PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan cacat dalam sebagian
besar masyarakat barat dan kelainan yang paling umum terjadi pada pasien
sebelum operasi pembedahan dengan prevalensi keseluruhan 20-25%. Hipertensi
tidak terkontrol yang dibiarkan lama akan mempercepat terjadinya aterosklerosis
dan kerusakan organ. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit
jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah.Komplikasinya meliputi infark miokard,
gagal jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusif perifer dan diseksi aorta.
Adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada pasien hipertensi dapat menjadi
indikator penting dari kematian jantung. Peningkatan kematian jantung juga telah
dilaporkan pada pasien dengan murmur karotis, bahkan tanpa adanya gejala.1
Manajemen pasien dengan hipertensi telah berubah dalam beberapa
dekade terakhir. Hipertensi didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
sebagai tekanan diastolik diatas 95 mmHg dan tekanan sistolik lebih dari 160 mm
Hg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal jantung, stroke dan
infark miokard. Idealnya semua pasien dengan hipertensi harus dirawat sebelum
operasi. Namun, ada sedikit bukti untuk hubungan antara tekanan darah sistolik
kurang dari 180 mmHg atau tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg dan
komplikasi perioperatif meskipun anestesi harus menyadari bahwa pasien
mungkin mengalami perubahan besar dalam tekanan darah. Tekanan arteri intraoperasi harus dipertahankan pada 20% dari tekanan pre-operasi.2
Hipertensi yang tidak terkendali berhubungan dengan fluktuasi tekanan
darah selama induksi anestesi dan tindakan intubasi jalan napas serta dapat
meningkatkan kejadian iskemia perioperatif.1Di sisi lain, peningkatan tekanan
darah intraoperatif tetap terjadi pada pasien dengan riwayat hipertensi sebelum
tindakan operasi tanpa memandang apakah tekanan darah pasien terkendali atau
tidak sebelum tindakan4. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat hipertensi
sering mengalami hipertensi pascaoperasi yang pada akhirnya turut meningkatkan
risiko iskemia otot jantung, infark miokard, stroke, dan perdarahan pascaoperasi.5
Oleh sebab itu, amat penting untuk mengidentifikasi dan menelusuri penyebab
hipertensi pada pasien yang akan menjalani tindakan operasi.
definisi,
klasifikasi,
patofisiologi
dan
penatalaksaan
hipertensi?
2. Bagaimana anastesi pada pasien dengan hipertensi?
1.3. Tujuan
Referat ini bertujuan untuk membahas mengenai anastesi pada pasien
dengan hipertensi.
BAB IV
TINJUAN PUSTAKA
2.1
HIPERTENSI
2.1.1
Definisi
hipertensi
dibagi
atas
hipertensi
Penurunan aliran ke
ginjal
Angiotensin
Renin (ginjal)
sekresi
angiotensinog
en
Converting
enzyme
(paru)
Angiotensi
n II
Retensi Na dan
air
Vasokonstri
ksi
Peningkatan tekanan
arteri
Tekanan darah = curah jantung x
tahanan perifer
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai
tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang
bertambah usianya.Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang
munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya
umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding
arteri akan mengalami penebalan oleh arena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsurangsur menyempit dan menjadi kaku.Peningkatan
umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause.Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization
(WHO)merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.
g. Merokok
Kadar Nikotin dan CO pada rokok selain meningkatkan kebutuhan
oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard)
sehingga merugikan kerja miokard. Nikotin mengganggu sistem saraf
simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang
pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama
jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian
Pusing
Sakit kepala
Mimisan
Palpitasi
Mual & muntah
lelah
8. KOMPLIKASI HIPERTENSI
a. Stroke
Stroke dapat terjadi perdarahan di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh darah non-otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke depat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri
yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang dipendarahinya
berkurang. Ateri-ateri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah dan kehilangan elastisitas sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya anuerisma.
b. Infak Miokardium
Infak miokardium dapat terjadi apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah melalui ateri koroner. Karena hipertensi kronik dan hipertrofi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia
jantung dan peningkatan pembentukan pembekuan darah.
c. Gagal Ginjal
Heart Failure
Post MI
CAD
Diabetes Melitus
Diuretik
X
X
X
BB
x
x
x
x
ACEI
x
x
x
x
ARB
x
x
CCB
x
x
AA
x
x
Renal disease
Recurrent stroke
prevention
Elderly
x
x
Keterangan:
ARB : Angiotensin receptor bloker
BB : Beta bloker
AA : Aldosteron antagonis
CCB : calcium chanel bloker
Untuk sebagian besar pasien hipertensi mungkin diperlukan beberapa
kombinasi obat, dan kombinasi obat yang telah terbukti efektif adalah
sebagai berikut.
Diuretika dan ACEI atau ARB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan
darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
Ya
Hipertensi derajat 2
Ya
Dengan indika
memaksa
Obat-obatan unt
indikasi yang
memaksa
1) Diuretik
Diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorsi NaCl di tempat
yang berada di nefron, sehingga meningkatkan ekresi natrium,
klorida, dan air
2) Beta bloker
Mekanismenya adalah dikaitkan dengan hambatan receptor B1
antara lain
Penurunan frekuensi denyut jantung kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan curah jantung
Hambatan sekresi rennin di sel juxtaglomeruler dengan
akibat penurunan produksi angiotensin II
Efek sentral yang mempengaruhi aktifitas saraf simpatis,
perubahan pada sensitifitas baroreceptor, perubahan
aktifitas neuron adrenergic perifer dan meningkatkan
biosintesis protasiklin
3) ACE-inhibiotor
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) adalah suatu enzim yang
bekerja mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Diketahui
bahwa angiotensin II memiliki efek vasokontriksi yang sangat kuat
dan merangsang sekresi aldosteron pada korteks adrenal. Dengan
demikian ACE-inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim
ACE sehingga angiotensin II tidak terbentuk dan akan menurunkan
tekanan darah.
