PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah hilangnya jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis baik yang bersifat total maupun partial. Salah satu contoh
adalah tulang pada tulang femur. Namun biasanya Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas yang ditandai dengan rasa nyeri, pembengkakan, deformitas,
gangguan fungsi, pemendekan dan krepitasi. Didalam masyarakat, Fraktur
dikenal sebagai patah tulang. Dalam memenehui kebutuhan hidup sehari-hari
yang semakin meningkat selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern, manusia tidak akan lepas dari fungsi normal system
muskuloskeletal , salah satunya tulang yang merupakan alat gerak utama
pada manusia. Namun dari tidak kedisiplinan atau kurangnya berhati-hati
pada diri manusia itu sendiri, maka fungsi
cepat dan tindakan tepat agar imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena
pergerakan pada fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan
jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
syok dan komplikasi neurovaskuler.
Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan klien dan
keluarga secara biopsikososiospiritual dan kultural. Perawat berperan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada fraktur femur sinistra diantaranya
dengan usaha promotif yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya menjaga keamanan dan keselamatan diri. Usaha preventif,
perawat menjelaskan cara pencegahan infeksi lanjut yang ditimbulkan oleh
tindakan pembedahan. Sedangkan upaya kuratif adalah perawat dapat
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat dan pembedahan.
Upaya rehabilitatif, perawat menganjurkan kepada pasien untuk sesegera
mungin melakukan mobilisasi secara bertahap. Menganjurkan kepada pasien
untuk sesegera mungin melakukan mobilisasi secara bertahap, setelah
penatalaksanaan medis.
Fraktur Femur menyebabkan gangguan fungsi misalnya tidak dapat
berjalan dan juga tidak dapat melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan
sendiri tanpa bantuan orang lain. Komplikasi yang perlu diperhatikan adalah
syock dimana syock terjadi karena pendarahan pada tempat Fraktur yang
terus menerus, kemudian akibat tekanan gibs atau bidai yang menekan
sehingga terjadi nekrosis pada jaringan superficial. Mengingat banyaknya
permasalahan yang muncul pada pasien Fraktur Femur maka penulis
tertarik mengambil judul Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Fraktur Femur di RSU dr Soekardjo Kota Tasikmalaya.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan ini adalah Asuhan Keperawatan pada klien
dengan fraktur femur di Rumah Sakit Umur dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya
mulai dari pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi Sampai Evaluasi.
C. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Penulis dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman
praktek dilapangan serta untuk mengetahui dan memenuhi asuhan
keperawatan klien dengan Fraktur Femur secara benar.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penyusun laporan kasus ini
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini di antaranya adalah :
1.
2.
Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam memberikan
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan fraktur femur di Rumah Sakit
Umur dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
4.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis adalah metode studi kasus
yaitu suatu metode pemecahan masalah yang mengambarkan keadaan yang
terjadi pada saat sekarang, penulis laporan ini menggunakan teknik
pengumpulan data meliputi :
1.
Wawancara
Wawancara di lakukan dengan pengumpulan data dari klien,
keluarga klien dan perawat-perawat ruangan serta dokter yang dapat
memberikan informasi tentang klien.
2.
Observasi
Observasi di lakukan pada klien selama tiga hari mulai dari
pengkajian samapi dengan evaluasi dengan mengadakan kesehatan klien.
3.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilakukan pada klien secara menyeluruh keadaan
klien dengan melakukan pengkajian secara Head to Toe.
4.
Dokumentasi
Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kasus yang
di dapat dari status klien dan catatan medik yang ada di RSU dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya.
5.
Studi Kepustakaan
Menggunakan berbagai literatur tentang peritonitis dan Asuhan
Keperawatan sebagai sumber-sumber pembahasan sehubungan dengan
pembahasan Pre dan Post Laparatomi dengan Indikasi Peritonitis di
Rumah Sakit Umur dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
F.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah :
BAB I
muncul,
intervensi
keperawatan,
pelaksanaan
BABIV
: Pembahasan
BAB V
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Fraktur Femur
1. Pengertian
c.
keganasan.
