Anda di halaman 1dari 101

Studi kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan di

Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Polewali


OLEH ; SUHADI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kaho (1991), berhasil tidaknya suatu kegiatan dilaksanakan dalam hal pelaksanaan
Otonomi Daeran tergantung pada manusia pelaksananya. Oleh sebab itu dalam proses
rekrutmen tenaga kesehatan, terutama pada jabatan yang bersifat teknis perlu
dipertimbangkan kemampuan-kemampuan profesionalisme disamping pertimbangan
kepribadian dan integritas kepemimpinan yang dimiliki.
Aparat kesehatan merupakan unsur masukan (input) dari sistem pembangunan kesehatan
sebagai modal dasar dari pembangunan kesehatan itu sendiri, karena kunci keberhasilan
pembangunan kesehatan ditentukan oleh tersedianya sumber daya manusia berupa tenaga
kesehatan yang mempunyai kompetisi dan profesional yang tinggi. Kemampuan aparatur
pemerintah dalam hal ini aparat kesehatan merupakan faktor yang menentukan apakah suatu
daerah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga, khususnya bidang kesehatan dengan
baik atau tidak (Kaho, 1991). Langkah seperti ini diperlukan karena didalam suasana titik
berat otonomi yang diletakkan pada daerah kabupaten/kota, maka setiap apratur, harus terus
dipacu secara maksimal mendukung setiap segi dari penyelengaraan tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing. Untuk mendukung konsep pembinaan aparatur itu diperlukan
tenaga-tenaga yang mempunyai potensi kreatif sehingga dapat secara sistematis mengikuti
berbagai jenjang pendidikan dan latihan yang dibutuhkan oleh bidang tugasnya pada suatu
ketika.
Sesuai konsep desentralisasi di daerah Kabupaten, dengan kewenangan yang bertambah
seharusnya diikuti peningkatan tenaga yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dimana peningkatan SDM ini dapat ditempuh dengan pelatihan, pendidikan, bantuan
konsultan dan tenaga profesional, selain itu juga diikuti pula dengan pola pengembangan
karir yang tertib dan teratur (Buwono, 1999).
Salah satu kendala yang melekat pada daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan
kesehatan yang telah di sentralisasikan adalah faktor kemampuan daerah, meliputi
kemampuan dan kesiapan daerah kabupaten/kota dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah. Dari penelitian yang dilakukan oleh FISIP UGM bekerjasama dengan
badan Litbang Depdagri bahwa kemampuan aparatur dalam penyelenggaraan urusan rumah
tangga daerahnya khususnya urusan kesehatan hanya 46, 12 %. Penelitian yang terakhir
yang dilakukan Depdagri didapatkan bahwa berdasarkan kriteria pokok kemampuan
daerah diatas hanya 21,25 % dari 292 daerah kabupaten/kota. Dengan demikian,
kekurangan aparatur daerah dalam kabupaten/kota dalam penyelenggaraan otonomi
daerah sebagai salah satu penyebab ketidakmampuan pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan urusan rumah tangga dengan sempurna.

Hasil penelitian Hermawaty tahun 2000 menunjukan tingkat pendidikan 58,3 % dengan
kategori kurang dan 41,7 % kategori cukup. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan tenaga
yang ada di kabupaten/kota masih rendah, maka perlu diadakan penelitian mengenai tingkat
kemampuan para tenaga kesehatan sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan untuk
mengadakan evaluasi dan perbaikan dalam penanganan tenaga kesehatan. Kemapuan tenaga
kesehatan merupakan variabel utama dalam penyelenggaraan Otonomi daerah dan
indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan tenaga kesehatan secara makro
adalah rasio jumlah penduduk, pendidikan formal pegawai, golongan/kepangkatan,
pendidikan dan latihan strukrural dan fungsional yang diikuti serta masa kerja.
Sedangkan Ali Sadikin (2003) dalam penelitiannya tentang analisis kemampuan tenaga
kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan di Kabupaten Bulungan Jawa
Timur dinyatakan tidak mampu, berdasarkan rasio jumlah tenaga kesehatan terhadp jumlah
penduduk, pendidikan formal, golongan dan kepangkatan, pendidikan dan latihan, dan masa
kerja
Oleh sebab itu, berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti ingin melakukan studi
tentang kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi di bidang kesehatan
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kemampaun tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah
bidang kesehatan ditinjau dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk, pendidikan formal tenaga kesehatan, golongan kepangkatan, Diklat Struktural dan
Tewhnis/Fungsional, dan masa kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Polewali.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi
daerah bidang kesehatan ditinjau dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk, pendidikan formal, golongan kepangkatan, dan Diklat Struktural dan
Tehnis/Fungsional, dan masakerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Kabupaten Polewali.
1. Tujuan khusus
1. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali .
2. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi pendidikan formal tenaga kesehatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
3. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi golongan kepangkatan tenaga kesehatan
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.

4. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan


otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi Pendidikan dan Latihan Struktural dan
Fungsional tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
5. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi Masa kerja tenaga kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali
D. Manfaat Penelitian.
1. Bahan informasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali dalam rangka
pembinaan dan pengembangan otonomi bidang kesehatan.
2. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali khususnya dalam
perencanaan, rekrutmen, dan penempatan tenaga kesehatan di dinas Kesehatan
Kabupaten Polewali
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dengan obyek yang relevan.
4. Bagi peneliti sebagai tambahan pengetahuan, pengalaman dan cakrawala berpikir
dalam penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Otonomi Daerah
1. Kondisi Umum Aparatur Pemerintah Daerah
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, bangsa Indonesia tidak bisa menghindar dari
pengaruh perubahan global. Tuntunan terhadap perwujudan hak asasi manusia,
demokratisasi, supremasi hukum, penyelenggaraan pemerintahan yang baik, antara lain
merupakan nilai-nilai kehidupan global yang harus diwujudkan (Yudoyono, 2001).
Demikian halnya di dalam manajemen penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Pola-pola penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang sentralistik menjadi kurang
aktual, sehingga perlu pendekatan desentralistik. Peranan pemerintah untuk menciptakan
iklim kondusif dalam mewadahi proses interaksi kehidupan sosial, ekonomi, politik agar
berjalan dengan tertib, terkendali, demokratis dan efektif.
Dalam rangka mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tuntutan
masyarakat, maka berbagai kebijakan strategis telah dan akan ditetapkan, di antaranya
adalah pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, serta PP No. 25
Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah
otonomi.
Demikian pula serangkaian kebijaksanaan strategis sedang terus diupayakan dalam
melakukan dalam melakukan penataan di bidang kelembagaan pemerintah baik pusat

maupun daerah serta penataan sumber daya manusia aparatur. Semua upaya tersebut
diharapkan sudah dapat dilaksanakan pada tahun 2001 (Yudoyono, 2001).
Menurut Yudoyono(2001), jumlah aparatur pemerintah daerah sampai selesainya proses
perampingan pemerintah pusat dan pengalihan status kepegawaian, diperkirakan berjumah
3,8 juta (jumlah PNS yang dialihkan menjadi PNS daerah sekitar 2 juta lebih ). Ratio pegawai
PNS pusat dan daerah dengan penduduk Indonesia berjumlah 205 juta adalah sekitar 2 %.
Dibanding dengan negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang dan
Amerika Serikat jumlah PNS di Indonesia relatif kecil. Tetapi yang menjadi permasalahan
adalah tingkat produktifitas dari kinerja yang ditampilkan dalam hal ini Indonesia tampaknya
masih jauh tertinggal. Bukan saja secara kuantitas, masih memprihatinkan tetapi juga kualitas
dari produk yang dihasilkan masih belum bisa memenuhi harapan semua pihak, termasuk
yang diakui oleh sebagian aparat pemerintah sendiri. Apalagi ada predikat tambahan yaitu
termasuk peringkat atas sebagai negara paling korup di dunia.
Kondisi aparatur pemerintah beberapa pemerintah yang lalu pernah diamati oleh suatu
lembaga yang hasilnya cukup memprihatinkan. Ketika jam kerja, banyak dijumpai PNS yang
hanya membaca koran, ada yang main catur, tidak berada ditempat kerja dan sebagainya. Hal
ini menunjukkan keterabaikan aspek efisiensi dan sudah tentu juga tidak efektif. Aktifitas
yang menunjukan nuansa kesibukan kerja tanak diunit-unit kerja yang ada proyeknya.
Sehingga tidaklah salah jika ada sementara pengamat yang menyatakan bahwa PNS lebih
cenderung berorientasi pada proyek ketimbang melaksanakan tugas-tugas rutinnya.
Dari sisi tingkat pendidikan formal, dari sekitar 3,8 juta PNS diseluruh pemerintah daerah,
sekitar 40-50% adalah lulusan SLTA. Hal ini pun karena dalam beberapa tahun diakhir
dasawarsa 90-an PNS yang melanjutkan studi ke srtata satu (S1) dan Strata Dua (S2)
meningkat cukup banyak. Dari sisi pendidikan non formal atau yang dikenal diklat aparatur,
jumlah PNS yang berkesempatan mengikuti program pemerintah masih sangat terbatas
karena frekuensi pelatihan yang juga terbatas. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
badan pendidikan dan pelatihan Departemen Dalam Negeri ditahun 1992/1993 menunjukan
data adanya PNS dalam jumlah yang cukup besar belum pernah mengikuti pelatihan selama
karirnya kemudian ditemukan pula yang baru sekali mengikuti peltihan selama 20 tahun masa
bakti dan sebagainya.. Frekuensi meningkat cukup pesat disekitar 5 tahun terakhir abad ke
-20 itu pun dalam jenis Diklat Srturktural yang dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan
pengangkatan dalam jabatan yang lebih tinggi (Yudoyono, 2001).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum sepadannya kualitas aparatur Pemerintah
daerah. Penyebab ini adalah datangnya bukan dari lingkungan internalnya, melainkan
sebagian besar justru dari pemerintah pusat.
1. Sistem sentralisasi kewenangan yang berlaku selama lebih kurang 32 tahun,
menjadikan berkembangnya sikap ketergantungan yang demikian besar dari
pemerintah daerah. Mereka lebih cenderung menunggu petunjuk dari pusat, kucuran
dana dari pusat, program-program dari pusat, dan sebagainya yang menjadikan
tipisnya kader kreaktifitas, inovasi, inisiasi atau prakarsa. Mereka seolah tidak berani
atau bahkan tidak mau dan mampu melakukan aktifitas jika yang dilakukan tidak
berdasarkan petunjuk dari pemerintah pusat. Dalam konstruksi seperti ini, aparatur
pemerintah pusat seolah menjadi dewa sakti yang mampu menghidupi aparatur
daerah. Lantas terjadilah praktek-praktek kotor dengan memanfaatkan
ketergantungan dalam manajemen pemerintahan.

2. Penyeragaman sebagai model kebijakan pemerintah yang menyangkut pengelolaan


seluruh unsur aparatur pemerintah daerah (Kelembagaan, kepegawaiaan, dan tata
laksana), lambat laun mendorong terjadinya ketidaksesuaian terhadap realita
permasalahan di daerah.
Kondisi aparatur yang selama bertahun-tahun telah terbiasa bekerja dalam nuansa
ketergantungan dengan model kebijakan yang serba sentralistik dan uniformistik, dapat
dimaklumi menjadi terkejut-kejut ketika tiba-tiba diberikan kewenangan yang besar untuk
mengelola dan membangun daerahnya yang mengharuskan adanya inisiatif dari bawah.
Menurut Widjaja (1998), pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah tidak akan
menimbulkan resiko desintegrasi nasional atau kecenderungan ke arah otokrasi, mengingat
semangat kebangsaan dan kesadaran berdemokrasi pancasila rakyat telah teruji, tidak
perlu diragukan lagi.
Penyerahan urusan pemerintahan ini, bukan hanya penyerahan tugas dan tanggung jawab
saja, tetapi juga mencakup tanggung jawab personel, aparat, peralatan dan penganggaran
yang mendukungnya. Urusan dan tugas-tugas yang secara langsung melekat pada hakikat
negara kesatuan dan kedaulatan negara tetapi juga dikelola oleh pemerintah pusat.
Penyerahan yang dimaksud pada hakikatnya adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah
bukan penyerahan kedaulatan. Pada dasarnya otonomi daerah, pembangunan daerah akan
lebih terarah dengan situasi dan kondisi setempat, yaitu ekonomi, sosial dan kultur
budayanya, sehingga diharapkan lebih memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah.
Pengaturan kebijakan penyerahan urusan dan pelaksanaan di daerah Tingkat II sebagai titik
berat otonomi daerah harus memperhatikan dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip dasar
yang menjadi landasan penyelenggaraan pemerintahan didaerah yaitu ;
1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang aspirasi perjuangan
rakyat, yakni memperkukuh negara kesatuan, dan mempertinggi tingkat kesejahtraan
rakyat.
2. Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
3. Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekosentrasi dengan
memberikan kemungkinan pula bagi pelaksanaan tugas pembantuan.
4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dengan tujuan,
disamping aspek pendemokrasian.
5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat untuk meningkatkan pembinaan
kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Menurut Kaho (1991), Untuk dapat terlaksananya tugas otonomi daerah ada beberapa faktor
yang perlu mendapat perhatian ;

1. Manusia pelaksanannya.
Manusia pelaksannya harus baik adalah faktor esensial dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pentingnya faktor ini, karena manusia merupakan subyek dalam setiap
aktifitas pemerintahan. Manusialah yang menjadi pelaku dan penggerak proses mekanisme
dalam sistem pemerintahan. Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan
dengan sebaik-baiknya, yakni sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau
subyek pelakunya harus pula baik. Atau dengan perkataan lain, mekanisme sistem
pemerintahan, baik pusat maupun daerah, hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat
mencapai tujuan seperti yang dikehendaki, apabila manusia sebagi subyek yang
menggerakannnya baik pula. Tanpa manusia pelaksana yang baik, maka mekanisme
pemerintahan pun tidak dapat berjalan dengan baik. Pengertian baik disini meliputi :
1. Mentalitasnya/moralnya baik dalam arti jujur, mempunyai rasa tanggung jawab yang
besar terhadap pekerjaannya, dapat bersikap sebagi abdi masyarakat dan sebagainya.
2. Memiliki kecakapan/kemampuan yang tinggi untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Keuangan yang baik
Istilah keuangan disini mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang,
antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan
yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.
Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hampir tak ada
kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang
tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan.
Demikian juga semakin baik pengelolaannya semakin berdayaguan pemakaian uang tersebut.
1. Peralatan yang cukup dan baik
Peralatan adalah setiap benda atau alat yang dapat dipergunakan untuk memperlancar
pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik (praktis, efisien, dan
efektif) dalam hal ini jelas diperlukan bagi terciptanya suatu pemerintah daerah yang baik
seperti alat-alat kantor, alat-alat komunikasi dan transportasi, dan sebagainya. Apalagi dalam
organisasi pemerintahan yang serba kompleks di abad teknologi modern sekarang ini, alatalat yang serba praktis dan efisien sangat dibutuhkan sekali. Namun di lain pihak, peralatan
yang baik tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki serta kecakapan
manusia atau aparat yang menggunakannya.
1. Organisasi dan manajemen yang baik
Organisasi yang dimaksud adalah organisasi dalam arti struktur yaitu susunan yang terdiri
dari satuan-sauan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungannya
satu sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan manajemen adalah proses manusia yang mengggerakan tindakan dalam usaha kerja
sama, sehingga yang telah ditentukan benar-benar tercapai.
Kaho (1991) menyatakan bahwa, suatu Daerah disebut daerah otonom apabila memiliki
atribut sebagai berikut :

1. Mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah, urusan rumah
tangga daerah ini merupakan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah.
2. Urusan rumah tangga itu diatur dan diselenggarakan atas inisiatif/prakarsa dan
kebijakan daerah itu sendiri.
3. Untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat, yang
mampu untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya.
4. Mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah, agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan urusan rumah tangga daerahnya.
Dari keempat atribut diatas, kemampuan aparatur pemerintah daerah merupakan satu faktor
yang menentukan apakah suatu daerah dapat/mampu menyelenggarakan urusan rumah
tangganya dengan baik atau tidak. Bagaimanapun juga berhasil tidaknya suatu kegiatan
dilaksanakan dalam hal ini pelaksanaan otonomi daerah akan sangat tergantung pada
manusia sebagai pelaksananya atau aparatur pemerintah daerah itu sendiri.
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu melaksanakan desentralisasi kekuasaan
kepada pemerintah daerah. Mengenai alasan- alasan ini, Josep Riwu Kaho (1991)
menyatakan sebagai berikut :
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan
untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya
dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, menyelenggarakan desentralisasi dianggap sebaga tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah
adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan upaya perhatian dapat
sepenuhnya ditumpuhkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan
penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latarbelakang sejarahnya.
5. dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena
pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan.
Substansi sasaran vital yang ngin dicapai melalui perunahan sistem pemerintah daerah
adalah :
1. Pembangunan sistem, iklim dan kehidupan politik yang demokratis.
1. Penciptaan pemerintahan daerah yan ersih dan berwibawa sera bernuansa
desentralisasi.

3. Pemberdayaan masyarakat agar mampu berperanserta secara optimal dalam


penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah
4. Penegakan supremasi hukum.
3. Arti Otonomi Daerah Dan Jenis Desentralisasi
Menurut ketentuan pasal 1 poin h Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan inspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan.
Sedangkan daerah otonom menurut ketentuan pasal 1 poin 1 No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
masyarakat sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan di bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
menyelenggarakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, harus berdasarkan pada prinsip atau penyelenggaraan
pemerintah daerah, yaitu:
1. Digunakan asas desentraisasi, dekosentrasi, dan tugas pembantuan.
1. Penyelengaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di
daerah kabupaten dan di daerah kota.
2. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah propinsi, daerah
kabupaten, daerah kota dan desa.
Menurut Anne Mills (2003), Desentralisasi dapat diartikan pemindahan kewenangan dalam
urusan kemasyarakatan dari pejabat-pejabat politik ke badan-badan yang relatif otonom,
pembinaan fungsi administrasi ke hirarki yang lebih bawah, atau pemindahan tanggung jawab
ke badan-badan legislatif subnasional.
Jenis desentralisasi yang umum dijumpai dalam praktek terdiri dari:
1. Dekosentrasi, yaitu istilah yang dipakai untuk menggambarkan pemindahan beberapa
kekuasaan administratif ke kantor-kantor daerah dari pemerintah pusat. Contoh di
sektor kesehatan yaitu adanya kantor wilayah departemen kesehatan ditingkat
propinsi atau kabupaten.

2. Defolusi, yaitu merupakan kebijaksanaan untuk membentuk atau memperkuat tingkat


subnasional sering disebut sebagai pemerintahan daerah atau badan otoritass daerah
yang benar-benar independen dari tingkat nasional dalam beberapa fungsi yang jelas.
3. Delegasi, yaitu berkaitan dengan pemindahan tanggung jawab manajerial untuk tugastugas tertentu ke organisasi-organisasi yang berada diluar. Struktur pemerintah pusat
dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat.
4. Privatisasi, yaitu pemindahan tugas-tugas pengelolaan ke organisasi sukarelawan atau
perusahaan-perusahaan privat yang mencari untung atau tidak mencari untung dengan
berbagai jenis peraturan pemerintah yang mengikatnya.
4. Asas-Asas Penyelenggaraan Otonomi Daerah
1. Asas Desentralisasi
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan asas yang utama di samping asas
dekonsentrasi dan juga asas tugas pembantuan. Selanjutnya dalam penjelasan umum Undangundang No. 22 tahun 1999 mengenai pembagian daerah disebutkan bahwa daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah propinsi,
sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten
dan daerah kota. Daerah dengan asas kewenangan untuk menentukan dan melaksanakan
kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dibidang kesehatan,
berdasarkan ketentuan Kepmenkes RI No.102/1995 tentang tindak lanjut PP No.8/1995, di 26
daerah kaupaten/ kota sebagai daerah percontohan dalam bidang kesehatan pasal 3 ayat (1)
dan ayat (2) dinyatakan bahwa, dengan dilaksanakan uji coba percontohan otonomi daerah
maka kantor departemen kesehatan beserta unit kerja dilingkungannya di 26 daerah
kabupaten/kota dinyatakan dihapus. Tugas-tugas dekosentrasi dan fungsi pembinaan teknis
yang selama ini dilaksanakan oleh kantor departemen kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diambil alih oleh kantor wilayah departemen setempat (Depkes RI, 1995).
Dalam pasal 6 ayat (1) Kepmenkes RI No. 1002/1995 merupakan tindak lanjut PP No. 8/1995
disebutkan juga bahwa, kantor wilayah departemen propinsi dapat melaksanakan pengalihan
pegawai negri sipil pusat dengan ketentuan :
1. Semua pegawai gudang farmasi tetap menjadi pegawai gudang farmasi dengan
kedudukan dan status tidak berubah.
b. Semua pegawai negri sipil pusat yang akan ditempatkan pada dinas kesehatan pada
daerah kabupaten/kota percontohan dialihkan jenis kepegawaiannya menjadi pegawai negri
sipil pusat diperbantukan atau pegawai negri sipil daerah kabupaten/kota yang bersangkutan
dengan ketentuan:
1). Bagi pegawai negri sipil pusat berpangkat III/D kebawah akan ditempatkan di dinas atau
di unit atau pelaksanaan teknisnya, dialihkan menjadi pegawai daerah.
2). Bagi pegawai negri sipil pusat berpangkat III/A ke atas, akan ditempatkan di dinas atau di
unit atau pelaksanaan teknisnya, dialihkan menjadi pegawai negri sipil diperbantukan.

3). Bagi pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan fungsional dapat dialihkan menjadi
pegawai negri sipil dipekerjakan.
2. Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan atau perangkat didaerah (Depdagri UU. No. 4 /1997).
Dalam penjelasan umum Undang-undang No. 22 tahun 1999, disebutkan bahwa pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah
administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
Kecamatan yang menurut Undang-undang No.5 tahun 1992 sebagai wilayah administrasi
dalam rangka dekonsentrasi, menurut Undang-undang No.22 tahun 1999 kedudukannya di
ubah menjadi perangkat daerah kabupaten atau daerah kota.
3. Asas Tugas Pembantuan
Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
tingkat atasannya dengan kewajiban untuk mempertanggung jawabkannya kepada yang
menugaskan (Depdagri UU No. 4 tahun 1997). Dalam penjelasan umum PP. No. 45/1992
dikatakan bahwa dengan pemberian tugas pembantuan, pemerintah daerah kabupaten/kota
akan memperoleh kesempatan yang luas guna mendapatkan pengalaman yang berharga
dalam menjalankan suatu tugas pemerintah dan atau daerah propinsi untuk menumbuhkan
kepercayaan yang lebih besar terhadap pemerintah daerah kabupaten/kota. Dengan
perluasan otonomi daerah kabupaten/kota dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal
ini, diatas telah dipertegas lagi dalam PP. No. 8/1995 yang mengatakn bahwa pemberian
tugas perbantuan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah propinsi kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota harus dijadikan suatu mekanisme yang mendorong perluasaan
otonomi daerah bagi daerah kabupaten/kota.
5. Kewenangan di Bidang Kesehatan dan Upaya Menciptakan Lahan Kerja bagi
Tenaga Kesehatan
Sebagai tindak lanjut diundangkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai daerah otonom. Peraturan Pemerintah ini menetapkan batas kewenangan
yang dapat dilakukan Pemerintah dan Propinsi sebagai daerah otonom. Dengan telah
ditetapkan peraturan pelaksanaan ini, maka mau tidak mau masing-masing Departemen dan
Lembaga Pemerintah Non Departeman harus segera melakukan reposisi dan restrukturisasi
akibat berkurangnya kewenangan kewenangan setelah sebagian besar diserahkan kepada
daerah otonom, yang berarti juga berubah dan berkuramgnya fungsi-fungsi institusi.
Terkait dengan penataan kembali organisasi tersebut, dampak yang segera akan tampak dan
dapat dirasakan langsung adalah masalah kepegawaian. Bagi departemen kesehatan dimasa
mendatang, pegawai yang dibutuhkan di lingkungan kantor pusat lebih cenderung
berkualifikasi kemampuan untuk meleksanakan fungsi-fungsi analisis dan perumusan
kebijakan advokasi, pengaturan dan penyusunan standar serta kegiatan yang bersifat hulu

lainya. PNS untuk daerah propinsi akan lebih berkualifikasi kemampuan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan dalam pembinaan teknis, kontrol kualitas, dan melaksanakan kegiatan
yang bersifat lintas Kabupaten/Kota.
Sedangkan PNS di Daerah Kabupaten/Kota di samping melakukan kegiatan-kegiatan
operaosinal pelayanan langsung kepada masyarakat, juga cenderung berperan dan
mengembang fungsi baru penyusunan perencanaan dan penganggaran kesehatan secara
terpadu, pengembangan program kegiatan, monitoring dan evaluasi, serta penyusunan
langkah-lamngkah tindak lanjut hasil evaluasi
Untuk lebih jelasnya rincian kewenangan di bidang kesehatan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kewenangan Pemerintah di Bidang Kesehatan
1. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.
2. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.
3. Penetapan pedoman akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.
4. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat.
6. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan,
dan standar etika penelitian kesehatan.
7. Pemberian ini dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan imndustri farmasi.
8. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tertentu (zat aditif) untuk makanan dan
penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan.
9. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
10. Survailans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
11. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat
esensial nasional.
2. Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom d Bidang Kesehatan
1. Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan.
2. Pengelolaan dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan khusus seperti
rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker.
3. Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.

4. Survailans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar


biasa.
5. Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan tertentu antar
Kabupaten/Kota serta penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan
kesehatan.
3. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi di Bidang kesehatan
1. Penetapan sistim kesehatan Propinsi
2. Perencanaan pembangunan kesehatan wilayah propinsi.
3. Perencanaan dan pengadaan obat pelayanan kesehatan dasar sangat esensi.
4. Pengawasan aspek/dampak perencanaan tata ruang dan pembangunan terhadap
kesehatan.
5. Pembinaan dan pengawasan penetapan kebijakan, standar, pedoman, dan pengaturan
bidang kesehatan.
6. Perizinan dan akreditasi upaya/sarana kesehatan serta sistem pembiayaan kesehatan
skala propinsi.
7. Penyelenggaraan upaya/sarana kesehatan tertetu skala propinsi dan yang belum
dapat diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota.
8. Penyelenggaraan sistem kewaspadaan pangan dan gizi skala propinsi
9. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan skala propinsi.
10. Penyelenggaraan upaya kesehatan lingkungan termasuk kesehatan pelabuhan
domestik.
11. Melaksanakan registrasi dan uji dalam sertifikasi twnaga kesehatan.
12. Memfaslitasi pendayagunaan tenaga kesehatan.
13. Kewenangan lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
4. Kewenangan Minimal di Bidang Kesehatan Yang Wajib dilaksanakan oleh Kabupaten
dan Kota
1. Perencanaan pembangunan kesehatan wilayah Kabupaten/Kota.
2. Pengaturan dan pengoorganisasian sistem kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Perizinan kerja/praktek tenaga kesehatan.
4. Perizinan sarana kesehatan.

5. Perizinan distribusi pelayanan obat skala Kabupaten/Kota (Apotik dan toko obat)
6. Pendayagunaan tenaga kesehatan.
7. Pengembangan sistem pembiayaan kesehatan melaui jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat atau sistem lain.
8. Penyelenggaraan upaya/sarana kesehatan Kabupaten/Kota.
9. Penyelenggaraan upaya dan promosi kesehatan masyarakat
10. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dalam lingkup kabupaten/Kota.
11. Survalans epidemiologi dan penanggulangan wabah/kejadian luar biasa skala
Kabupaten/kota.
12. Penyelenggaraan upaya kesehatan lingkungan dan pemantauan dampak
pembangunan terhadap kesehatan lingkup Kabupaten/Kota.
13. Perencanaan dan pengadaan obat pelayanan kesehatan dasar esensial.
14. Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat
aditif, dan bahan berbahay lingkup Kabupaten/kota.
15. Pengaturan tarif pelayanan kesehatan lingkup Kabupaten/Kota.
16. Penyelenggaraan sistem kewaspadaan pangan dan gizi lingkup Kabupaten/Kota.
17. Bimbingan dan pengendalian kegiatan pengobatan tradisional.
18. Bimbingan dan pengendalian upaya/sarana kesehatan lingkup Kabupaten/Kota.
19. Bimbingan dan pegendalian upaya kesehatan lingkungan lingkup Kabupaten/Kota.
20. Pencatatan dan pelaporan obat pelayanan kesehatan dasar
21. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan Kabupaten/kota.
22. Pengembangan kerja sama limntas sektoral.
23. Bimbingan teknis mutu dan keamanan industri rumah tangga, makanan.
Pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan
pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Berbicara mengenai tujuan pelaksanaan pemberian otonomi bidang kesehatan tidak terlepas
dari tujuan pelaksanaan asas desentralisasi sebab asas desentralisasi merupakan asas
utama dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah Kabupaten/Kota.

Keuntungan-keuntungan yang dapat dihasilkan dari desentralisasi bidang kesehatan adalah


sebagai berikut ;
1. Merupakan suatu hal yang memungkinkan untuk mengorganisasikan suatu pelayanan
kesehatan yang lebih rasional dan terpadu dengan area geografis dan administrasi
seperti Kabupaten terutama untuk pelayanan kesehatan primer (Depdagri, PP No. 7
tahun 1997).
2. Desentralisasi kearah masyarakat lokal (Kabupaten/Kota) akan menghasilkan
keterlibatan mereka yang lebih besar dalam pengelolaaan sektor kesehatan yang
lebih tepat dalam hubungannya dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.
3. Desentralisasi dapat menekan biaya dan mengurangi duplikasi pelayanan, terutam
pelayanan kesehatan tingkat sekunder dan tersier, dengan cara menghubungkan
tanggung jawab kependuduk wilayah kerjanya.
4. Tidak meratannya antar wilayah dan antar perkotaan dan pedesaan dalam hal status
kesehatan dan penyediaan pelayanan kesehatan dapat dikurangi melalui realokasi
sumber daya pusat secara lebih selektif.
5. Pelaksanaan program-program kesehatan dapat diperbaiki dengan mengurangi
kontrol pusat antar masalah-masalah administrasi.
6. Desentralisasi dapat meningkatkan kontribusi daerah dan kontrol, atas fasilitas
kesehatan dan kinerja staff.
7. Koordinasi inter sektoral sektor kesehatan dan sektor lainya dapat ditingkatkan
terutama dalam pemerintahan daerah dan dalam kegiatan pengembangan pedesaan.
8. Desentralisasi dapat mendorong untuk mengatasi berbagai masalah dan
keterlambatan akibat berbagai hal seperti jarak yang jauh, komunikasi yang tidak
cukup baik, serta hubungan darat yang jelek (Anne Mills, 2003).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan desentralisasi adalah meningkatkan partisispasi
masyarakat dan kemandiriaan daerah serta unuk menjamin kecermatan pejabat Pemerintah
Kabupaten/Kota terhadap masyarakat.
6. Bentuk Institusi Kesehatan di Masa Mendatang
Dengan ditetapkannya kebijakan penyerahan kewenangan (desentralisasi) di bidang
kesehatan yang sedemikian besar kepada daerah, mengharuskan perlunya dilakukan
penataan ulang terhadap institusi yang akan menangani kesehatn. Ada beberapa istitusi yang
akan terlibat langsung dalam penanganan bidang kesehatan di daerah, yang terbagi dalam
dua kelompok yaitu : Pemerintah daerah dan masyarakat.
Berdasarkan analisa terhadap kondisi riiil daerah kabupaten/Kota dan juga ketentuanketentuan dalam peraturan perundang-undangan, beberapa kemungkinan mengenai bentuk
institusi pemerintah bidang kesehatan dapat diperkirakan sebagai berikut :

1. Di tingkat pusat tetap terbentuk departemen dengan penyesuaian struktur sesuai


tugas pokok dan fungsi yang baru, setelah diserahkannya sebagian kewenangan
bidang kesehatan kedaerah otonom. Eksistensi departemen ini akan tetap besar
walau tidak sebesar tahun-tahun lalu. Beberapa hal yang menjadi dasar
pertimbangan antara lain :
1. Kondisi mayoritas penduduk Indonesia belum berada pada tingkat sadar
sehat, berprilaku sehat dan keterbatasan dalam menangani masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi. Mereka masih sangat memerlukan pemberdayaan di
bidang kesehatan.
2. Kondis aparatur pemerintah daerah belum memungkinkan menangani atau
melayani masyarakat di bidang kesehatan secara baik. Dibutuhkan masa
transisi untuk pengembangan sumber daya manusia tenaga kesehatan di
daerah yang akan menangani bidang kesehatan.
3. Penanganan bidang kesehatan akan berpengaruh pada kredibilitas negara
dimata dunia internasional. WHO telah menyetujui pencanangan Indonesia
2010, sehingga diperlukan persiapan secara sistematis.
4. Pemerintah akan sangat berhati-hati dalam menangani masalah kepegawaian,
meningkatkan kondisi keterpurukan bangsa Indonesia yang saat ini yang
pemulihannya memakan waktuy cukup lama. Angka pengangguran saat ini
mencapai 38,8 juta jiwa.
2. Di daerah Propinsi tidak dikenal lagi adanya kantor Wilayah Departemen. Dengan
demikian lembaga ini diintegrasikan ke dalam dinas daerah beserta unit-unit
pelaksana tehnis (UPT) daerah seperti Balai Latihan Kesehatan, rumah sakit dan
sebagainya.
3. Di daerah Kabupaten/Kota juga tidak dikenal lagi adanya perangkat dekosentrasi,
sehingga keberadaan kantor Departemen beserta UPT-nya seperti puskesmas,
Rumah Sakit Kabupaten/Kota, dan sebagainya, dintegrasikan kedalam Dinas otonomi
daerah.
ulat yang dilaksanakan di hwa, . dimana untuk kegiatan ini akan
dikoordinasikan dengan ..
B. Tinjauan Umum Kemampuan Tenaga Kesehatan
Kemampuan tenaga kesehatan daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan
apakah suatu daerah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga dibidang kesehatan
dengan baik/tidak. Oleh sebab itu di dalam proses rekrutmen tenaga kesehatan terutama
pada jabatan-jabatan yang memiliki sifat teknis perlu diperhatikan pertimbangan
kemampuan yang dimiliki. Langkah kebijakan yang seperti ini diperlukan karena didalam
suasana titik berat otonomi dapat diletakan pada daerah kabupaten/kota, setiap tenaga
kesehatan harus dipacu secara maksimal mendukung setiap segi dari penyelenggaraan
tugas dan tanggung jawab masing-masing (Pamudji, 1985, 68).

Untuk mengukur kemampaun tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi kesehatan,


variabel yang digunakan adalah rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumklah penduduk,
pendidikan formal, golongan/kepangkatan, diklat struktural dan fungsional, dan masa kerja.
Tuntutan nasional dan tantangan global dalam mewujudkan kepemerintahan bidang
kesehatan yang baik diperlukan sumber daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang
ukup. Dari segi kuantitas menurut Suradinata, rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap
jumlah penduduk adalah 1 : 200-400, artinya satu orang tenaga kesehatn melayani penduduk
maksimal 200-400 orang (Sadikin, 2003).
Menurut Hersey dan Blanchard (Sumartono, 2003) pada umumnya terdapat tiga (3) bidang
kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang adalah 1 : 200-400,
artinya satu orang tenaga kesehatn melayani penduduk maksimal 200-400 orang (Sadikin,
2003).
Menurut Hersey dan Blanchard (Sumartono, 2003) pada umumnya terdapat tiga (3) bidang
kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan sehingga mempunyai
keunggulan kompetitif, yaitu :
1. Kemampaun tehnik (technical skill), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
metode, tehnik dan peralatan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari
pengalaman pendidikan dan pelatihan.
2. Kemampuan sosial (social/human skill), yaitu kemampuan dalam bekerja dengan
dan melalui orang lain yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan
kepemimpinan yang efektif.
3. Kemampuan konseptual (conceptual skill), yaitu kemampuan untuk memahami
kompleksitas organisasi dan penyesuaian dengan gerak unit kerja masing-masing
kedalam bidang organisasi secara menyeluruh.
Roger (Sumartono, 2003) mengemukakan bahwa hasil karya seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya adalah kemampuan yang meliputi pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman. Sedang menurut Hasibuan (2000) menyatakan bahwa syarat kualitas minimum
orang yang bisa diterima untuk dapat menjalankan suatu pekerjaan atau jabatan dengan baik
dan kompoten yaitu tingkat pendidikan, jenis kelamin, keadaan fisik, pengetahuan dan
kecakapan, batas umur, status perkawinan, niat, temperamen, dan pengalaman kerja.
1. Tinjauan Umum tentang Rasio Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk
Salah satu isu desentralisasi menyangkut tenaga kesehatan adalah peningkatan jumlah
kebutuhan tenaga kesehatan terutama yang mempunyai mempunyai keterampilan
perencanaan dan manajemen untuk menduduki pos manajerial tingkat menegah, tetapi pada
saat yang sama kekurangan tenaga kesehatan menjadi jalan utama satu-satunya (Anne
Mills/Sumartono, 2003).
Pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus diupayakan agar jumlah dan mutu pegawai
sesuai dengan beban kerja yang dipikulkan kepada setiap satuan kerja dalam hal ini
organisasi kesehatan kab/kota. Hal ini dimaksudkan agar mereka mampu melaksanakan
tugasnya berdaya guna dan berhasil guna serta berkelanjutan

Pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus diupayakan agar jumlah dan mutu pegawai
sesuai dengan beban kerja yang dipikulkan kepada setiap satuan kerja dalam hal ini
organisasi kesehatan kab/kota. Hal ini dimaksudkan agar mereka mampu melaksanakan
tugasnya berdaya guna dan berhasil guna serta berkelanjutan.
2. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Tenaga Kesehatan
Agar tenaga kesehatan mempunyai kemampuan dalam melaksanakan tugasnya, tingkat
pendidikan tenaga kesehatan sangat menentukan bagi terwujudnya tenaga kesehatan
yang bermutu dan kemampuan dalam melaksanakan tugas yang diembannya maka tingkat
pendidikan tenaga kesehatan dijadikan sebagai indikator kemampuan tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan.
Pendidikan merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk
dapat mengerjakan suatu pekerjaaan dan dengan latar belakang spendidikan mampu
menduduki suatu jabatan organisasi. Sedang tujuan pendidikan dibidang kesehatan yaitu
untuk menjadikan tenaga kerja yang bermutu dalam jumlah yang mempu mengembang tugas
untuk meningkatkan perubahan, pertumbuhan dan pembaharuan dalam bidang kesehatan.
Menurut Nasution, pendidikan adalah suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain
sesuai standar yang ditetapkan, sedang menurut Niki Soemito pendidikan adalah suatu proses
yang akan menghasilkan perubahan perilaku sasaran sesuai harapan instansi melalui
pendidikan formal maupun informal kepada anggotanya. (Hidayat, 2002).
Latar belakang pendidikan juga dijadikan ukuran dalam memberkan beban tugas kepada
sesorang dalam suatu organisasi. Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian dinyatakan bahwa pengangkatan pegawai negeri sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal. Tingkat pendidikan yang makin tinggi
akan berakibat pada peningkatan kemampuan pegawai dalam menunaikan kewajibannya
yang dapat berupa penampilan kerja yang memuaskan, dedikasi dan loyalitas yang tinggi dan
produktifitas sesuai tuntunan tugas dan harapan manajemen (Siagian, 1999).
3. Tinjauan Umum tentang Golongan dan Kepangkatan Tenaga Kesehatan
Pemberian pangkat atau golongan kepegawaian merupakan suatu penghargaan atas prestasi
atau keaalian seseorang sehingga kualitas dan keampuan pegawai dapat ditunjukkan oleh
golongan kepangkatan seorang pegawai negri sipil. Hal ini juga berpengaruh terhadap
kemampuan tenaga kesehatan dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat golongan
kepangkatan semakin tinggi pula tingkat produktifitas dalam ekerjaan. Dalam PP. No. 96
Tahun 2000 tentang wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai
negri sipil, pada pasal 1 (6) dinyatakan bahwa pangkat adalah kedududkan yang menunjukan
tingkat seseorang pegewai negri sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan
kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kemudian pada pasal 1 (7) dinyatakan
bahwa golongan ruang gaji pokok sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku tentang gaji pegawai negri sipil.
4. Tinjauan Umum tentang Pendidikan dan Latihan Struktural dan Fungsional Tenaga
Kesehatan

Salah satu isu desentralisasi menyangkut tenaga kesehatan adalah meningkatnya jumlah
kebutuhan tenaga kesehatan terutama yang mempunyai keterampilan perencanaan dan
manajemen untuk menduduki pos manajerial tingkat menengah, tetapi pada saat yang sama
kekurangan tenaga kesehatan menjadi masalah yang serius sehingga alternatif pelatihan
kemabli tenaga kesehatan menjadi jalan satu-satunya (Anne Millss/Sumartono, 2003).
Menurut simamora (1997), pelatihah adalah serangkaiana aktifitas yang dirancang untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang.
Lebih lanjut Hasibuan (2000) menyatakan bahwa pelatihan adalah bagian dari pendidikan
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem
pendidikan yang berlaku dalam waktu dan teori yang relatif singkat dan metode yang
mengutamakan praktek dari pada teori.
Diklata jabatan PNS adalah proses penyelengaraan belajar mengajar untuk meningkatkan
kemampuan PNS, dengan tujuan :
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan
tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan
kebutuhan instansi.
b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan
kesatuan bangsa.
c. Memantapkan sikap, dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan,
pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat.
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas
pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
untuk memberi keterampilan atau penguasaan pengetahuan bidang tehnis tertentu kepada
pegawai sesuai dengan tugasnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan dan
pelatihah fungsional adalah pendidikan dan latihan yang dipersyaratkan bagi pegawai yang
akan dan telah menduduki jabatan fungsional (Depdagri, 1994).
Diharapkan dari hasil pelaksanaan jenjang pendidikan tambahan ini akan tercipta tenaga
kesehatan yang menguasai keterampilan dan pengetahuan tehnis dibidang kesehatan
sehingga mereka mampu berperan aktif dalam pengembangan serta memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
5. Masa Kerja Tenaga Kesehatan
Masa kerja tenaga kesehatan sangat berkaitan dengan proses belajar yang merupakan ajang
pengembangan diri melalui proses belajar dalam rentang waktu tertentu. Setiap tenaga
kesehatan belajar untuk lebih efisien, efektif dalam melaksanakan tugas serta belajar untuk
mengembangkan diri. Masa kerja tenaga kesehatan adalah waktu atau lamanya bekerja pada
instansi kesehatan.
C. TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KESEHATAN

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang
dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Di Pasal 49 UU. No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa, Sumber daya kesehatan merupakan
semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi :
1. Tenaga kesehatan;
2. Sarana kesehatan;
3. Perbekalan kesehatan;
4. Pembiayaan kesehatan;
5. Pengelolaan kesehatan;
6. Penelitian dan pengembangan kesehatan,
Pada Pasal 50 ayat (1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan
yang bcrsangkutan, ayat (2) Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga
kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada Pasal 51 ayat (1) Pengadaan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan diselenggarakan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan olch
pemerintah dan atau masyarakat, ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyclenggaraan
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pada Pasal 52 ayat (1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka
pemerataan pelayanan kesehatan, ayat (2) Ketentuan mengenai penempatan tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada Pasal 53 ayat (1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. (2)Tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien, ayat (3)
Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap
seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4)Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pada Pasal 54 ayat (1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan
atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin, ayat (2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan, ayat (3) Ketentuan mengenai

pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
Kondisi yang senyatanya dari lembaga pemerintah merupakan realitas yang memberi
pelajaran berharga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dimasa mendatang. Dasar
acuan yang digunakan adalah pemerintahan yang cerdas dan profesional hanya dapat
diwujudkan oleh aparat yang cerdas dan profesional. Dalam hal ini pengembangan SDM
haruslah dilakukan melalui pendekatan secara utuh, tidak parsial.
Pengembangan SDM aparatur pemerintah Daerah, dari sisi aparatur pemerintah, perbaikan
kualitas dimulai sejak rekrutmen dengan menggunakan suatu sistem yang benar-benar
menjamin diperolehnya sumber daya yang mempunyai kualitas dasar uang baik, pembinaan
melalui penugasan yang mendidik, pengembangan program pelatihan yang
memungkinkan tersedianya tenaga-tenag siap pakai, peningkatan kesejahtraan yang
memadai, dan pembinaan jaminan hari tua secara nyata (Yudoyono, 2001).
Menurut Yudoyono(2001), untuk jangka pendek dan menengah, pengambilan kebijakan di
tingkat pusat dan daerah harus berani melakukan langkah-langkah terobosan dalam
menangani peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah. Beberapa hal yang mungkin
bisa dilakukan antara lain adalah:
1. Menetapkan adanya batas usia pensiun PNS, yang didasarkan pada eseniring. Untuk
eselon I dan II batas maksimal adalah 55 tahun. Pada usia tersebut diharuskan
mengikuti fit and propet test. Bagi yang tidak lulus dinyatakan pensiun, sedangkan
yang lulus dan memungkinkan masih bisa dikembangkan karirnya, diberi
kesempatan sampai usia 60 tahun. Untuk eselon III batas usia maksimal 52 tahun,
kecuali yang dinyatakan lulus dalam fit and propet test diberi kesempatan pertama
sampai batas usia 55 tahun. Untuk eselon IV dan V batas usia maksimal 50 tahun,
kecuali yang dinyatakan lulus dalam fit and propet test diberi kesempatan pertama
sampai batas usia 52 tahun. Sedangkan staff dimnyatakan pensiun pada usia 50 tahun
dengan masa kerja minimal 20 tahun.
2. Bagi Aparatur yang masih muda dan masih relatif potensial serta dipandang dapat
melekakukan aktifitas secara kreatif dan dinamis, diberikan kesempatan yang luas
untujk mengikuti pelatihan-pelatihan teknis atau manajerial yang sesuai dengan
bidang tugas dan fungsinya. Pelatihan ini didesain berdasarkan kebutuhan situasional
dan ciri daerah otonom masing-masin. Disamping itu, para aparatur pemerintah pada
kelompok ini juga diberi kesempatan tugas belajar pada jenjang pendidikan formal
yang lebih tinggi. Bagi mereka yang berijazah D3 diberi kesempatan mengikuti
program S1, yang sudah S1 ke S2, dan yang sudah S2 ke S3 dengan seleksi yang
ketat.
3. Diklat yang harus lebih ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya adalah jenis Diklat
Teknik dan Diklat Fungsional dengan kurikulum yang didesain sesuai kebutuhan
daerah.
4. Diklat Struktural ditiadakan, karena di samping menjadi sumber KKN juga tidak
mendorong kearah persaingan secara sehat. Sebagai gantinya, pejabat yang baru
memperoleh promosi, wajib segera mengikuti pelatihan teknis atau manajerial yang
disesuaikan dengan kebutuhan bidang tugasnya.

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran yang diteliti.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah pemerintah telah mengeluarkan peraturan
Pemerintah nomor 8 tahun 1995 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada
26 kab/kota sebagai daerah percontohan. Penyerahan ini dilaksanakan berdasarkan atas
kemampuan dan kondisi daerah.
Penetapan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya PP No. 84
Tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, menuntut terwujudnya
kepemerintahan termasuk bidang kesehatan yang baik denga kualitas dan kuantitas sumber
daya tenaga kesehatan yang cukup.
Berdasarkan tujuan penelitian dan batasan masalah maka variabel yang yang diteliti
adalah penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan berdasarkan kepada perhitungan
jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada periode yang sama, pendidikan
formal tenaga kesehatan dan golongan dan kepangkatan tenaga kesehatan.
1. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk.
Bahwa dengan jumlah tenaga kesehatan yang semakin mendekati standar kebutuhan tenaga
kesehatan minimal akan mampu melayani masyarakat sesuai dengan tugas atau beban
kerja yang dipikulkan sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Pendidikan formal
Sebagai salah satu jalur utama dalam peningkatan kualitas tenaga kesehatan merupakan
Built In Demand untuk akselerasi pembangunan dan penyelenggaraan otonomi bidang
kesehatan tingkat pendidikan dijadikan ukuran dalam mengukur kemampuan tenaga
kesehatan masyarakat dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
tinggi kemampuan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
otonomi daerah khususnya bidang kesehatan.
3. Golongan Dan Kepangkatan
Dimasukannya golongan kepangkatan sebagai variabel penelitian karena merupakan suatu
syarat bagi pegawai negri sipil untuk diangkat dalam jabatan struktural sesuai peraturan
pemerintah nomor 100 tahun 2000 (Siagian, 1995). Hal lain dengan asumsi bahwa
kemampuan tenaga kesehatan dimana semakin tinggi tingkat golongan semakin tinggi pula
tingkat produktifitas.
4. Diklat Struktural dan Fungsional
Pelaksanaan jenjang
pendidikan tambahan ini akan tercipta tenaga kesehatan yang
menguasai keterampilan dan pengetahuan dibidang kesehatan sehingga mereka mampu
berperan aktif dalam pembangunan seta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam

penelitian ini diasumsikan bahwa semakin banyak tenaga kesehatan yang telah mengikuti
pendidikan struktural maupun fungsional maka semakin meningkat pula tenaga kesehatan
dalam menyelenggarakan otonomi dibidang kesehatan.
5. Masa kerja tenaga kesehatan
Lamanya bekerja pada instansi kesehatan dengan asumsikan bahwa semakin lama tenaga
kesehatan tersebut bekerja maka semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh. Asumsi
lain bahwa dengan masa kerja tenaga kesehatan yang telah lama (senior) maka semakin
mampu dalam menyelenggarakan otonomi dalam bidang kesehatan.
B. Kerangka Konsep

Masa Kerja
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk
Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk adalah rasio atau perbandingan
jumlah pegawai negri sipil tenaga kesehatan yang bekerja di instansi kesehatan
dibandingkan dengan jumlah penduduk pada saat dilaksanakan penelitian. Rasio jumlah
tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk yang ideal menurut Suranadinata (1992) adalah
antara 1 : 200 sampai 1 : 400 penduduk atau 1 tenaga kesehatan berbanding 200 sampai 400
penduduk. Secara nasional rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 265
penduduk (Depkes RI, 1998). Untuk mengetahui kemampuan tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan dilihat dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan
terhadap jumlah penduduk dengan interval skoring (Depdagri, 1992) sebagai berikut :
1. Kriteria Cukup apabila rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk adalah 1
tenaga kesehatan berbanding 400 jiwa dengan skor 6.
2. Kriteria kurang apabila tidak sesuai kriteria diatas, dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

13,32 17, 47

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6

Mampu

Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu.
1. Pendidikan Formal
Yang dimaksud pendidikan formal tenaga kesehatan masyarakat dalam penelitian ini adalah
pendidikan formal pegawai kesehatan yang dinyatakan atau dibuktikan dengan Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB), yang diukur adalah mulai dari SLTA keatas dari semua
tenaga kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali. Dengan skala
interval (Depdagri, 1992) sebaga berikut :
a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan yang berpendidikan SLTA keatas 60 %
dengan skor 6.
1. Kriteria kurang apabila tidak sesuai kriteria diatas, dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

13,32 17, 47

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

Mampu

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6

Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu.

3 Golongan dan Kepangkatan Tenaga Kesehatan


Yang dimaksud dengan golongan dan kepangkatan adalah kedudukan yang menunjukan
seorang pegawai negeri sipil (PNS) dalam rangkaian susunan kepegawaian dan dinyatakan
dalam golongan ruang I, II, III dan IV. Golongan kepangkatan yang diukur adalah dari
golongan II a keatas dari jumlah keseluruhan tenaga kesehatan.
Dengan skala interval (Depdagri, 1992) sebagai berikut :
a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan golongan II sampai IV 60 % dengan skor 6.
b. Kriteria kurang apabila tidak sesuai kriteria diatas, dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

13,32 17, 47

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

Mampu

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6

Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu
4. Pendidikan dan Latihan (Diklat) Struktural dan Fungsional
Yang dimaksud dengan pendidikan dan latihan (Diklat) Struktural dan Fungsional dalam
penelitian ini adalah pendidikan maupun pelatihan struktural dan fungsional yang diperoleh
seseorang pegawai atau tenaga kesehatan setetlah diangkat menjadi PNS yang telah memiliki
jabatan strutural seperti ADUM, ADUMLAH, SPAMA atau setingkatnya, SPAMEN atau
setingkatnya dan SEPTI atau setingkatnya maupun pendidikan fungsional tenaga kesehatan
yang bertugas dipelayanan kesehatan. Untuk mengukur kemampuan tenaga kesehatan dengan
menghitung persentase tenaga kesehatan yang telah mengikuti Diklat Struktural dan
Fungsional tenaga kesehatan dengan menggunakan interfal skoring ( Depdagri, 1992 )
adalah:

a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan yang mengikuti Diklat strukltural dan fungsional
10 %, dengan skor 6
b. Kriteria kurang apabila tenaga kesehatan yang mengikuti Diklat sturktural dan fungsional
<10 %, dengan skor 5
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

13,32 17, 47

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

Mampu

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6

Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu.
5. Masa kerja tenaga kesehatan
Masa kerja tenaga kesehatan adalah waktu setelah Pegawai Negeri Sipil ( Tenaga Kesehatan )
mulai bekerja pada instansi kesehatan sampai dengan saat penelitian ini dilaksanakan. Untuk
mengetahui kemampuan tenaga kesehatan dengan menghitung persentase masa kerja dari 5
tahun tahun keatas sampai 25 tahun keatas dengan interfal skoring (Depdagri, 1992) adalah
sebagai berikut:
a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan memilki masa kerja 5 tahun keatas 30 % dengan
skor 6
b. Kriteria kurang apabila tenaga kesehatan yang memiliki masa kerja 5 tahun keatas < 30 %
dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :

5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

13,32 17, 47

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

Mampu

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6

6. Kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan di


Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali adalah kenyataan yang
tenaga
kesehatan, yang pengukurannya menggunakan skala interval Depdagri tahun 1992, dengan
menjumlahkan skor final pada rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk,
pendidikan formal tenaga kesehatan.
Dengan kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Cukup apabila skor final 25, 80 30, 00
b. Kriteria kurang apabila skor final < 25, 80 30, 00
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

13,32 17, 47

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

Mampu

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif, untuk mengetahui kemampuan yang
dimiliki tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali, sebab
belum pernah dilakukan penelitian tentang studi kemampuan tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi rasio tenaga kesehatan
terhadap jumlah penduduk, pendidikan formal, golongan kepangkatan, diklat struktural dan
tehnis/fungsional dan masa kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Polewali.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh pegawai negri sipil tenaga kesehatan pada lingkungan
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali yang berjumlah 78 orang (Badan Pusat
Statistik Sulawesi Selatan tahun 2002).
Penentuan sampel dengan menggunakan rumus :
N
n=
1 + N ( d2 )
n = Besarnya sampel
N = Besarnya populasi
D = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
(Notoatmodjo, 2000).
Dengan Cara perhitungan menggunakan rumus diatas adalah :
78
n=

= 65

1 + 78 (0,052 )
maka diperoleh jumlah sampel 65 orang.
D. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer

Data Primer diperoleh dengan menggunakan quisioner yang telah disediakan terhadap
responden dalam hal ini pegawai negri sipil (PNS) dil Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Polewali.
2. Data Sekunder
Data sekunder dari Instansi terkait.
E. Pengolahan Dan Penyajian Data
Pengolahan data dengan menggunakan komputer progran Exel dalam bentuk tabel distribusi
frekwensi disertai dengan penjelasannya.
F. Analisi Data
Untuk menghitung persentase digunakan bentuk sebagai berikut :
Data dianalisa berdasarkan distribusi frekwensi :
F X 100 %
P=
N
P = Persentase
F = Frekwensi
N = Jumlah sampel
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00

9, 15

=1

Skor 1

Tidak mampu

9,16

13,3

=2

Skor 2

Kurang mampu

13,32 17, 47

=3

Skor 2 -3

Mendekati Mampu

17, 48 21,63

=4

Skor 4-5

Mampu

21,64 25,79

=5

Skor 6

25,80 30, 00

=6

Dalam pengukuran variabel ini, interval skoring Depdagri telah disesuaikan dengan
pengukuran penelitian, sehingga pengukuran variabel ini adalah sebagai berikut :
1. Setiap variabel penelitian diindeks untuk menentukan kekuatan variabel tersebut, dengan
skor antara 1 (terendah) sampai dengan 6 (Tertinggi).
2. Hasil skoring dari ke lima variabel tersebut dijumlahkan untuk menentukan tingkat
kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan.
3. Dari hasil tersebut akan ditentukan skor final tingkat kemampuan tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan

QUISIONER
Judul : Studi kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
1. Nama Responden
2. Jenis Kelamin
3. Tempat/Tanggal Lahir
4. Status

:
:
:
: A. Kawin

Kelurahan

Kecamatan

Kabupaten

Propinsi

B. Belum Kawin
C. Duda
D. Janda
PERTANYAAN :
a. SD

PENDIDIKAN FORMAL TENAGA


KESEHATAN

b. SMP /Sederajat

Pendidikan terakhir Bapak/Ibu, Saudara (i) sekarang ini ?

c. SMA /Sederajat
d. Diploma
e. S1
f. S2
G. S3

GOLONGAN DAN KEPANGKATAN TENAGA

A. I a I d

KESEHATAN
B. II a. II d
Apa golongan dan kepangkatan Bapak/Ibu, Saudara (i)
C. III a IIId
saat sekarang ini ?
D. IV a Keatas
PENDIDIKAN DAN LATIHAN STRUTURAL DAN
FUNGSIONAL TENAGA KESEHATAN

A. Diklat Struktural
1. ADUM

Diklat strutural dan Fungsional apa saja yang diiikuti ?


(Pilihan boleh lebih dari satu).

2.ADUMLA
3. SPAMA
4. SPAMEN
5. SPATI
B.Diklat
Tehnis/Fungsional

MASA KERJA TENAGA KESEHATAN

1. 5 tahun

Masa kerja Bapak/Ibu, Saudara (i) sudah berapa tahun ?

