Hasil penelitian Hermawaty tahun 2000 menunjukan tingkat pendidikan 58,3 % dengan
kategori kurang dan 41,7 % kategori cukup. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan tenaga
yang ada di kabupaten/kota masih rendah, maka perlu diadakan penelitian mengenai tingkat
kemampuan para tenaga kesehatan sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan untuk
mengadakan evaluasi dan perbaikan dalam penanganan tenaga kesehatan. Kemapuan tenaga
kesehatan merupakan variabel utama dalam penyelenggaraan Otonomi daerah dan
indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan tenaga kesehatan secara makro
adalah rasio jumlah penduduk, pendidikan formal pegawai, golongan/kepangkatan,
pendidikan dan latihan strukrural dan fungsional yang diikuti serta masa kerja.
Sedangkan Ali Sadikin (2003) dalam penelitiannya tentang analisis kemampuan tenaga
kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan di Kabupaten Bulungan Jawa
Timur dinyatakan tidak mampu, berdasarkan rasio jumlah tenaga kesehatan terhadp jumlah
penduduk, pendidikan formal, golongan dan kepangkatan, pendidikan dan latihan, dan masa
kerja
Oleh sebab itu, berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti ingin melakukan studi
tentang kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi di bidang kesehatan
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kemampaun tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah
bidang kesehatan ditinjau dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk, pendidikan formal tenaga kesehatan, golongan kepangkatan, Diklat Struktural dan
Tewhnis/Fungsional, dan masa kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Polewali.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi
daerah bidang kesehatan ditinjau dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk, pendidikan formal, golongan kepangkatan, dan Diklat Struktural dan
Tehnis/Fungsional, dan masakerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Kabupaten Polewali.
1. Tujuan khusus
1. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali .
2. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi pendidikan formal tenaga kesehatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
3. Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan
otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi golongan kepangkatan tenaga kesehatan
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
maupun daerah serta penataan sumber daya manusia aparatur. Semua upaya tersebut
diharapkan sudah dapat dilaksanakan pada tahun 2001 (Yudoyono, 2001).
Menurut Yudoyono(2001), jumlah aparatur pemerintah daerah sampai selesainya proses
perampingan pemerintah pusat dan pengalihan status kepegawaian, diperkirakan berjumah
3,8 juta (jumlah PNS yang dialihkan menjadi PNS daerah sekitar 2 juta lebih ). Ratio pegawai
PNS pusat dan daerah dengan penduduk Indonesia berjumlah 205 juta adalah sekitar 2 %.
Dibanding dengan negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang dan
Amerika Serikat jumlah PNS di Indonesia relatif kecil. Tetapi yang menjadi permasalahan
adalah tingkat produktifitas dari kinerja yang ditampilkan dalam hal ini Indonesia tampaknya
masih jauh tertinggal. Bukan saja secara kuantitas, masih memprihatinkan tetapi juga kualitas
dari produk yang dihasilkan masih belum bisa memenuhi harapan semua pihak, termasuk
yang diakui oleh sebagian aparat pemerintah sendiri. Apalagi ada predikat tambahan yaitu
termasuk peringkat atas sebagai negara paling korup di dunia.
Kondisi aparatur pemerintah beberapa pemerintah yang lalu pernah diamati oleh suatu
lembaga yang hasilnya cukup memprihatinkan. Ketika jam kerja, banyak dijumpai PNS yang
hanya membaca koran, ada yang main catur, tidak berada ditempat kerja dan sebagainya. Hal
ini menunjukkan keterabaikan aspek efisiensi dan sudah tentu juga tidak efektif. Aktifitas
yang menunjukan nuansa kesibukan kerja tanak diunit-unit kerja yang ada proyeknya.
Sehingga tidaklah salah jika ada sementara pengamat yang menyatakan bahwa PNS lebih
cenderung berorientasi pada proyek ketimbang melaksanakan tugas-tugas rutinnya.
Dari sisi tingkat pendidikan formal, dari sekitar 3,8 juta PNS diseluruh pemerintah daerah,
sekitar 40-50% adalah lulusan SLTA. Hal ini pun karena dalam beberapa tahun diakhir
dasawarsa 90-an PNS yang melanjutkan studi ke srtata satu (S1) dan Strata Dua (S2)
meningkat cukup banyak. Dari sisi pendidikan non formal atau yang dikenal diklat aparatur,
jumlah PNS yang berkesempatan mengikuti program pemerintah masih sangat terbatas
karena frekuensi pelatihan yang juga terbatas. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
badan pendidikan dan pelatihan Departemen Dalam Negeri ditahun 1992/1993 menunjukan
data adanya PNS dalam jumlah yang cukup besar belum pernah mengikuti pelatihan selama
karirnya kemudian ditemukan pula yang baru sekali mengikuti peltihan selama 20 tahun masa
bakti dan sebagainya.. Frekuensi meningkat cukup pesat disekitar 5 tahun terakhir abad ke
-20 itu pun dalam jenis Diklat Srturktural yang dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan
pengangkatan dalam jabatan yang lebih tinggi (Yudoyono, 2001).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum sepadannya kualitas aparatur Pemerintah
daerah. Penyebab ini adalah datangnya bukan dari lingkungan internalnya, melainkan
sebagian besar justru dari pemerintah pusat.
1. Sistem sentralisasi kewenangan yang berlaku selama lebih kurang 32 tahun,
menjadikan berkembangnya sikap ketergantungan yang demikian besar dari
pemerintah daerah. Mereka lebih cenderung menunggu petunjuk dari pusat, kucuran
dana dari pusat, program-program dari pusat, dan sebagainya yang menjadikan
tipisnya kader kreaktifitas, inovasi, inisiasi atau prakarsa. Mereka seolah tidak berani
atau bahkan tidak mau dan mampu melakukan aktifitas jika yang dilakukan tidak
berdasarkan petunjuk dari pemerintah pusat. Dalam konstruksi seperti ini, aparatur
pemerintah pusat seolah menjadi dewa sakti yang mampu menghidupi aparatur
daerah. Lantas terjadilah praktek-praktek kotor dengan memanfaatkan
ketergantungan dalam manajemen pemerintahan.
1. Manusia pelaksanannya.
Manusia pelaksannya harus baik adalah faktor esensial dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pentingnya faktor ini, karena manusia merupakan subyek dalam setiap
aktifitas pemerintahan. Manusialah yang menjadi pelaku dan penggerak proses mekanisme
dalam sistem pemerintahan. Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan
dengan sebaik-baiknya, yakni sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau
subyek pelakunya harus pula baik. Atau dengan perkataan lain, mekanisme sistem
pemerintahan, baik pusat maupun daerah, hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat
mencapai tujuan seperti yang dikehendaki, apabila manusia sebagi subyek yang
menggerakannnya baik pula. Tanpa manusia pelaksana yang baik, maka mekanisme
pemerintahan pun tidak dapat berjalan dengan baik. Pengertian baik disini meliputi :
1. Mentalitasnya/moralnya baik dalam arti jujur, mempunyai rasa tanggung jawab yang
besar terhadap pekerjaannya, dapat bersikap sebagi abdi masyarakat dan sebagainya.
2. Memiliki kecakapan/kemampuan yang tinggi untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Keuangan yang baik
Istilah keuangan disini mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang,
antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan
yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.
Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hampir tak ada
kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang
tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan.
Demikian juga semakin baik pengelolaannya semakin berdayaguan pemakaian uang tersebut.
1. Peralatan yang cukup dan baik
Peralatan adalah setiap benda atau alat yang dapat dipergunakan untuk memperlancar
pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik (praktis, efisien, dan
efektif) dalam hal ini jelas diperlukan bagi terciptanya suatu pemerintah daerah yang baik
seperti alat-alat kantor, alat-alat komunikasi dan transportasi, dan sebagainya. Apalagi dalam
organisasi pemerintahan yang serba kompleks di abad teknologi modern sekarang ini, alatalat yang serba praktis dan efisien sangat dibutuhkan sekali. Namun di lain pihak, peralatan
yang baik tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki serta kecakapan
manusia atau aparat yang menggunakannya.
1. Organisasi dan manajemen yang baik
Organisasi yang dimaksud adalah organisasi dalam arti struktur yaitu susunan yang terdiri
dari satuan-sauan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungannya
satu sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan manajemen adalah proses manusia yang mengggerakan tindakan dalam usaha kerja
sama, sehingga yang telah ditentukan benar-benar tercapai.