Patofisiologi
Apabila terjadi terputusnya kontinuitas tulang, maka hal tersebut
akan mempengaruhi berbagai struktur yang ada disekitarnya, seperti otot
dan pembuluh darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat
ringannya fraktur yang dapat dilihat dari tipe, luas, dan lokasi fraktur itu
sendiri. Pada umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, perdarahan
otot dan persendian, dislokasi atau pergeseran tulang, rupture tendon,
putus persarafan, kerusakan pembuluh darah, dan perubahan bentuk
tulang, serta terjadinya deformitas.
Bila terjadi patah tulang maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalaman jaringan lunak
disekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. (Smeltzer dan
4.
Bare, 2002)
Manifestasi Klinis
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak,
ditemukan tanda-tanda fungsiolesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat).
Nyeri tekan, nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi lateral atau
angulasi anterior, rotasi (ekso/endo).
Pada tungkai bawah, ditemukan adanya perpendekan tungkai.
Pada fraktur 1/3 tengah femur, pada pemeriksaan harus diperhatikan
adanya dislokasi sendi panggul, dan robekan di daerah ligamen sendi
panggul, kecuali itu juga diperiksa keadaan saraf sciatica dan arteri
5.
dorsalis pedis.
Komplikasi
Menurut Sylvia and Price 2001, komplikasi yang biasanya
ditemukan antara lain :
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh
darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan
yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya
tingkat
kekuatan
dan
perubahan
bentuk
Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan
yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
b.
c.
dengan
mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
d.
e.
f.
g.
menjauh).
Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
fraktur,
pasien
harus
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku,
atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin
dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan,
ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan
nyeri, termasuk analgetika).
5) Latihan isometrik dan setting
otot
diusahakan
untuk
keperawatan.
Keberhasilan
proses
keperawatan
sangat
itu,
dengan
mengetahui
mekanisme
terjadinya
obat
steroid
yang
dapat
mengganggu
penyebab
masalah
muskuloskeletal
dan
kurang
merupakan
faktor
predisposisi
masalah
penderita:
apatis,
sopor,
koma,
gelisah,
pada
sistem
muskuloskeletal
serta
bagian
distal
terutama
mengenai
status
atau
cekungan
benjolan
yang
terdapat
di
juga
diperiksa
status
neurovaskuler.
perlu
dideskripsikan
permukaannya,
nyeri
atau
tidak,
dan
ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi
netral)
atau
dalam
ukuran
metrik.
menggunakan
sinar
rontgen
(x-ray).
Untuk
2.
yang ada
Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa 1 Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan
tindakan
santai,
mampu
berpartisipasi
dalam
perubahan posisi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
5) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
6) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
7) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
8) Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval,
terlalu ketat.
Rasional : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya
penyesuaian keketatan bebat/spalk.
3) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
Rasional : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema
kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang
menyebabkan penurunan perfusi.
4) Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
Reposisi
meningkatkan
drainase
sekret
dan
tanda
dini
insufisiensi
pernapasan,
mungkin
meningkatkan
mengkompensasi
bagian
kekuatan/fungsi
tubuh
yang
menunjukkan
sakit
tekhnik
dan
yang
Rasional
Mempertahankan
hidrasi
adekuat,
men-cegah
e. Diagnosa
bebat/gips.
3) Rasional : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan
kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan
pada imobilisasi.
4) Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.
insersi pen/traksi.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
f. Diagnosa 6 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau eritema dan demam.
Rencana Tindakan
1) Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol.
Rasional : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat
penyembuhan luka.
2) Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai
indikasi.
Rasional : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat
digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.
Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.
3) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
pada luka.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
g. Diagnosa 7 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan
kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
Rencana Tindakan
1) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
Rasional : Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program
pembelajaran.
2) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi
fisik.
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.
3) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik
diperlukan.
Rasional : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk
4.
5.
Evaluasi Keperawatan
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun
evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses
keperawatan. Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien
mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa
keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi,
perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya
telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya
dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan
efektif atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk
memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien
yang normal, dan konsep model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang
harus diikuti oleh perawat, antara lain: mengkaji ulang tujuan klien dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang
berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian
tujuan, mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan
melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila
perlu. Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah