanjian tukar menukar.
Apabila unsur hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diterapkan pada
perjanjian pengadaan barang/ jasa yang diuraikan sebagai berikut :
1) Pihak pejabat Pembuat Komitmen (Pembeli) berkewajiban membayar
sejumlah harga atas barang/jasa yang dibelinya kepada pihak Penyedia
barang/jasa (Penjual), dan berhak menerima barang/jasa dari pihak penyedai
Barang/jasa;
2) Pihak penyedia Barang/Jasa berkewajiban menyerahkan barang/jasa (hasil
pekerjaan) kepada pihak Pejabat Pembuat Komitmen, serta berhak menerima
sejumlah harga/ uang dari pejabat Pembuat Komitmen.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian jual beli
sebagaimana diatur dalam Buku III Bagian V KUHPerdata, dan dengan demikian
pula dapat digolongkan sebagai Perjanjian Bernama/ Khusus/ Nomint.
Perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah dapat disebut pula sebagai perjanjian
jual beli standard, karena mengenai bentuk maupun isi perjanjian telah diatur secara
khusus oleh keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 4 Tahun 2015. Ketentuan
Undang-Undang berlaku secara umum juga standard untuk semua perjanjian
pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari APBN/APBD.

Selain itu juga bercirikan sebagai perjanjian timbal balik, karena masing-masing
mempunyai hak/ kewajiban. Juga sebagai perjanjian-perjanjian konsensuil karena
lahir dengan adanya kata sepakat. Sebagai perjanjian atas beban karena memberikan
beban kepada masing-masing pihak berupa memberi atau berbuat sesuatu. Dan juga
sebagai perjanjian formalitas tertentu maupun bentuk tertentu yang ditentukan oleh
undang-undang.
Oleh karena perjanjian pengadaan barang/jasa merupakan perjanjian jual beli, dan
sesuai sifat dari Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka dan melengkapi, maka
dengan sendirinya ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku III KUHPerdata akan
melengkapi, maka ketentuan Keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 4 Tahun
2015. Atau dengan perkataan lain, sepanjang keppres dan Perprestersebut tidak
mengaturnya maka Ketentuan buku III KUHPerdata dengan sendirinya akan tetap
berlaku. Sifat ini dapat diterapkan pada isi kontrak yang telah ditentukan oleh
Keppres No 80 Tahun 2003 dimana ternyata tidak mencantumkan misalnya perihal
menanggung kenikmatan/ ketentraman atas barang. Yang meliputi menanggung
kenikmatan terhadap dari pihak ketiga danmenanggung terhadap cacat tersembunyi,
yaitu cacat tidak mudah diatur oleh pembeli pada umumnya (Pasal 1504
KUHPerdata). Dengan demikian ketentuan ini dengan sendirinya akan melengkapi
setiap kontrak/perjanjian pengadaan barang/jasa.
Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Sekertaris Dinas Kesehatan Kota
Tanjungbalai yang ikut dalam Daftar Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTKSKPD) Perprogram /Kegiatan APBD TA.2010 Pada Dinas Kesehatan Kota

Tanjungbalai.yang diwakili oleh Bapak Subroto.SE, maka dapat diambil kesimpulan


bahwa dalam praktek penyelenggaraan kegiatan pengadaan Alat-alat kesehatan di
Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, adakalanya kontrak dapat bermasalah apabila
tidak bersesuaian dengan ketentuan Keppres 80 tahun 2003 dan Perpres No 54 tahun
2010 karena saat itu kontrak dibuat pada tahun 2010. Namun apabila pengadaan
barang dan jasa pada saat sekarang ini telah di perbaharui lagi dengan Perpres No 4
Tahun 2015 prosedur pengadaan barang dan jasa ataupun dalam pelaksanan kontrak
itu sendiri.
Adapun yang menjadi masalah ialah apabila :
1. Pihak Panitia Pengadaan Barang dan jasa
a. Tidak dibuatnya dokumen penjelasan dokumen pelelangan, dengan tidak
dilakukannya prosedur pengambilan dokumen pelelangan dan pemasukan
prakualifikasi ;
b. Tidak diberikannya penjelasan dokumen pelelangan, dengan tidak ada di berita
acara penjelasan ;
c. Tidak dilakukannya penetapan calon penyedia barang/jasa dipapan pengumuman
resmi;
d. Tidak diberikannya alokasi waktu untuk sanggahan dari masyarakat umum dunia
usaha, maka menutup kemungkinan adanya tuntutan.
Disamping itu terdapat pula pelaksanaan prosedur pada tahapan Pra kontrak/
perjanjian pendahuluan, khususnya pada pengadaan dengan metode pelelangan yang
dalam melaksanakannya tidak sesuai atau menyimpang dari ketentuan.seperti :

a. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disusun dan dibuat

menyesuaikan atau

didasarkan pada penawaran dari calon penyedia barang/ jasa;


b. Surat Permintaan Penawaran langsung dikirim oleh Rekanan/ calon Penyedia
Barang/Jasa tanpa didahului prosedur pengambilan dokumen pelelangan dan
penjelasan;
c. Prosedur prakualifikasi dilaksanakan bersamaan dengan pemasukan surat
penawaran;
d. Barang atau jasa telah dikirim/ dikerjakan oleh penyedia barang dan jasa tanpa
terlebih dahulu melakukan prosedur tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian
Pendahuluan. Yang artinya barang/jasa dikirim/dikerjakan lebih dahulu dan
untuk proses administrasi Pra Kontraknya dilakukan kemudian.
Sebelum melakukan proses pengadaan barang dan jasa ditentukan oleh Keppres
No 80 tahun 2003 harus terlebih dahulu melalui tahap persiapan. Seperti :
perencanaan pemaketan pekerjaan (dengan larangan adanya pemecahaan
pekerjaan untuk barang sejenis). Penyusunan dan pengesahan harga perkiraan
sendiri (HPS) berasarkan kriteria tertentu, pengumuman rencana pengadaan
barang/jasa di media massa. Pada kenyataanya penulis memperoleh data bahwa
pada tahap tersebut pada tahapan tersebut, pad umumnya tidak dilakukan atau
sebagian dilakukan atau sebagian dilakukan tetapi tidak sesuai/ penyimpangan
dengan ketentuan yang berlaku, seperti :
a. Tidak

dilakukan

perencanaan

pemaketan

pekerjaan

secararusnya

dilakukan dea keseluruhan;


b. Rencana paket pekerjaan sejenis yang seharusnya dilakukan dengan
metode pelelangan umum/pelelangan terbatas/pemilihan langsung, dibuat

dan dipecah agara dapat dilakukan dengan metode penunjukan langsung


dengan rekayasa dilaksanakan seolah-olah untuk triwulan I.II,III dan
seterusnya ;
c. Tidak dilakukannya penyusunan HPS terlebih dahulu;
d. Tidak dilakukannya pengumuman rencana pengadaan barang/jasa dimedia
massa sehingga masyarakat luas didunia usaha tidak mengetahuinya.
Dengan tidak dilaksanakannya sebagian prosedur dalam tahap Pra
Kontrak / perjanjian pendahuluan dan/dalam melaksanakannya tidak sesuai atau
melanggar ketentuan undang-undang, jika hal ini dikaitkan dengan syarat-syarat
sahnya kontrak/ perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka
ini jelas menyangkut syarat adanya suatu sebab yang halal. Dengan perkataan lain,
bahwa dengan tidak dilaksanakannya prosedur dalam Tahap Pra Kontrak/ Perjanjian
-Pendahuluan dan dalam melaksanakannyatidak sesuai/ melanggar ketentuan undangundang itu adalah merupakan bentuk tidak dipenuhinya syarat adanya suatu sebab
yang halal itu harus tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, serta
kesusilaan. Padahal jelas bahwa dengan tidak melaksanakan prosedur dalam tahap
Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan dan dalam melaksanakannya tidak sesuai /
menyimpang ketentuan yang berlaku adalah jelas merupakan bentuk pelanggaran
terhadap undang-undang (Keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 4 tahun 2015).
Karena adanya unsur pelanggaran terhadap undang-undang itulah maka dengan
sendirinya perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dibuat pada pihak menurut
hemat penulis adalah tidak memenuhi syarat objektif, maka sebagai konsekuensi
hukumnya menurut KUHPerdata adalah batal demi hukum, dan atau dapat

dimintakan pembatalan perjanjian oleh terutama para calon penyedia barang/jasa


lainnya yang menjadi peserta atau salah satu pihak pada saat dilaksanakannya
Tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan.
Tidak dilaksanakannya prosedur dalam tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian
Pendahuluan dan/dalam melaksanakannya tidak sesuai / melanggar dari ketentaun
undang-undang,bakan sejak dari tahapan persiapan seperti tersebut diatas, adalah
jelas menjadi faktor penyebab ketidak lancaran dalam penyelenggaran pengadaan
barang/ jasa pemerintah atau dapat dikatakan sebagai penyebab terjadinya
penyimpangan. Hal ini terjadi oleh karena (terutama) faktor sumberdaya manusia
(SDM), dimana person yang diangkat dan ditetapkan sebagai pelasana pengadaan
barang/jasa pemerintah (dalam hal ini merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dan
Panita Pengadaan) ternyata pada umumnya tidak atau belum memenuhi sepenuhnya
atas ketentuan dalam Keppres No 80 Tahun 2003 beserta perubahannya yang terakhir
Perpres No 4 Tahun 2015 sehingga berpotensi menimbulkan kosekuensi hukum
seperti disebut diatas.
Kekurang pahaman atau ketidak menegrtian atas isi ketentuan undang-undang
tersebut dibuktikan atas hasil penelitian lapangan bahwa pada umumnya para
pelaksana pengadaan barang dan jasa pemerintah belum memiliki sertifikat ahli
pengadaan barang/jasa pemerintah yang diterbitkan oleh lembaga pemeri tah yang
disebutkan dalam Perpres No 8 tahun 2006 yaitu BAPPENAS Republik Indonesia.
Dan ini jelas menjadi indikasi lemahnya r para pelaksana pengadaan barang dan jasa
dalam menyelengarakan kegiatan pengadaan barang / jasa pemerintah.