Kaho (1991) menyatakan bahwa, suatu Daerah disebut daerah otonom apabila memiliki
atribut sebagai berikut :
1. Mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah, urusan rumah
tangga daerah ini merupakan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah.
2. Urusan rumah tangga itu diatur dan diselenggarakan atas inisiatif/prakarsa dan
kebijakan daerah itu sendiri.
3. Untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat, yang
mampu untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya.
4. Mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah, agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan urusan rumah tangga daerahnya.
Dari keempat atribut diatas, kemampuan aparatur pemerintah daerah merupakan satu faktor
yang menentukan apakah suatu daerah dapat/mampu menyelenggarakan urusan rumah
tangganya dengan baik atau tidak. Bagaimanapun juga berhasil tidaknya suatu kegiatan
dilaksanakan dalam hal ini pelaksanaan otonomi daerah akan sangat tergantung pada
manusia sebagai pelaksananya atau aparatur pemerintah daerah itu sendiri.
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu melaksanakan desentralisasi kekuasaan
kepada pemerintah daerah. Mengenai alasan- alasan ini, Josep Riwu Kaho (1991)
menyatakan sebagai berikut :
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan
untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya
dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, menyelenggarakan desentralisasi dianggap sebaga tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah
adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan upaya perhatian dapat
sepenuhnya ditumpuhkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan
penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latarbelakang sejarahnya.
5. dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena
pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan.
Substansi sasaran vital yang ngin dicapai melalui perunahan sistem pemerintah daerah
adalah :
1. Pembangunan sistem, iklim dan kehidupan politik yang demokratis.
1. Penciptaan pemerintahan daerah yan ersih dan berwibawa sera bernuansa
desentralisasi.
3). Bagi pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan fungsional dapat dialihkan menjadi
pegawai negri sipil dipekerjakan.
2. Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan atau perangkat didaerah (Depdagri UU. No. 4 /1997).
Dalam penjelasan umum Undang-undang No. 22 tahun 1999, disebutkan bahwa pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah
administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
Kecamatan yang menurut Undang-undang No.5 tahun 1992 sebagai wilayah administrasi
dalam rangka dekonsentrasi, menurut Undang-undang No.22 tahun 1999 kedudukannya di
ubah menjadi perangkat daerah kabupaten atau daerah kota.
3. Asas Tugas Pembantuan
Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
tingkat atasannya dengan kewajiban untuk mempertanggung jawabkannya kepada yang
menugaskan (Depdagri UU No. 4 tahun 1997). Dalam penjelasan umum PP. No. 45/1992
dikatakan bahwa dengan pemberian tugas pembantuan, pemerintah daerah kabupaten/kota
akan memperoleh kesempatan yang luas guna mendapatkan pengalaman yang berharga
dalam menjalankan suatu tugas pemerintah dan atau daerah propinsi untuk menumbuhkan
kepercayaan yang lebih besar terhadap pemerintah daerah kabupaten/kota. Dengan
perluasan otonomi daerah kabupaten/kota dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal
ini, diatas telah dipertegas lagi dalam PP. No. 8/1995 yang mengatakn bahwa pemberian
tugas perbantuan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah propinsi kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota harus dijadikan suatu mekanisme yang mendorong perluasaan
otonomi daerah bagi daerah kabupaten/kota.
5. Kewenangan di Bidang Kesehatan dan Upaya Menciptakan Lahan Kerja bagi
Tenaga Kesehatan
Sebagai tindak lanjut diundangkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai daerah otonom. Peraturan Pemerintah ini menetapkan batas kewenangan
yang dapat dilakukan Pemerintah dan Propinsi sebagai daerah otonom. Dengan telah
ditetapkan peraturan pelaksanaan ini, maka mau tidak mau masing-masing Departemen dan
Lembaga Pemerintah Non Departeman harus segera melakukan reposisi dan restrukturisasi
akibat berkurangnya kewenangan kewenangan setelah sebagian besar diserahkan kepada
daerah otonom, yang berarti juga berubah dan berkuramgnya fungsi-fungsi institusi.
Terkait dengan penataan kembali organisasi tersebut, dampak yang segera akan tampak dan
dapat dirasakan langsung adalah masalah kepegawaian. Bagi departemen kesehatan dimasa
mendatang, pegawai yang dibutuhkan di lingkungan kantor pusat lebih cenderung
berkualifikasi kemampuan untuk meleksanakan fungsi-fungsi analisis dan perumusan
kebijakan advokasi, pengaturan dan penyusunan standar serta kegiatan yang bersifat hulu
lainya. PNS untuk daerah propinsi akan lebih berkualifikasi kemampuan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan dalam pembinaan teknis, kontrol kualitas, dan melaksanakan kegiatan
yang bersifat lintas Kabupaten/Kota.
Sedangkan PNS di Daerah Kabupaten/Kota di samping melakukan kegiatan-kegiatan
operaosinal pelayanan langsung kepada masyarakat, juga cenderung berperan dan
mengembang fungsi baru penyusunan perencanaan dan penganggaran kesehatan secara
terpadu, pengembangan program kegiatan, monitoring dan evaluasi, serta penyusunan
langkah-lamngkah tindak lanjut hasil evaluasi
Untuk lebih jelasnya rincian kewenangan di bidang kesehatan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kewenangan Pemerintah di Bidang Kesehatan
1. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.
2. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.
3. Penetapan pedoman akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.
4. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat.
6. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan,
dan standar etika penelitian kesehatan.
7. Pemberian ini dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan imndustri farmasi.
8. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tertentu (zat aditif) untuk makanan dan
penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan.
9. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
10. Survailans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
11. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat
esensial nasional.
2. Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom d Bidang Kesehatan
1. Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan.
2. Pengelolaan dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan khusus seperti
rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker.
3. Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.
5. Perizinan distribusi pelayanan obat skala Kabupaten/Kota (Apotik dan toko obat)
6. Pendayagunaan tenaga kesehatan.
7. Pengembangan sistem pembiayaan kesehatan melaui jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat atau sistem lain.
8. Penyelenggaraan upaya/sarana kesehatan Kabupaten/Kota.
9. Penyelenggaraan upaya dan promosi kesehatan masyarakat
10. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dalam lingkup kabupaten/Kota.
11. Survalans epidemiologi dan penanggulangan wabah/kejadian luar biasa skala
Kabupaten/kota.
12. Penyelenggaraan upaya kesehatan lingkungan dan pemantauan dampak
pembangunan terhadap kesehatan lingkup Kabupaten/Kota.
13. Perencanaan dan pengadaan obat pelayanan kesehatan dasar esensial.
14. Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat
aditif, dan bahan berbahay lingkup Kabupaten/kota.
15. Pengaturan tarif pelayanan kesehatan lingkup Kabupaten/Kota.
16. Penyelenggaraan sistem kewaspadaan pangan dan gizi lingkup Kabupaten/Kota.
17. Bimbingan dan pengendalian kegiatan pengobatan tradisional.
18. Bimbingan dan pengendalian upaya/sarana kesehatan lingkup Kabupaten/Kota.
19. Bimbingan dan pegendalian upaya kesehatan lingkungan lingkup Kabupaten/Kota.
20. Pencatatan dan pelaporan obat pelayanan kesehatan dasar
21. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan Kabupaten/kota.
22. Pengembangan kerja sama limntas sektoral.
23. Bimbingan teknis mutu dan keamanan industri rumah tangga, makanan.
Pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan
pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Berbicara mengenai tujuan pelaksanaan pemberian otonomi bidang kesehatan tidak terlepas
dari tujuan pelaksanaan asas desentralisasi sebab asas desentralisasi merupakan asas
utama dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah Kabupaten/Kota.
Pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus diupayakan agar jumlah dan mutu pegawai
sesuai dengan beban kerja yang dipikulkan kepada setiap satuan kerja dalam hal ini
organisasi kesehatan kab/kota. Hal ini dimaksudkan agar mereka mampu melaksanakan
tugasnya berdaya guna dan berhasil guna serta berkelanjutan.
2. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Tenaga Kesehatan
Agar tenaga kesehatan mempunyai kemampuan dalam melaksanakan tugasnya, tingkat
pendidikan tenaga kesehatan sangat menentukan bagi terwujudnya tenaga kesehatan
yang bermutu dan kemampuan dalam melaksanakan tugas yang diembannya maka tingkat
pendidikan tenaga kesehatan dijadikan sebagai indikator kemampuan tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan.
Pendidikan merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk
dapat mengerjakan suatu pekerjaaan dan dengan latar belakang spendidikan mampu
menduduki suatu jabatan organisasi. Sedang tujuan pendidikan dibidang kesehatan yaitu
untuk menjadikan tenaga kerja yang bermutu dalam jumlah yang mempu mengembang tugas
untuk meningkatkan perubahan, pertumbuhan dan pembaharuan dalam bidang kesehatan.
Menurut Nasution, pendidikan adalah suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain
sesuai standar yang ditetapkan, sedang menurut Niki Soemito pendidikan adalah suatu proses
yang akan menghasilkan perubahan perilaku sasaran sesuai harapan instansi melalui
pendidikan formal maupun informal kepada anggotanya. (Hidayat, 2002).
Latar belakang pendidikan juga dijadikan ukuran dalam memberkan beban tugas kepada
sesorang dalam suatu organisasi. Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian dinyatakan bahwa pengangkatan pegawai negeri sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal. Tingkat pendidikan yang makin tinggi
akan berakibat pada peningkatan kemampuan pegawai dalam menunaikan kewajibannya
yang dapat berupa penampilan kerja yang memuaskan, dedikasi dan loyalitas yang tinggi dan
produktifitas sesuai tuntunan tugas dan harapan manajemen (Siagian, 1999).
3. Tinjauan Umum tentang Golongan dan Kepangkatan Tenaga Kesehatan
Pemberian pangkat atau golongan kepegawaian merupakan suatu penghargaan atas prestasi
atau keaalian seseorang sehingga kualitas dan keampuan pegawai dapat ditunjukkan oleh
golongan kepangkatan seorang pegawai negri sipil. Hal ini juga berpengaruh terhadap
kemampuan tenaga kesehatan dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat golongan
kepangkatan semakin tinggi pula tingkat produktifitas dalam ekerjaan. Dalam PP. No. 96
Tahun 2000 tentang wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai
negri sipil, pada pasal 1 (6) dinyatakan bahwa pangkat adalah kedududkan yang menunjukan
tingkat seseorang pegewai negri sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan
kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kemudian pada pasal 1 (7) dinyatakan
bahwa golongan ruang gaji pokok sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku tentang gaji pegawai negri sipil.
4. Tinjauan Umum tentang Pendidikan dan Latihan Struktural dan Fungsional Tenaga
Kesehatan
Salah satu isu desentralisasi menyangkut tenaga kesehatan adalah meningkatnya jumlah
kebutuhan tenaga kesehatan terutama yang mempunyai keterampilan perencanaan dan
manajemen untuk menduduki pos manajerial tingkat menengah, tetapi pada saat yang sama
kekurangan tenaga kesehatan menjadi masalah yang serius sehingga alternatif pelatihan
kemabli tenaga kesehatan menjadi jalan satu-satunya (Anne Millss/Sumartono, 2003).
Menurut simamora (1997), pelatihah adalah serangkaiana aktifitas yang dirancang untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang.
Lebih lanjut Hasibuan (2000) menyatakan bahwa pelatihan adalah bagian dari pendidikan
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem
pendidikan yang berlaku dalam waktu dan teori yang relatif singkat dan metode yang
mengutamakan praktek dari pada teori.
Diklata jabatan PNS adalah proses penyelengaraan belajar mengajar untuk meningkatkan
kemampuan PNS, dengan tujuan :
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan
tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan
kebutuhan instansi.
b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan
kesatuan bangsa.
c. Memantapkan sikap, dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan,
pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat.
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas
pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
untuk memberi keterampilan atau penguasaan pengetahuan bidang tehnis tertentu kepada
pegawai sesuai dengan tugasnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan dan
pelatihah fungsional adalah pendidikan dan latihan yang dipersyaratkan bagi pegawai yang
akan dan telah menduduki jabatan fungsional (Depdagri, 1994).
Diharapkan dari hasil pelaksanaan jenjang pendidikan tambahan ini akan tercipta tenaga
kesehatan yang menguasai keterampilan dan pengetahuan tehnis dibidang kesehatan
sehingga mereka mampu berperan aktif dalam pengembangan serta memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
5. Masa Kerja Tenaga Kesehatan
Masa kerja tenaga kesehatan sangat berkaitan dengan proses belajar yang merupakan ajang
pengembangan diri melalui proses belajar dalam rentang waktu tertentu. Setiap tenaga
kesehatan belajar untuk lebih efisien, efektif dalam melaksanakan tugas serta belajar untuk
mengembangkan diri. Masa kerja tenaga kesehatan adalah waktu atau lamanya bekerja pada
instansi kesehatan.
C. TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KESEHATAN
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang
dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Di Pasal 49 UU. No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa, Sumber daya kesehatan merupakan
semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi :
1. Tenaga kesehatan;
2. Sarana kesehatan;
3. Perbekalan kesehatan;
4. Pembiayaan kesehatan;
5. Pengelolaan kesehatan;
6. Penelitian dan pengembangan kesehatan,
Pada Pasal 50 ayat (1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan
yang bcrsangkutan, ayat (2) Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga
kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada Pasal 51 ayat (1) Pengadaan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan diselenggarakan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan olch
pemerintah dan atau masyarakat, ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyclenggaraan
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pada Pasal 52 ayat (1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka
pemerataan pelayanan kesehatan, ayat (2) Ketentuan mengenai penempatan tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada Pasal 53 ayat (1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. (2)Tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien, ayat (3)
Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap
seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4)Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pada Pasal 54 ayat (1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan
atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin, ayat (2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan, ayat (3) Ketentuan mengenai
pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
Kondisi yang senyatanya dari lembaga pemerintah merupakan realitas yang memberi
pelajaran berharga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dimasa mendatang. Dasar
acuan yang digunakan adalah pemerintahan yang cerdas dan profesional hanya dapat
diwujudkan oleh aparat yang cerdas dan profesional. Dalam hal ini pengembangan SDM
haruslah dilakukan melalui pendekatan secara utuh, tidak parsial.
Pengembangan SDM aparatur pemerintah Daerah, dari sisi aparatur pemerintah, perbaikan
kualitas dimulai sejak rekrutmen dengan menggunakan suatu sistem yang benar-benar
menjamin diperolehnya sumber daya yang mempunyai kualitas dasar uang baik, pembinaan
melalui penugasan yang mendidik, pengembangan program pelatihan yang
memungkinkan tersedianya tenaga-tenag siap pakai, peningkatan kesejahtraan yang
memadai, dan pembinaan jaminan hari tua secara nyata (Yudoyono, 2001).
Menurut Yudoyono(2001), untuk jangka pendek dan menengah, pengambilan kebijakan di
tingkat pusat dan daerah harus berani melakukan langkah-langkah terobosan dalam
menangani peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah. Beberapa hal yang mungkin
bisa dilakukan antara lain adalah:
1. Menetapkan adanya batas usia pensiun PNS, yang didasarkan pada eseniring. Untuk
eselon I dan II batas maksimal adalah 55 tahun. Pada usia tersebut diharuskan
mengikuti fit and propet test. Bagi yang tidak lulus dinyatakan pensiun, sedangkan
yang lulus dan memungkinkan masih bisa dikembangkan karirnya, diberi
kesempatan sampai usia 60 tahun. Untuk eselon III batas usia maksimal 52 tahun,
kecuali yang dinyatakan lulus dalam fit and propet test diberi kesempatan pertama
sampai batas usia 55 tahun. Untuk eselon IV dan V batas usia maksimal 50 tahun,
kecuali yang dinyatakan lulus dalam fit and propet test diberi kesempatan pertama
sampai batas usia 52 tahun. Sedangkan staff dimnyatakan pensiun pada usia 50 tahun
dengan masa kerja minimal 20 tahun.
2. Bagi Aparatur yang masih muda dan masih relatif potensial serta dipandang dapat
melekakukan aktifitas secara kreatif dan dinamis, diberikan kesempatan yang luas
untujk mengikuti pelatihan-pelatihan teknis atau manajerial yang sesuai dengan
bidang tugas dan fungsinya. Pelatihan ini didesain berdasarkan kebutuhan situasional
dan ciri daerah otonom masing-masin. Disamping itu, para aparatur pemerintah pada
kelompok ini juga diberi kesempatan tugas belajar pada jenjang pendidikan formal
yang lebih tinggi. Bagi mereka yang berijazah D3 diberi kesempatan mengikuti
program S1, yang sudah S1 ke S2, dan yang sudah S2 ke S3 dengan seleksi yang
ketat.
3. Diklat yang harus lebih ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya adalah jenis Diklat
Teknik dan Diklat Fungsional dengan kurikulum yang didesain sesuai kebutuhan
daerah.
4. Diklat Struktural ditiadakan, karena di samping menjadi sumber KKN juga tidak
mendorong kearah persaingan secara sehat. Sebagai gantinya, pejabat yang baru
memperoleh promosi, wajib segera mengikuti pelatihan teknis atau manajerial yang
disesuaikan dengan kebutuhan bidang tugasnya.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran yang diteliti.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah pemerintah telah mengeluarkan peraturan
Pemerintah nomor 8 tahun 1995 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada
26 kab/kota sebagai daerah percontohan. Penyerahan ini dilaksanakan berdasarkan atas
kemampuan dan kondisi daerah.
Penetapan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya PP No. 84
Tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, menuntut terwujudnya
kepemerintahan termasuk bidang kesehatan yang baik denga kualitas dan kuantitas sumber
daya tenaga kesehatan yang cukup.
Berdasarkan tujuan penelitian dan batasan masalah maka variabel yang yang diteliti
adalah penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan berdasarkan kepada perhitungan
jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada periode yang sama, pendidikan
formal tenaga kesehatan dan golongan dan kepangkatan tenaga kesehatan.
1. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk.
Bahwa dengan jumlah tenaga kesehatan yang semakin mendekati standar kebutuhan tenaga
kesehatan minimal akan mampu melayani masyarakat sesuai dengan tugas atau beban
kerja yang dipikulkan sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Pendidikan formal
Sebagai salah satu jalur utama dalam peningkatan kualitas tenaga kesehatan merupakan
Built In Demand untuk akselerasi pembangunan dan penyelenggaraan otonomi bidang
kesehatan tingkat pendidikan dijadikan ukuran dalam mengukur kemampuan tenaga
kesehatan masyarakat dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
tinggi kemampuan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
otonomi daerah khususnya bidang kesehatan.
3. Golongan Dan Kepangkatan
Dimasukannya golongan kepangkatan sebagai variabel penelitian karena merupakan suatu
syarat bagi pegawai negri sipil untuk diangkat dalam jabatan struktural sesuai peraturan
pemerintah nomor 100 tahun 2000 (Siagian, 1995). Hal lain dengan asumsi bahwa
kemampuan tenaga kesehatan dimana semakin tinggi tingkat golongan semakin tinggi pula
tingkat produktifitas.
4. Diklat Struktural dan Fungsional
Pelaksanaan jenjang
pendidikan tambahan ini akan tercipta tenaga kesehatan yang
menguasai keterampilan dan pengetahuan dibidang kesehatan sehingga mereka mampu
berperan aktif dalam pembangunan seta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam
penelitian ini diasumsikan bahwa semakin banyak tenaga kesehatan yang telah mengikuti
pendidikan struktural maupun fungsional maka semakin meningkat pula tenaga kesehatan
dalam menyelenggarakan otonomi dibidang kesehatan.
5. Masa kerja tenaga kesehatan
Lamanya bekerja pada instansi kesehatan dengan asumsikan bahwa semakin lama tenaga
kesehatan tersebut bekerja maka semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh. Asumsi
lain bahwa dengan masa kerja tenaga kesehatan yang telah lama (senior) maka semakin
mampu dalam menyelenggarakan otonomi dalam bidang kesehatan.
B. Kerangka Konsep
Masa Kerja
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk
Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk adalah rasio atau perbandingan
jumlah pegawai negri sipil tenaga kesehatan yang bekerja di instansi kesehatan
dibandingkan dengan jumlah penduduk pada saat dilaksanakan penelitian. Rasio jumlah
tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk yang ideal menurut Suranadinata (1992) adalah
antara 1 : 200 sampai 1 : 400 penduduk atau 1 tenaga kesehatan berbanding 200 sampai 400
penduduk. Secara nasional rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 265
penduduk (Depkes RI, 1998). Untuk mengetahui kemampuan tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan dilihat dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan
terhadap jumlah penduduk dengan interval skoring (Depdagri, 1992) sebagai berikut :
1. Kriteria Cukup apabila rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk adalah 1
tenaga kesehatan berbanding 400 jiwa dengan skor 6.
2. Kriteria kurang apabila tidak sesuai kriteria diatas, dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
13,32 17, 47
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
Mampu
Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu.
1. Pendidikan Formal
Yang dimaksud pendidikan formal tenaga kesehatan masyarakat dalam penelitian ini adalah
pendidikan formal pegawai kesehatan yang dinyatakan atau dibuktikan dengan Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB), yang diukur adalah mulai dari SLTA keatas dari semua
tenaga kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali. Dengan skala
interval (Depdagri, 1992) sebaga berikut :
a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan yang berpendidikan SLTA keatas 60 %
dengan skor 6.
1. Kriteria kurang apabila tidak sesuai kriteria diatas, dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
13,32 17, 47
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
Mampu
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu.
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
13,32 17, 47
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
Mampu
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu
4. Pendidikan dan Latihan (Diklat) Struktural dan Fungsional
Yang dimaksud dengan pendidikan dan latihan (Diklat) Struktural dan Fungsional dalam
penelitian ini adalah pendidikan maupun pelatihan struktural dan fungsional yang diperoleh
seseorang pegawai atau tenaga kesehatan setetlah diangkat menjadi PNS yang telah memiliki
jabatan strutural seperti ADUM, ADUMLAH, SPAMA atau setingkatnya, SPAMEN atau
setingkatnya dan SEPTI atau setingkatnya maupun pendidikan fungsional tenaga kesehatan
yang bertugas dipelayanan kesehatan. Untuk mengukur kemampuan tenaga kesehatan dengan
menghitung persentase tenaga kesehatan yang telah mengikuti Diklat Struktural dan
Fungsional tenaga kesehatan dengan menggunakan interfal skoring ( Depdagri, 1992 )
adalah:
a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan yang mengikuti Diklat strukltural dan fungsional
10 %, dengan skor 6
b. Kriteria kurang apabila tenaga kesehatan yang mengikuti Diklat sturktural dan fungsional
<10 %, dengan skor 5
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
13,32 17, 47
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
Mampu
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
Pengambilan skor 6 (Enam) pada kriteria cukup karena skor tertinggi cukup adalah 6,
dalam hal ini dikatakan cukup (mampu), sedangkan Pengambilan skor 5 (Lima) pada
kriteria kurang karena skor tertinggi kurang adalah 5 dalam hal ini dikatakan kurang
mampu.
5. Masa kerja tenaga kesehatan
Masa kerja tenaga kesehatan adalah waktu setelah Pegawai Negeri Sipil ( Tenaga Kesehatan )
mulai bekerja pada instansi kesehatan sampai dengan saat penelitian ini dilaksanakan. Untuk
mengetahui kemampuan tenaga kesehatan dengan menghitung persentase masa kerja dari 5
tahun tahun keatas sampai 25 tahun keatas dengan interfal skoring (Depdagri, 1992) adalah
sebagai berikut:
a. Kriteria Cukup apabila tenaga kesehatan memilki masa kerja 5 tahun keatas 30 % dengan
skor 6
b. Kriteria kurang apabila tenaga kesehatan yang memiliki masa kerja 5 tahun keatas < 30 %
dengan skor 5.
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
13,32 17, 47
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
Mampu
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
13,32 17, 47
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
Mampu
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif, untuk mengetahui kemampuan yang
dimiliki tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali, sebab
belum pernah dilakukan penelitian tentang studi kemampuan tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan, ditinjau dari segi rasio tenaga kesehatan
terhadap jumlah penduduk, pendidikan formal, golongan kepangkatan, diklat struktural dan
tehnis/fungsional dan masa kerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Polewali.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh pegawai negri sipil tenaga kesehatan pada lingkungan
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali yang berjumlah 78 orang (Badan Pusat
Statistik Sulawesi Selatan tahun 2002).
Penentuan sampel dengan menggunakan rumus :
N
n=
1 + N ( d2 )
n = Besarnya sampel
N = Besarnya populasi
D = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
(Notoatmodjo, 2000).
Dengan Cara perhitungan menggunakan rumus diatas adalah :
78
n=
= 65
1 + 78 (0,052 )
maka diperoleh jumlah sampel 65 orang.
D. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data Primer diperoleh dengan menggunakan quisioner yang telah disediakan terhadap
responden dalam hal ini pegawai negri sipil (PNS) dil Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Polewali.
2. Data Sekunder
Data sekunder dari Instansi terkait.
E. Pengolahan Dan Penyajian Data
Pengolahan data dengan menggunakan komputer progran Exel dalam bentuk tabel distribusi
frekwensi disertai dengan penjelasannya.
F. Analisi Data
Untuk menghitung persentase digunakan bentuk sebagai berikut :
Data dianalisa berdasarkan distribusi frekwensi :
F X 100 %
P=
N
P = Persentase
F = Frekwensi
N = Jumlah sampel
Acuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan yang dimiliki tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan adalah mengacu pada metode yang
digunakan oleh Depdagri, 1992.
Skala interval Depdagri tahun 1992 adalah sebagai berikut :
5, 00
9, 15
=1
Skor 1
Tidak mampu
9,16
13,3
=2
Skor 2
Kurang mampu
13,32 17, 47
=3
Skor 2 -3
Mendekati Mampu
17, 48 21,63
=4
Skor 4-5
Mampu
21,64 25,79
=5
Skor 6
25,80 30, 00
=6
Dalam pengukuran variabel ini, interval skoring Depdagri telah disesuaikan dengan
pengukuran penelitian, sehingga pengukuran variabel ini adalah sebagai berikut :
1. Setiap variabel penelitian diindeks untuk menentukan kekuatan variabel tersebut, dengan
skor antara 1 (terendah) sampai dengan 6 (Tertinggi).
2. Hasil skoring dari ke lima variabel tersebut dijumlahkan untuk menentukan tingkat
kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan.
3. Dari hasil tersebut akan ditentukan skor final tingkat kemampuan tenaga kesehatan
dalam penyelenggaraan otonomi bidang kesehatan
QUISIONER
Judul : Studi kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi bidang
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali.
1. Nama Responden
2. Jenis Kelamin
3. Tempat/Tanggal Lahir
4. Status
:
:
:
: A. Kawin
Kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Propinsi
B. Belum Kawin
C. Duda
D. Janda
PERTANYAAN :
a. SD
b. SMP /Sederajat
c. SMA /Sederajat
d. Diploma
e. S1
f. S2
G. S3
A. I a I d
KESEHATAN
B. II a. II d
Apa golongan dan kepangkatan Bapak/Ibu, Saudara (i)
C. III a IIId
saat sekarang ini ?
D. IV a Keatas
PENDIDIKAN DAN LATIHAN STRUTURAL DAN
FUNGSIONAL TENAGA KESEHATAN
A. Diklat Struktural
1. ADUM
2.ADUMLA
3. SPAMA
4. SPAMEN
5. SPATI
B.Diklat
Tehnis/Fungsional
1. 5 tahun
2. 5,1 10 tahun
3. 10,1 15 tahun
4. 15,1 20 tahun
5. 20,1 25 tahun
6. > 25 tahun
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azwar, Depkes Terapkan Otonomi Daerah Berita Ikatan Dokter Indonesia, 2000
Buwono X, Hamengku, Desentralisasi Pengelolaan Tenaga Kesehatan di Indonesia,
Rajawali Press, Jakarta, 1991
Kaho, Yosep Riwu, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Press,
Jakarta, 1991
Mills, Anne, Terjemahan Laksono Trisnanto, Desentralisasi Sistem Kesehatan Terhadap
Dinas Kesehatan dan Puskesmas, Jogyakarta, 2001
OLEH : SUHADI
ABSTRAK
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan survei dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana kesiapan Rumah Sakit Dan Puskesmas se-Sulawesi Tenggara dalam mendukung
program bahteramas di sulawesi tenggara
Target khusus yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk mendapatkan
berbagai macam data dan sejumlah informasi yang diperlukan untuk perumusan dan
penetapan kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dimasa yang akan datang dengan
melihat kondisi potensial saat ini mengenai kesiapan dan hambatan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit Dan Puskesmas se-Sulawesi Tenggara dalam mendukung program Bahteramas
di Sulawesi Tenggara tahun 2009
Deskripsi Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan ini akan dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Tahap Studi Kepustakaan dan penelusuran Lapangan
akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu juga disebabkan oleh adanya kesenjangan
antar wilayah/daerah, sumber daya alam yang tersedia dan antar kelompok status sosial
ekonomi. Selain itu, belum memadainya jenis, jumlah, kualifikasi pendidikan, distribusi,
komposisi dan mutu tenaga kesehatan. Penyebab lain oleh karena belum meratanya kebijakan
pelayanan kesehatan, lemahnya aspek manajemen pelayanan, terbatasnya sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan, minimnya dana pembiayaan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan
kesehatan.
Otonomi daerah yang hakikatnya adalah desentralisasi merupakan perubahan fundamental
dalam sistem pemerintahan. Perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang
mendadak (dalam waktu singkat) sering memberikan respon yang negatif yang dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam pelaksanaan program termasuk program
pembangunan di bidang kesehatan. Untuk meminimalisasi dampak negatif dari kebijakan
otonomi daerah tersebut maka paling tidak diperlukan : (1) komitmen dari semua pihak
terkait bahwa pentingnya kesehatan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
sesuai dengan prinsip paradigma sehat dan pembangunan berwawasan kesehatan, (2)
kelangsungan dan keselarasan pembangunan kesehatan, (3) ketersediaan dan pemerataan
sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas, (4) kecukupan pembiayaan kesehatan, (5)
kejelasan pembagian kewenangan dan pengaturan kelembagaan, (6) kelengkapan sarana dan
prasarana kesehatan, dan (7) kemampuan manajemen kesehatan dalarn penerapan
desentralisasi. Ketujuh isu tersebut masih menjadi permasalahan fundamental dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
Ada dua sisi yang menjadi pusat perhatian dalam peningkatan pelayanan kesehatan yaitu
peningkatan keterjangkauan dan mutu fasilitas kesehatan serta meningkatkan partisipasi dan
akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu telah dicanangkanlah program
BAHTERAMAS pelayanan kesehatan gratis oleh pemerintah propinsi Sulawesi Tengggara,
yang menjadi icon gerak langkah gubernur Sultra, H. Nur Alam, S.E dalam konteks
pembangunan kesehatan SULTRA ke depan. Banyak hal yang harus dilakukan untuk
mewujudkan program bahteramas termasuk kesiapan sumber daya rumah sakit dan
puskesmas sebagai gate kipper pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
1. b. Rumusan Masalah
Bagaimana Kesiapan Rumah Sakit Dan Puskesmas Dalam Mendukung Program Bahteramas
Di Sulawesi Tenggara Tahun 2009
1. c. Tujuan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahuinya bagaimana Kesiapan Rumah
Sakit Dan Puskesmas se-Sulawesi Tenggara Mendukung Program Bahteramas Di Sulawesi
Tenggara Tahun 2009 ditinjau dari aspek sarana dan prasarana, jenis pelayanan, manajemen
pelayanan, sumber daya manusia, kompensasi, tarif pelayanan
c. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu manfaat dalam menyediakan data dan informasi
tentang Kesiapan Rumah Sakit Dan Puskesmas Dalam Mendukung Program
BAHTERAMAS Di Sulawesi Tenggara yang diperlukan bagi pemerintah propinsi dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan pelayanan kesehatan saat ini dan masa yang akan
datang.
BAB 2. PENTINGNYA ATAU KEUTAMAAN RENCANA PENELITIAN INI
1. Tercapainya Visi Indonesia Sehat 2010 dan sulawesi tenggara sehat 2010
2. Membangun komitmen pemerintah, provinsi, kabupaten / kota, serta peningkatan
kemitraan dengan swasta dan masyarakat guna memaksimalkan sumber daya yang
tersedia untuk program kesehatan
3. Pemantapan kebijakan pemerintah untuk mendukung kesehatan
4. Advokasi dan sosialisasi kebijakan dan progran kesehatan
5. Meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan
6. Mengembangkan pelayanan kesehatan komprehensif yang bermutu, terjangkau,
berjenjang dan berkelanjutan melalui peningkatan kompetensi tenaga kesehatan,
ketersediaan sarana dan prasarana serta didukung data dan informasi berdasarkan
evidence-based
7. Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
8. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata.
9. Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin
BAB 3. STUDI PUSTAKA/HASIL YANG SUDAH DICAPAI DAN STUDI
PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN.
Indonesia sehat tahun 2010 dan keluarga berkualitas tahun 2015 merupakan tantangan
pembangunan kesehatan didalam menciptakan derajat kesehatan yang optimal untuk
mencapai kualitas masyarakat yang maju dan mandiri. Peningkatan derajat kesehatan akan
membawa perekonomian semakin kompetitif dalam kanca global, sebab kesehatan bukan saja
penting untuk meningkatkan kesejahteraan setiap individu, akan tetapi juga untuk menjamin
kesinambungan pembangunan.
Berbagai indikator utama kesehatan dan kualitas hidup manusia ternyata belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Berdasarkan laporan indeks pembangunan manusia 2003 yang
dikeluarkan secara resmi oleh program pembangunan perserikatan bangsa-bangsa (UNDP),
IPM Indonesia mengalami penurunan dari 0,684 (2002) menjadi 0,682 (2003). Artinya,
peringkat Indonesia bergeser dari 110 ke 112 dari 175 negara. Jauh di bawa singapura dan
Brunei Darussalam, bahkan kita di bawa Vietnam. Penurunan IMP ini menunjukkan
Indonesia kini mengalami degradasi kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004, kondisi kesehatan di
Indonesia juga memang masih tertinggaldibanding sejumlah Negara asia lainnya seperti
Thailand, Malaysia, Srilangka, Brunei Darussalam. Indikator umur harapan hidup Indonesia
berada diperingkat 103 dari 191 negara, angka kematian bayi sebanyak 47 per 1000
kelahiran, angka harapan hidup laki-laki 63,45 tahun dan perempuan 67,3 tahun, dan jumlah
balita kurang gizi sebesar 10,36%.
Kondisi kesehatan di Indonesia juga semakin diperburuk dengan kenyataan masih banyaknya
jumlah keluarga miskin yang berdasarkan data BPS tahun 2003, jumlah penduduk miskin
sebesar 38,4 juta orang atau 18,20% dari jumlah penduduk, fakir miskin 15,5 juta,anak
terlantar sebanyak 3,1 juta, dan pengangguran terbuka 8,10% dari jumlah penduduk usia 15
tahun ke atas (sekitar 40 juta orang), dan masih lemahnya daya beli masyarakat. Hal ini
merupakan tantangan bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai pembangunan kesehatan.
Peningkatan kemampuan daya saing bangsa memerlukan peran serta masyarakat dan
penyedia jasa pelayanan kesehatan. Globalisasi dunia dan AFTA 2003 menyebabkan iklim
persaingan dibidang pelayanan kesehatan semakin ketat karena permintaan dan penawaran
jasa pelayanan kesehatan pada akhirnya diserahkan ke mekanisme pasar. Untuk itu, penyedia
jasa pelayanan kesehatan menerapkan strategi dan kebijakan yang sesuai dengan segmensegmen pasar yang mereka layani tanpa melupakan aspek ekonomi dan fungsi socialnya, dan
juga hal ini akan berdampak pada pola permintaan masyarakat jasa pelayanan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih menghadapi kendala karena berbagai faktor,
utamanya karena keterbatasan anggaran pemerintah. Ini menyebabkan sektor kesehatan
masih ditempatkan pada skala prioritas yang rendah dalam memperoleh alokasi dana
pembangunan, dan masih tergantung pada kemauan politis. Data pembiayaan kesehatan yang
ditunjukkan oleh besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah diperkirakan hanya sekitar
2,5% dari Anggaran Pemerintah dan Belanja Begara (APBN). Di Asia, setelah Philipina,
Indonesia menempati urutan terbawa dalam penyediaan biaya kesehatan nasional, dengan
pengeluaran masih dibawa 5% dari total PDB (Produk Domestik Bruto). Di Negara-negara
maju, pengeluaran ini dapat mencapai 10% dari PDB. Menurut Thabrany (2004), alokasi
dana perkapita untuk kesehatan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir besarannya kurang dari
dua dollar AS per kapita per tahun, atau kurang dari Rp 1.500 per kapita perbulan.
Pembiayaan kesehatan dari pemerintah hanya sebesar 30 persen,dan sisanya 70 persen
berasal dari dana masyarakat dan swasta.
Perkembangan ilmu kedokteran modern telah membuat penyediaan pelayanan kesehatan
menjadi sesuatu yang amat mahal. Semakin maju tingkat social ekonomi masyarakat,
semakin banyak permintaan akan pelayanan medis yang bermutu tinggi. Sebaliknya, semakin
rendah keadaan sosial ekonomi suatu masyarakat semakin banyak penyakit, kelemahan,
penyakit kronis dan sebagainya terhadap mereka yang tidak dapat mencapai atau menerima
pelayanan medis yang memadai.
Pemerintah telah membangun sarana pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun sarana
kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan sampai keseluruh pelosok
namun kenyataannya, penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut masih rendah
(under utilization), hal ini karena pendekatan pendekatan yang selama ini cenderung kearah
supplay dan sedikit sekali kearah demand,pada hal keduanya merupakan aspek penting dalam
penggunaan pelayanan kesehatan. ( Razak 2000).
Dengan jumlah puskesmas yang tergolong cukup banyak itu, masih kurang dimanfaatkan
pelayanan kesehatannya oleh masyarakat. Beberapa hasil studi pemanfaatan puskesmas di
sulawesi selatan tercatat pada tahun 1998 jumlah kunjungan untuk setiap puskesmas hanya
dimanfaatkan sekitar 37% oleh masyarakat sekitar wilayah puseksmas. Dari 1150 hanya
digunakan sekitar 425 puskesmas yang ada diseluruh wilayah Sukawesi Selatan (BPS
Propinsi Sulawesi Selatan). Banyak faktor yang menyebabkan kurangnya kunjungan ke
Puskesmas diantaranya adalah jarak yang terlalu jauh untuk dijangkau, kurangnya
pendapatan, serta kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
tersebut.
Kondisi sekarang yang menjadi persoalan adalah apakah peningkatan jumlah fasilitas
kesehatan, terutama puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan mampu
meningkatkan kualitas pelayanannya dan sudah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan
atau tidak.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi tenggara
( Sultra ) Tahun 2002 di beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Muna,
Kabupaten Buton dan Kabupaten Kendari menunjukkan bahwa kunjungan Puskesmas masih
sangat minim hal ini karena masyarakat merasa bahwa biaya pengobatan yang ditawarkan di
puskesmas terlalu mahal, pada hal pelayanan kesehatan yang diterima tidak begitu
memuaskan. Sehingga masyarakat cenderung lebih memilih untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan lain seperti dokter praktek dibanding dengan puskesmas. Dengan alasan walaupun
biaya pengobatan lebih mahal, namun dapat membuat masyarakat merasa puas.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kunjungan ke puskesmas adalah rendahnya nilai
atau kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
disediakan oleh puskesmas, jarak yang terlalu jauh untuk dijangkau,kurangnya pendapatan
serta kurangnya pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadijah (2008) tentang pemanfaatan
pelayanan kesehatan di puskesmas Labibia Kota Kendari menyatakan bahwa Tingkat
pemanfaatan puskesmas ditinjau dari segi pengetahuan responden di dapatkan bahwa dari
253 responden dengan pengetahuan cukup terdapat 94,1 % yang memanfaatkan pelayanan
puskesmas, dan dari 84 responden dengan pengetahuan kurang terdapat 13,1 % responden
yang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari
sikap petugas di dapatkan bahwa dari 255 responden dengan sikap petugas baik, terdapat 92,9
% responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas, dan dari 82 responden dengan sikap
petugas buruk terdapat 14, 6 % responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat
pemanfaatan puskesmas ditinjau dari pendapatan responden di dapatkan bahwa dari 164
responden dengan pendapatan cukup terdapat 94,5 % responden yang memanfaatkan
pelayanan puskesmas, dan dari 173 responden dengan pendapatan kurang terdapat 54,3 %
responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas
ditinjau dari akses tempat tinggal dengan puskesmas di dapatkan bahwa dari 295 responden
yang mudah mengakses puskesmas terdapat 83,7 % responden yang memanfaatkan
pelayanan puskesmas, dan dari 42 responden yang sulit mengakses puskesmas terdapat 4,8 %
responden yang memanfaatkan pelayanan puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Izhar Masiala (2006) tentang demand
masyarakat Bajo Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna terhadap pelayanan
kesehatan di Puskesmas Wapunto menyatakan bahwa Tingkat pendidikan responden adalah
sebahagian besar responden mempunyai pendidikan kurang yaitu 60 responden dan sisanya
mempunyai pendidikan cukup yaitu 19 responden. Tingkat pengetahuan responden
sebahagian responden mengatakan tidak tahu tentang pelayanan kesehatan, tempat untuk
mendapatkan pelayanan, manfaat dari pelayanan dan perbedaan puskesmas dengan pelayanan
lainnya yaitu 57 responden. Tingkat pendapatan responden sebahagian besar mengatakan
bahwa pendapatan mereka kurang dari Rp 450.000/bulan yaitu 40 responden sedangkan
sisanya 39 responden adalah cukup Sebahagian besar responden mengatakan bahwa tarif
Puskesmas adalah mahal yaitu 42 responden (53,2%), sedangkan 39 responden mengangggap
murah. Dilihat dari preferensi, sebahagian besar responden mempunyai preferensi kurang
terhadap demand pelayanan kesehatan yaitu 47 responden sedangkan sisanya adalah cukup
yaitu 32 responden. Demand Masyarakat Bajo terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas
Poleang adalah rendah, dimana dari 79 responden yang diwawancarai hanya 25 responden
(31,6%) mempunyai demand yang tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasim (2006) di Desa Kontunaga Kecamatan
Kontunaga Kabupaten Muna tentang pemanfaatan pelayanan puskesmas Mabodo, dinyatakan
bahwa Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari segi pengetahuan responden di dapatkan
bahwa ada sebagian kecil responden ( 9,8 % ) yang mempunyai pengetahuan kurang juga
memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari sikap
petugas di dapatkan bahwa masih ada sebagian kecil responden ( 26,0 % ) yang setuju dengan
sikap petugas tetapi kurang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tingkat pemanfaatan
puskesmas ditinjau dari pendapatan responden di dapatkan bahwa ada sebagian besar
responden ( 34,9 % ) yang mempunyai pendapatan kurang juga memanfaatkan pelayanan
Puskesmas. Tingkat pemanfaatan puskesmas ditinjau dari jarak tempat tinggal dengan
puskesmas di dapatkan bahwa ada sebagian kecil responden ( 40,9 % ) yang mempunyai
jarak tempat tinggal dekat dengan puskesmas tetapi kurang memanfaatkan pelayanan
puskesmas.
BAB 4. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survei yang dilakukan
untuk mengetahui kesiapan bagaiman kesiapan rumah sakit dan puskemas se-Sulawesi
Tenggara dalam mendukung program BAHTERAMAS Di Sulawesi Tenggara Tahun 2009.
b. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Rumah Sakit dan Puskesmas se-Sulawesi
Tenggara pada tahun 2009, yaitu Rumah Sakit berjumlah 13 unit dan Puskesmas berjumlah
172 unit.
1. Sampel
Sampel penelitian untuk Rumah Sakit sebanyak 13 unit dari masing-masing Kabupaten 1 unit
rumah sakit, yang tersebar dalam 12 Kabupaten dan sebanyak 1 unit RSUP Provinsi.
Sedangkan sampel untuk puskesmas dilakukan secara purposive sampling pada tiap
Kabupaten dipilih sebanyak 4 unit dimana 1 unit dipilih pada kawasan perkotaan, dan
masing-masing 1 unit lainya dipilih puskesmas pada kawasan daerah pesisir pantai dan
puskesmas baru yang dimekarkan serta puskesmas daerah terpencil pedesaan yang sulit
dijangkau oleh transportasi dan penerangan listrik.
C. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer meliputi data sarana dan prasarana, sumber daya manusia, kompensasi, dan tarif
pelayanan diperoleh dengan menggunakan kuisioner dan chek list.
1. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait.
D. Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dalam komputer dengan menggunakan program
Excel. Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif dan disertai penjelasan.
E. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi.
BAB 5. ANGGARAN PENELITIAN
Jenis Pengeluaran
Jenis
Ketua
Anggota 1
Anggota 2
Anggota 3
Sub Total
Jam/Minggu
Jumlah Minggu
Upah/Jam
Jumlah (Rp)
2. Peralatan
No
Uraian
Jumlah (Rp)
1
2
3
4
5
6
7
8
Sub Total
3. Bahan Habis Pakai
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Uraian
Jumlah Satuan
Jumlah (Rp)
Sub Total
4. Perjalanan
N Uraian
o
1
2
3
4
5
6
7
8
Sub Total
5. Lain-Lain
Jumlah Satuan
Harga Satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
N Uraian
o
1
2
3
4
5
6
7
8
Sub Total
Jumlah Satuan
Harga Satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Total Anggaran : Rp 130. 000. 000 (Seratus Tiga Puluh Juta Rupiah)
NAMA NAMA TIM PENELITI
1. DR. Amiruddin AR., M.Kes (KETUA )
2. Wa Ode Salma., S.St.G., M.Kes (Sekretaris)
3. Drs. H. Ruslan Madjid, M.Kes (Anggota)
4. Rahmadhan Tosepu, S.K.M., M.Kes (Anggota)
5. Suhadi, S.K.M., M.Kes (Anggota)
6. La Ode Ali Imran Ahmad, S.K.M., M.Kes (Anggota)
7. Drs. La Ode Kamalia, M.Kes (Anggota)
8. Hj. Naswati, S.K.M., M.Kes (Anggota)
9. Fatmawati, S.K.M., M.Kes (Anggota)
10. Sohani M, S.Gz (Anggota)
11. Rinda Zelvianingsih, S.E (Anggota)
12. Pitoyo Saranani, S.Sos (Anggota)
DAFTAR PUSTAKA
Depkes dan Kessos R. I. 2000. Paradigma Baru Puskesmas Di Era Desentralisasi,
Yogyakarta.
Depkes R.I. 2000. Kebijakan pengembangan tenaga kesehatan 2000-2010. Jakarta.
Status Kepemilikan
Klasifikasi RS
No.Urut Responden
Jabatan
1. A. KUESIONER
1. a. Kesiapan Rumah Sakit :
Ya
Ya / Tdk
Ya / Tdk
4. Apakah tenaga dokter gigi tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
5. Apakah tenaga perawat tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
6. Apakah tenaga bidan tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
7. Apakah tenaga apoteker tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
8. Apakah tenaga kesehatan masyarakat tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya /
Tdk
9. Apakah tenaga Nutrisian (ahli gizi) tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS? Ya / Tdk
10. Apakah tenaga keterapian fisik (fisioterapi) tersedia sesuai kebutuhan pelayanan RS?
Ya / Tdk
10. Apakah tenaga ketehnisian medis (elektro medis) tersedia sesuai kebutuhan pelayanan
RS? Ya / Tdk
1. d. Sarana dan Prasarana Pendukung Pelayanan di Rumah Sakit :
2. Apakah obat-obatan untuk pasien peserta program Bahteramas di RS Saudara selalu
tersedia sesuai kebutuhan pada saat dibutuhkan? Ya / Tdk
3. Apakah bahan habis pakai untuk peserta program Bahteramas di RS Saudara selalu
tersedia sesuai kebutuhan pada saat dibutuhkan? Ya / Tdk
4. Apakah sarana dan prasarana pemeriksaan laboratorium tersedia lengkap untuk pasien
peserta program Bahteramas? Ya / Tdk
5. Apakah sarana dan prasarana pemeriksaan radiologi tersedia lengkap untuk peserta
program Bahteramas? Ya / Tdk
6. Apakah sarana dan prasarana penunjang lain seperti ambulance selalu tersedia pada
saat dibutuhkan untuk peserta program Bahteramas? Ya / Tdk
1. e. Jenis Pelayanan di Rumah Sakit :
2. Apakah pelayanan medis dasar tersedia sesuai kebutuhan peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
3. Apakah pelayanan medis spesialistik tersedia sesuai kebutuhan peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
4. Apakah pelayanan rawat darurat tersedia secara memadai sesuai kebutuhan untuk
pasien program Bahteramas? Ya / Tdk
5. Apakah pelayanan keperawatan tersedia secara memadai untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
6. Apakah pelayanan kebidanan tersedia secara memadai untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
7. Apakah pelayanan bedah tersedia secara memadai untuk peserta program
Bahteramas? Ya / Tdk
8. Apakah pelayanan nutrisi pasien peserta program Bahteramas tersedia secara
memadai? Ya / Tdk
9. Apakah pelayanan laboratorium untuk peserta program bahteramas tersedia secara
memadai? Ya / Tdk
10. Apakah pelayanan radiologi untuk peserta program bahteramas tersedia secara
memadai? Ya / Tdk
10. Apakah pelayanan farmasi untuk pasien program Bahteramas tersedia secara memadai?
Ya / Tdk
1. f. Dana Operasional Rumah Sakit :
2. Berapa besar dana operasional tahun anggaran berjalan sebutkan: Rp
3. Sumbernya dari mana saja:
2. Bagaimana sistem kapitasi dalam mengajukan klaim yang berlaku untuk peserta
program Bahteramas? Jelaskan:..