2. 5,1 10 tahun
3. 10,1 15 tahun
4. 15,1 20 tahun
5. 20,1 25 tahun
6. > 25 tahun

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azwar, Depkes Terapkan Otonomi Daerah Berita Ikatan Dokter Indonesia, 2000
Buwono X, Hamengku, Desentralisasi Pengelolaan Tenaga Kesehatan di Indonesia,
Rajawali Press, Jakarta, 1991
Kaho, Yosep Riwu, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Press,
Jakarta, 1991
Mills, Anne, Terjemahan Laksono Trisnanto, Desentralisasi Sistem Kesehatan Terhadap
Dinas Kesehatan dan Puskesmas, Jogyakarta, 2001

Notoatmodjo, S, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002


RI, Depdagri, Desentralisasi Pengelolaan Tenaga Kesehatan, Jogyakarta, 1992
Saluju, Kemampuan Daerah Kabupaten/Kota Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi yang
Nyata dan Bertanggungjawab, Jakarta, 1992
Soendoro, Triono, Tenaga Kesehatan dan Otonomi Daerah, Jogyakarta, 1999
UU Otonomi Daera 2004, Restu Agung, Jakarta, 2004
Widjaya, A.W. Titik Berat Otonomi Daerah dan Daerah Ortonom, PT. Raja Grafindo Press,
Jakarta, 1995
, Titik Berat Otonomi Daerah pada Dati II, PT. Raja Grafindo, Persada, 1995
, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 198
Yudoyono, B, Otonomi Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001
Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar

PROPOSAL STUDI KESIAPAN RUMAH SAKIT DAN


PUSKESMAS DALAM MENDUKUNG
PROGRAM BAHTERAMAS
Juni 23, 2009 oleh wohlersaputra

OLEH : SUHADI
ABSTRAK
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan survei dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana kesiapan Rumah Sakit Dan Puskesmas se-Sulawesi Tenggara dalam mendukung
program bahteramas di sulawesi tenggara
Target khusus yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk mendapatkan
berbagai macam data dan sejumlah informasi yang diperlukan untuk perumusan dan
penetapan kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dimasa yang akan datang dengan
melihat kondisi potensial saat ini mengenai kesiapan dan hambatan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit Dan Puskesmas se-Sulawesi Tenggara dalam mendukung program Bahteramas
di Sulawesi Tenggara tahun 2009
Deskripsi Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan ini akan dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Tahap Studi Kepustakaan dan penelusuran Lapangan

2. Tahap Persiapan penyusunan proposal


3. Tahap Pleno Pembahasan Proposal
4. Tahap Perbaikan-Perbaikan Proposal
5. Tahap Pelaksanaan survei lapangan dan pengumpulan data
6. Tahap Pengolahan data dan analisis data
7. Tahap Penyusunan laporan dan rekomendasi
8. Tahap seminar hasil penelitian dan perbaikan-perbaikan hasil penelitian
9. Tahap publikasi data dan laporan.
10. Advokasi ke pemangku kebijakan
BAB I PENDAHULUAN
1. a. Latarbelakang
Memasuki era globalisasi, menguatnya tuntutan reformasi dan adanya komitmen politik
untuk menerapkan otonomi daerah yang memberi kewenangan seluas-luasnya kepada daerah
untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya lokal, merupakan peluang sekaligus
tantangan bagi daerah, termasuk bagi daerah sulawesi Tenggara untuk menjadi daerah yang
maju dan sejahtera yang didukung oleh prinsip-prinsip moralitas yang kuat. Globalisasi dan
otonomi daerah menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar negara dan daerah dalam
memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumberdaya lokal untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan.
Makna kesejahteraan bagi masyarakat luas adalah terciptanya berbagai kemudahan untuk
mengakses kebtuhan hidup yang paling esensial seperti sandang, pangan dan papan serta
adanya peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar serta dengan mudah memperoleh
pelayanan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan dua kebutuhan masyarakat yang
diharapkan datang dari pelayanan pemerintah. Persoalan-persoalan dalam menerjemahkan
kesejahteraan menjadi sangat rimut bila dikaitkan dengan berbagai tata cara pengelolaan
pemerintah khsunya anggaran pembangunan. Tidak satupun alasan penyusunan program
terlepas dari atau ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan utama dalam pembangunan kesehjatraan masyarakat adalah rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya angka kematian bayi, anak
balita, dan ibu maternal, serta meningkatnya proporsi balita yang menderita gizi kurang.
Masih tingginya angka kematian disebabkan oleh berbagai penyakit menular serta
kecenderungan semakin meningkat penyakit degeneratif. Kesenjangan kualitas kesehatan dan

akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu juga disebabkan oleh adanya kesenjangan
antar wilayah/daerah, sumber daya alam yang tersedia dan antar kelompok status sosial
ekonomi. Selain itu, belum memadainya jenis, jumlah, kualifikasi pendidikan, distribusi,
komposisi dan mutu tenaga kesehatan. Penyebab lain oleh karena belum meratanya kebijakan
pelayanan kesehatan, lemahnya aspek manajemen pelayanan, terbatasnya sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan, minimnya dana pembiayaan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan
kesehatan.
Otonomi daerah yang hakikatnya adalah desentralisasi merupakan perubahan fundamental
dalam sistem pemerintahan. Perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang
mendadak (dalam waktu singkat) sering memberikan respon yang negatif yang dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam pelaksanaan program termasuk program
pembangunan di bidang kesehatan. Untuk meminimalisasi dampak negatif dari kebijakan
otonomi daerah tersebut maka paling tidak diperlukan : (1) komitmen dari semua pihak
terkait bahwa pentingnya kesehatan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
sesuai dengan prinsip paradigma sehat dan pembangunan berwawasan kesehatan, (2)
kelangsungan dan keselarasan pembangunan kesehatan, (3) ketersediaan dan pemerataan
sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas, (4) kecukupan pembiayaan kesehatan, (5)
kejelasan pembagian kewenangan dan pengaturan kelembagaan, (6) kelengkapan sarana dan
prasarana kesehatan, dan (7) kemampuan manajemen kesehatan dalarn penerapan
desentralisasi. Ketujuh isu tersebut masih menjadi permasalahan fundamental dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
Ada dua sisi yang menjadi pusat perhatian dalam peningkatan pelayanan kesehatan yaitu
peningkatan keterjangkauan dan mutu fasilitas kesehatan serta meningkatkan partisipasi dan
akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu telah dicanangkanlah program
BAHTERAMAS pelayanan kesehatan gratis oleh pemerintah propinsi Sulawesi Tengggara,
yang menjadi icon gerak langkah gubernur Sultra, H. Nur Alam, S.E dalam konteks
pembangunan kesehatan SULTRA ke depan. Banyak hal yang harus dilakukan untuk
mewujudkan program bahteramas termasuk kesiapan sumber daya rumah sakit dan
puskesmas sebagai gate kipper pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
1. b. Rumusan Masalah
Bagaimana Kesiapan Rumah Sakit Dan Puskesmas Dalam Mendukung Program Bahteramas
Di Sulawesi Tenggara Tahun 2009
1. c. Tujuan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahuinya bagaimana Kesiapan Rumah
Sakit Dan Puskesmas se-Sulawesi Tenggara Mendukung Program Bahteramas Di Sulawesi
Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari aspek sarana dan prasarana, jenis pelayanan, manajemen
pelayanan, sumber daya manusia, kompensasi, tarif pelayanan
c. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu manfaat dalam menyediakan data dan informasi
tentang Kesiapan Rumah Sakit Dan Puskesmas Dalam Mendukung Program
BAHTERAMAS Di Sulawesi Tenggara yang diperlukan bagi pemerintah propinsi dalam

merumuskan dan menetapkan kebijakan pelayanan kesehatan saat ini dan masa yang akan
datang.
BAB 2. PENTINGNYA ATAU KEUTAMAAN RENCANA PENELITIAN INI
1. Tercapainya Visi Indonesia Sehat 2010 dan sulawesi tenggara sehat 2010
2. Membangun komitmen pemerintah, provinsi, kabupaten / kota, serta peningkatan
kemitraan dengan swasta dan masyarakat guna memaksimalkan sumber daya yang
tersedia untuk program kesehatan
3. Pemantapan kebijakan pemerintah untuk mendukung kesehatan
4. Advokasi dan sosialisasi kebijakan dan progran kesehatan
5. Meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan
6. Mengembangkan pelayanan kesehatan komprehensif yang bermutu, terjangkau,
berjenjang dan berkelanjutan melalui peningkatan kompetensi tenaga kesehatan,
ketersediaan sarana dan prasarana serta didukung data dan informasi berdasarkan
evidence-based
7. Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
8. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata.
9. Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin
BAB 3. STUDI PUSTAKA/HASIL YANG SUDAH DICAPAI DAN STUDI
PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN.
Indonesia sehat tahun 2010 dan keluarga berkualitas tahun 2015 merupakan tantangan
pembangunan kesehatan didalam menciptakan derajat kesehatan yang optimal untuk
mencapai kualitas masyarakat yang maju dan mandiri. Peningkatan derajat kesehatan akan
membawa perekonomian semakin kompetitif dalam kanca global, sebab kesehatan bukan saja
penting untuk meningkatkan kesejahteraan setiap individu, akan tetapi juga untuk menjamin
kesinambungan pembangunan.
Berbagai indikator utama kesehatan dan kualitas hidup manusia ternyata belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Berdasarkan laporan indeks pembangunan manusia 2003 yang
dikeluarkan secara resmi oleh program pembangunan perserikatan bangsa-bangsa (UNDP),
IPM Indonesia mengalami penurunan dari 0,684 (2002) menjadi 0,682 (2003). Artinya,
peringkat Indonesia bergeser dari 110 ke 112 dari 175 negara. Jauh di bawa singapura dan
Brunei Darussalam, bahkan kita di bawa Vietnam. Penurunan IMP ini menunjukkan
Indonesia kini mengalami degradasi kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004, kondisi kesehatan di
Indonesia juga memang masih tertinggaldibanding sejumlah Negara asia lainnya seperti
Thailand, Malaysia, Srilangka, Brunei Darussalam. Indikator umur harapan hidup Indonesia

berada diperingkat 103 dari 191 negara, angka kematian bayi sebanyak 47 per 1000
kelahiran, angka harapan hidup laki-laki 63,45 tahun dan perempuan 67,3 tahun, dan jumlah
balita kurang gizi sebesar 10,36%.
Kondisi kesehatan di Indonesia juga semakin diperburuk dengan kenyataan masih banyaknya
jumlah keluarga miskin yang berdasarkan data BPS tahun 2003, jumlah penduduk miskin
sebesar 38,4 juta orang atau 18,20% dari jumlah penduduk, fakir miskin 15,5 juta,anak
terlantar sebanyak 3,1 juta, dan pengangguran terbuka 8,10% dari jumlah penduduk usia 15
tahun ke atas (sekitar 40 juta orang), dan masih lemahnya daya beli masyarakat. Hal ini
merupakan tantangan bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai pembangunan kesehatan.
Peningkatan kemampuan daya saing bangsa memerlukan peran serta masyarakat dan
penyedia jasa pelayanan kesehatan. Globalisasi dunia dan AFTA 2003 menyebabkan iklim
persaingan dibidang pelayanan kesehatan semakin ketat karena permintaan dan penawaran
jasa pelayanan kesehatan pada akhirnya diserahkan ke mekanisme pasar. Untuk itu, penyedia
jasa pelayanan kesehatan menerapkan strategi dan kebijakan yang sesuai dengan segmensegmen pasar yang mereka layani tanpa melupakan aspek ekonomi dan fungsi socialnya, dan
juga hal ini akan berdampak pada pola permintaan masyarakat jasa pelayanan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih menghadapi kendala karena berbagai faktor,
utamanya karena keterbatasan anggaran pemerintah. Ini menyebabkan sektor kesehatan
masih ditempatkan pada skala prioritas yang rendah dalam memperoleh alokasi dana
pembangunan, dan masih tergantung pada kemauan politis. Data pembiayaan kesehatan yang
ditunjukkan oleh besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah diperkirakan hanya sekitar
2,5% dari Anggaran Pemerintah dan Belanja Begara (APBN). Di Asia, setelah Philipina,
Indonesia menempati urutan terbawa dalam penyediaan biaya kesehatan nasional, dengan
pengeluaran masih dibawa 5% dari total PDB (Produk Domestik Bruto). Di Negara-negara
maju, pengeluaran ini dapat mencapai 10% dari PDB. Menurut Thabrany (2004), alokasi
dana perkapita untuk kesehatan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir besarannya kurang dari
dua dollar AS per kapita per tahun, atau kurang dari Rp 1.500 per kapita perbulan.
Pembiayaan kesehatan dari pemerintah hanya sebesar 30 persen,dan sisanya 70 persen
berasal dari dana masyarakat dan swasta.
Perkembangan ilmu kedokteran modern telah membuat penyediaan pelayanan kesehatan
menjadi sesuatu yang amat mahal. Semakin maju tingkat social ekonomi masyarakat,
semakin banyak permintaan akan pelayanan medis yang bermutu tinggi. Sebaliknya, semakin
rendah keadaan sosial ekonomi suatu masyarakat semakin banyak penyakit, kelemahan,
penyakit kronis dan sebagainya terhadap mereka yang tidak dapat mencapai atau menerima
pelayanan medis yang memadai.
Pemerintah telah membangun sarana pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun sarana
kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan sampai keseluruh pelosok
namun kenyataannya, penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut masih rendah
(under utilization), hal ini karena pendekatan pendekatan yang selama ini cenderung kearah
supplay dan sedikit sekali kearah demand,pada hal keduanya merupakan aspek penting dalam
penggunaan pelayanan kesehatan. ( Razak 2000).
Dengan jumlah puskesmas yang tergolong cukup banyak itu, masih kurang dimanfaatkan
pelayanan kesehatannya oleh masyarakat. Beberapa hasil studi pemanfaatan puskesmas di

sulawesi selatan tercatat pada tahun 1998 jumlah kunjungan untuk setiap puskesmas hanya
dimanfaatkan sekitar 37% oleh masyarakat sekitar wilayah puseksmas. Dari 1150 hanya
digunakan sekitar 425 puskesmas yang ada diseluruh wilayah Sukawesi Selatan (BPS
Propinsi Sulawesi Selatan). Banyak faktor yang menyebabkan kurangnya kunjungan ke
Puskesmas diantaranya adalah jarak yang terlalu jauh untuk dijangkau, kurangnya
pendapatan, serta kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
tersebut.
Kondisi sekarang yang menjadi persoalan adalah apakah peningkatan jumlah fasilitas
kesehatan, terutama puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan mampu
meningkatkan kualitas pelayanannya dan sudah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan
atau tidak.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi tenggara
( Sultra ) Tahun 2002 di beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Muna,
Kabupaten Buton dan Kabupaten Kendari menunjukkan bahwa kunjungan Puskesmas masih
sangat minim hal ini karena masyarakat merasa bahwa biaya pengobatan yang ditawarkan di
puskesmas terlalu mahal, pada hal pelayanan kesehatan yang diterima tidak begitu
memuaskan. Sehingga masyarakat cenderung lebih memilih untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan lain seperti dokter praktek dibanding dengan puskesmas. Dengan alasan walaupun
biaya pengobatan lebih mahal, namun dapat membuat masyarakat merasa puas.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kunjungan ke puskesmas adalah rendahnya nilai
atau kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
disediakan oleh puskesmas, jarak yang terlalu jauh untuk dijangkau,kurangnya pendapatan
serta kurangnya pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadijah (2008) tentang pemanfaatan
pelayanan kesehatan di puskesmas Labibia Kota Kendari menyatakan bahwa Tingkat
pemanfaatan puskesmas ditinjau dari segi pengetahuan responden di dapatkan bahwa dari
253 responden dengan pengetahuan cukup terdapat 94,1 % yang memanfaatkan pelayanan
puskesmas, dan dari 84 responden dengan pengetahuan kurang terdapat 13,1 % responden
yang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari
sikap petugas di dapatkan bahwa dari 255 responden dengan sikap petugas baik, terdapat 92,9
% responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas, dan dari 82 responden dengan sikap
petugas buruk terdapat 14, 6 % responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat
pemanfaatan puskesmas ditinjau dari pendapatan responden di dapatkan bahwa dari 164
responden dengan pendapatan cukup terdapat 94,5 % responden yang memanfaatkan
pelayanan puskesmas, dan dari 173 responden dengan pendapatan kurang terdapat 54,3 %
responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas
ditinjau dari akses tempat tinggal dengan puskesmas di dapatkan bahwa dari 295 responden
yang mudah mengakses puskesmas terdapat 83,7 % responden yang memanfaatkan
pelayanan puskesmas, dan dari 42 responden yang sulit mengakses puskesmas terdapat 4,8 %
responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Izhar Masiala (2006) tentang demand
masyarakat Bajo Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna terhadap pelayanan
kesehatan di Puskesmas Wapunto menyatakan bahwa Tingkat pendidikan responden adalah
sebahagian besar responden mempunyai pendidikan kurang yaitu 60 responden dan sisanya
mempunyai pendidikan cukup yaitu 19 responden. Tingkat pengetahuan responden

sebahagian responden mengatakan tidak tahu tentang pelayanan kesehatan, tempat untuk
mendapatkan pelayanan, manfaat dari pelayanan dan perbedaan puskesmas dengan pelayanan
lainnya yaitu 57 responden. Tingkat pendapatan responden sebahagian besar mengatakan
bahwa pendapatan mereka kurang dari Rp 450.000/bulan yaitu 40 responden sedangkan
sisanya 39 responden adalah cukup Sebahagian besar responden mengatakan bahwa tarif
Puskesmas adalah mahal yaitu 42 responden (53,2%), sedangkan 39 responden mengangggap
murah. Dilihat dari preferensi, sebahagian besar responden mempunyai preferensi kurang
terhadap demand pelayanan kesehatan yaitu 47 responden sedangkan sisanya adalah cukup
yaitu 32 responden. Demand Masyarakat Bajo terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas
Poleang adalah rendah, dimana dari 79 responden yang diwawancarai hanya 25 responden
(31,6%) mempunyai demand yang tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasim (2006) di Desa Kontunaga Kecamatan
Kontunaga Kabupaten Muna tentang pemanfaatan pelayanan puskesmas Mabodo, dinyatakan
bahwa Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari segi pengetahuan responden di dapatkan
bahwa ada sebagian kecil responden ( 9,8 % ) yang mempunyai pengetahuan kurang juga
memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari sikap
petugas di dapatkan bahwa masih ada sebagian kecil responden ( 26,0 % ) yang setuju dengan
sikap petugas tetapi kurang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan
puskesmas ditinjau dari pendapatan responden di dapatkan bahwa ada sebagian besar
responden ( 34,9 % ) yang mempunyai pendapatan kurang juga memanfaatkan pelayanan
Puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari jarak tempat tinggal dengan
puskesmas di dapatkan bahwa ada sebagian kecil responden ( 40,9 % ) yang mempunyai
jarak tempat tinggal dekat dengan puskesmas tetapi kurang memanfaatkan pelayanan
puskesmas.
BAB 4. METODE PENELITIAN

a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survei yang dilakukan
untuk mengetahui kesiapan bagaiman kesiapan rumah sakit dan puskemas se-Sulawesi
Tenggara dalam mendukung program BAHTERAMAS Di Sulawesi Tenggara Tahun 2009.
b. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Rumah Sakit dan Puskesmas se-Sulawesi
Tenggara pada tahun 2009, yaitu Rumah Sakit berjumlah 13 unit dan Puskesmas berjumlah
172 unit.
1. Sampel
Sampel penelitian untuk Rumah Sakit sebanyak 13 unit dari masing-masing Kabupaten 1 unit
rumah sakit, yang tersebar dalam 12 Kabupaten dan sebanyak 1 unit RSUP Provinsi.
Sedangkan sampel untuk puskesmas dilakukan secara purposive sampling pada tiap
Kabupaten dipilih sebanyak 4 unit dimana 1 unit dipilih pada kawasan perkotaan, dan
masing-masing 1 unit lainya dipilih puskesmas pada kawasan daerah pesisir pantai dan

puskesmas baru yang dimekarkan serta puskesmas daerah terpencil pedesaan yang sulit
dijangkau oleh transportasi dan penerangan listrik.
C. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer
Data primer meliputi data sarana dan prasarana, sumber daya manusia, kompensasi, dan tarif
pelayanan diperoleh dengan menggunakan kuisioner dan chek list.
1. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait.
D. Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dalam komputer dengan menggunakan program
Excel. Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif dan disertai penjelasan.
E. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi.
BAB 5. ANGGARAN PENELITIAN

Jenis Pengeluaran

Rincian Biaya Yang Di Diusulkan (Rp)

Gaji dan Upah


Peralatan
Bahan Habis Pakai
Perjalanan
Lain-Lain
Total Anggaran
Total Keselurahan Anggaran
RINCIAN ANGGARAN
1. Honorarium Tim Peneliti
No
1.
2
3
4

Jenis
Ketua
Anggota 1
Anggota 2
Anggota 3
Sub Total

Jam/Minggu

Jumlah Minggu

Upah/Jam

Jumlah (Rp)

2. Peralatan
No

Uraian

Jumlah Satuan Harga Satuan


(Rp)

Jumlah (Rp)

1
2
3
4
5
6
7
8
Sub Total
3. Bahan Habis Pakai
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Uraian

Jumlah Satuan

Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

Sub Total
4. Perjalanan
N Uraian
o
1
2
3
4
5
6
7
8
Sub Total
5. Lain-Lain

Jumlah Satuan

Harga Satuan
(Rp)

Jumlah (Rp)

N Uraian
o
1
2
3
4
5
6
7
8
Sub Total

Jumlah Satuan

Harga Satuan
(Rp)

Jumlah (Rp)

Total Anggaran : Rp 130. 000. 000 (Seratus Tiga Puluh Juta Rupiah)
NAMA NAMA TIM PENELITI
1. DR. Amiruddin AR., M.Kes (KETUA )
2. Wa Ode Salma., S.St.G., M.Kes (Sekretaris)
3. Drs. H. Ruslan Madjid, M.Kes (Anggota)
4. Rahmadhan Tosepu, S.K.M., M.Kes (Anggota)
5. Suhadi, S.K.M., M.Kes (Anggota)
6. La Ode Ali Imran Ahmad, S.K.M., M.Kes (Anggota)
7. Drs. La Ode Kamalia, M.Kes (Anggota)
8. Hj. Naswati, S.K.M., M.Kes (Anggota)
9. Fatmawati, S.K.M., M.Kes (Anggota)
10. Sohani M, S.Gz (Anggota)
11. Rinda Zelvianingsih, S.E (Anggota)
12. Pitoyo Saranani, S.Sos (Anggota)
DAFTAR PUSTAKA
Depkes dan Kessos R. I. 2000. Paradigma Baru Puskesmas Di Era Desentralisasi,
Yogyakarta.
Depkes R.I. 2000. Kebijakan pengembangan tenaga kesehatan 2000-2010. Jakarta.

Depkes R.I. 2008. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara.


Hasim. 2006. Studi Demand Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Wapunto Oleh Masyarakat
Bajo Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna 2006. Skripsi FKM Unhas Tidak
Dipublikasikan.
Hadijah. 2008. Studi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Labibia Kecamatan Mandonga
Kota Kendari Tahun 2008. Skripsi FKM Unhas Tidak Dipublikasikan.
Ishar M. 2006. Studi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Mabodo Di Desa Kontunaga Kec.
Kontunaga Kab. Muna tahun 2006. Skripsi FKM Unhas Tidak Dipublikasikan.
Notoadmojo, S. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan Pertama, PT.Rineka Cipta,
Jakarta.
Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara, 2008. Bank Sejahtera-Bahtermas. Kendari
Www. Sultra. Go. Id. Dirgahayu Propinsi Sulawesi Tenggara ke 44 dan Peluncuran Program
Bahteramas. 2008
Www. NTB. Com. Renstrada provinsi NTB 2003-2008. 2003
Www. Portal Kota Kendari. Com. Peluncuran Program Banhteramas. 2008
INSTRUMEN PENELITIAN
(Untuk Rumah Sakit)
======================
Nomor Kode:
Nama Rumah Sakit

No. Izin Pendirian

Status Kepemilikan

Klasifikasi RS

Jumlah Bed/T4 Tdr

No.Urut Responden

Jabatan

1. A. KUESIONER
1. a. Kesiapan Rumah Sakit :

2. Apakah Saudara mengenal program Bahteramas di bidang kesehatan?


/ Tdk

Ya

3. Jika jawaban ya, apakah di RS Saudara bekerja program Bahteramas sudah


berjalan? Ya / Tdk
4. Jika jawaban tidak, berikan alasan mengapa program Bahteramas tidak
berjalan di RS Saudara. Jelaskan:

5. Bagaimana pandangan Saudara dengan program Bahteramas di RS ? Jelaskan:

6. Apakah semua staf di RS tidak keberatan menghadapi pelayanan peserta


program Bahteramas? Ya / Tdk
1. b. Fasilitas Pelayanan di Rumah Sakit :
2. Apakah fasilitas pelayanan rawat jalan di RS tersedia lengkap untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
3. Apakah fasilitas pelayanan rawat inap di RS tersedia lengkap untuk peserta program
Bahteramas.? Ya / Tdk
1. c. Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas Medis/Kesehatan di Rumah Sakit :
2. Apakah tenaga dokter Spesialis tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS?

Ya / Tdk

3. Apakah tenaga dokter umum tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS?

Ya / Tdk

4. Apakah tenaga dokter gigi tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
5. Apakah tenaga perawat tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
6. Apakah tenaga bidan tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
7. Apakah tenaga apoteker tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
8. Apakah tenaga kesehatan masyarakat tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya /
Tdk
9. Apakah tenaga Nutrisian (ahli gizi) tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
10. Apakah tenaga keterapian fisik (fisioterapi) tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS?
Ya / Tdk

10. Apakah tenaga ketehnisian medis (elektro medis) tersedia sesuai kebutuhan pelayanan
RS? Ya / Tdk
1. d. Sarana dan Prasarana Pendukung Pelayanan di Rumah Sakit :
2. Apakah obat-obatan untuk pasien peserta program Bahteramas di RS Saudara selalu
tersedia sesuai kebutuhan pada saat dibutuhkan? Ya / Tdk
3. Apakah bahan habis pakai untuk peserta program Bahteramas di RS Saudara selalu
tersedia sesuai kebutuhan pada saat dibutuhkan? Ya / Tdk
4. Apakah sarana dan prasarana pemeriksaan laboratorium tersedia lengkap untuk pasien
peserta program Bahteramas? Ya / Tdk
5. Apakah sarana dan prasarana pemeriksaan radiologi tersedia lengkap untuk peserta
program Bahteramas? Ya / Tdk
6. Apakah sarana dan prasarana penunjang lain seperti ambulance selalu tersedia pada
saat dibutuhkan untuk peserta program Bahteramas? Ya / Tdk
1. e. Jenis Pelayanan di Rumah Sakit :
2. Apakah pelayanan medis dasar tersedia sesuai kebutuhan peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
3. Apakah pelayanan medis spesialistik tersedia sesuai kebutuhan peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
4. Apakah pelayanan rawat darurat tersedia secara memadai sesuai kebutuhan untuk
pasien program Bahteramas? Ya / Tdk
5. Apakah pelayanan keperawatan tersedia secara memadai untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
6. Apakah pelayanan kebidanan tersedia secara memadai untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
7. Apakah pelayanan bedah tersedia secara memadai untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
8. Apakah pelayanan nutrisi pasien peserta program Bahteramas tersedia secara
memadai? Ya / Tdk
9. Apakah pelayanan laboratorium untuk peserta program bahteramas tersedia secara
memadai? Ya / Tdk
10. Apakah pelayanan radiologi untuk peserta program bahteramas tersedia secara
memadai? Ya / Tdk

10. Apakah pelayanan farmasi untuk pasien program Bahteramas tersedia secara memadai?
Ya / Tdk
1. f. Dana Operasional Rumah Sakit :
2. Berapa besar dana operasional tahun anggaran berjalan sebutkan: Rp
3. Sumbernya dari mana saja:

4. Apakah dana operasional tersebut dinilai cukup: Ya / Tdk


5. Apakah tersedia alokasi dana khusus untuk program Bahteramas; Ya / Tdk
6. Jika tersedia berapa jumlahnya sebutkan: Rp
.
1. g. Sistem Pelayanan Rumah Sakit :
2. Apakah sistem pelayanan rumah sakit semuanya sudah terstandarisasi di RS Saudara
bekerja? Ya / Tdk
3. Apakah tersedia pedoman khusus pelayanan kesehatan bagi peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
1. h. Sistem Kompensasi Pelayanan Rumah Sakit :
2. Apakah tersedia dana insentif bagi tenaga kesehatan khusus untuk pelayanan peserta
program Bahteramas? Ada / Tdk ada
3. Jika ada, berapa besarnya sebutkan : Rp

4. Apakah besarnya kompensasi pelayanan Bahteramas dapat memberi motivasi kerja


yang tinggi untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi peserta
program Bahteramas? Ya / Tdk
1. i. Sistem Pentarifan (paket pelayanan esensial) di Rumah Sakit :
2. Apakah ada tarif khusus pelayanan yang berlaku untuk peserta program Bahteramas?
Ada / Tdk ada
3. Jika ada, siapa yang menetapkan tarif tersebut. Sebutkan:
4. Apakah tarif yang berlaku bagi peserta program Bahteramas dapat memberi insentif
bagi pelayanan pemberi pelayanan? Ya / Tdk
1. j. Sistem Pengajuan Klaim Penggantian (reimbursement) di Rumah Sakit :

2. Bagaimana sistem kapitasi dalam mengajukan klaim yang berlaku untuk peserta
program Bahteramas? Jelaskan:..

3. Bagaimana sistem fee for services dalam pembayaran klaim pasien program
Bahteramas? Jelaskan:
..

4. Bagaimana budget system dalam penggantian klaim peserta program Bahteramas?


Jelaskan:..

1. k. Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit :


2. Apakah RS T4 Saudara bekerja ada upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan khususnya bagi peserta program Bahteramas? Ada / Tdk ada
3. Jika ada, sebutkan upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan yang Saudara sudah
lakukan atau sementara berjalan di RS ini. Jelaskan:.

1. B. LEMBAR OBSERVASI
1. a. Kesiapan Rumah Sakit :
Masyarakat peserta program Bahteramas terlayani dengan baik:
1. Terlayani dengan baik
2. Kurang terlayani
3. Tidak terlayani
1. b. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit :
1. Tersedia lengkap fasilitas pelayanan RS
2. Tersedia cukup fasilitas pelayanan RS
3. Kurang/tidak tersedia fasilitas pelayanan RS
1. c. Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas Medis/kesehatan di Rumah Sakit :
2. Tersedia lengkap SDM di RS
3. Tersedia cukup SDM di RS
4. Kurang tersedia SDM di RS
1. d. Sarana dan Prasarana Pendukung Pelayanan Rumah Sakit;
2. Tersedia lengkap obat-obatan di RS
3. Tersedia cukup obat-obatan di RS
4. Tidak tersedia obat-obatan RS
5. Tersedia lengkap bahan habis pakai di RS
6. Tersedia cukup bahan habis pakai di RS
7. Tidak tersedia bahan habis pakai di RS
8. Tersedia lengkap sarana/prasarana pemeriksaan laboratorium RS
9. Tersedia cukup sarana/prasarana pemeriksaan laboratorium RS
10. Tidak tersedia sarana/prasarana pemeriksaan laboratorium RS

10. Tersedia lengkap sarana/prasarana pemeriksaan radiologi di RS


11. Tersedia cukup sarana/prasarana pemeriksaan radiologi di RS
12. Tidak tersedia sarana/prasarana pemeriksaan radiologi di RS
1. e. Jenis Pelayanan Rumah Sakit :
2. Pelayanan medis dasar untuk pasien tersedia sesuai kebutuhan: Ya / Tdk
3. Pelayanan medis spesialistik untuk pasien tersedia sesuai kebutuhan: Ya /Tdk
4. Pelayanan rawat darurat untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
5. Pelayanan keperawatan untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
6. Pelayanan kebidanan untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
7. Pelayanan bedah untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
8. Pelayanan nutrisi untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
9. Pelayanan laboratorium untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
10. Pelayanan radiologi untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
10. Pelayanan farmasi untuk pasien tersedia secara memadai: Ya / Tdk
1. f. Sistem Kompensasi Pelayanan Rumah Sakit :
2. Tersedia dana insentif bagi tenaga medis/kesehatan khusus untuk pelayanan peserta
program Bahteramas: Ya / Tdk
3. Besarnya dana: Cukup / Tdk
4. Besarnya kompensasi/insentif bagi petugas medis/kesehatan dapat memberi motivasi
kerja yang tinggi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik: Ya / Tdk
1. g. Sistem Pentarifan (paket pelayanan esensial) Rumah Sakit :
2. Ada tarif khusus pelayanan yang berlaku untuk peserta program Bahteramas: Ya / Tdk
3. Tarif yang berlaku bagi peserta program Bahteramas dapat memberi insentif bagi
pelayanan pemberi pelayanan: Ya / Tdk
1. h. Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit :
2. Jika ada, bentuk upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan yang sudah dilakukan
atau sementara berjalan di RS ini Yaitu:

================== SEMOGA SUKSES =====================


Ditulis dalam Uncategorized | Komentar Dimatikan

PROPOSAL STUDI KESIAPAN RUMAH SAKIT DAN


PUSKESMAS DALAM MENDUKUNG
PROGRAM BAHTERAMAS
Juni 23, 2009 oleh wohlersaputra

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar

KESELARASAN ANTARA RUMAH SAKIT DAN


MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Juni 21, 2009 oleh wohlersaputra

KESELARASAN ANTARA RUMAH SAKIT DAN MANAJEMEN PELAYANAN


KESEHATAN
SUHADI
Beberapa rumah sakit dan manajemen pelayanan kesehatan mempunyai perencanaan riwayat
hidup dalam pengelolaannya. Kebanyakan dimulai pada karier mereka sebagai ahli
kesehatan; ilmu studi lain, psikologi, akuntansi atau ekonomi. Dalam kaitannya dengan suatu
keadaan kombinasi (aturan sesorang) mayoritas pengaturan kesehatan meningkatkan
perannya. Seperti Torrens (1984) peralihan dari pengaturan klinik adalah suatu perubahan
dari suatu benda hidup, secara ilmiah berdasarkan diagnosa dan pengobatan penyakit pada
pasien secara individual untuk kehidupan, seringkali manipulasi emosi-berdasarkan
kelompok manusia dalam suatu organisasi.
Ketika Dr. Symon naik menjadi pegawai staf medik, biasanya dia membuat asumsi umum
karena dia mengganggap apabila dokter baik otomatis pengaturan akan menjadi baik. Tetapi
peran manajemen, yang mana melibatkan kemampuan untuk merencanakan dan
mengorganisir, memerlukan keterampilan dan kualitas dasar tertentu yang harus dipelajari
dan ditingkatkan secara konstan. Ini merupakan perubahan secara konstan dimana
perencanaan dan konsep baru meliputi pengembangan, pengujian, memodifikasi dan
menerapkan secepatnya.
Pengaturan efektif pertama-tama memerlukan pengenalan kekuatan dan kelemahan dan
selanjutnya peningkatan keterampilan dasarnya.
APAKAH PENGATURAN KHUSUS DALAM PELAYANA KESEHATAN?
Pengaturan pelayanan kesehatan mempunyai tingkat karateristik berbeda-beda dari beberapa
bentuk pengaturan lainnya. Karateristik ini meliputi pengetahuan mengenai rumah sakit dan
pelayanan kesehatan, nilai mereka dan kultur mereka.

Pengetahuan Dasar
Untuk memiliki pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan masalah dan persoalan pokok
merupakan suatu keuntungan yang nyata. Beberapa pengetahuan yang relevan adalah
pengetahuan teknik yang membantu ke arah pemahaman dan perencanaan. Sebagai
tambahan, pengetahuan mengenai epidemiologi dan konsepnya sangat berguna untuk
perkembangan prioritas dan perencanaannya.
Penyediaan fasilitas perencanaan adalah contoh yang jelas untuk suatu kelompok nilai.
Beberapa dokter dan manajer rumah sakit sudah berpengalaman dalam perencanaan dan
konstuksi suatu rumah sakit; dengan cara yang sama, beberapa arsitek mempunyai
pengetahuan mengenai kebutuhan dan perkembangan dalam pengobatan modern.
Nilai
Rumah sakit dan pelayanan kesehatan melakukan suatu sistem nilai modern berdasarkan
percampuran agama, ras, pemerintahan, teman dan lawan. Pusat nilai adalah humanistik,
yaitu, bahwa kemungkinan pelayanan terbaik akan ditawarkan kepada semua yang
membutuhkan. Pada dasarnya nilai ini berbeda dari dunia bisnis dan pemasaran, dimana nilainilai penting adalah persaingan dan pertahanan hidup. Dunia bisnis melakukan persaingan
sistem nilai dan etika, tetapi nilai pada pusat pelayanan kesehatan berdasarkan pada
perbedaan model dan manajemennya. Dalam suatu pengertian praktis, nilai pelayanan
kesehatan berdasarkan ke arah kepercayaan bahwa pasien datang dulu. Dokter dan perawat
mengkondisikan tujuan ini dan dengan demikian pemberian perawatan untuk individu dengan
mengabaikan biaya, energi atau watu.
Nilai-nilai lain yang berhubungan secara alami adalah tenaga kerja pelayanan kesehatan
tenaga kerja. Profesi medis menjadi kunci pengelompokannya. Lulusan medis digunakan
untuk bersaing pada tingkat yang lebih tinggi. Disini tujuan hidup mereka tercapai. Sebagai
tambahan, dan sangat penting, mereka telah dilatih dan sudah menjadi terbiasa untuk
membuat keputusan penting tiap jam pada kehidupan mereka. Sebenarnya, kunci yang
mempengaruhi keputusan rumah sakit, kesehatan dan klinik, seringkali dibuat oleh individu
klinik dan bukan oleh manajemen.
Staf pelayanan kesehatan juga merupakan bagian yang mempunyai keahlian. Ahli disini
meliputi pengobatan dan perawatan, mempunyai tradisi yang sudah berlangsung lama, dan
status yang tinggi, kesetiaan individu paling sering dikelompokkan ke dalam kelompok
profesional dan hanya sebagai tambahan pada rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Disini,
secara radikal perbedaan nilai dari ssebagian besar organisasi lainnya, termasuk pelayanan
publik.
Kultur
Organisasi sering mengembangkan karasteristik yang dapat disebut sebagai kultur.
Menurut sejarah, hal ini sering diamati dalam organisasi militer. Sedangkan suatu kultur pada
kebanyakan rumah sakit umum, rumah sakit pribadi mungkin mereka mempunyai kultur
tertentu sendiri.
Biasanya kultur untuk semua rumah sakit sulit untuk digambarkan, kecuali untuk para
pekerja rumah sakit menyadari hal itu. Beberapa rumah sakit dan pelayanan kesehatan
mengembangkan kultur mereka sendiri. Sebagai rumah sakit dapat menjadi pusat inovasi.
Universitas College di London telah mengembangkan contoh perawatan intensif pada bayi
yang baru lahir.
Kultur dapat berubah. Sebagai contoh, Launceston General Hospital dikenal secara
keseluruhan di Australia sebagai rumah sakit terkemuka pertama separuh abad ini.Kemudian
reputasinya mengalami kemunduran, tetapi secara berangsur-angsur bangkit kembali. Turun
naik ini cenderung berakibat dari kombinasi faktor yang kompleks meliputi kepemimpinan,
konflik antar organisasi, dan perubahan kebijakan pemerintah.

Secara ringkas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan adalah organisasi yang berbeda dari
yang lainnya. Suatu pemahaman dan empati (pengenalan jiwa) dengan nilai-nilai, kultur dan
tradisi rumah sakit dan pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar untuk suksesnya
manajemen mereka.
PENGATURAN KLINIK
Kebanyakan manajemen rumah sakit dan pelayanan kesehatan dilakukan oleh pria dan wanita
dengan latar belakang: sebagai contoh, dokter, perawat, psikoterapi, ahli patologi dan pekerja
sosial. Seperti pekerja klinik telah telah dididik dan disosoalisasi dalam memberi prioritas ke
individu pasien yang berkaitan dengan perawatan, sumber daya dan pendukung emosional.
Pekerja klinik memiliki beberapa kekhawatiran: pertama, mengenai pengaturan uang
(termasuk mereka sendiri); kedua, mengenai pengaturan orang-orangnya ( mereka khawatir
akan kekurang teman dan para rekan kerja), dan ketiga, masuknya suatu kekuasaan yang
memilki kekuatan status dan wilayah yang luas. Akhirnya, kekhawatiran mereka adalah
mereka tidak mempunyai bahasa dan pengetahuan dalam memainkan manajemen. Tidak ada
satupun yang bisa menggantikan pengalaman, pengalaman ini sangat membantu untuk
menguji persamaan antara manajemen pasien dan manajemen pada organisasi perawatan
kesehatan.
Dalam tabel 1.1 ditunjukkan persamaan dan perbedaan pendekatan manajemen yang
berkenaan dengan perkiraan tuberkulosis (TB) dan organisasi dan manajemen pelayanan
tuberkulosis.
Tabel 1.1 Persamaan dan perbedaan pengaturan pasien dengan tuberkulosis dan pengaturan
pelayanan tuberkulosis
Pasien Pelayanan Tuberkulosis
1. Identifikasi masalah
2. Analisis keadaan
3. Informasi
4. Pengembangan sasaran pada hasil dan rencana
5. Rencana pelaksanaan
6. Evaluasi
7. Periode waktu
8. Kesulitan Batuk, berat badan berkurang
Tidak bekerja, pekerja sementara
Sinar- X, penerapan hasil diagnosa pathologi
Antibitok, istirahat, pengobatan
Mengunjungi perawat
Sinar- X, pengujian klinik
12 bulan
Kemauan pasien/kerelaan pasien Beberapa orang dengan TB
Kondisi kehidupan yang padat dalam komunitas
Sinar X, penyebaran hasil patologi TB dari seseorang- ke orang yang lain.
Pemberian vaksinasi Pemerintahan ekonomi Masyarakat bebas TB
Aksi intersektoral antara pemerintah dan lembaga swasta

Nilai perlawaan objek


Lima tahun
Kekurangan investasi
Prioritas politik
Prioritas setiap departemen
Bagaimanapun, masalah manajemen dalam organisasi sangatlah sulit. Manjer biasanya tidak
mempunyai kontrol pada lingkungan luar, seperti contoh di atas. Hal ini perlu jika terjadi
perubahan dan pemecahan masalah gizi. Kerjasama bidang organisasi dan orang-orangnya
sangat diperlukan. Ini dapat meliputi pengaruh masyarakat, departemen dan industri. Tempat
dan kekuasaan juga harus dipertimbangkan sebagai suatu hal yang bisa mempengaruhi dalam
kerjasama bidang organisasi tersebut.
APAKAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN BENAR-BENAR DILAKUKAN?
Terdapat peningkatan pada beberapa ahli kesehatan medis dan lulusan ilmu keperawatan,
pekerja sosial, psikoterapi, dokter gigi yang disertai bidang manajemen seperti direktur dan
manajer rumah sakit, pelayanan kesehatan, bangsal, klinik dan departemen.
Geoffery Prideaux adalah direktur yang sukses dalam pendidikan dasar management
pelayanan rumah sakit di Melbourne, Australia. Dia mempersatukan penemuan kunci dari
kerja Mintzberg dan menambahkan suatu studi utama oleh Boyatzis dan dengan dengan studi
lainnya yang sesuai dan dibutuhkan oleh manager dalam penentuan kesehatan. Ada beberapa
hal yang harus dikembangkan dalam keterampilan dasar pada suatu pelayanan kesehatan,
yaitu:
- keterampilan kepemimpinan
- keterampilan dalam berinteraksi dengan rekan yang sama
- keterampilan dalam proses informasi
- keterampilan dalam memecahkan masalah
- keterampilan dalam pengambilan keputusan
- keterampilan dalam penentuan sasaran dan keterampilan dalam mengarahkan bawahan dan
dalam penggunaan otoritas dan kekuasaan
- keterampilan dalam pengaturan sumber daya manusia
Sebagai tambahan dalam keterampilan dasar ini, untuk menjadi sukses pengaturan pelayanan
kesehatan membutuhkan strategi yang modern dan keterampilan dalam perencanaan
pelayanan. Istilah strategi dan pelayanan membutuhkan lebih banyak penjelasan.
Perencanaan strategi mengacu pada persiapan untuk jangka waktu yang lama. Keterampilan
perencanaan pelayanan mengacu pada pengembangan konsep, kerangka organisasi, sumber
daya, susunan kepegawaian, dan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan tertentu, seperti
palayanan untuk manula.
BAB 2
MASALAH UTAMA RUMAH SAKIT DAN PELAYANAN KESEHATAN DAN
TANTANGANNYA
Kesehatan merupakan lingkungan yang kompleks dalam tahun 1990. Di dalam terminologi
global, ada suatu perubahan yang diperlihatkan terhadap perawatan individu untuk pelayanan
ke arah pencegahan penyakit dalam populasi dan daya tahan masyarakat yang berhubungan
dengan kesehatannya. Ini merupakan suatu perubahan yang memerlukan contoh atau model
penting sebelum perubahan secara profesional.
Kami berpartisipasi dalam seminar yang diselenggarakan oleh World Health Organization

(WHO) yang mengidentifikasikan faktor utama penggerak dalam perubahan pelayanan


kesehatan. Penggerak kesehatan ini sama untuk semua negara negara, dengan
mengabaikan kultur. Yaitu:
- Batasan biaya
- Umur populasi
- Dampak kemajuan teknologi
- Keinginan untuk meningkatkan hasil kesehatan dan meningkatkan pengetahuan dan harapan
konsumen
- Perubahan dalam kesehatan dari akut ke kondisi kronik
Sebagai tambahan, terdapat sistem keasehatan yang berubah menjadi bagian dari agenda
politik dan sosioekonomi yang lebih luas; sebagai contoh, perubahan seperti pemasaran
internal dalam United Kingdom dan New Zealand sebagian besar diggerakkan oleh agenda
politisi yang luas.
Pengujian yang terperinci terhadap penggerak kesehatan ini penting untuk para manajer
pelayanan kesehatan, agar mereka dapat memahami lingkungan sosial dan ekonomi mereka
yang pada gilirannya harus membuat keputusan dan penyesuaian lokal.
BATASAN BIAYA DAN HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEUANGAN
Pada tahun 1960 untuk pertama kalinya biaya perawatan pasien sehari pada rumah sakit
melewati 100$. Apakah biaya ini selamanya akan dijumpai, pertanyaan ini biasanya
dikemukakan dalam konfrensi para ahli.
Mengapa rumah sakit dan pelayanan kesehatan sangat mahal?
Ada tiga faktor dasar yang dapat dipertimbangkan dalam memperkirakan mengapa pelayanan
kesehatan sangat mahal:
1. Pelayanan kesehatan bekerja secara intensif, dan secara ekonomis, di negara maju tenaga
kerja sangat mahal. Biaya tenaga kerja mendominasi anggaran rumah sakit dan pelayanan
kesehatan dan rekening mencapai 75 sampai 80 persen dari total pembelanjaan.
2. Ketersediaan dan biaya teknologi perawatan kesehatan mengalami perkembangan. Hampir
setiap pasien mengakui bahwa rumah sakit modern adalah sasaran utama dari beberapa
teknologi. Seperti sinar X, test darah, pengobatan intravenus, anestesi dan intervensi
pembedahan. Setiap test masing-masing terpisah dan ini memerlukan biaya yang sangat
mahal. Ketika semua biaya test tertentu ditambah dengan biaya perawatan ditawarkan pada
pasien pembayarannya duapuluh kali ongkos pembayaran dari dokter yang hadir. Sebagai
tambahan, menurut hasil investigasi, biaya untuk spesialis sangat tinggi; dapat melebihi 500$
setiap meneliti.
3. Meningkatnya harapan pada setiap warga negara untuk meningkatkan status kesehatan,
jika perlu, pada negara bagian.
UMUR POPLUASI
Diperkirakan pada tahun 2020, kira-kira 20 persen penduduk Australia akan berusia 65 tahun
atau lebih. Bagaimanapun, pengertian orang tua disini adalah orang-orang yang berusia diatas
80 tahun. Pemakaian rumah sakit dan pelayanan kesehatan meningkat cepat sesuai dengan
umur; pada umur 65 tahun dan di atasnya pemakaian rumah sakit lima kali biaya pelayanan
kesehatan yang digunakan oleh orang dewasa yang lebih muda.
Setiap orang tua mempunyai penyakit yang dapat meningkat kronik dan dapat mengalami
beberapa penyakit yang menakutkan seperti pikun, osteoarthritis, dan pengelihatan
berkurang, kemampuan untuk mendengar berkurang.
Paling sedikit suatu umur populasi akan bergantung pada:
Peningkatan permintaan terhadap pelayanan kesehatan
Perubahan tingkat fasilitas kesehatan

Perubahan tradisi etikal khususnya, hak untuk lebih tinggi kualitas hidup dan tidak perlu
hidup lama.
DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI
Rumah sakit modern telah menghasilkan suatu perubahan langsung dalam teknologi
sepanjang abad terakhir; sebagai contoh, penemuan anaestesi dan perkembangan pembedahan
internal dan antiseptik. Teknologi mempengaruhi semua aspek pelayanan kesehatan; sebagai
contoh:
pemeriksaan diagnosa seperti sinar X, test biokemikal, penggunaaan radioisotop aktif dan
gambaran resonansi magnetik.
Prosedur perawatan/perlakuan seperti teknologi laser dan keyhole dan pembukaan
pembedahan
Prosedur tranplantasi
Rehabilitasi dan penggunaan otot tiruan
Penggantian lensa katarak
Pengaruh teknologi harus dapat dikenali, dipahami dan diatur oleh manajer pelayanan
kesehatan.
KEINGINAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL
Harapan konsumen dalam peningkatan hasil pelayanan kesehatan secara terus menerus
mungkin merupakan konsekuensi dari peningkatan standar dan perluasan pendidikan. Suatu
contoh yang baik adalah harapan bahwa kelahiran secara relatif tanpa adanya rasa sakit.
Dengan hasil sempurna untuk ibu dan bayinya. Jika hasil sempurna seperti itu tidak tercapai,
kemungkinan ada proses perlawanan pada semua yang terkait.
Hong Kong mengembangkan contoh yang baik pada perubahan kesehatan yang digerakkan
tanpa proses ekonomi, tapi melalui peningkatan kualitas dan kenyamanan rumah sakit sesuai
yang diharapkan oleh warga negara. Ini disertai dengan harapan serupa dalam perubahan,
kesejahteraan dan pendidikan.
Peningkatan dalam pemahaman konsumen dan harapannya digambarkan pada permintaan
pasien agar mempunyai informasi yang terperinci tentang masalah kesehatan mereka, untuk
mengambil keputusan dalam memilih metode perawatan dari dokter ke pasien, dihadiri
dokter dan ahli kesehatan lainnya.
Sebagai tambahan, masyarakat seutuhnya mempunyai suatu harapan mengenai informasi dan
berkonsultasi tentang pelayanan kesehatan mereka.vMereka bergantung pada informasi
mengenai masalah kesehatan, seperti penyakit jantung koroner, obat atau racun berbahaya,
diabetes, kecelakaan kendaraan bermotor tidak hanya individu, tetapi juga komunitas,
pengetahuan pemerintahan dan pelayanan kesehatan.
PERUBAHAN DALAM KESEHATAN DARI AKUT SAMPAI KONDISI KRONIK
Masalah finansial (keuangan) menjadi masalah yang dominan selama tahun 1980 pada
banyak negara mengalihkan perhatian dari status kesehatan pada populasi. Rata-rata warga
negara dalam menjalankan manajemen rumah sakit dengan menyediakan biaya sebesar 90
persen dan 10 persen disediakan untuk industri lainnya.
Penggunaan media untuk populasi dalam pelayanan kesehatan ditunjukkan secara efektif oleh
Maccoby dan Farquhar, yang bekerja pada Stanford University California. Pengalaman ini
digunakan pada United States, Australia dan New Zealand untuk suatu aktivitas pencegahan
dengan jangkauan yang luas.
Kesehatan masyarakat merupakan suatu prioritas utama dalam tahun 1990. Terleapas dari
penyakit kardiovaskuler dan hal yang menyangkut penyakit kanker, AIDS telah menjadi
prioritas yang sangat penting. Suatu pendekatan riset, nampak bahwa situasi dalam negara-

negara OECD berangsur-angsur dapat terkontrol.Sayangnya, kasus ini bukan di Afrika,


Thailand dan India, dimana infeksi HIV yang diikuti oleh AIDS telah mencapai bagian
epidemik dan mengancam populasi secara keseluruhan.
Masalah kesehatan masyarakat mempunyai keterkaitan tertentu dengan dokter spesialis
kesehatan masyarakat dan ilmuan. Manajer pelayanan kesehatan mempunyai pengaruh yang
sangat kuat dalam bidang ini. Alasannya sederhana.
Rumah sakit dan manajer pelayanan kesehatan mempunyai kontrol yang lebih pada alokasi
keuangan dan sumber daya pegawainya.
Manajer mempunyai pengaruh utama pada sasaran hasil atau organisasi pelayanan
kesehatan.
Manajer dapat berkonsultasi dan menimbang persaingan antara kelompok klinik
Sebagai contoh, kontrol finansial telah berkembang dalam beberapa bagian:di Australia
spesialis kesehatan melayani program dalam bidang seperti diabetes, kontrol geriatrik dan
penyakit jantung yang mengandung unsur pencegahan utama.
Para manejer rumah sakit tradisional pun telah belajar untuk menggunakan pendekatan
kesehatan masyarakat. Hal tersebut meliputi pengujian para pekerja, kecendrungan ganti rugi
dan kemudian mengambil tindakan untuk mengurangi kerugian dalam mengorganisir rumah
sakit; pengembangan program pendidikan dan petunjuk untuk mengurangi kecelakaan;
pengembangan metode limbah buangan secara efektif, terutama sekali penyebaran bahan
buangan atau barang sisa dan penurunan infeksi luka pada saat postoperasi melalui
pengembangan standar latihan pemenuhan dan pemeriksaan hasil.
BAB 3
PEMAHAMAN ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN
Rumah sakit dan pelayanan kesehatan modern telah menjadi bagian dari perkembangan
sejarah masyarakat agraris dan industri selama dua abad lalu. Pada keadaan tertentu rumah
sakit sangat bergantung pada teknologi. Selama abad ke 19, rumah sakit individu dibentuk
menurut penilaian kebutuhan suatu kelompok warga negara, dengan keterlibatan pelaksana
medik.
Sebagai rumah sakit yang berkembang dalam ukuran kompleksitas selama abad ke 19,
mereka menjadi lebih mahal, dan pengaturan dalam hal keuangan dengan cara pembayaran
dibebankan kepada pasien dan dengan tunjangan pemerintah. Dengan adanya tunjangan
pemerintah, secara cepat meningkatkan proporsi anggaran dan secara berangsur-angsur
peraturan telah dapat ditetapkan untuk memastikan pembelanjaan dana. Pada pertengahan
abad 20 sebagian besar dana mereka bersumber dari pemerintah.
Biaya pelayanan kesehatan juga mengalami proses perubahan. Seperti biaya pelayanan
kesehatan yang tersedia meningkat dengan kemajuan teknologi, dan tenaga kerja kesehatan
yang terlatih secara profesional, secara universal, pemerintah memberikan biaya secara
meluas. Dalam waktu terakhir ini, perlu dikembangkan berbagai format pengaturan asuransi
untuk melindungi warga negara agar mengeluarkan biaya yang sedikit ketika terjadi luka dan
penyakit katastropik. Hampir semua negara perlu mengembangkan berbagai format aturan
asuransi untuk melindungi warga negaranya, jika tidak, masalah kesehatan dan keuangan
tidak dapat diatasi. Secara umum sebagian besar metode pembiayaan pelayanan kesehatan
yang efektif merupakan gabungan dari tunjangan pemerintah secara langsung dengan suatu
format asuransi kesehatan. Penggabungan ini sekarang menjadi bentuk sistem pelayanan
keshatan di negara-negara seperti Canada dan Australia. Sistem ini juga tersebar di benua
Eropa, Negara persatuan kerajaan, Jepang dan Korea.

OPERASI PADA RUMAH SAKIT


Beberapa negara, termasuk Australia, memiliki agen non pemerintah dan pengaturan rumah
sakit tersendiri. Biasanya, organisasi mempunyai keanggotaan religius yang menentukan
bermacam-macam tingkat dasar kebijakan dan nilai dari rumah sakit mereka. Contoh yang
terbaik adalah di Australia dengan sistem rumah sakit Katolik, dimana nilai-nilai
menghalangi melakukan sterilisasi dan aborsi. Rumah sakit umum di berbagai negara-negara
diatur oleh dewan manajemen, yang ditugaskan oleh pemerintah atau dipilih dengan beberapa
cara oleh warga negara. Rumah sakit non pemerintah dapat melakukan operasi baik sebagai
organisasi publik maupun sebagai organisasi pribadi. Sebagian besar rumah sakit umum yang
diatur oleh dewan direktur adalah suatu perusahaan komersil yang jarang mempunyai
keinginan lokal dalam manajemen rumah sakit, yang fungsinya selalu diserahkan ke seorang
manajer keuangan.
Pada beberapa negara, rumah sakit elit mempunyai pemimpin dengan aktivitas mereka, tetapi
aktivitasnya secara total tidak berhubungan secara sosial melainkan mereka harus melayani
komunitas yang kurang menarik. Sebagai tambahan, beberapa rumah sakit mempunyai
pendekatan yang kurang baik dalam perawatan mereka. Hal ini berarti bahwa mereka
membatasi aktivitasnya terhadap perawatan pasien. Banyak sekali rumah sakit yang tidak
melihat kebutuhan pasien sebagai perubahan yang berkelanjutan diamana hal ini perlu dalam
perawatan pasien dengan kondisi kronik, seperti stroke atau dementia, untuk beberapa tahun.
Karena adanya faktor biaya dan kebutuhan perubahan dalam rumah sakit, sehingga terjadi
penurunan dalam sejumlah pemberian dasar terhadap populasi selama sepuluh tahun. Ini
merupakan suatu kecederungan yang umum.
Pengurangan kebutuhan ekonomi rumah sakit secara minimum dapat digambarkan dengan
beberapa statistik sederhana. Hal ini berhubungan dengan biaya-biaya tenaga kerja di dalam
suatu industri yang harus menyediakan pelayanan 24 jam sehari, 365 hari setiap tahun. Dalam
24 jam pelayanan rumah sakit dalam satu bangsal perawatan, membutuhkan kira-kira enam
orang; angka-angka ini mencakup tiga kali perubahan dalam sehari, termasuk hari libur dan
akhir pekan. Ditambah cuti sakit dan cuti tahunan. Oleh karena itu, jika sepuluh orang
dibutuhkan tiap waktu untuk mengorganisir suatu bangsal rumah sakit, maka dalam 24 jam
per hari diperlukan staff pemeliharan bangsal di atas lima puluh orang. Hal ini menyebabkan
semua rumah sakit cenderung menjadi unit perawatan intensive yang besar, dengan hanya
pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan berada dalam tempat tidur rumah sakit. Ini
berarti bahwa perawatan intensif harus ditingkatkan dan biaya setiap pasien harus naik. Ini
tampak bermanfaat dari keseluruhan segi ekonomi seperti banyaknya tempat tidur secara
berangsur-angsur dikurangi, dan terus meningkatkan perawatan pasien dalam suatu peraturan
baku.
Bagaimana cara mengorganisir dan mengatur rumah sakit?
Setiap rumah sakit berbeda dalam ukuran, peranan, lokasi dan struktur ekonomi, belum ada
contoh yang terbaik dalam pengaturan rumah sakit secara sederhana. Meskipun tujuan rumah
sakit terlihat nyata, yaitu, untuk memberikan dan merawat orang sakit, penelitian
mengungkapkan bahwa peran rumah sakit berbeda secara dramatis. Beberapa rumah sakit
umum, seperti Royal Malbourne Hospital di Victoria dan Prince of Wales Hospital di New
South Wales, disamping umum seringkali menerima pasien dengan pengobatan dan
masalah pembedahan. Terdapat pula rumah sakit spesialis dengan jangkauan menyeluruh
yang menerima pasien dengan kategori spesifik: sebagai contoh, Royal Eye dan Ear Hospital
di Melbourne; Royal Hospital untuk wanita di Sydney (tidak semua wanita, hanya yang
mempunyai masalah obstetri dan kandungan); rumah sakit yang hanya untuk anak-anak saja
(meskipun umurnya jarang digambarkan) seperti Children Hospital Perth.
Rumah sakit dapat juga diklasifikasikan menurut tingkat finansial/keuangannya:rumah sakit

pribadi dan untuk operasi; rumah sakit pribadi tetapi keuangannya tergantung pada
pemerintah; betul-betul milik pribadi tanpa bantuan dana dari pemerintah.
Pengertian peran, pada gilirannya, mempunyai suatu dampak pada objek rumah sakit tertentu.
Sebagai contoh, rumah sakit umum daerah dalam sektor publik mempunyai peranan yang
sama dengan rumah sakit umum yang bersifat pribadi, tetapi sasarannya mungkin sangat
berbeda. Para manajer yang berhubungan dengan sektor rumah sakit perlu pengaturan yang
baik sebagai bagian dari suatu pelayanan kesehatan. Manajer dalam sektor pribadi perlu
memberikan prioritas untuk kelangsungan hidup.
Perlukah perubahan pada tiga pihak organisasi rumah sakit?
Rumah sakit tradisional mempunyai tiga divisi yaitu medik, perawatan dan administrasi,
dengan salah satu dari ketiganya menyediakan pemimpin eksekutif. Alasan dasar dalam
sistem perawatan ini adalah sebagain besar dalam keadaan bekerja. Dalam keadan teknologi
yang mengalami perubahan secara terus-menerus, dimana industri mengalami kesilitan, dan
tekanan ekonomi, bekerja dengan sedikit pegawai lebih menguntungkan dalam pemeliharaan
menajemen senior dan kestabilan struktur organisasi.
Rumah sakit yang lebih luas, katakanlah, tempat tidur lebih dari 400 sangat sulit untuk diatur.
Manajemen senior tidak dapat menyediakan pendukung pada bangsal. Rumah sakit yang luas
selalu dibagi menjadi bagian: pembedahan, pengobatan dan kebidanan. Baru-baru ini, St
Vincent Hospital di Sydney mempuyai divisi baru yang komplit yang disebut institut, yang
meliputi Lung Vaskular Institute, Oncology Cell Biologi Institute dan Neurosscience
Institute.
Yang jelasnya, pembagian dalam rumah sakit membutuhkan konsep dan aplikasi manajemen.
Ini berarti pembagian rumah sakit keputusannya harus sesuai dengan kebijakan, tetapi
keuangan, kualitas dan aktivitas dikontrol dari pusat, dimana sasaran pengaturannya
tercapainya suatu anggaran yang berimbang seperti pada kualitas pelayanan yang baik.
Pada rumah sakit kecil dengan tempat tidur dibawah 150 buah- pengetahuan terbaik berasal
dari sektor pribadi, diamana organisasi seperti Pelayanan Kesehatan di Australia
memperlihatkan suatu hal yang menarik yaitu kecil tapi sungguh indah dan juga biaya
pengaturan menurun, dengan sasaran utama adalah medik atau manajer perawat ditambah
resepsionis.
PERKEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN DAERAH
Keberadaan rumah sakit daerah telah memperoleh kepercayaan selama dua puluh tahun
terakhir dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan pelayanan rumah sakit dan
keberadaan rumah sakit tanpa melihat hubungan masyarakat tertentu. Suatu Pelayanan
kesehatan daerah menjadi istilah yang diambil dari World Health Organization (WHO)
untuk pelayanan yang diberikan pada populasi atau komunitas tertentu.
Pelayanan kesehatan daerah merupakan organisasi yang digambarkan atas suatu populasi.
Pengertian hospital dan pelayanan lain mempunyai perencanaan untuk pelayanan yang
dibutuhkan oleh komunitas. Dengan otoritas kesehatan tunggal yang bertanggungjawab untuk
semua pelayanan kesehatan dalam daerah tertentu, apakah publik atau pribadi, bidang
pelayanan kesehatan dapat dikembangkan secara meluas dari kominutas ke rumah sakit atau
sebaliknya. Geriatrik, kesehatan mental, maternal, dan kesehatan anak merupakan pelayanan
yang tipikal (khas) dimana hubungan kerja telah berkembang dengan sangat baik.
Perencanaan dasar populasi dan organisasi rumah sakit mengikuti aktivitas kesehatan publik,
promosi kesehatan tertentu dan pencegahan penyakit, untuk ditawarkan pada suatu komunitas
dasar yang lebih luas.
Dalam pembentukan suatu area atau daerah pelayanan kesehatan, ukuran optimum untuk desa
dan populasi kota sekitar 250.000 sampai 650.000. Populasi yang disediakan untuk area atau
pelayanan kesehatan daerah idealnya mempunyai suatu masyarakat yang berminat dalam hal

pendidikan, kesejahteraan dan aktivitas komersial. Transpor juga merupakan hal yang penting
selama awal tahun 1950. Pada saat sekarang ini, yang efektif untuk dikembangkan adalah
psikofarmasikal. Ini adalah kloropromozine, suatu penemuan di Prancis. Kombinasi
perubahan pergerakan sosial dan teknologi dasar ilmu farmasi merupakan awal perubahan
pelayanan kesehatan mental.
Menurut pandangan organisasional, bidang kesehatan mental harus dibagi menjadi tiga
kategori dasar, yaitu:
1. Pasien penderita penyakit mental yang serius
2. Seseorang dengan cacat intelektual yang serius
3. Seseorang dengan alkohol berat/ ketergantungan obat.
Ketiganya merupakan kategori yang terpisah, masing-masing menurut organisasinya.
Pelayanan untuk penyakit mental yang serius
Pembagian pelayanan kesehatan terhadap penyakit mental yang serius menurut kelompok
umur: pelayanan untuk anak-anak, untuk remaja dan untuk dewasa. Bentuk masing-masing
pelayanan kesehatan bergantung pada keadaan lokal dan tradisi. Bentuk pelayanan berikut
dapat diikuti.
Pelayanan anak-anak
Pelayanan untuk anak-anak harus ditawarkan dalam konteks bimbingan keluarga klinik,
dimana staff ahli merupakan pendukung umum dalam sekolah dan dalam pengobatan praktis
secara umum. Ini penting untuk mendukung pelayanan spesialis dalam unit pasien pada
populasi yang besar seluas 4 sampai 5 juta.
Pelayanan Anak Remaja
Sejumlah masalah psikiatrik terjadi pada umur remaja pada suatu daerah atau area pelayanan
kesehatan. Kesehatan mental antar remaja harus diobati secara serius, oleh karena itu,
sesering mungkin untuk menawarkan intervensi yang dapat menghindari dorongan ke arah
bunuh diri yang pada akkhirnya mengarah pada kekacauan pribadi.
Pelayanan orang dewasa
Penyakit psikiatrik terutama dialami oleh orang dewasa. Pelayanan dasar komunitas harus
mempunyai staff yang lincah dan dapat mengunjungi pasien di rumah mereka. Ketersediaan
ahli psikiatrik dan staff pendukung yang terus-menerus merupakan hal yang sangat penting.
Kelompok kesehatan yang modern perlu dikembangkan yang dapat digunakan dalam situasi
krisis dan dan merawat pasien dalam komunitas, di luar rumah sakit.
Untuk penyakit mental yang tidak serius, tetapi kasus ini menyebabkan sterss, sebagian besar
pelayanannya hampir sama dengan praktek medik umum oleh psikologi dan jika perlu
spsialis psikiatrik.
PELAYANAN UNTUK PENDERITA KELUMPUHAN INTELEKTUAL
Kira-kira 8 persen dari total populasi mempunyai kelemahan derajat intelektual. Sebagian
besar dari mereka sangat lambat dan tidak modern. Mereka mempunyai kapasitas intelektual
yang tidak membolehkan mereka menikmati televisi. Kelompok ini, terdapat dalam populasi
sebayak kurang dari 3 persen, meski demikian kelompok ini berarti dalam jumlah total.
Suatu cakupan pelayanan dibutuhkan untuk kelompok kecil ini, meliputi pelayanan institusi
bagi mereka yang tidak dapat tinggal di rumahnya sendiri. Salah satu cara perawatan pasien
ini adalah dengan permintaan yang berkelanjutan untuk mengawasi pasien ini dengan
menyediakan orang yang bisa merawat secara terus-menerus sehingga keluarga dan orang
lain dapat beristirahat. Dengan cara ini, seseorang dengan kelumpuhan intelektual dapat
bertahan di rumah mereka dalam jangka waktu yang panjang.

PELAYANAN ORANG SAKIT DAN KELUMPUHAN PADA ORANG TUA


Sasaran pelayanan ini adalah untuk membantu orang yang sakit dan orang tua untuk
mencapai dan memelihara kekuatan fisik mereka secara maksimum dan potensi sosialnya.
Peningkatan jumlah orang tua berkembang secara mutlak dan relatif dalam semua sosial
ekonomi; Orang tua yang berumur 65 tahun atau lebih mencapai lebih dari 16 persen dari
total populasi dalam United Kingdom dan negara Eropa lainnya. Dan mereka yang berusia 85
tahun atau lebih juga meningkat secara absolut dan relatif. Kecenderungan ini terutama sekali
dalam negara-negara seperti Jepang, diamana umur panjang diakibatkan (tapi tidak semua)
oleh diet yang sehat yang dilakukan oleh sebagian besar orang jepang.
Penetapan pelayanan kesehatan untuk orang sakit dan untuk orang tua sangatlah sulit karena
mereka sering tidak mencari bantuan ketika gangguan tersebut terjadi. Mereka mungkin
mempunyai beberapa kondisi yang berbeda-beda dalam waktu yang sama, sering
memperlihatkan hal yang tidak biasa, dan sebagai hasilnya sering medis, emosional, dan
kebutuhan sosial diantara kelompok yang sering tidak dijumpai dan tidak dikenali.
Orang tua yang berusia 65 tahun menduduki lebih dari sepertiga dari semua tempat di rumah
sakit, mengkonsumsi sepertiga dari semua pengobatan yang ditentukan, dan
bertanggungjawab untuk sebagian dari semua konsultasi pengobatan praktis.
Pencegahan dan Pelayanan kesehatan untuk orang tua
Masalah spesifik untuk orang tua adalah demintia dan osteoporosis.. Pada saat ini tidak
diketahui strategi pencegahan demintia selain melalui pengurangan mikroinfark atau
mikrostroke, yang merupakan bagian dari strategi pencegahan penyakit aterosklerosis.
Untuk osteoporosis, dengan latihan dan masukan kalsium yang cukup sebelum menopause
merupakan suatu keuntungan bagi seorang wanita. Bagi wanita dalam postmenopause yang
mempunyai resiko osteoporosis, melalui pengukuran dalam penelitian mengenai tulang,
penggunaan hormon ekstrogen untuk wanita merupakan strategi yang efektif.
Pelayanan kesehatan orang sakit dan orang tua yang mengalami kelumpuhan
Pelayanan untuk orang sakit dan orang tua yang mengalami kelumpuhan meningkat dalam
dakade terbaru disebagian besar negara berkembang. Yang mencakup pelayanan pribadi dan
pelayanan publik secara umum dan pengobatan spesialis secara praktis, perawatandan
perawatan rumah.
Kebutuhan pelayanan ini mempunyai mata rantai antara rumah sakit atau pelayanan
institusional dan pelayanan komunitas. Ini mencakup penetapan pelayanan kordinasi dengan
tanggungjawab dalam penilaian secara hati-hati terhadap semua orang yang lebih tua dengan
resiko perorangan. Seperti penilaian geriatrik dan rehabilitasi. Pelayanan geriatrik yang baik
dapat dilakukan melalui bentuk formal, untuk populasi yang relatif kecil dengan jumlah total
100.000 orang. Maksimum ukuran populasi sesuai ukuran untuk pelayanan tunggal
kemungkinan sekitar 400.000 atau 500.000.
PELAYANAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN FARMASI
Suatu argumentasi yang baik bahwa ketersediaan produk obat modern merupakan faktor
kunci dalam pengobatan modern. Bagaimanapun, adanya kombinasi antara transfusi darah
dan pembedahan, obat psikofarmasikal dan yang lainnya telah mengubah banyak sistem
pencegahan dan praktek penyembuhan medis.
Dengan mengabaikan sistem distribusi dalam pemberian pelayanan kesehatan, penting untuk
diketahui peran yang sulit bermain dalam ekonomi pasar dalam perkembangan obat-obatan
terbaru. Penisilin, terdiri atas campuran yang sangat berharga yang diperkenalkan untuk
pengobatan . Hasil analis menunjukkan hanya sembilan campuran yang berhubungan dengan
pengobatan berasal dari penelitian universitas dan institut penelitian; semua sisanya
ditemukan dan dikembangkan dalam laboratorium industri dalam pasar ekonomi.

Sebagain besar negara sudah mempunyai sistem yang menyediakan tempat untuk
pharmasikal, seperti toko kimia umum, dan sebagian besar terlihat dalam rumah sakit dan
klinik. Baru-baru ini, pendapat pasien diperlukan dalam hal pembayaran, pasien harus
membayar sebagian dari tunjangan pemerintah dalam hal farmasikal (obat-obatan); sebab,
hampir tanpa perkecualian, pemerintah telah mengendalikan biaya obat yang besar karena
biaya yang mereka perlukan untuk pengobatan sangat besar.
KESEHATAN GIGI
Sasaran dari beberapa pelayanan kesehatan gigi adalah menyediakan semua kemungkinan
kualitas terbaik bagi anggota masyarakat dan mencakup pelayanan yang dianggap perlu,
untuk mencegah dan mengobati penyakit gigi dalam ketersediaan tenaga kerja terlatih,
pemahaman, sumber daya finansial, dan dengan penerimaan oleh masyarakat.
Kerurakan gigi telah menjadi faktor utama dalam kebanyakan masyarakat selama abad ini
dan hampir bisa dipastikan berhubungan dengan konsumsi makanan yang mengandung gula
dengan kadar tinggi.
Strategi pencegahan adalah dengan menggunakan flourida. Diperkenalkan macam-macam
florida untuk komunitas mencakup penambahan florida pada air minum dan menggunakan
florida tablet dan pasta gigi berflorida.
Pada gilirannya, penurunan tingkat kerusakan gigi telah menyebabkan memusatkan perhatia
beralih pada masalah lain, seperti penyakit yang berkenaan dengan gusi yang membutuhkan
perawatan ortodontik. Ini membutuhkan seorang dokter gigi dan pembantu dokter dalam
mencegah penyakit ini.
SISTEM TRANSPORT KESEHATAN
Transport kesehatan dapat dibagi dalam dua kategori. Sistem pertama memberikan perawatan
untuk luka dan orang yang sakit dalam keadaan darurat dan tersedianya fasilitas transport
dalam 24 jam untuk orang yang sakit dan terkena luka; sebagai contoh, korban trauma pada
departemen yang mengurus masalah kecelakaan atau departemen yang melayani gawat
darurat. Ssitem yang kedua beroperasi untuk pelayanan kesehatan untuk konsumen dalam
komunitas. Ini meliputi pelayanan perawatan rumah, pelayanan kesehatan anak dan
pelayanan untuk orang yang lebih tua.
Termasuk dalam sistem pengangkutan kesehatan adalah mengantar pasien dari satu bagian
pelayanan kesehatan ke bagian yang lainnya, seperti perpindahan pasien dalam rumah sakit.
Sistem transpor kesehatan, apakah pribadi, publik atau campuran merupakan suatu kebutuhan
dasar yang diharapkan bisa tersedia. Sebagian besar negara berkembang, membuat beberapa
tipe tunjangan finansial publik. Sangat sering dengan sistem asuransi termasuk untuk biaya
transport kesehatan.
KEDUDUKAN PELAYANAN KESEHATAN
Kedudukan pelayanan kesehatan seperti Cinderela karena bidangnya menerima perhatian
yang kecil dari para ahli kesehatan dan masyarakat umum. Meskipun demikian, jabatan
pelayanan kesehatan ini penting dalam pengaruh lingkungan kerja yang berkelanjutan dalam
hubungannya dengan kesehatan dan produktivitas individu.
Organisasi pelayanan kesehatan harus secara alami bekerja dalam beberapa lokasi. Pelayan
kesehatan pribadi dapat sebagai pengawai industri medik dan perawat yang bekerja dalam
industri.
Untuk menjadi sukses, kedudukan pelayanan kesehatan harus melibatkan semua anggota
tenaga kerja dengan beberapa resiko. Oleh karena itu, para pekerja industri seperti
manajemen dan perserikatan harus mepunyai kerja sama untuk mengetahui masalah dan
mencari solusinya.

PELAYANAN KESEHATAN PUBLIKPENCEGAHAN DAN PROMOSI KESEHATAN


Pelayanan kesehatan publik digambarkan melalui pencegahan dan promosi pelayanan
kesehatan sebagai perlindungan populasi dari penyakit dan luka. Untuk keamanan, mereka
membagi dalam tiga area secara terpisah, yaitu:
1. Lingkungan pelayanan kesehatan
2. Pencarian pelayanan untuk mengontrol penyampaian penyakit
3. Promosi kesehatan dan mencari bentuk pelayanan yang terkait dengan bentuk kesehatan
dengan prilaku pribadi, nutrisi dan hal-hal yang berkaitan lainnya.
Aktivitas pada setiap area membutuhkan dasar nasional, regional dan tingkat lokal. Yang
perlu adalah mempunyai tenaga kapasitas epidemiologi dalam penyakit dengan
kecenderungan pemeriksaan demografik, perubahan lingkungan dan perkembangan perilaku
seseorang.
Pelayanan kesehatan lingkungan
Pelayanan kesehatan dirancang untuk melindungi individu dari lingkungan pisik dan tempat
tradisional dalam pelayanan kesehatan modern manapun. Aktivitas pelayanan sangat luas.
Meliputi pengawasan domestik (seperti memelihara binatang kesangan atau binatang lain),
pembuangan sampah, dan memeriksa persediaan air dan susu, seeprti halnya pelayanan
saluran pembuangan kotoran.
Area pemeriksaan meliputi: rumah, tempat cukur, restauran, pemeriksaan persediaan
makanan, dan pemeriksaan kontrol hama; pemeriksaan fasilitas rekreasi seperti tempat
berenang, area kamping, dan pemeriksaan radiasi dan bermacam-macam masalah lingkungan
yang mengarah pada kesehatan individu.
Kontrol penyampaian penyakit
Sejak pertengahan tahun 1800an, pelayanan kesehatan mempunyai organisasi yang
mengontrol infeksi dan pencegahan penyakit. Prinsip ini dikembangkan hampir 200 tahun
yang lalu sampai hari ini. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan secara seksama peristiwa
penyakit infeksi, sesuai dengan peristiwa geografik lokal. Penggunaan informasi modern
sekarang ini digunakan dalam epidemiologi seperti pada penyakit legioner dan AIDS
dtambah dengan kontrol tipoid, tuberkulosa dan kolera.
Promosi kesehatan
Suatu pencarian untuk mendorong terbentuknya prilaku yang sehat antar populasi dikenal
sebagai promosi kesehatan. Masalah kesehatan secara luas berbeda-beda dan meliputi
kegemukan, diabetes, penyakit atresklerotik vaskular, kanker paru-paru, AIDS, beberapa
bentuk penyakit mental dan kanker kulit, sebagian besar dapat dicegah melalui perubahan
gaya hidup seseorang. Sebagai contoh, kontrol tembakau rokok membutuhkan kombinasi
beberapa kelompok ahli profesional pada beberapa pemerintahan, non pemerintahan dan
organisasi pribadi yang terkait dengan konsumsi tembakau; melakukan program pendidikan
kesehatan untuk komunitas secara keseluruhan dan untuk kelompok khusus, seperti anak
sekolah dan sanksi yang resmi tentang merokok di tempat publik seperti sekolah, toko dan
sarana angkutan publik.
Terdapat perbedaan antara pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Pendidikan
kesehatan merupakan tempat atau dasar kesehatan publik, tetapi perlu batasan dalam lingkup
perbandingan dengan promosi eksehatan. Meskipun promosi kesehatan meliputi pendidikan
kesehatan, tapi meluas di luar pendidikan ke arah aktivitas seperti mencari sanksi lokal,
perpajakan, dan sebagainya.

Bagaimana mengatur ahli kesehatan?


Hampir semua negara, rumah sakit dan pelayanan kesehatan mempunyai masalah serius
dengan industri sampai tahun 1960. Dalam dekade itu, pemogokan pertama dilakukan oleh
dokter Saskatchewan di Kanada dan selama tahun 1980 dokter dan perawat melakukan
pemogokan pertama kali dalam beberapa negara. Hal yang harus dipertimbangkan adalah
perkembangan antara perawat kesehatan dan pemerintahan dan perbedaan antara kelompok
perawat kesehatan. Untuk pertama kalinya perawat menghadapi dokter atas masalah yang
terkait dengan peranan, gengsi dan masalah pembayaran. Pada waktu yang sama antar dokter,
spesialis tertentu, memperlihatkan kekuasaan mereka atas pembayaran yang rendah dan
menurunkan status rekan kerja, dan dokter umum.
Dalam mengatur ahli kesehatan, tidaklah mudah. Menggunakan kualitas sebagai tujuan dasar
yang diarahkan untuk mendorong pemberian perawatan pasien. Meskipun kualitas program
asuransi dapat terancam, mereka melibatkan pendekatan multidisiplin; para ahli kesehatan
harus bekerjasama untuk mendapatkan pengetahuan satu sama lain. Sebagai tambahan,
kesetiaan pada team menjadi penting seperti seperti setia terhadap kelompok profesional. Jika
kualitas dihubungkan dengan kepentingan diri, kemungkinan bisa terjadi suatu kemajuan.
Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar

GUGUS KENDALI MUTU


PELAYANANA KESEHATAN
Juni 21, 2009 oleh wohlersaputra

GUGUS KENDALI MUTU PELAYANAN KESEHATAN


( QUALITY CONTROL CIRCLE )
Dasar Pemikiran yang melatar belakangi perlu adanya gugus kendali mutu dalam usaha
kendali mutu ditempat kerja atau lini depan pelayanan adalah :
Menyumbangkan perbaikan dan perkembangan kepada organisasi
Mengahargai petugas sebagai manusia seutuhnya serta membangun suatu kenyamanan
tempat kerja yang menyenangkan, penuh arti dan membahagiakan
Membangkitkan atau memperlihatkan kemampuan petugas yang pada dasarnya sangat
besar yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan mutu kinerja organisasi.
Gugus kendali mutu ( Quality Control Circle ) adalah sekelompok kecil petugas yang secara
sukarela melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian mutu didalam tempat kerjanya sendiri.
Anggota kelompok ini berpartisipasi sepenuhnya secara terus menerus dalam program
kendali mutu, mengembangkan diri, belajar dan mengajar bersama, dengan teknik-teknik
kendali mutu. ( O.C. Circle Headquaters, JUSE ).
Gugus kendali mutu merupakan mekanisme formal fungsional yang dilembagakan yang
bertujuan untuk mencari pemecahan masalah ( problem solving ) terhadap persoalanpersoalan yang menonjol yang ada ditempat kerjanya, dengan memberikan penekanan pada
kreativitas dan partisipasi petugas. Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan gugus kendali mutu,
anggota gugus memperoleh pengalaman bersama dalam berkomunikasi dengan koleganya,
bekerja bersama untuk memecahkan persoalan-persoalan dan membagi temuan-temuan
mereka tidak hanya diantara mereka bahkan dengan gugus yang lain diorganisasi.
A. Tujuan Kegiatan Gugus Kendali Mutu
Adanya gugus kendali mutu disuatu organisasi kesehatan, terutama rumah sakit, Puskesmas
atau perusahaan kesehatan, akan banyak membantu direktur atau pimpinan puncak dalam

mengendalikan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan, terutama ditempat kerja


pelayanan medis bersama metode-metode kendali control yang lain. Hal tersebut diketahui
dari maksud dan tujuan gugus kendali mutu, yaitu :
Memyumbangkan perbaikan mutu, efisiensi, efektifitas, produktifitas organisasi dan
penghematan pembiayaan serta pencagahan pemborosan.
Meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen para manajer dan pengawas
( supervisor ) dan mendorong perbaikan terus menerus dengan cara pengembangan diri.
Menciptakan suatu lingkungan kerja yang lebih sadar mutu, memberikan kepuasan kerja,
paham tentang persoalan-persoalan kerja yang terjadi dan berupaya memperbaikinya
sekaligus meningkatkan mutu produk dan pelayanan.
Berfungsi sebagai kekuatan inti pengendalian mutu di organisasi. Karena apabila seluruh
petugas pada lapis ini bekerja secara efektif dan bermutu akan meningkatkan penampilan
kerja organisasi secara keseluruhan.
B. Ide Dasar Perlunya Gugus Kendali Mutu
1. Gugus kendali mutu menyumbang terhadap perbaikan dan pengembangan organisasi
pelayanan kesehatan
Gugus kendali mutu sebagai salah satu unsure dalam upaya perbaikan mutu paripurna
pelayanan kesehatan menjadi kekuatan inti kendali mutu yang penting, bersama upaya-upaya
kendali mutu yang lain. Beberapa fungsi yang harus bersama-sama dilaksanakan pada tingkat
pelaksana pelayanan atau tempat kerja sesuai standar dan prosedur, pelatihan dan bimbingan
untuk menjamin pelaksanaan sesuai standar dan prosedur, pemecahan masalah, pengendalian
yang mantap, perbaikan pada tempat kerja yang diperlukan dan bantuan timbale balik para
supervisor.
2. Menghormati petugas kesehatan sebagai manusia seutuhnya dan menciptakan suasana
lingkungan kerja yang nyaman dan membahagiakan
Menghormati petugas kesehatan sebagai manusia seutuhnya dalam tingkat gugus kendali
mutu mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
a. Petugas kesehatan tidak diperlakukan sebagai mesin pelayan kesehatan, tetapi orang yang
sedang melakukan pekerjaan yang sangat berarti, dimana mereka mengerjakannya dengan
seluruh potensinya, kemampuan profesionalnya dengan penuh kebahagiaan.
b. Petugas kesehatan dibolehkan membuat kebijaksanaan operasional dan mengeluarkan
kreatifitasnya dikala sedang melaksanakan tugasnya, secara bertanggung jawab.
c. Petugas kesehatan dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan serta diberi
peluang memanfaatkan kepandaiannya.
d. Petugas kesehatan bekerja sebagai tim kerja yang kompak dan harmonis dilandasi
kebersamaan dan persaudaraan dalam tempat kerjanya.
e. Masing-masing petugas kesehatan saling mendidik dan melatih untuk meningkatkan mutu
masing-masing dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ditempat kerja mereka.
f. Adanya peluang pengakuan yang pantas bagi masing-masing petugas kesehatan, atasan,
teman sejawat, bawahan ditempat kerja atau diluarnya.
3. Membangkitkan dan menumbuhkan kemampuan petugas
Rangkaian kegiatan-kegiatan Gugus kendali mutu memperlihatkan potensi pengetahuan dan
keterampilan teknis professional mereka yang sebelumnya tak terlihat, didukung oleh pirantipiranti statistic ilmiah, para supervisor atau fasilitator mengeluarkan kemampuan mereka
untuk membimbing, meningkatkan semangat dan mendorong kemauan teman sejawatnya,
mengkoordinasikan dan menyelesaikan persoalan bersama. Disini diperlukan praktek-praktek
kepemimpinan yang baik, saling belajar dan mengajar serta menhargai pendapat orang lain.
C. Sasaran Gugus Kendali Mutu
Ide-ide dasar yang telah dikemukakan dapat dirinci menjadi sasaran-sasaran yang lebih

operasional, antara lain :


1. Membangun tempat kerja yang kuat
Tempat kerja bagi petugas kesehatan adalah tempat pengabdiannya sehari-hari dimana
mereka mencurahkan segala ilmu dan keterampilan untuk menghasilkan pelayanan yang
memuaskan baik bagi dirinya, pasien maupun yang lain.
2. Membangun kondisi yang terkendali
Tempat kerja yang terkendali perlu dibangun, yaitu tempat kerja yang mematuhi standarstandar yang telah ditetapkan, mengambil langkah-langkah koreksi terhadap penyimpangan
dan pencegahan-pencegahan terhadap adanya penyimpangan dengan meniadakan persoalanpersoalan, dan bila perlu menyesuaikan standar-standar yang diperlukan.
3. Meningkatkan semangat kerja petugas
Semangat kerjaberkaitan dengan lingkungan dan hubungan antar manusia, dan perasaan
memiliki serta tanggung jawab terhadap suksesnya pelayanan kesehatan.
4. Hubungan manusiawi ( human relation )
Hubungan manusiawi ditempat kerja, membuat petugas pelayanan kesehatan akan merasa
bahagia dan puas ditempat kerjanya, adanya hubungan yang harmonis antara atasan, bawahan
dan teman sejawat.
5. Perbaikan atau peningkatan mutu di ( level ) tempat kerja
Para petugas pelayanan kesehatan pada umumnya adalah berpendidikan tinggi atau
menengah dan cukup berpengalaman sehingga pemberian kesempatan pada mereka untuk
berinovasi dan berkreasi dalam upaya perbaikan pelayanan kesehatan adalah bermanfaat,
meskipun kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan tetap harus dijaga.
6. Kegiatan sukarela
Kesukarelaan dalam berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan gugus, seharusnya benar-benar
timbul dari diri masing-masing anggota gugus tanpa pengarahan, permintaan, anjuran atau
paksaan dari orang lain baik pimpinan atau teman sejawat. Petugas kesehatan benar-benar
sadar akan kesukarelaan itu.
7. Berpikir benar dan menggunakan kerja sama serta komunikasi
Suatu tempat kerja seharusnya menjadi tempat dimana seseorang dapat menggunakan pikiran
dan kebijakannya, agar petugas mau berpikir pelu dikondisikan antara lain :
Diberi kesempatan dan motivasi untuk berpikir dan diberi kesempatan untuk menggunakan
kebijakannya.
Diajarkan teknologi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya.
Didorong untuk membantu menyelesaikan persoalan ditempat kerjanya.
Didorong untuk dapat mengeluarkan kemampuannya yang terpendam dan dapat menikmati
hasil pikirannya sendiri.
Membiasakan dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dengan teman sekerja
dalam menyelesaikan persoalan atau pekerjaan.
8. Memperluas wawasan berpikir
Agar diperoleh tambahan ilmu, keterampilan dan wawasan berpikir, kegiatan-kegiatan gugus
perlu dikomunikasikan, diinformasikan dan edukasi ( KIE ) kepada gugus kendali mutu di
organisasi-organisasi pelayanan kesehatan yang lain. Jadi tidak terbatas kegiatan-kegiatan
didalam tempat kerja sendiri.
9. Pengahasilan yang lebih baik dan kepuasan kerja
Dengan adanya kegiatan gugus kendali mutu yang senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan diharapkan akan memberikan kepuasan pada konsumen yang pada akhirnya akan
menjadi pelanggan yang baik dan menambah pemasukan pada organisasi.
10. Menjaga mutu ( quality assurance ) dan meningkatkan produktifitas
Kegiatan menjaga mutu merupakan kunci pengendalian mutu. Para manajer,dalam proses

pruduksi atau peleyanan harus senantiasa menjaga mutunya, supaya memenuhi kepuasan
kebutuhan pelanggan.
11. Para petugas medis akan lebih mencurahkan waktu dan pikiran untuk pekerjaan yang
tepat
Adanya kegiatan semua petugas pelayananan kesehatan dalam gugus kendali mutu dalam
memecahkan persoalan dan upaya peningkatan, secara bersama,tugas tenaga medis yang lain
dapat lebih meluangkan waktunya untuk menangani pelayanan medis yang lebih spesialistik
dan lebih tepat.
D. Prinsip-prinsip Kegiatan Gugus Kendali Mutu
Prinsip-prinsip yang seharusnya dipedomani dalam pelaksanaan gugus kendali mutu yang
menjadi cirri khas adalah sebagai berikut:
1. Gugus Kendali Mutu merupakan kegiatan kelompok,bukan individu. Diikuti secara
sukarela, bukan karena paksaan.
2. Kegiatan gugus kendali mutu dilaksanakan pada saat sedang bekerja, bukan kegiatan yang
dilaksanakan di luar kerja.
3. Masalah yang dibahas adalah persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan yang nyata.
4. Terkendali, artinya jangan sampai menyelesaikan atau membahas persoalan yang sama dan
terulang terjadi
5. Perbaikan kerja, dengan adanya kemampuan menyelesaikan persoalan selanjutnya mampu
memperbaiki cara kerja dan hasil kerja.
6. Kegiatan gugus kendali mutu banyak melibatkan petugas pelaksana, bukan hanya
pengawas atau superfisor maupun kepala.
7. Partisipasi aktif semua pihak, bukan hanya untuk orang-orang tertentu yang vocal, pintar,
ahli, namun semua petugas kesehatan yang terlibat secara sukarela.
8. Diskusi bebas, terbuka dan terus terang bagi semua anggota dalam menyelesaikan persolan
bersama, berkedudukan sama dan adil.
9. Diperlukan teknik-teknik memecahkan persoalan, teknologi dan metode statistic yang
diperlukan dalam pekerjaan untuk perbaikan-perbaikan.
10. Berpikir, inovatif, berkreatif dan menggunakan kebijakan dalam melaksanakan pekerjaan
yang bukan rutinitas.
11. Para manajemen puncak, menengah dan supervisor serta petugas pelaksana, saling
menghargai, berpartisipasi, memberi dukungan,bimbingan dan pelatihan, saling membantu,
membantu kepribadian dan kepercayaan.
12. Keja sama antara Gugus Kendali Mutu, di dalam organisasi dan di luar organisasi,
pertukaran pengalaman dan saling membantu, dan mengembangkan persaingan yang
bersahabat dan bermanfaat.
E. Pokok-pokok kegiatan gugus kendali mutu
Oleh Quality Circle Headquaters, JUSE disampaikan sepuluh pokok kegiatan atau atas dasar
yang memberikan saran bagaimana memperkenalkan, menggiatkan dan menjalankan Gugus
Kendali Mutu di tempat kerja.
1. Pengembangan diri
Untuk kegiatan pengembangan diri perlu didukung dengan:
Motifasi-motifasi.
Penyediaan alat belajar mengajar seperti buku-buku referensi, slides, AVA dan sebagainya.
Praktek bersama dan pelatihan-pelatihan.
Memberi pengetahuan tentang teknik kendali mutu, teknologi dan metode kerja, hubungan
manusiawi,psikolog dan sebagainya.
Pertemuan-pertemuan diskusi.
2. Sukarela
Sukarela disini bukan sesuatu yang diarahkan apalagi dipaksakan, namun juga bukan sukarela

yang merusak tatanan karena sukarela dengan kemauan sendiri. Dengan kata lain para
anggota gugus sadar bahwa dalam Gugus kendali mutu, inisiatif dan kesukarelaan dihormati
dalam upaya memajukan dan memperbaiki mutu kerja dan hasil kerja dalam kerangka tugas
dan fungsinya dalam organisasi.
3. Kegiatan kelompok
Secara ideal kegiatan kelompok seperti Gugus kendali mutu mempunyai empat cirri, yaitu :
Kerja sama erat diantara anggota kelompok, dan melakukan kegiatan kelompok atas inisiatif
sendiri
Adanya interaksi yang memadai dan saling mempengaruhi diantara anggota kelompok
Para anggota kelompok saling mengenal dengan baik, dan dapat berbicara secara terbuka
tanpa khawatir akan kedudukannya
Para anggota dapat berkumpul membahas persoalan dan sasaran bersama
Sikap yang ideal diperlukan adalah :
Penghormatan atas setiap individu, para anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam kelompok
Menghormati inisiatif dan kebebasan masing-masing anggota
Informasi terbuka untuk semuanya agar dapat diperoleh manfaat bersama
Supaya efektif anggota kelompok cukup 8 10, lebih dari 10 sulit untuk mengurusnya.
Kelompok terorganisir dalam pekerjaan yang sejenis. Agar kelompok giat ada 3 kunci yaitu :
Sasaran atau persoalan yang dipilh dipahami oleh semua anggota
Semua anggota kelompok merasa diperlukan untuk menyelesaikan persoalan dan
memberikan kontribusi perbaikan
Manajemen gugus disepakati bersama.
Pola dalam gugus kendali mutu adalah berasal dari satu tempat kerja dan anggota-anggota
dari dalam tempat kerja sama, dan lebih bersifat tetap.
4. Partisipasi setiap orang
Upaya membuat agar anggota berpartisipasi, yaitu :
Pilihan persoalan ( tema )
Pertemuan yang bersahabat dan menyenangkan
Pendidikan dan latihan
Supervisor dan pemimpin yang bersemangat
5. Penerapan teknik kendali mutu
Perlu diingat bahwa mempelajari teknik kendali mutu bukanlah hanya untuk latihan
berhitung atau latihan statistika saja. Tehnik tersebut adalah alat untuk dapat menentukan
persoalan, sebab akibat dan besar permasalahan serta kecenderungan berdasar fakta atau datadata yang sesungguhnya. Contoh-contoh teknik kendali mutu dan lain-lain yang dipelajari
adalah :
Teknik mengumpulkan data dan analisis data, metode, median, variasi, bentuk distribusi
Manajemen supervise
Alat statistic kendali mutu : teknik pengumpulan dan analisis data, lembar periksa ( check
sheet ), histogram, diagram pareto, diagram sebab akibat, stratifikasi, grafik dan bagan
pengendalian, diagram tebar.
6. Kegiatan-kegitan Gugus Kendali mutu di tempat kerja
Tugas dan peranan supervisor agar Gugus Kendali Mutu mantap ditempat kerja :
Menerangkan kedudukan dan pentingnya gugus bagi organisasi
Merumuskan kegiatan gugus
Menilai tingkat kemampuan anggota, bila perlu melatihnya dan memberi peran serta
motivasi partisipasi anggota
Amati proses dan hasil kegiatan gugus
Atas usul-usul perbaikan yang baik beri penghargaan, pujian pada yang bersangkutan

( bukan hadiah uang / barang )


Anggota didorang untuk menyelenggrakan rapat atau pertemuan ditempat kerja bahas
persoalan dan presentasi, dan ingatkan bahwa kegiatan gugus juga mencakup standar
pelaksanaan kerja sehari-hari.
Janganlah kegiatan gugus diharapkan menjadi beban justru untuk membantu menyelesaikan
persoalan pekerjaan dan akhirnya meringankan beban
Janganlah kegiatan gugus menjadi sekedar rutinitas berupa pertemuan, kmprensi dan
sebgainya namun juga dengan tambahan-tambahan pengetahuan dan keterampilan dengan
pelatihan-pelatihan supaya mereka lebih efektif.
Tugas dan peran manajemen puncak, menengah dan staff
Manajemen puncak memberikan komitmen tentang perbaikan mutu secara menyeluruh dan
memberikan dukungan dalam arti luas, dalam rangka memajukan mutu paripurna dalam
organisasinya.
Manajemen menengah harus mendorong dan mendukung kegiatan gugus agar berinisiatif
dan sukarela, dan jangan memberikan kesan bahwa kegiatan gugus merupakan kehendak
dan diarahkan oleh manajemen atas.
Para staf ahli memberikan bantuan konsultatif.
Pelaksanaan kegiatan gugus kendali mutu :
Rapat gugus kendali mutu merupakan titik pusat semua kegiatan
Jadwal waktu rapat sesuai bagi semua anggota
Tema rapat ( persoalan yang dibahas ) :
Sesuai dengan kebijakan organisasi
Persoalan yang menjadi perhatian ditempat kerja dan mampu diatasi bersama serta
memberi arti basar bagi organisasi
Suatu persoalan yang sekiranya dapat diselesaikan 3 6 bulan.
Kepada anggota diberi kesempatan, presentasi dimulai yang sederhana dan dibiasakan,
sesuai peran masing-masing sehari-hari, suasana rapat yang segar, cukup disiplin, bila perlu
jangan segan berikan pujian yang tidak berlebihan.
Suatu persoalan diselesaikan tidak hanya dengan teori saja tapi juga dipraktekkan langsung
ditempat kerja dan dipastikan tidak terulang lagi.
Biasakan para petugas baca buku teori dan dipraktekkan.
7. Meningkatkan dan melestarikan Gugus Kendali Mutu
Kunci agar Gugus Kendali Mutu bertahan aktif lama adalah komitmen kuat serta kerja sama
yang erat semua unsure. Pimpinan manajemen, supervisor, staf dan anggota gugus.
Dibidang pelayanan kesehatan pelatihan teknis fungsional dan metode statistic yang
diperlukan untuk tenaga medis dan paramedic dalam kedudukannya sebagai pengawas
ditempat kerjanya, yang berkaitan dengan tugas dan fungsi serta kegiatan-kegiatannya.
Berkaitan dengan pelatihan tesebut perlu dikelompokkan yaitu :
a. Pelatihan bagi pemimpin, dengan sasaran :
Meningkatkan kemampuannya agar mampu membuat anggotanya berpartisipasi dan bekerja
sama secara total
Memperbaiki kemampuan masing-masing
b. Pelatihan bagi anggota gugus, dengan sasaran :
Membuat mereka sadar mutu
Membuat mereka mematuhi standar-standar dan prosedur kerja
Membuat mereka sadar pentingnya memberikan pelayanan yang prima atau tidak
memberikan pelayanan yang tidak semestinya.
8. Pengembangan bersama
Pengembangan bersama ini dapat melalui :
Pertemuan kelompok-kelompok gugus dalam organisasi yang sama

Konfrensi gugus kendali mutu tahunan antar supervisor


Pertukaran pengalaman
Studi banding atau saling berkunjung
Melalui majalah Gugus Kendali Mutu
9. Kreativitas
Didalam kegiatan gugus kendali mutu dimaksudkan antara lain untuk menggali partsipasi,
inovasi dan kreativitas, potensi dan kepandaian para anggota untuk perbaikan-perbaikan yang
diinginkan, dengan syarat-syarat :
a. Masing-masing anggota mendapatkan perhatian, kesenangan dan kebanggaan dalam
bekerja
b. Antusias, bersemangat
c. Menyadari bahwa dalam bekerja senantiasa perlu meningkatkan diri dan mengadakan
perbaikan-perbaikan
d. Optimisme, tak takut gagal dan berjiwa pelopor
10. Sadar mutu, sadar permasalahan dan sadar perbaikan atau peningkatyan mutu.
Pada dasarnya semua pihak dalam organisasi pelayanan kesehatan, dari pucuk pimpinan
sampai para petugas pelayanan langsung diharapkan sadar mutu persoalan dan perbaikanperbaikan dalam pelayanan kesehatan. Gugus kendali mutu senantiasa diharapkan menjadi
inti dan penggerak perbaikan mutu pelayanan kesehatan.
F. Pengorganisasian Gugus Kendali Mutu
Banyak model pengorganisasian GKM yang dapat menjadi model diantaranya adalah : untuk
rumah sakit / Puskesmas dapat mengacu pada struktur organisasi formal yang ada, dapat
dibawah kewenangan komite medik atau wakil direktur dan pejabat yang ditugasi dan
bertanggung jawab untuk peningkatan mutu pelayanan medis.
Gambar bagan :
Fungsi Pokok :
Panitia GKM Rumah Sakit :
Membuat kebijaksanaan GKM Rumah Sakit
Mempromosikan panitia pelaksana
Membuat rencana kegiatan secara keseluruhan ( instruksi, diklat )
Panitia promosi / panitia penyelenggara :
Mempromosikan ketua kelompok dan pelajari masalah
Program penyajian 2 x / tahun
Pertemuan pejabat / pengarah / coordinator
Mempromosikan kelompok pertemuan dan mempelajari masalah
Bekerja sama dengan pimpinan kelompok
Pelatih :
Memprogram pengembangan dan pelatihan GKM
Penasehat ( fasilitator ) :
Membantu promosi program
Membantu penyelesaian kasus sulit
Membantu penyusunan fasilitator
Hubungan komunikasi antar bagian
Koordinator
Fasilitator
Pemimpin / Ketua gugus : berfungsi dalam kelancarangugus ditempat kerjanya.
Panitia penyelenggara / panitia promosi, tugas pokok adalah :
Menetapkan kebijakan GKM di organisasi
Menyetujui program GKM

Membuat pedoman-pedoman GKM


Menyelenggarakan diklat
Mengatur penghargaan terhadap keberhasilan GKM
Menampung hasil-hasil GKM
Fungsi-fungsinya antara lain :
Menghadiri pertemuan gugus
Memahami dasar-dasar dan teknik GKM
Menerima konsultasi, memberi saran pemecahan masalah
Mempromosikan pengembangan GKM ketingakt yang lebih tinggi ( menengah / puncak )
Mempromosikan manfaat dan keuntungan gugus.
Panitia Pengarah / steering comitee/ coordinator/ panitia operasi
Unsur-unsur :
Manajemer rumah sakit
Manajer Quality control
Dokter
Manajer personalia
Pengawas
Fasilitator
Salah satu ketua / GKM
Tugas pokoknya :
Mengawasi dan mengendalikan program GKM untuk menjamin apakah GKM telah
diterapkan dengan benar
Mempromosikan kegiatan GKM
Fungsinya :
1. Mencatat dan melaporkan kemajuan program GKM secara umum kepada manajer atas.
2. Secara khusus mencatat penghematan-penghematan yang dapat dilakukan :
a. Penghematan biaya operasional
b. Biaya mutu
3. Anggota panitia steering comitee harus menghadiri setiap penyajian ( presentasi ) oleh
GKM
4. Mengundang pejabat manajemen atas untuk menghadiri pada presentase GKM.
5. Tiap minggu sekali mengadakan pertemuan dengan panitia operasi dari bagian / bidang
lain untuk membicarakan hal-hal yang saling berhubungan atau memerlukan kerja sama
seperti :
a. Pendidikan latihan
b. Publikasi
c. Pedoman-pedoman
d. Laporan gugus
e. Analysis biaya
f. Upaya perbaikan-perbaikan yang perlu dukungan sesame gugus
g. Lain-lain yang berhubungan
6. Menjaga GKM agar tetap efektif dan memnuhi sasaran
7. Menjamin agar organisasi / manajemen atas tetap mendukung kegiatan GKM dan
membantu menyelesaikan masalah.
8. Menjaga hubungan komunikasi manajemen dengan petugas kesehatan yang sesungguhnya
merupakan pekerja yang berhadapan dengan pasien.
9. Mengkoordinasikan para fasilitator.
Pemimpin gugus
Pemimpin / Ketua GKM dipilih secara sukarela oleh anggota gugus, bertanggung jawab atas

kelancaran jalannya GKM ditempat kerjanya.


Tugas Pokok :
Menjalankan kegiatan GKM dengan lancer ditempat kerjanya
Menyadarkan pentingnya mutu dan kepuasan pasien ditempat kerja anggota GKM
Menjalin hubungan erat antara manajer atas, panitia operasi, fasilitator, foreman ( mandor /
pengawas ) dan anggota GKM.
Fungsi :
Pemimpin gugus hendaknya gembira dan bersemangat membangkitkan semangat anggota
Mengadakan pertemuan gugus seminggu sekali
Mencatat kegiatan gugus
Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam ke lingkungan GKM
Menjaga keharmonisan dan koordinasi dalam gugus serta memelihara sikap yang baik
diantara sesame anggota GKM
Mengikuti diklat kepemimpinan atau teknis
Mencari bantuan dan nasihat yang diperlukan
Menjaga pertemmuan agar tetap pada maksud dan tujuannya
Memberi penuugasan, memulai dan mengakhiri pertemuan- pertemuan tepat waktu
(seperlunya, tidak bertele-tele).
Mencari anggota barru yang diperlukan dan sukarelanya
Mengadakan kunjungan studi banding ke GKM organisasi yang lain.
Mengajarkan ilmunya kepada anggota yang lain dan masyarakat atau lingkung yang
memerlukan.
Kegiatan :
1. Selalu memunculkan ide baru menyangkut persoalan ditempat kerja, bila diantara anggota
kehabisan ide, dapat minta bantuan fasilitator, manajemen yang lebih atas
2. Mengatur pembicaraan/diskusi dengan baik,, bila ada anggota yang sangat dominan, segera
beri kesempatan yang lain dengan tegas. Dengan cara antara lain apa yang menjadi isu
anggota yang dominant tersebut, bias menjadi soal yang dapat dijawab anggota lain ataau
fasilitator yang mengingtkan tata tertib diskusi.
3. Ketua kelompok harus memperhatikan dan berupaya agar setiap orang mengeluarkan ideidenya. Karena mungkin dipimpin orag kaya ide tapi pendiam, tak mampu mengeluarkaan ide
atau pendapatnya. Padahal ide tersebut bias jadi cemerlang dan bermanfaat.
Sebelum pertemuan adalah dianjurkan ketua gugus sebentar mengingatkan kemali mengenai
tata tertib dan ide pokok tentang perlunya GKM antara lain :
a. Setiap orang hendaknya berpartisipasi aktif.
b. Kritikan dilakukan terhadap ide, bukan orangnya.
c. Setiap orang saling belajar dan mengajar.
d. Setiap anggota bebas mengeluarkan pendapatnya dan harus dihargai ide tersebut.
e. Setiap anggota harus pandai mendengar orang lain bicara, tidak hanya pandai bicara,
apalagi memaksakan idenya.
f. Pada dasarnya hasil hasil pertemuan kelompok/tim bukan individu.
g. Muulai dan akhiri tepat waktu.
Agar GKM dapat bekerja lebih efisien, ketua gugus perlu melaksanakan hal-hal sebagai
berikut (pedoman kerja GKM) :
Membuat rencana kegiatan GKM, termasuk renacana-rencana pertemuan, dalam agenda
khusus.
Membuat catatan-catatan / notulen, dokumnentasi pertemuan.

Bekerjalah secara sungguh-sungguh, meyakinkan dan percaya diri, karena menguasai


persoalan.
Undanglah tamu atau pemimpin dari manajer atas, steering comitee atau penasehat,
consultan lainnya.
Bicarakan jangan menyimpang dari persoalan pokok.
Perlu kritikan-kritikan membangun ditujukan pada anggota seluruh GKM termasuk diuji
sendiri sebagai bagian dari kelompok untuk kebaikan bersama.
Gunakanlah alat belajar mengajar yang memadai.
Dalm memimpin pertemuan benar-benar tepat waktu, jaga keseimbangan diantara anggota.
Dengarkan dan perhatikan sungguh-sungguh, ide-ide, pendapat,saran, pesan yang muncul
dari pertemuan tersebut dan selesaikan bersama dengan senang hati.
Anggota GKM :
Anggota GKM adalah penggerak utama kegiatan gugus. Dengan munculnya ide-ide dan
pendapat langsung ditempat tugas pelayanan. Merekalah yang tahu lebih pasti apa yang
menjadi persoalan mutu ditempat kerjanya dan bagaimana menyelesaikan sesuai dengan
profesinya.
Tugas Pokok dari anggota GKM, adalah :
Mensukseskan program perbaikan mutu secara sukrela ditempat tugasnya melalui
partisipasi aktif dalam upaya memecahkan persoalan yang timbul sewaktu bekerja.
Menyesuaikan mutu pekerjaan dengan kepuasan pelanggan ( pasien ).
Fungsi anggota gugus pada umumnya :
Selalu menghadiri pertemuan, acara kegiatan gugus secara aktif
Belajar dan mengajar teknik statistic mutu yang diperlukan serta mencukupi profesi yang
diperlukan dalam tugasnya
Mengeluarkan ide, pendapat, saran yang positif untuk perbaikan mutu maupun
memecahkan masalah yang ada.
Menyelesaikan pekerjaan dan kerja sama dalam tugas
Mencari anggota baru sukarela dan mempromosikan GKM.
Peranan Fasilitator
Fasilitator atau coordinator adalah orang-orang yang menguasai gerakan gugus kendali mutu
serta professional, filsafat, ide pokok, tujuan, sasaran serta kegiatan operasional dalam
program dan kegiatan secara nyata agar berjalan ditempat kerja GKM.
Fasilitator perlu menguasai berkaitan dengan tugasnya :
1. Program GKM
a. Mengetahui sejarah, filsafat, ide pokok, maksud, sadar GKM
b. Perilaku organisasi, individu, kelompok / dinamika kelompok
c. Komunikasi
d. Hubungan manusiawi ( human relations )
e. Motivasi
f. Manajmen umum, termasuk didalamnya penyusunan perencanaan, tujuan, sasaran
g. Pengorganisasian, peran panitia, tim, staf, pimpinan, uraian tugasnya.
h. Kepemimpinan
i. Teknik pelatihan
j. Teknik statistic mutu
2. Pengetahuan tentang pekerjaan dilingkup tugasnya
a. Pengetahuan tentang visi dan misi rumah sakit / Puskesmas
b. Pengetahuan secukupnya tentang garis besar tugas pokok dan fungsi dari tempat kerja
GKM ( karena yang tahu persisi detail pekerjaan adalah anggota GKM itu sendiri ).

c. Manajemen perusahaan, keuangan, akuntasi, jasa produksi, pembelian penjualan.


d. Control Quality
e. Proses pekerjaan yang berkaitan dengan GKM.
Tugas pokok fasilitator :
Memberikan dukungan kepada GKM
Membantu meningkatkan dan menjaga perkembangan GKM
Membantu perjanjian GKM pada manajemen yang lebih atas
Membuat rencana tindak lanjut ( plan of action ) berikutnya
Pelatihan
Tugas Fasilitator :
Fasilitator adalah juga sebagai anggota steering comitee
Memberikan pelayanan kepada GKM sekaligus sebagai coordinator program GKM dan
penghubung GKM
Manajemen memimpin dan pelatihan anggota GKM, serta menyediakan kebutuhan diklat
AVA, ATK dan sebagainya
Menyimpan dokumentasi gugus
Menyiapkan undangan-undangan, penyajian-penyajian
Mengahadiri pertemuan gugus
Bekerja setiap hari ditempat kerja
Mencari ide-ide baru yang bermanfaat baik untuk perbaikan maupun semangat kerja
Membaca bahan-bahan dari luar, majalah gugus, informasi-informasi, ilmu baru dan
mempublikasikan bahan-bahan yang tersedia di GKM
Menghadiri konferensi atau konvensi dan juga mengundang penceramah dari luar
( mengorganisasi pertemuan informal )
Membuat rencana tindak lanjut ( POA ) yang akan datang sebagai hasil penyajian GKM
proyek yang sudah selesai.
Beberapa masalah yang mungkin timbul berkaitan dengan tugas fasilitator
a. Masalah kepemimpinan gugus
b. Masalah wewenang dan tanggung jawab
c. Orientasi tugas perbaikan mutu atau pertumbuhan
d. Masalah administrasi organisasi
e. Kebosanan dan menurunnya semangat GKM
Peran manajer menengah
Manajer menengah ( kepala bagian, Kepala UPF ) mempunyai peran besar dalam suksesnya
GKM ditempat kerjanya. Partisipasi mereka adalah dalam panitia operasi dan panitia
promosi. Namun untuk memperoleh dukungan mereka adalah suatu hal yang tidak mudah,
karena :
Kurangnya pengertian tentang konsep dan teknik GKM
Merasa bahwa GKM adalah pemborosan waktu dan tak ada waktu untuk kegiatan itu
Merasa terancam kehilangan wewenang
Merasa tak ada gunanya untuk dirinya
GKM terlambat dikenalkan kepada mereka
Merasa manajemen akan kehilangan kendali terhadap petugas, karena diambil alih GKM.
Untuk mengatasi hal tersebut, peran fasilitator bersama manajemen atas diperlukan dalam
meyakinkan mereka. Fungsi manajemen menengah dalam GKM :
Mendukung dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan program GKM dalam tempat-tempat
kerja yang menjadi sub koordinatornya