2. Penyedia Barang dan Jasa


Faktor penghambat lainnya adalah terletak pada para calon Penyedia
Barang/Jasa yang melakukan kesalahan-kesalahan seperti :
a. Penyedia barang dan jasa pada umumnya atau bahkan hampir semuanya juga
tidak atau belum memahami sepenuhnya atas ketentuan Keppres 80 Tahun 2003
beserta semua perubahan terakhir dengan Perpres No 4 Tahun 2015, sehnga tidak
ada upaya mengajukan sanggahan/ proses atau penyimpangan prosedur yang
diketahuinya.
b. Penyedia barang dan jasa tidak melakukan pekerjaan sesuai yang ditentukan
dalam kontrak. Apabila terjadi hal demikian maka sesuai dengan Pasal 7 Surat
Perjanjian Pekerjaan (kontrak) Pengadaan Sarana dan Prasarana Puskesmas Dinas
Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran 2010 Nomor : 800/1945.H/
Um.Kp/X/2010, dimana mengenai sanksi dimana jika Penyedia Barang/ jasa
melanggar/ melebihi batas waktu pelaksanaan pengadaan yang ditetapkan, maka
ditetapkan, maka setiap hari keterlambatan Penyedia barang/jasa dikenakan denda
sebesar 1 %o (satu perseribu)

per hari dari harga kontrak

(jumlah harga

borongan) maksimal 60 hari kalender. Begitu pula jika dalam penyerahan alat dari
Penyedia barang/jasa kepada pengguna anggaran terjadi kerusakan atau cacat dan
penyedia barang/ jasa telah di perintahkan untuk mengganti/ memperbaiki alat/
maksud, namun sampai batas waktu yang telah ditetapkan alat tersebut tidak
diserahkan Penyedia barang/jasa, maka Penyedia barang dan jasa dikenakan biaya

denda kelalaian sebesar 1 %o (satu perseribu) per hari dari harga kontrak (jumlah
harga borongan) maksimal 60 hari kalender.
c. Pekerjaan yang di lakukan oleh pihak kedua tidak sesuai dengan klasifikasi
teknis. apabila terjadi hal yang demikian maka akan dilakukan pemutusan kontrak
dan bisa juga dilanjutkan sampai ke pengadilan negeri.
d. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera
didalam kontrak. Apabila terjadi hal seperti ini maka pihak kedua (penyedia
barang/jasa) akan dikenakan denda / ganti kerugian.
e. Adakalanya harga barang berubah ubah sebelum dilakukan kontrak dan pada saat
kontrak tersebut sedang berjalan, dimana harga barang tersebut naik. Apabila
terjadi hal demikian maka dilakuan addendum (perubahan terhadap isi kontrak
mengenai harga barang tersebut)
f. Pihak kedua sering memindahtangankan pekerjaan kepada pihak ketiga tanpa
sepengetahuan pihak pertama. Apabila ini terjadi maka akan dilakukan pemutusan
kontak dan bias juga dituntut ke pengadilan negeri.
3. Isi kontak
a. Ada kalanya isi kontrak masih sulit dimengerti oleh para pihak, sehingga terjadi
masalah dikemudian hari.
b. Adanya pasal-pasal yang masih rancu, menimbukan penafsiran-penafsiran yang
berbeda-beda dari para pihak, atau tidak diberikan gambaran secara spesifik
sehingga menyulitkan pihak-pihak.
D. Penyelesaian Sengketa Terhadap Kontrak Yang Bermasalah
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara Litigasi
atau penyeleseaian sengketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan semikian. Posisi
para pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain).
Penyelesaian sengketa bisnis model ini tidak dapat direkomendasikan. Kalaupun