4) ARB
Antagonis Reseptor Angiotensin II (ARB) bekerja dengan
memblok resseptor AT1 yang berfungsi untuk memperantai semua
efek fisiologis Angiotensin II terutama yang berperan dalam
homeostasis kardiovaskular. Sehingga akibat dari penghambatan
angiotensin maka tekanan darah akan menurun
5) Antagonis kalsium
Antagonis Kalsium menghambat influks (pemasukan) kalsium
pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Pada pembuluh
darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol
sedangkan vena kurang dipengaruhi
terjadi
Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita
Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi,
untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi.
Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis riwayat
hipovolemia
(berkaitan
dengan
penggunaan
diuretika
dan
terjadinya aritmia. Untuk evaluasi jantung, EKG dan x-ray toraks akan sangat
membantu. Adanya LVH dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia
miokardial akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.Untuk
evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk
memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal.Jika ditemukan
ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume
plasma perlu diperhatikan.Untuk evaluasi serebrovaskuler, riwayat adanya stroke
atau TIA dan adanya retinopati hipertensi perlu dicatat.Tujuan pengobatan
hipertensi adalah mencegah komplikasi kardiovaskuler akibat tingginya TD,
termasuk penyakit arteri koroner, stroke, CHF, aneurisme arteri dan penyakit
ginjal.
Sementara itu pasien yang harus menjalani operasi elektif idealnya hanya
bisa dilakukan ketika tekanan darah dalam batas normal, pendekatan ini tidak
selalu
layak
atau
selalu
diinginkan
karena
gangguan
autoregulasi
2. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk:
Sayangnya,
pemberian
klonidine
selama
selain
dapat
darah otak yang memadai. Pada sebagian besar pasien dengan hipertensi yang
lama harus dipikirkan kemungkinan terjadinya penyakit arteri koroner dan
hipertrofi jantung,sehingga peningkatan tekanan darah yang berlebihan dapat
dihindari.Hipertensi, terutama dalam kaitannya dengan takikardia, dapat memicu
terjadinya iskemia miokard, disfungsi ventrikel bahkan keduanya.Tekanan darah
arteri umumnya harus dijaga dalam 10-20% dari tingkat pra operasi. Jika
hipertensi terjadi sebelum operasi dimana tekanan darah lebih dari 180/120
mmHg, maka tekanan darah arteri harus dipertahankan dalam batas normal, yaitu
150-140/90-80 mm Hg.
Pemantauan
Sebagian besar pasien hipertensi tidak memerlukan pemantauan
intraoperatif khusus.Pemantauan tekanan darah harus terus menerus dilakukan
pada pasien dengan tekanan darah yang tidak stabil dan pasien dengan prosedur
pembedahan utama yang terkait dengan perubahan yang cepat atau ditandai
dengan preload jantung atau afterload.Pemantauan elektrokardiografi bertujuan
untuk mengetahui dengan cepat tanda-tanda iskemia.Produksi urin harus dipantau
melalui kateter urin terutama pada pasien gangguan ginjal yang sedang menjalani
tindakan dan diharapkan dapat bertahan lebih dari 2 jam.Selama pemantauan
hemodinamik invasive dilakukan, pemenuhan kebutuhan ventrikel sering
berkurang terutama pada pasien dengan hipertrofi ventrikel.
Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan selama pemeliharaan
anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi tekanan darah yang terlalu
tinggi. Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif
adalah sama pentingnya
Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
hipoperfusi otak.
Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian
stroke.
Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal kurang lebih sama
dengan yang terjadi pada serebral.
Anestesiaakan aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi
5-10 menit.
Pemberian opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25
mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil
memungkinkan
kontrol
lebih
memuaskan
tekanan
darah
BAB V
KESIMPULAN
Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai, dengan angka penderita
yang cukup tinggi.Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko mayor yang bisa
menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakitpenyakit jantung, serebral,
ginjal dan vaskuler. Mengingat tingginya angka kejadian dan komplikasi yang
bisa ditimbulkan oleh penyakit hipertensi ini, maka perlu adanya pemahaman para
ahli anestesia dalam manajemen selama periode perioperatif. Manajemen
perioperatif dimulai sejak evaluasi prabedah, selama operasi dan dilanjutkan
sampai periodepasca bedah.
Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan penderita sangat penting
dilakukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi, baik yang terjadi selama
intraoperatif
maupun
yang
terjadi
pada
pascapembedahan.Goncangan
yang
akan
menjalani
pembedahan,
diharapkan
bisa
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia for patients with
cardiovascular disease. Clinical Anesthesiology. 3rd ed. New York: McGrawHill; 2002.p.388-395.
2. Pescod D. Preoperative Management of Cardiovascular Disease. Developing
Anaesthesia Text Book.v.1.6: 2007
3. Podgoreanu MV, Mathew JP. Genomic Basis of Perioperative Medicine.
Clinical Anesthesia. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins;
2006.p.480.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC,
2001; 256-60
5. Sylvia A.P, Lorraine M.W. Fisiologi Sistem Kardiovaskular. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC,
2006 ; 530-6.
6. Kusmana D, Hipertensi: Definisi, prevalensi, farmakoterapi dan latihan fisik,
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia - Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta,
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran mei-juni 2009 hal 161-167. Dikutip dari
www.kalbe.co.id.