Mempromosikan dan membentuk GKM baru serta membantu perkembanganya


Dapat bertindak sebagai sub coordinator
Manajemen Atas
Komitmen manajemen atas bagi GKM adalah kunci utama. Demikian manajemen atas
memutuskan bahwa GKM diperlukan di organisasi yang menjadi tanggung jawabnya, maka
fungsinya adalah :
Menetapkan kebijakan program GKM
Membuat pedoman-pedoman
Dalam keadaan secara fungsional adalah sebagai panitia pelaksana.
Tugasnya :
Menerima laporan kemajuan program GKM secara berkala ( rapat semester tahunan )
Menghadiri undangan presentasi GKM tentang penyelesaian program dan proyek yang
telah diselesaikan dengan baik
Memberi dukungan yang diperlukan untuk kegiatan GKM
Memberikan petunjuk-petunjuk yang biasanya perlu
Manajer atau Pemimpin program GKM
Jabatan ini menghubungkan panitia pelaksana dengan panitia operasi dan menyusun program
GKM diseluruh organisasi untuk keragaman. Fungsinya :
Membantu kebijaksanaan organisasi kesehatan, rumah sakit atau puskesmas dalam
menetapakn GKM
Monitoring dan evaluasi perkembangan GKM terus menerus
Mempromosikan GKM pada manajer menengah
Membantu fasilitator atau coordinator dalam menyelesaikan masalah
Menghadiri pertemuan-pertemuan panitia operasi
Memikirkan ide baru untuk pengembangan program GKM
Membantu mengantar konferensi, kemajuan atas program latihan dan menyiapkan bahanbahan latihan
Mencari informasi-informasi baru tentang GKM diorganisasi lain
Mempublikasikan hasil-hasil program GKM
G. Evaluasi Perkembangan GKM
Kemajuan organisasi dengan adanya GKM dapat diketahui setelah dilakukan evaluasi
perkembangan GKM, dengan mengukur adanya :
a. Perbaikan mutu pelayanan
b. Peningkatan peran serta dan kerja sama petunjuk dan komunikasi
c. Penurunan biaya
d. Pemborosan sumber daya berkurang
e. Efisiensi pemakaian bahan dan peralatan secara perawatan efisien
f. Peningkatan produktivitas
g. Kepuasan pelanggan
h. Berkurangnya absenteisme
i. Berkurangnya keluhan
j. Meningkatnya kepuasan kerja
Atau perbaikan mutu dilihat dari unsure-unsur QSDSM, yaitu :
a. Quality
b. Cost
c. Delivery
d. Safety
e. Morale

H. Program Pelatihan GKM


Program latihan GKM yang diperlukan adalah :
1. Pelatihan bagi pemimpin puncak ( 4 jam )
Topik utama tentang :
Sejarah / ide poko
Konsep TQM
Tentang GKM
Fungsi Manajer atas, menengah seperti penanggung jawab program ( steering control )
Fungsi fasilitator, ketua gugus, anggota
Teknik statistic mutu garis besar
Diskusi
2. Pelatihan bagi Manajer Menengah ( 8 jam )
Studi khusus program yang berkait
Dinamika kelompok
Partisipasi
3. Pelatihan bagi Fasilitator ( 3 hari )
Sama seperti pada pelatihan manajer atas, manajer menengah
4. Pelatihan bagi Ketua Gugus ( 8 jam )
Introduksi
Sumbang saran
Dinamika kelompok
Komunikasi
Kepemimpinan
Melatih orang dewasa
TQM
Pengumpulan dan analisa data
Peralatan mutakhir GKM
Bagaimana memulai dan mengembangkan GKM
Teknik penyajian
Studi kasus
Stimulasi GKM
Tujuan gugus kendali mutu :
Ide pokok yang menjadi latar belakang tujuan kegiatan gugus kendali mutu yang diadakan
sebagai bagian dari egiatan kendali mutu menyeluruh dari perusahaan atau organisasi adalah :
Menyumbangkan pada perbaikan kualitas, produktifitas dan perkembangan pada perushaan
atau organisasi
Untuk mengurangi dan memecahkan masalah yang ada
Pengembangan diri, kepemimpinan, dan menghargai karyawan
Efisiensi sumber daya, reduksi biaya dan mencegah pemborosan
Meningkatkan kerja sama dan peran serta karyawan
Meningkatkan komunikasi dan interaksi antara karyawan dan pimpinan
Mendapatkan kepuasan kerja serta mengurangi absenteisme dan keluhan
Menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, sehat, aman dan nyaman
Menimbulkan kebersamaan dalam kerja tim ( team work )
Keanggotaan :
Gugus kendali mutu terdiri lebih kurang delapan sampai sepuluh karyawan, dipimpin

seorang ketua ; berasal dari satu bidang tugas atau pekerjaan


Gugus juga mempunyai beberapa fasilitator dan coordinator yang berkaitan erat dengan
gugus
Ruang lingkup tugas :
Pada awalnya gugus didorong untuk memilih sendiri persoalan yang ingin diselesaikannya
Persoalan yang dibahas tidak hanya mutu, tapi juga produktivitas, kerja, biaya, keselamatan
kerja, lingkungan kerja, moral, lingkungan yang berpengaruh terhadap pekerjaan dan
sebagainya
Manfaat program gugus kendali mutu :
Adanya kesdaran kualitas dan antusiasme karyawan
Semangat partisipasi dan kerja sama
Intensifikasi kerja
Kreativitas dan kemadirian
Meningkatkan keinginan tahu dan bekerja tanpa perlu supervisi
Dapat dipergunakan untuk perencanaan akan dating
Introspeksi dan pengendalian diri
Sebagai sarana untuk mendiskusikan metode kerja
Untuk pendidikan dan latihan
Faktor yang mendukung keberhasilan program gugus kendali mutu :
Perhatian, dan kesediaan pimpinan puncak ( komitmen ) dalam peningkatan kualitas
Adanya pembinaan
Partisipasi pimpinan dan karyawan
Penghargaan terhadap produktivitas kerja
Promosi dan publikasi
Audit mutu
Adanya program pendidikan latihan tentang mutu dan Gugus kendali mutu itu sendiri.
Faktor penyebab kegagalan program gugus kendali mutu :
Dukungan pimpinan yang kecil
Keterbatasan sumber daya
Konsep GKM tidak dipahami dengan baik
Tujuan program tidak dikomunikasikan dengan jelas
Kurang informasi dan publikasi (promosi)
Adanya anggapan Gugus kendali mutu tidak diperlukan
Tidak ada peningkatan kualitas karyawan dengan program pendidikan dan latihan
Perbedaan GKM dan tim proyek kepentingan mutu :
Gambaran Gugus Kendali Mutu Tim Proyek
Misi Utama
Misi sekunder
Bidang Proyek
Ukuran Proyek
Keanggotaan
Dasar keanggotaan
Status hirarki anggota-anggota
Kelangsungan Meningkatkan hubungan manusiawi
Meningkatkan mutu
Dalam satu bagian

Salah satu dari yang banyak bermanfaat


Dari satu bagian
Sukarela
Khususnya tenaga karyawan
Gugus tetap ada, proyek demi proyek Untuk meningkatkan mutu
Meningkatkan partisipasi
Banyak bagian
Salah satu dari yang vital
Dari banyak bagian
Atas perintah
Khususnya manajer atau professional
Tim khusus, sementara, bubar setelah proyek selesai
I. Aplikasi GKM di Rumah Sakit
Kebijakan GKM
Kebijakan pimpinan atas organisasi, diperlukan sebagai acuan atau petunjuk utama arah
kegiatan GKM. Perlu dibuat secara jelas dan cukup oleh manajemen atas, dapat mencakup :
1. Tujuan : meningkatkn mutu pelayanan yang sesuai dengan harapan pasien
2. sasaran :
Mengembangkan mutu
Mengurangi pemborosan
Kepuasan kerja karayawan dan sebagainya
Kebijakan :
1. Keanggotaan sukarela, bias keluar, masuk kembali, bebas memberikan saran positif
2. gugus tidak mengurusi hal-hal sebgai berikut :
Keluhan petugas
Masalah penggajian / upah
Masalah kesejahteraan
Masalah kepegawaian
Masalah akomodasi dan sebagainya
Langkah-langkah garis besar penerapan GKM diorganisasi pelayanan kesehatan, setelah
Direktur menetapkan perlunya GKM :
Menyebarluaskan informasi tentang GKM pada jajaran pimpinan, staf, tentang sejarah,
filsafat, ide dasar, tujuan, sasaran, manfaat GKM..
Membentuk steering comite ( panitia pengarah ) dilapiasan manajemen tingkat atas yang
bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
Memilih dan menetapkan fasilitas yang akan bertanggung jawab atas jalannya GKM dan
melatihnya.
Membentuk GKM-GKM ditempat tugas pelayanan langsung kepeda pasien dibangsalbangsal, poliklinik, ruang perawatan, ruang operasi, ruang laboratorium, instalasi gizi dan
sebagainya.
GKM yang terbentuk dari beberapa anggota 6-10 dipilih ketua gugus dan masing-masing
dilatih sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Setelah GKM terbentuk proses kegiatan dimulai
Penyajian, presentasi pada manajemen atas dalam forum pertemuan, atau pagelaran.
Monitoring dan evaluasi perkembangan GKM.

Proses Kegiatan GKM


Kegiatan Gugus adalah kegiatan yang dikerjakan sehari-hari ditempat kerja yang dikerjakan
oleh petugaas kesehatan. Dalam pelaksanaannya, mngkin timbul persoalan-persoalan yang
sering terjadi, menonjol dan merugikan sehingga perlu diatasi atau diperbaiki untuk
meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan kepauasan kerja maupun pasien. Dalam
upaya menyelesaikan masalah dan memperbaiki mutu pelayanan tersebut, GKM dibekali
dengan alat-alat statistic kendali mutu, antara lain berkaitan :
Metode pemecahan masalah
Metode statistic
Banyak cara atau metode yang bias dipergunakan. Biasanya yang diperkenalkan oleh
Departemen Kesehatan adalah 8 ( delapan ) langkah pemecahan masalah dan 7 ( tujuh ) alat
statistik mutu yang secara rinci akan diterangkan dalam bab tersendiri. 8 ( delapan ) langkah
pemecahan masalah tersebut urutannya adalah :
1. Identifikasi dan menetapkan prioritas masalah
2. Analisis sebab-sebab yang mengakibatkan masalah
3. Menentukan sebab yang paling dominant ( sebab ) utama
4. Menentukan rencana perbaikan ( solusi )
5. Melaksanakan kegiatan perbaikan
6. Memeriksa hasil perbaikan dan menilai ( check dan evaluation )
7. Mencegah terulangnya lagi masalahdengan standarisasi
8. Merencanakan penyelesaian masalah berikutnya, dan seterusnya proses berulang-ulang
Langkah-langkah dalam siklus PDCA GKM, sebagai berikut :
J. Risalah Gugus Kendali Mutu
Langkah-langkah kegiatan gugus kendali mutu dapat dituangkan dalam suatu risalah yang
menceritakan proses yang terjadi dalam setiap langkah setelah PDCA sebagaimana
dijabarkan dalam 8 langkah pemecahan masalah. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai
berikut :
RISALAH GUGUS KENDALI MUTU ( TEMA )
Nama Instansi / Organisasi :
Nama Unit kerja / Bagian / UPF :
Nama Gugus :
PENDAHULUAN
1. Analisa Singkat Situasi Tempat Kerja
a. Organisasi
Visi, misi organisasi
Strukutur organisasi dan pejabat
Susunan pengurus GKM
b. Uraian tugas dan fungsi
2. Ketentuan Ketentuan
3. Kebijaksanaan umum
a. Definisi
b. Batasan-batasan
4. Rencana Kegiatan
Langkah 1 : Idendifikasi masalah / menentukan masalah
Anggota gugus bersama-sama menentukan masalah-masalah ditempat kerjanya, masingmasing mengeluarkan pendapat secara bebas dengan metode pemecahan masalah.
Menetapkan prioritas masalah yangs selanjutnya menjadi tema.
Langkah 2 : Analisis penyebab masalah

Setelah masalah prioritas diselesaikan ditetapkan, dianalisis sebab-sebab yang menyangkut


atas masalah tersebut dengan metode pemecahan masalah / analisis sebab masalah.
Langkah 3 :Mencari penyebab masalah yang menentukan ( penyebab utama )
Dicari penyebab-penyebab yang amat dominant yang berperan besar adanya masalah, dengan
metode statistic dan lain-lain.
Langkah 4 : Menyusun rencana perbaikan / perbaikan / perbaikan
Berdasarkan adanya penyebab utama yang mengakibatkaan masalah, dibuat rencana
perbaikan, sasaran dan targetnya, bila perlu engan alternative solusi pemecahan masalah
( alternative-alternatif perbaikan ). Rencana perbaikan tersebut dapat mengacu pada pola 5 W
+ 1 H.
Persetujuan atasan. Setelah rencana perbaikan disusun, perlu dukungan manajemen atas,
mungkin ada petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan rencana perbaikan dan dukungan bagi
penyediaan sumber daya yang diperlukan dalam perbaikan yang direncanakan tersebut
( biaya ), konsultan, peralatan dan sebagainya.
Langkah 5 : Melaksanakan kegiatan perbaikan / peningkatan
Pelaksanaan kegiatan perbaikan memperhatikan pola piker seperti telah dikemukakan
dalam langkah sebelumnya 5 W + 1 H
Semua kegiatan yang dilaksanakan dicatat dan didokumnetasikan dengan cermat, untuk
keperluan evaluasi yang akan dating
Dalam proses pelaksanaan kegiatan selalu dimonitoring dari segala aspek untung rugi, efek
samping, kemudahan, penyempurnaan-penyempurnaan yang diperlukan, peralatan-peralatan
yang diperlukan, waktu, pembiayaan, teknik-teknik metodologi, efisiensi, efektifitas,
pedoman teknis yang diperlukan dan sebagainya.
Hasil monitoring, catatan, dokumentasi-dokumentasi tersebut diperlukan supaya dapat
dipakai sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan perbaikan dan dapat sebagai bahan acuan
bagi petugas lain yang akan mengerjakan pekerjaan yang sama, bahan-bahan standarisasi.
Langkah 6 : Memeriksa ( Check ) dan menilai ( Evaluasi ) Hasil perbaikan
Data-data kegiatan perbaikan yang dilaksanakan pada langkah kelima atau dokumendokumen, diperiksa dan diteliti. Baik data-data pelaksanaan sewaktu proses perbaikan
berjalan ataupun hasilnya dievaluasi, dianalisis apa keuntungannya dan kerugiannya, dan
analisis SWOT, dan kemungkinan terjadinya akibat sampingan lainnya sehubungan dengan
adanya peraikan tersebut.
Langkah 7 : Standarisasi
Tindakan-tindakan perbaikan yang dilaksanakan, yang telah dianggapmenyelesikan
masalah, yang dikerjakan pada langkah kelima ditelaah sebaik-baiknya, disusun menjadi
standar kegiatan untuk menyelesaikan masalah yang sama bila terjadi lagi.
Standarisasi dapat pada proses atau persoalan perbaikan ( standar proses ) dan hasil
produksi ( standar hasil ) maupun standarisasi sumber daya yang diperlukan maupun
dukungan-dukungan lain yang diperlukan mungkin dari manajemen atas atau diluar GKM.
Setelah standar disusun, perlu dikukuhkan oleh manajemen atas, setelah dipertahankan
kebenarannya didepan pertemuan bersama pemimpin dalam suatu presentase yang dihadiri
pimpinan dan yang terkait ( tenaga ahli atau profesionalisme )
Pengakuan keberhasilan standar ( baru ) ini, merupakan kebanggaan tersendiri bagi GKM.
Langkah 8 : Menetapkan rencana berikutnya
Seringkali masalah yang satu berkaitan dengan masalah yang lain.
Kalau tidak ada lagi masalah yang berkaitan dengan proses, GKM perlu identifikasi
masalah lain yang mungkin ada ditempat kerjanya dan mulai lagi dengan data-data awal.

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar

AKREDITAS RUMAH SAKIT


Juni 21, 2009 oleh wohlersaputra

AKREDITAS RUMAH SAKIT


SUHADI.
Akreditasi merupakan pengakuan resmi yang biasanya diberikan oleh Pemerintah terhadap
lembaga sertifikasi yang memenuhi standar EN-45012, yaitu persyaratan internasional bagi
sebuah lembaga sertifikasi. Sertifikasi merupakan pengakuan resmi terhadap keberhasilan
penerapan system mutu di perusahaan berdasarkan pada standar system mutu. Di Indonesia,
lembaga yang berwenang memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi adalah Komite
Ekreditasi adalah Komite Akreditasi Nasional Dewan Standar Nasional (KAN- DSN).
Maksud Akreditasi Rumah Sakit, yaitu:
1. memberikan standar-standar opersaional rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan
pelayanan lain yang berhubungan.
2. untuk menghubungkan program survey dan akreditasi yang akan menjadi anggota dari
profesi kesehatan, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lain yang berhubungan secara
sukarela.
3. untuk menghubungkan program-program pendidikan dan riset dan menerbitkan hasil
dari itu, yang akan lebih lanjut maksud lain dari organisasi, dan untuk menerima
bantuan, pemberian dan warisan dan perlengkapan, dan mendukung organisasi.
4. untuk memberikan tanggungjawab dan menghubungkan kegiatan-kegiatan lain
menyesuaikan dengan opersional dari penyusunan standar,survey dan program
akreditasi.
Ekreditasi memiliki ciri:

bersufat sukarela dari organisasi kesehatan

lebih dari persyaratan yang ada pada lisensi

tujuan untuk mengarahkan organisasi menuju optimasi penampilan daripada hanya


sekedar pencapaian minimum

pencapaian secara maksimal standar maksimal

Survey akreditasi menyampaikan sasaran untuk evaluasi yang identik dengan kekuatan dan
kelemahan yang diperlukan untuk peningkatan manajemen dan pirantinya, untuk pengajaran
dan pelatihan , untuk menjamin adanya tindakan-tindakan perbaikan dan mendemonstrasikan
keinginan-keinginan fasilitas yang diperlukan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

yang bermutu. Licensing adalah aktifitas pemerintah menyatakan bahwa fasilitas kesehatan
telah memenuhi standar minimum untuk kesehatan dan kemananan.
Akreditasi rumah sakit berkaitan dengan penilaian kepatuhan terhadap standar-standar yang
mencakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit. Sumber daya atau sarana dan prasarana ,
manajemen, pelayanan medik, perawatan, funsi penunjang umum, diagnostic, rekam medis,
hak pasien dan sebagainya.
Peningkatan mutu adalah seharusnya dimulai dari keinginan diri sendiri (rumah sakit ) secara
keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan penampilan atas citra dirinya dengan
kesadaran , bahwa semakin bermutu rumah sakitnya akan semakin banyak memperoleh
keuntungan dalam arti luas. Sebelum di akreditasi, di nulai (di evaluasi) oleh pihak luar
(komite akreditasi ), dia akan menilai dirinya sendiri dulu.
Proses akreditasi Rumah Sakit secara garis besar adalah:
sebelum dilakukan akreditasi oleh Tim Akreditasi, Rumah Sakit mempersiapkan diri
senaik-baiknya melaksanakan dan melengkapi apa saja yang akan dinilai, dengan melakukan
penilaian diri sendiri dengan instrument atau kuisioner.
pada saatnya Komite Akeditasi RS melakukan pemeriksaan ( survey) ke Rumah Sakit
tersebut dan memeriksa dokumen- dokumen yang ada, peralatan medis, mengamati kegiatan
pelayanan medis, mewawancarai manajer, staf medis, paramedis, dan non medis, serta pasien
dan keluarganya.
Penyelenggaraan akreditasi Rumah sakit
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No 159 a/ MENKES/ PER / II/ 1998 tentang Rumah
Sakit di sebutkan bahwa:
Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan bahwa Rumah Sakit memenuhi standar minimal
yang ditentukan. Standar pelayanan Rumah Sakit dan Standar pelayanan Medis telah di
tetapkan berdasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, No 436/ MENKES/ SK/ VI/ 1993.
standar yang digunakan untuk akreditasi mengacu pada standar dalam Surat Keputusan
Menteri tersebut dan pertimbangan lain yang telah ditetapkan. Yang berwenang melakukan
akreditasi Rumah Sakit, baik milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, maupun
swasta adalah Komisi Gabungan Akreditasi Rumah Sakit , suatu tim yang bersifat non
structural yang di bentuk berdasar Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Depkes RI,
terdiri atas unsure-unsur: PERSI ,Organisasi profesi bidang kesehatan, Ahli Perumahsakitan,
Departemen Kesehatan, dan Instansi/ unit Terkait
1. akreditasi Rumah Sakit mencakup penilaian Terhadap: fisik bangunan, pelayanan
kesehatan , perlengkapan, obat-obatan, ketenagaan dan administrasi.
2. Kemampuan Rumah Sakit harus dapat memenuhi standar 5 kegiatan pelayanan
pokok, yaitu: Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Keperawatan dan Rekam Medis
Kegiatan pelayanan standar yang lainnya adalah:

1. Kamar Operasi
2. Pelayanan Radiologi
3. Pelayanan Perinatal Resiko tinggi
4. Pelayanan Laboratorium
5. Pengendalian infeksi di Rumah Sakit
6. Pelayanan Sterilisasi
7. Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana.
Berdasarkan surat Direktur Jemderal Depkes RI, nomor YM 02.03.3.5.912 mulai tahun
anggaran 1999/2000 akreditas rumah sakit akan dilaksanakan untuk 12 kegiatan pelayanan
yaitu:
1. Administrasi dan manajemen
2. pelayanan medis
3. pelayanan gawat darurat
4. pelayanan keperawatan
5. rekam medis
6. kamar operasi
7. pelayanan radiology
8. pelayanan laboratorium
9. pelayanan farmasi
10. pelayanan perinatal resiko tinggi
11. pengendalian infeksi di Rumah Sakit
12. Keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana
Tujuan akreditasi Rumah Sakit
Tujuan umum
Mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai
standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat
dipertanggungjawabkan.

Tujuan Khusus
~
memberikan pengakuan dan penghargaan kepada Rumah Sakit yang telah mencapai
tingkat pelayanan Kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan
~
memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga dan
lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung upaya penyembuhan dan
pengobatan pasien dengan sebaik-baiknya.
~
Memberikan jaminan dan kepuasan kepada costumer dan masyarakat bahwa
pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit di selenggarakan sebaik mungkin.
Manfaat Akreditasi
1. bagi Rumah Sakit
a. Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasdi antara rumah sakit dan bahan
akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit melalui pencapaian standar yang ditentukan.
b. rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada dibawah standar atau perlu
ditingkatkan.
c. penting untuk rekrutmen dan membatasi Turn Over staf rumah sakit karena pegawai
akan lebig senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang akan di akreditasi.
d. dengan perkembangan asuransi Kesehatan, semakin banyak perusahaan asuransi yang
mempersyaratkan pesertanya untuk berobat di Rumah sakit yang telah terakreditasi.
e. alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan
f.

Status Akreditasi dapat dijadikan alat untuk marketing pada masyarakat.

g. pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai criteria untuk memberi izin rumah
sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/ para medis.
h. merupakan status symbol bagi Rumah Sakit dan dapat meningkatkan citra dan
kepercayaan masyarakat atas Rumah Sakit.
i. Dengan diketahuinya kekurangan di bandingkan dengan standar yang ada, rumah sakit
dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan anggran dan perencanaan/
pengembangan rumah sakit kepada pemilik.
2.

bagi pemerintah

a. Akreditasi merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan dan membudayakan


konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui pembinaan terarah dan berkesinambungan.

b. Dapat memberikan gambaran keadaan Perumahsakitan di Indonesia yang memenuhi


standar yang di tentukan sehingga menjadi bahan masukan untuk perencanaan pengembangan
pembangunan Kesehatan pada masa dating.
3.

Bagi Perusahaan Asuransi

a. Akreditasi penting untuk negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan rumah sakit.
b. memberi gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja
4.

Bagi masyarakat

a. Dapat mengenal dengan melihat sertifikat Akreditasi yang biasanya di pajang diRumah
Sakit yang pelayanannya telah memenuhi standar,sehingga dapat membantu mereka memilih
rumah sakit yang di anggap baik.
b. Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan di Rumah Sakit yang sudah di
akreditasi daripada yang belum di akreditasi.
5.

bagi pemilik

a. mempunyai rasa kebanggaan bila rumah sakitnya diakreditasi


b. pemilik dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya (efisiensi) rumah sakit ini
dilakukan oleh manajemen dan seluruh tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah
sakit dapat lebih mudah tercapai
6.

Bagi petugas

a. Merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada Rumah Sakit yang
terakreditasi
b. Biasanya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat
imbalan dari manajemen atas usahanya selama ini dalam memenuhi standar
c. Self Asesment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standard an
peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai tersebut bekerja baik.
Standar untuk Akreditasi
Dengan diberlakukannya standar pelayanan Rumah Sakit dan Satandar Pelayanan Medis
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no 436/ MENKES / SK/ VI/ 1993, maka
seluruh Rumah Sakit di wajibkan untuk menerapkan standar tersebut tanpa memandang kelas
dan status kepemilikannya
Metode
Pada prinsipnya, program akreditasi Rumah Sakit menggunakan 2 metode yang saling
berkaitan yaitu:

1. Survei Pra- Akreditasi


2.

Survei Akreditasi

Keputusan Akreditasi Rumah Sakit


Rumah sakit yang telah melalui Proses Akreditasi akan memperoleh hasil / keputusan
Akreditasi. Ada 4 kemungkinan Keputusan yang akan dikeluarkan, yaitu:
1.

Tidak di Akreditasi

bila Rumah Sakit tersebut di anggap belum mampu memenuhi standar yang telah di tetapkan.
2.

Akreditasi bersyarat

Status ini diberikan bila Rumah Sakit telah dapat memenuhi persyaratan minimal tetapi
belum cukup untuk mendapatkan akreditasi penuh
3.

Akreditasi penuh

a. Diberikan untuk jangka panjang waktu 3 tahun pada Rumah-rumah sakit yang telah dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Komisi Gabungan Akreditasi.
b. setelah masa 3 tahun Rumah Sakit yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk di
Akreditasi pada periode berikutnya.
4.

Akreditasi Istimewa

Untuk Rumah Sakit yang menunjukan kemampuan pemenuhan standar secara istimewa
selama 3 periode berturut-turut, akan mendapatkan status Akreditasi untuk masa 5 tahun.
Langkah-langkah pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit
Kegiatan di tingkat Rumah Sakit dalam Program Akreditasi akan meliputi hal-hal
1.

membentuk Sub Komite Akreditasi di tingkat Rumah Sakit

2.
mengikuti pelatihan-pelatihan tentang Akreditasi yang diadakan baik oleh wilayah
maupun pusat.
3.

Diseminasi informasi mengenai Akreditasi kepada seluruh staf Rumah Sakit

4.

menyiapkan atau memenuhi standar.

Pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit secara nasional


Pada prinsipnya kegiatannya adalah
1.

penjadwalan Rumah Sakit yang akan di Akreditasi

2.

Pentahapan kegiatan pelayanan yang akan di Akreditasi

3.

proses/ prosedur pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit adalah:

a. Setelah Komisi Gabungan menerima Surat permohonan akreditasi dari Rumah sakit yang
telah di tetapkan, Komisi akan mengirimkan instrument/ kuisioner pre-survei yang harus di
isi dan di lengkapi oleh rumah sakit. Criteria penilaian di kelompokkan pada 7 standar yaitu:
standar 1 Falsafah dan tujuan
standar 2 Administrasi dan pengelolaan
Standar 3 Staf dan pimpinan
Standar 4 Fasilitas dan peralatan
Standar 5 Kebijakan dan Prosedur
Standar 6 Pengembangan staf dan program pendidikan
Standar 7 Evaluasi dan pengendalian mutu.
1. Komisi Gabungan Akreditasi akan menganalis hasil Self- assessment ini
2. Komisi Gabungan Akreditasi akan menjadwalakn kemusian melakukan survey di
lapangan dengan menunjuk satu tim survey yang terdiri dari tenaga professional
terlatih di bidang medis klinis, keperawatan dan adminisrasi.
3. Tim survey memeriksa rekaman, dokumen, peralatan dan proses pelayanan. Selain itu
di lakukan juga wawancara dengan manajer, staf dan pasien.
4. Surveyor menganalisis menyusun laporan penilaian dan mebuat rekomendasi untuk
perbaikan lebih lanjut.
5. Laporan Surveyor bersama-sama dengan usulan untuk status akreditasidisampaikan
kepada Komisi Gabungan Akreditasi.
STANDAR UNTUK AKREDITASI RUMAH SAKIT
A. ADMINISTRASI MANAJEMEN
Falsafah dan tujuan
1. Ada ketentuan tertulis tentang misi, tujuan dan peranan rumah sakit dengan
memperhatikan fungsi social rumah sakit dan kondisi setempat serta menjunjung
tinggi kode etik, sehingga kepentingan masyarakat akan pelayanan kesehatan dapat
dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
2. dalam menyusun ketentuan tertulis di atas pimpinan harus melibatkan staf medis,
perawat dan unit terkait lainnya serta pemilik Rumah Sakit.