akhirnya ditempuh , penyelesaian ini semata-mata hanyalah sebagai jalan terakhir


(ultimatum remedium) setelah alternatif lain tidak membuahkan hasil.1
Apabila suatu perjanjian telah disepakati (konsensus) maka masing masing pihak
terikat karenanya dan berkewajiban untuk memenuhi prestasinya. Akan tetapi, dalam
pelaksanannya mungkin saja mengalami hambatan-hambatan yang pada akhirnya
akan mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah mereka lakukan. Pihak yang
mengadakan perjanjian lazimnya sudah menyadari kemungkinan semacam ini
mengingat pelaksanaan perjanjian tidak terjadi seketika, tetapi memerlukan tengang
waktu. Menyadari keadaan seperti ini dan kegiatan untuk tetap menjaga kelangsungan
hubungan baik yang telah terjalin, bahkan kadang-kadang juga menghendaki apabila
timbulnya sengketa setidaknya diselesaikan tanpa diketahui pihak luar atau lain, maka
didalam perjanjian tersebut maka para pihak mencantumkan klausula khusus. 2
Didalam Surat Perjanjian Pekerjaan (kontrak) Pengadaan Sarana dan Prasarana
Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran 2010 Nomor :
800/1945.H/Um.Kp/X/2010 pada Pasal 10 kedua belah pihak yaitu Pihak Pengguna
Anggaran Dan Pihak Penyedia Barang/Jasa sepakat menyelesaikan perselisihan
dengan cara musyawarah mufakat sesuai dengan Azas Pancasila. Kalau dalam hal ini
juga tidak bisa tercapai maka diselesaikan melalui hukum yang berlaku. Dan untuk

1 Margono Suyud, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Alternative Dispute Resolutions (ADR),


(Ghalia Indonesia, Bogor, 2010) Hal. 4
2 Agnes M. Toar, Uraian Singkat Tentang Arbitrase Dagang di Indonesia, Seri Dasar-Dasar
Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia (Ghalia Indonesia, Jakarta 1995) Hal. 73

masalah teknis agar diselesaikan melalui Dewan Arbitrase Teknik. Dan untuk
masalah hukum diselesaikan melalui pengadilan Negara.
Apabila masing-masing pihak berkeinginan untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul secara baik-baik, penyelesaian sengketa tersebut dapat diperjanjikan untuk
diselesaikan diluar hukum acara. Janji yang telah disepakati bersama merupakan
undang undang bagi para pihak yang membuatnya (Pacta Sunt Servanda) Pasal 1338
KUHPerdata. Jadi yang yang dijadikan dasar dalam alternative dispute resolution
atau mekanisme alternatif penyelesaian sengketa adalah kehendak bebas yang diatur
dari pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya diluar hakim
Negara. Masalah ini diakui oleh Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang PokokPokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam penjelasan pasal 3 undang-undang tersebut,
dinyatakan bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau
wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.3
Sistem penyelesaian sengketa sederhana, cepat dan biayaringan telah
dipancangkan sebagai salah satu asas dalam peradilan di Indonesia. Pasal 4 Ayat (2)
Undang-Undang No. 1970 telah menjadi sistem yang sangat fundamentum tersebut
dalam pelaksanan fungsi peradilan. Jadi, secara teoritis, tuntutan dunia bisnis yang
menghendaki penyelesaian sengketa secara informal procedure sudah tertampung
dalam perundang-undangan Indonesia.4

3 Ibid, Hal. 72
4 Margono Suyud, Op.Cit, Hal. 8

Penyelesaian sengketa secara damai juga dapat menggunakan instrument


resguler sendiri(self

regulation) yaitu kode etik yang dimiliki masing-masing

organisasi profesi seperti kode etik usaha farmasi Indonesia, kode etik kedokteran,
kode etik periklanan dan lain sebagainya. Meskipun ditujukan untuk kepentingan
usaha organisasi, namun dapat pula berperan untuk menyelesaikan sengketa anggota
organisasi dengan masyarakat.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang bias
dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berdasarkan hukum positif mempunyai
otoritas

menyelesaikan

sengketa

itu

seperti

departemen

perdagangan

dan

perindustrian, kesehatan, kehutanan dan sebagainya yang menjalankan kewenangan


kewenangan administrative untuk memberikan izin, pembinaan dan pengawasan
terhadap perusahaan dan pabrik-pabrik tertentu dan sebagainya.
Dalam kontrak pengadaan barang dan jasa biasnya dilakukan penyelesaian
sengketa dengan arbitrase. Dapat juga diselesaikan melalui Badan Arbitrase. Dapat
juga diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Penjelasan
Pasal 3 undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 menyatakan bahwa penyelesaian
sengketa diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau arbitrase tetap diperbolehkan,
tetapi putusan arbitrase hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh
izin atau pemerintah untuk eksekusi (executoir) dari pengadilan.5

5 Ibid , Hal.11

Model arbitrase yang diatur dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah
cara penyelesaian suatu sengketa diluar pengadilan umum yang didasarkan atas
perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Akan tetapi tidak semua sengketa
dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya sengketa mengenai hak yang menurut
hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kesepakatan
mereka.6

6Ibid , Hal.12

Anda mungkin juga menyukai