3. Ada kebijakan tertulis tentang system yang mengatur hak, kewajiban dan identifikasi
pasien termasuk bayi.
Administrasi dan pengelolaan
Manajemen Rumah Sakit menyediakan hal-hal:
1. Struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi unit-unit, pelayanan antar unit yang jelas
secara tertulis sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. semua peraturan, ketetapan, dan kebijaksanaan sudah diketahui dan dilaksanakan oleh
semua unsure yang terkait di Rumah Sakit
3. Pimpinan bertanggungjawab dalam pengelolaan sumberdaya secara efisien.
4. ada kesesuaian dengan hukum, peraturan dan kerahasian
5. Ada pengendalian intern terhadap sarana fisik, keuangandan sumberdaya manusia.
6. Pemasokan:
Ada perjanjian tertulis mengenai pelayanan dari Rumah Sakit yang meliputi:
1. Pelayanan sesuai dengan fungsi Rumah Sakit
2. Dokumentasi pemasokan yang meliputi:
1). Hak dan tanggungjawab
2). Pelayanan oleh yang benar-benar ahli
3). Pengaturan penyerahan barang
4). Pengaturan lembur dan kedaruratan
5). Peranan dalam Komite
6). Pengendalian mutu pelayanan termasuk di dalam Rumah Sakit
7). Mekanisme bila timbul masalah dalam pelayanan
8). Ketepatan fasilitas dan sarana pelayanan Rumah Sakit dan pemasokan
Staf dan pimpinan
Ada pelimpahan wewenang secara tertulis dari pemilik rumah sakit kepada pimpinan untuk
mengelola rumah sakit dengan baik, meliputi:
1. Hubungan kerja antara pemilik dan pimpinan Rumah Sakit

2. Kewenangan dan tanggungjawab pimpinan


3. pengaturan bila pimpinan berhalangan melaksanakan tugas
4. pimpinan mempunyai latarbelakang pendidikan dan pengalaman yang cukup dalam
manajemen rumah sakit.
5. pimpinan berperan dalam perencanaan kebutuhan tenaga yang cukup dan mampu
untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
6. ada kebijakan pelayanan medis yang dibuat secara tertulis dan di informasikan kepada
semua staf, di tinjau dan disempurnakan setiap tahun.
7. pimpinan mempunyai catatan kepegawaian yang lengkap dan tetap dijsgs
kerahasiaannya.
8. Ada system penilaian penampilan yang digunakan untuk pembinaan dan peningkatan
karier. Penilaian dapat dilakukan oleh Konsulen / atasan, diri sendiri dan teman kerja.
9. Ada kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hak pasien:
1. Harga diri pasien di hormati
2. Keleluasan pribadi di lindungi pada saat pengobatan
3. Kebutuhan fisik dan mental di penuhi
4. Pasien di beri informasi mengenai penyakit dan rencana pengobatan atau tindakan.
5. Ada persetujuan mengenai : anastesi, pembedahan, tindakan pengobatan, tindakan
yang berbahaya, penelitian, fotografi dan lainnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
6. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui bahwa tindakan pengamanan telah di
laksanakan dengan baik sehingga dapat mencegah hal-hal yang di inginkan yang
dapat merugikan dirinya.
7. Pasien berhak berkomunikasikan dengan orang luar rumah sakit
8. Perhatian khusus di berikan kepada pasien yang tidak mempunyai penyantun atau
keluarga yang menanggung beban biaya.
9. Kerahasiaan tetap dijaga
10. Kerahasiaan dari status tetap dijaga.
Fasilitas dan peralatan
Agar setiap pegawai dapat melaksanakan tugas dengan baik perlu adanya perencanaan
tertulis.

Kebijakan dan Prosedur


Kebijakan dan prosedur tertulis untuk membina dan meningkatkan kemampuan manajemen
Rumah Sakit termasuk melindungi dan memenuhi kebutuhan pasien.
Pengembangan staf dan program pendidikan
1. ada program orientasi yang di rencanakan untuk anggotra baru dan pimpinan
2. ada program orientasi staf yang meliputi :
a. informasi tentang falsafah dan tujuan rumah sakit
b. informasi hunungan antara pelayanan dan organisasi Rumah sakit
c. Tugas fungsi hunungan kerja,tanggung jawab dan cara memperoleh bahan acuan
d. Metode penilaian staf
e. Metode penilaian pelayanan
3. Pimpinan menghadiri pertemuan dan program pendidikan/pelatihan dalam bidang
manajemen rumah sakit.
4. Program pengembangan staf memberikan kesempatan pelatihan dan pendidikan lanjutan
pada staf
5. Semua staf mengetahui kejelasan program
Evaluasi pengendalian mutu
1. Ada program tertulis tentang pengendalian mutu klinis dan non klinis yang meliputi :
tujuan,metode,pelaksana,keterkaitan dengan iptek dan laporan hasil.
2. Ada metode dan kegiatan yang meliputi :pemantauan,penilaian
berkala,tindakan,evaluasi,dan umpan balik.
3. Ada pengalokasian sumber daya yang dipakai untuk mengembangkan dan
meningkatkan program pengendalian mutu beserta pelaporan system informasinya.
4. Ada system informasi dan statistic yang baik dalam program
5. Ada mekanisme yang menampung control social
6. Ada laporan secara berkala mengenai pelaksanaan program-program dan rekomendasi
yang diajukan kepada pemimpin
1. B. PELAYANAN MEDIK
Administrasi dan Pengelolaan

Direktur dan wakil direktur berfungsi sebagai administrasi dengan tugas antara lain :
1. Membuat kebijakan dan melaksanakannya
2. mengintegrasikan,melaksanakan dan mengkoordinasikan
3. melaksanakan pengembangan staf dan pendidikan
4. melakukan pengawasan standar pelayanan
Staf dan Pimpinan
Adanya staf medis yang diorganisir agar dapat memberikan pelayanan profesi dan bermutu
dan berperan menetapkan kebijaksanaan dan prodesur menyangkut perawatan pasien.
Fasilitas dan peralatan
1. Ada ruang pertemuan untuk staf medis
2. tersedia fasilitas untuk komunikasi antar staf medis
3. tersedia tenaga administrasi untuk membantu pencatatan kegiatan
Kebijakan dan prosedur
1. Ada kebijakan dan prosedur dan pelayanan medis secara tertulis
2. Ada mekanisme untuk meneruskan informasi tentang kenijakan.
3. ada mekanisme yang memungkinkan tenaga medis rumah sakit dapat mengenal
fasilitas yang ada peralatan dan staf lainnya.
4. Ada mekanisme untuk menangani masalah etik
5. ada pengawasan penerapan standar profesi
Pengembangan staf dan program pendidikan
1. ada analisis kebutuhan pelayanan medis spesialistik yang di buat secara periodic
2. Rumah sakit menciptakan iklim konduktif untuk pendidikan berkelanjutan.
Ada program peningkatan mutu pelayanan medis yang tertulis:
1. ada komitmen dari pimpinan untuk menunjang program peningkatan mutu pelayanan
2. peran dari staf medik yang menunjang mekanisme yang efektif dalam memonitor dan
mengevaluasi mutu pelayanan pasien
3. ada tim peningkatan mutu pelayanan medis di Rumah Sakit

4. Ada rapat berkala untuk membahas upaya peningkatan mutu yang di dokumentasikan
dan di laporkan pada pemimpin.
C. PELAYANAN KEPERAWATAN
Falsafah dan tujuan
Pelayanan keperawatan di organisir dan di kelola gar dapat memberikan asuhan keperawatan
yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang telah di tetapkan.
Administrasi dan pengelolaan
1. ada standar Praktek Keperawatan yang berlaku dan dijadikan sebagai acuan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
2. Ada rencana Keperawatan yang di susun setelah di adakan pengkajian terhadap
pasien.
3. Ada catatan Asuhan Keperawatan yang di buat dan di gabungkan ke dalam rekam
medis
4. Ada mekanisme yang baku dalam menangani masalah etik keperawatan.
5. Staf keperawatan senantiasa menghormati hak, keleluasaan pribadi, martabat, dan
kerahasiaan pasien.
Staf dan Pimpinan
1. pelayanan keperawatan di pimpin oleh seorang perawat dengan kualifikasi sesuai
pedoman uraian tugas tenaga keperawatan di Rumah Sakit yang di tetapkan Depkes
RI.
2. Jumlah dan jenis tenaga Keperawatan sesuai dengan standard an kebutuhan
3. Ada jadwal jaga secara tertulis serta daftar hadir di ruang perawatan
4. Ada dokumentasi penilaian terhadap staf keperawatan yang di dasarkan pada uraian
tugas dan dapat di pergunakan untuk pembinaan dan peningkatan karier
Fasilitas dan Peralatan
1. ada sarana dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan tugas
2. Peralatan khusus yang ada di operasikan oleh petugas yang telah mendapatkan
pelatihan penggunaan alat tersebut.
Kebijakan dan Prosedur
Ada kebijakan dan prosedur tertulis sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip
Praktek Keperawatanyang konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan.

Pengembangan Staf dan Program Pendidikan


1. Ada program Pengemabangan staf yang di kooridnir oleh seorang perawat yang
mampu manajemen.
2. Ada program Orientasi dan pelatihan yang bertujuan mencapai efektivitas pelayanan
3. Ada program orientasi bagi staf keperawatan yang baru dan bagi perawat yang baru di
tempatkan pada unit tertentu.
4. Ada Rencana Pengembangan staf yang memberikan pelatihan bagi semua kategori
staf keperawatan yang menunjang kegiatan professional keperawatan.
5. Ada program pendidikan dan pelatihan yang memberi kesempatan mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya.
Evaluasi dan pengendalian mutu
1. Ada rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendali mutu keperawatan yang
meliputi: Pelayanan keperawatan sesuai standar yang di tetapkan; penampilan kerja
semua tenaga perawat; proses dan hasil pelayanan perawatan; penyediaan dan
pendayagunaan sumber daya dari Rumah Sakit.
2. Kepala perawat di tugaskan untuk mengkoordinasikan program ini.
3. Ada kegiatan pengendalian mutu meliputi: pemantauan, pengkajian, tindakan,
evaluasi, dan umpan balik.
4. Ada daftar hadir dan risalah pertemuan
5. Staf keperawatan di setiap unit menerima laporan tentang hasil yang di peroleh.
6. Program pengendalian mutu di nilai dan di evaluasi secara berkala.
IV. PELAYANAN GAWAT DARURAT
Falsafah dan tujuan
Instalasi gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat
yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan sesuai dengan standar.
Administrasi dan pengelolaan
Instalasi gawat darurat harus di atur, di pimpin dan di integrasikan dengan bagian lain dari
instalasi lain di Rumah Sakit.
Staf dan Pimpinan
Instalasi gawat darurat di pimpin oleh Dokter yang telah mendapat pelatihan PPGD di Bantu
oleh tenaga medis, para medis non perawatan dan tenaga non medis terampil.

Fasilitas dan peralatan


Fasilitas yang di sediakan harus menjamin efektifitas bagi pelayanan pasien dalam waktu 24
jam.
1. Ada petunjuk yang jelas letak IGD
2. Mudah di capai oleh kendaraan roda 4
3. Ruang Resusitasi terletak dekat dan mudh di jangkau
4. Ada ruang terpisah untuk melakukan resusitasi dan ruang tindakan, observasi, isolasi,
ruang petugas dan ruang tunggu.
5. tersedia telepon untuk berkomunikasi antar unit
6. ada sarana pelayanan radiology
7. Ada alat dan obat life saving
8. Ada Protab.
Kebijakan dan Prosedur
1. Ada petunjuk tertulis ( SOP) untuk menangani hal-hal: Sistem PPGD, Triase, Sistem
rujukan, Penerimaan penderita, Asuransi, Perkosaan, Kasus criminal, Penyiksaan
anak, Psikiatri, Keracunan, penderita tak di kenal, catatan medis, Penyakit menular,
Visum et Repertum, Rahasia medis, Surat cuti, Resep yang di berikan, Resep
narkotik, Kematian di IGD, tiba mati, Listrik mati, Radio aktif, dan pemadaman listrik
serta kebakaran Rumah Sakit.
2. Ada prosedur medis tertulis yang berisi: tanggungjawab dokter, batasan tindakan
medis, dan protocol medis untuk kasus tertentu.
Pengembangan staf dan Program Pendidikan
IGD dapat di manfaatkan untuk pelatihan magang dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
Evaluasi dan pengendalian mutu
1. Ada data dan informasi mengenai: jumlah pengunjung, Waktu pelayanan, penggunaan
pemeriksaan penunjang, Pole penyakit, dan angka kematian.
2. Ada evaluasi mengenai pelaporan kecelakaan
3. Ada pertemuan berkala sedikitnya 1 bulan sekali untuk membahas masalah dan
langkah-langkah pemecahannya
4. Ada penilaian hasil pelayanan medsi.

V. REKAM MEDIS
Falsafah dan tujuan
Rumah sakit harus menyelenggarakan rekam medis yang merupakan bukti tentang proses
pelayanan medis kepada pasien.
Administrasi dan pengelolaan
1. ada pernyataan tertulis yang memuat tujuan yang menggambarkan peranan unit rekam
medis
2. Ada bagan organisasi
3. Ada uraian kerja dan kewajiban secara tertulis
4. Ada komite rekam medis yan g di tunjuk bertanggung jawab kepada pimpinan Rumah
Sakit.
5. Ada susunan Komite rekam medis yang di tentukan oleh pimpinan Rumah Sakit yang
bertugas: melakukan rapat secara teratur, membuat laporan, melaporkan kepada
pemimpin RS, dan menghadiri rapat.
6. Ada pengelola rekam medis yang membuat informasi statistic yang diteruskan kepada
unit lain.
7. Ada kepala unit rekam medis yang bertanggungjawab atas pengelolaan sumberdaya.
Staf dan Pimpinan
Unit rekam medis di lengkapi dengan pimpinan , staf, dan fasilitas yang cukup, untuk
menyelenggarakan fungsinya dengan baik.
Fasilitas dan peralatan
1. Lokasi unit rekam medis memungkinkan pengembalian dan distribusi rekam medis
dengan lancer
2. Ada ruang kerja untuk staf
3. Ada ruang penyimpan dokumen
4. Ruangan rekam medis yang cukup menjamin bahwa rekam medis aktif atau non aktif
tidak hilang atau rusak.
Kebijakan dan Prosedur
Harus ada kenijakan dan prosedur yang tertulis yang menceriminkan pengelolaan unit rekam
medis menjadi acuan bagi staf rekam medis yang bertugas.

Pengembangan staf dan Program Pendidikan


Semua staf mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan yang berguna
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendali mutu rumah sakit
2. pelayanan rekam medis dipantau dan dinilai secara terus menerus
3. pengendalian mutu meliputi:pemantauan,analisis,tindakan,evaluasi,umpan balik.
4. dokumentasi yang tepat mengenai kegiatan disimpan dan kerahasiaan pasien staf
medik tetap dijaga.
VI. KAMAR OPERASI
Falsafah dan tujuan
Pelayanan di kamar operasi harus memiliki falsafah dan tujuan tertulis yang mencerminkan
pelayanan medis dan pelayanan keperawatan agar dapat tercipta koordinasi dan
kesinambungan pelayanan pasien selama di lakukan tindakan pembedahan.
Administrasi dan Pengelolaan
1. Cakupan pelayanan di tentukan berdasarkan fungsi, lokasi dan kemampuan Rumah
Sakit
2. Harus ada bagan organisasi yang mencerminkan hubungan kerja, wewenang dan
tanggungjawab dari staf medis, paramedic, non perawatan.
3. Bagan organisasi harus dapat mencerminkan hubungan kerja sama dan integrasi
dengan unit lain
4. Ditetapkan kepala yang bertanggungjawab atas pengelolaan
5. Staf kamar operasi harus terlibat dalam kegiatan kepanitiaan
6. Hak dan kewajiban staf medis dan anastesi di tentukan oleh pimpinan Rumah sakit
Staf dan pimpinan
Pelayanan kaear operasi harus dilaksanakn oleh tenaga medis, paramedic perawatan dan
paramedic non perawatan yang terlatih dan berpengalaman.
Fasilitas dan perawatan

Rancang bangun dan peralatan kamar operasi harus memenuhi syarat agar dapat mendukung
terselenggaranya pelayanan pembedahan yang efektif dan di dukung dengan program
pemeliharaan peralatan kedokteran dan program pengamanan.
Kebijakan dan Prosedur
Kebijakan dan prosedur yang mengatur tentang pengelolaan dan pelayanan operasi harus di
buat tertulis dan di pasang pada kamar operasi.
Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Pendidikan berkelanjutan harus dikembangkan untuk tenaga dari unit tersebut sehingga staf
dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya untuk melaksanakan
tindakan dan prosedur baru.
Evaluasi dan pengendalian mutu
Pengelola kamar operasi bertanggungjawab untuk melakukan evaluasi pelayanan
pembedahan
VII.PELAYANAN PERINATAL RESIKO TINGGI
Falsafah dan tujuan
Pelayanan Perinatal Resiko tinggi adalah pelayanan yang menciptakan kondisi bagi ibu dan
Janin atau bayinya yang mempunyai resiko tinggi agar dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal serta terhindar dari morbiditas dan mortalitas. Unit Pelayanan
Perinatal resiko tinggi merupakan unit yang mempunyai sifat pelayanan gawat darurat
berlaku bagi pelayanan perinatal resiko tinggi.
Administrasi dan Pengelolaan
Pelayanan perinatal resiko tinggi harus mampu untuk memenuhi kebutuhan pasien serta
diatur dan di dan di integrasikan dengan unit kerja terkait.
Staf dan Pimpinan
Unit Perinatal Resiko Tinggi di pimpin oleh seorang dokter dan staf yang terdiri dari tenaga
medis, paramedic keperawatan , paramedic non perawatan, dan tenaga non medis yang
berkualifikasi untuk menjamin dilaksanakannya pelayanan yang telah di tentukan.
Fasilitas dan peralatan
1. Desain ruang perawatan antenatal harus sedemikian rupa sehingga mampu melayani
kasus resiko tinggi
2. Fasilitas harus memiliki kelengkapan:Unit diagnostic Antenatal ( pemeriksaan
Kardiografi, ultrasonografi) ; Kamar bersalin ( kamar Kala 1, kamar bersalin yang
berdekatan dengan kamar operasi, kamar isolasi, kamar eklamsi, kamar kala 4, kamar

pulih); Unit perawatan neonatus intensif, Laboratorium, Radiologi, dan penunjang


lainnya.
Kebijakan dan Prosedur
Perlu di buat kebijakan tertulis mengenai prosedur pada setiap jenis kegiatan
Pengembangan staf dan Program Pendidikan
Pendidikan berkelanjutan harus dikembangkan untuk tenaga yang ada, agar dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam memberikan pelayanan.
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Ada penanggungjawab unit kegiatan bertanggungjawab atas evaluasi yang meliputi:
1. Evaluasi Konduite staf
2. Pemanfaatan unit
3. Laporan Kecelakaan dan masalah
4. Menentukan kegiatan pemecahan masalah
5. membuat Dokumen Kegiatan Pelayanan.
VIII. PELAYANAN LABORATORIUM
Falsafah dan tujuan
Pelayanan rumah sakit menyelenggarakan pelayanan patologi dan laboratorium klinik secara
professional dan bermutu sesuai kebutuhan pasien.
Administrasi dan pengelolaan
1. Ada bagan organisasi
2. Adanya uraian tugas untuk setiap jabatan yang ada di Laboratorium
3. Bagan Organisasi dan uraian tugas harus ditinjau dan di sempurnakan dalam 3 tahun
4. Hasil pelayanan pemeriksaan laboratorium di masukkan kedalam dokumen rekam
medis
5. Ada laporan harian mengenai identifikasi specimen
6. penyimpanan laporan berdasarkan jenis-jenis pelayanan Laboratorium yang ada.
Staf dan Pimpinan

Pelayanan Laboratorium harus di pimpin oleh seorang tenaga dokter senior atau dokter
spesialis petologi yang memenuhi syarat untuk bertanggungjawab dari segi profesi,
organisasi, dan asministrasi pelayanan laboratorium. Harus ada personil yang cukup yang
mempunyai kualifikasi dan berpengalaman untuk mengawasi dan memimpin pekerjaan
laboratorium.
Fasilitas dan Peralatan
Ruangan penerimaan specimen,Ruang pemeriksaan yang terpisah dengan ruang penerimaan,
Ruang Administrasi, Ruang penunjang untuk penyimpanan bahan kimia dan WC.
Kebijakan dan Prosedur
1. Tata laksana pelayanan laboratorium untuk gawat darurat, rawat inap dan rawat jalan
2. Ada prosedur tertulis menegnai cara pengumpulan specimen
3. Ada prosedur tertulis untuk tiap jenis pemeriksaan
4. Ada prosedur tertulis untuk pemeriksaan jaringan
5. Ada prosedur tertulis untuk pemeriksaan jenazah
6. Ada prosedur tertulis untuk pengambilan specimen sitologi
7. Ada prosedur tetap pelaksanaan lain yang berhubungan dengan laboratorium
Pengembangan staf dan program Pendidikan
1. Ada program tertulis yang mencakup orientasi bagi petugas baru di laboratorium
2. Ada perencanaan program pengembanagn dan pendidikan berkelanjutan di bidang
laboratorium
Evaluasi dan Pengendalian mutu
1. Program pengendalian mutu eksternal secara tertulis untuk menjamin ketepatan data
2. Ada prosedur tertulis tentang uji coba tiap regen baru untuk di ketahui reaksinya.
IX. PELAYANAN RADIOLOGI
Falsafah dan tujuan
Instalasi Radiologi di Rumah Sakit memberikan pelayanan Radiodiagnostik dan pelayanan
radioterapi sebaik-baiknya kepada penderita yang membutuhkan.
Administrasi dan Pengelolaan

Instalasi Radiologi harus mempunyai bagan organisasi dan uraian tugas yang jelas bagi
semua klasifikasi pegawai yang ada.
Staf dan Pimpinan
Di pimpin oleh seorang dokter specialis radiology atau dokter yang mendapat pelatihan ,
dibantu oleh staf yang di anggap mampu sehingga tujuan pelayanan bisa tercapai.
Fasilitas dan Peralatan
Sarana dan prasarana di tujukan bagi terselenggaranya pelayanan radiology yang aman,
efektif, efisien, sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta menungkinkan petugas Radiologi
bekerja dengan nyaman dan tertib.
Kebijakan dan Prosedur
Agar pelayanan terhadap pasien bisa terlaksana secara optimal, maka perlu ada prosedur
secara tertulis yang didasarkan pada pengetahuan dalam bidang radiology.
Pengembangan staf dan Program Pendidikan
1. Dalam pengembangan staf bagian radiology harus senantiasa terlibat aktif dalam
Komite medik di Rumah Sakit dan turut aktif dalam seminar/ kegiatan pelatihan
2. Harus mempunyai rencana pengembangan jangka pendek dan jangka panjang yang di
dokumentasikan.
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Evaluasi mutu pelayanan
2. Evaluasi cakupan pelayanan
3. Evaluasi efektivitas dan efisiensi pelayanan
X. PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT
Falsafah dan tujuan
Ada program yang efektif tentang pencegahan, surveilans, dan pengendalian infeksi di
Rumah Sakit.
1. Program ini melibatkan semua unit di Rumah Sakit
2. Ada SOP yang tertulis
3. SOP sebaiknya di tinjau setiap 3 tahun dan di sempurnakan bila perlu
Administrasi dan Pengelolaan

1. Ada Komite multi disiplin yang bertugas memantau program pengendalian infeksi
2. Komite di pimpin oleh dokter dengan anggota staf medik, perawat, petugas
administrasi, dan petugas yang di tunjuk oleh masing-masing unit.
3. Ada bagan organisasi
4. Komite bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan, melakukan evaluasi secara berkala
kemudian membuat rekomendasi.
5. Komite mengadakan rapat secara teratur sedikitnya 3 bulan sekali
6. Instalasi penunjang
Staf dan Pimpinan
Komite memberikan kewenangan secara tertulis dalam pengelolaan program PIRS untuk
menanggulangi kasus darurat yang membahayakn pasien atau petugas.
Fasilitas dan Peralatan
Kelengkapan dan kebersihan Rumah Sakit harus di sediakan demikian pula dengan
lingkungan harus bersih.
Kebijakan dan Prosedur
1. tersedia jadwal kerja tertulis
2. Ada pengaturan Pengudaraan dan Ventilasi
3. Ada jadwal pemeriksaan secara teratur terhadap pengudaraan dan ventilasi
4. Ada kebijakan yang melarang merokok di Rumah Sakit
5. Ada prosedur tertulis Pengelolaan sampah di Rumah Sakit
6. Ada prosedur tetap untuk pengelolaan linen kotor
7. Ada kebijakan dan Prosedur tertulis tentang pemeriksaan air bersih secara berkala
Pengembangan staf dan Program pendidikan
1. Ada program orientasi bagi staf yang baru
2. Ada kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan.
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Ada kebijakan Tertulis mengenai Pengendalian Infeksi yang merupakan bagian dari
Pengendalian mutu Rumah Sakit

2. Ada program evaluasi dan pemantauan yang di buat tertulis.


XI. PELAYANAN STERILISASI
Falsafah san tujuan
Pelayanan Sterilisasi ( PS ) melayani semua bagian Rumah Sakit yang menggunakan
instrument, baju, dan lain-lain yang di buai steril.
Adminstrasi dan Pengelolaan
1. Ada bagan organisasi yang jelas
2. Bagan organisasi di tinjau detiap 3 tahun
3. Terdapat prosedur tertulis mengenai proses pembersihan, pencucian, starilisasi,
4. Terdapat buku ekspedisi untuk bahan yang dikirim dari pusat ke bagian.
Staf dan Pimpinan
1. pimpinan pelayanan Sterilisasi adalah seorang yang cakap di bidang Sterilisasi dan
Desinfektan
2. Pimpinan pelayanan Sterilisasi mempunyai catatan mengenai koundite dan prestasi
pegawai sesuai peraturan.
Fasilitas dan Peralatan
Ciri pelayanan Sterilisasi yaitu:
1. Ada pemisah yang jelas antara bahan yang kotor dan bahan yang bersih
2. yang bersih di pisahkan antara yang steril dan non steril
3. Ada tempat penyimpanan yang memadai
4. Bangunan di rancang agar tidak terkontaminasi
5. Ada tempat cuci tangan
6. Diruang sterilisasi ada thermometer dan hygrometer
7. Mesin Sterilisasi di periksa secara teratur
8. Air yang dipakai untuk mencuci kualitasnya baik
9. Bahan atau barang yang kotor dan yang steril di angkut secara terpisah.
Kebijakan dan Prosedur

Ada tata kerja dan prosedur yang mengatur agar tidak terkontaminasi
Ada jadwal yang teratur untuk membersihkan
Ada jadwal dan tata kerja secara tertulis yang mengatur agar pelayanan sterilisasi dapat
berlangsung juga di luar jam kerja
Hasil sterilisasi di periksa dengan indicator yang baik
Ada ruang tempat linen yang terpisah dari ruang sterilisasi
Pengembangan staf dan Program Pendidikan
1. Ada program orientasi bagi staf yang baru
2. Ada kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Ada kebijakan Tertulis mengenai Pengendalian Infeksi yang merupakan bagian dari
Pengendalian mutu Rumah Sakit
2. Ada program evaluasi dan pemantauan yang di buat tertulis.
XII.KESELAMATAN KERJA, KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA
Falsafah dan Tujuan
Rumah sakit di bangun dan di lengkapi dengan peralatan, di jalankan dan dipelihara
sedemikian rupa untuk menjaga keamanan dan mencegah kebakaran serta persiapan
menghadapi bencana. Hal ini bertujuan untuk menjamin dan menjaga keselamatan hidup
pasien, pegawai, pengunjung, dan sarana Rumah Sakit.
Administrasi dan Pengelolaan
Ditetapkan seorang pejabat sebagai pimpinan yang bertanggungjawab atas pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran.
Staf dan pimpinan
Pimpinan harus berpendidikan dan berpengalaman dalam keselamatan kerja, bahaya
kebakaran dan bencana.
Fasilitas dan Peralatan
Tersedia fasilitas dan peralatan yang cukup serta siap pakai terus menerus untuk menunjang
program keselamatan kerja, menanggulangi bahaya kebakaran dan bencana.
Kebijakan dan prosedur

Kebijakan, prosedur, peraturan dan peodman tertulis harus diterapkan di tiap unit kerja dan
berlaku bagi setiap orang dalam upaya mencapai keselatan kerja serta mancegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dan bencana.
Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Ada program tertulis tentang pendidikan dan pelatihan bagi staf untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalan bidang keselamatan kerja, bahaya kebakaran dan
bencana.
EValuasi dan pengendalian mutu
1. Ada prosedur tertulis tentang pelaksanaan evaluasi dari Program
2. Tersedia sarana konsultasi antara unit ini dengan unit lain di Sumah Sakit.
3. Ada dokumentasi tentang semua kejadian kecelakaan kerja, kebakaran dan bencana
4. Ada dokumentasi penanggulangan kasus akibat kecelakaan kerja, kebakaran dan
bencana
5. Ada rujukan upaya penyempurnaan pencegahan dan penanggulangan keselamatan
kerja, kebakaran dan bencana
6. semua aturan yang berkaitan dengan keselamatan kerjam kebakaran, dan bencana
telah di terapkan.

Anda mungkin juga menyukai