3. Bagaimana sistem fee for services dalam pembayaran klaim pasien program
Bahteramas? Jelaskan:
..
1. B. LEMBAR OBSERVASI
1. a. Kesiapan Rumah Sakit :
Masyarakat peserta program Bahteramas terlayani dengan baik:
1. Terlayani dengan baik
2. Kurang terlayani
3. Tidak terlayani
1. b. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit :
1. Tersedia lengkap fasilitas pelayanan RS
2. Tersedia cukup fasilitas pelayanan RS
3. Kurang/tidak tersedia fasilitas pelayanan RS
1. c. Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas Medis/kesehatan di Rumah Sakit :
2. Tersedia lengkap SDM di RS
3. Tersedia cukup SDM di RS
4. Kurang tersedia SDM di RS
1. d. Sarana dan Prasarana Pendukung Pelayanan Rumah Sakit;
2. Tersedia lengkap obat-obatan di RS
3. Tersedia cukup obat-obatan di RS
4. Tidak tersedia obat-obatan RS
5. Tersedia lengkap bahan habis pakai di RS
6. Tersedia cukup bahan habis pakai di RS
7. Tidak tersedia bahan habis pakai di RS
8. Tersedia lengkap sarana/prasarana pemeriksaan laboratorium RS
9. Tersedia cukup sarana/prasarana pemeriksaan laboratorium RS
10. Tidak tersedia sarana/prasarana pemeriksaan laboratorium RS
Pengetahuan Dasar
Untuk memiliki pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan masalah dan persoalan pokok
merupakan suatu keuntungan yang nyata. Beberapa pengetahuan yang relevan adalah
pengetahuan teknik yang membantu ke arah pemahaman dan perencanaan. Sebagai
tambahan, pengetahuan mengenai epidemiologi dan konsepnya sangat berguna untuk
perkembangan prioritas dan perencanaannya.
Penyediaan fasilitas perencanaan adalah contoh yang jelas untuk suatu kelompok nilai.
Beberapa dokter dan manajer rumah sakit sudah berpengalaman dalam perencanaan dan
konstuksi suatu rumah sakit; dengan cara yang sama, beberapa arsitek mempunyai
pengetahuan mengenai kebutuhan dan perkembangan dalam pengobatan modern.
Nilai
Rumah sakit dan pelayanan kesehatan melakukan suatu sistem nilai modern berdasarkan
percampuran agama, ras, pemerintahan, teman dan lawan. Pusat nilai adalah humanistik,
yaitu, bahwa kemungkinan pelayanan terbaik akan ditawarkan kepada semua yang
membutuhkan. Pada dasarnya nilai ini berbeda dari dunia bisnis dan pemasaran, dimana nilainilai penting adalah persaingan dan pertahanan hidup. Dunia bisnis melakukan persaingan
sistem nilai dan etika, tetapi nilai pada pusat pelayanan kesehatan berdasarkan pada
perbedaan model dan manajemennya. Dalam suatu pengertian praktis, nilai pelayanan
kesehatan berdasarkan ke arah kepercayaan bahwa pasien datang dulu. Dokter dan perawat
mengkondisikan tujuan ini dan dengan demikian pemberian perawatan untuk individu dengan
mengabaikan biaya, energi atau watu.
Nilai-nilai lain yang berhubungan secara alami adalah tenaga kerja pelayanan kesehatan
tenaga kerja. Profesi medis menjadi kunci pengelompokannya. Lulusan medis digunakan
untuk bersaing pada tingkat yang lebih tinggi. Disini tujuan hidup mereka tercapai. Sebagai
tambahan, dan sangat penting, mereka telah dilatih dan sudah menjadi terbiasa untuk
membuat keputusan penting tiap jam pada kehidupan mereka. Sebenarnya, kunci yang
mempengaruhi keputusan rumah sakit, kesehatan dan klinik, seringkali dibuat oleh individu
klinik dan bukan oleh manajemen.
Staf pelayanan kesehatan juga merupakan bagian yang mempunyai keahlian. Ahli disini
meliputi pengobatan dan perawatan, mempunyai tradisi yang sudah berlangsung lama, dan
status yang tinggi, kesetiaan individu paling sering dikelompokkan ke dalam kelompok
profesional dan hanya sebagai tambahan pada rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Disini,
secara radikal perbedaan nilai dari ssebagian besar organisasi lainnya, termasuk pelayanan
publik.
Kultur
Organisasi sering mengembangkan karasteristik yang dapat disebut sebagai kultur.
Menurut sejarah, hal ini sering diamati dalam organisasi militer. Sedangkan suatu kultur pada
kebanyakan rumah sakit umum, rumah sakit pribadi mungkin mereka mempunyai kultur
tertentu sendiri.
Biasanya kultur untuk semua rumah sakit sulit untuk digambarkan, kecuali untuk para
pekerja rumah sakit menyadari hal itu. Beberapa rumah sakit dan pelayanan kesehatan
mengembangkan kultur mereka sendiri. Sebagai rumah sakit dapat menjadi pusat inovasi.
Universitas College di London telah mengembangkan contoh perawatan intensif pada bayi
yang baru lahir.
Kultur dapat berubah. Sebagai contoh, Launceston General Hospital dikenal secara
keseluruhan di Australia sebagai rumah sakit terkemuka pertama separuh abad ini.Kemudian
reputasinya mengalami kemunduran, tetapi secara berangsur-angsur bangkit kembali. Turun
naik ini cenderung berakibat dari kombinasi faktor yang kompleks meliputi kepemimpinan,
konflik antar organisasi, dan perubahan kebijakan pemerintah.
Secara ringkas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan adalah organisasi yang berbeda dari
yang lainnya. Suatu pemahaman dan empati (pengenalan jiwa) dengan nilai-nilai, kultur dan
tradisi rumah sakit dan pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar untuk suksesnya
manajemen mereka.
PENGATURAN KLINIK
Kebanyakan manajemen rumah sakit dan pelayanan kesehatan dilakukan oleh pria dan wanita
dengan latar belakang: sebagai contoh, dokter, perawat, psikoterapi, ahli patologi dan pekerja
sosial. Seperti pekerja klinik telah telah dididik dan disosoalisasi dalam memberi prioritas ke
individu pasien yang berkaitan dengan perawatan, sumber daya dan pendukung emosional.
Pekerja klinik memiliki beberapa kekhawatiran: pertama, mengenai pengaturan uang
(termasuk mereka sendiri); kedua, mengenai pengaturan orang-orangnya ( mereka khawatir
akan kekurang teman dan para rekan kerja), dan ketiga, masuknya suatu kekuasaan yang
memilki kekuatan status dan wilayah yang luas. Akhirnya, kekhawatiran mereka adalah
mereka tidak mempunyai bahasa dan pengetahuan dalam memainkan manajemen. Tidak ada
satupun yang bisa menggantikan pengalaman, pengalaman ini sangat membantu untuk
menguji persamaan antara manajemen pasien dan manajemen pada organisasi perawatan
kesehatan.
Dalam tabel 1.1 ditunjukkan persamaan dan perbedaan pendekatan manajemen yang
berkenaan dengan perkiraan tuberkulosis (TB) dan organisasi dan manajemen pelayanan
tuberkulosis.
Tabel 1.1 Persamaan dan perbedaan pengaturan pasien dengan tuberkulosis dan pengaturan
pelayanan tuberkulosis
Pasien Pelayanan Tuberkulosis
1. Identifikasi masalah
2. Analisis keadaan
3. Informasi
4. Pengembangan sasaran pada hasil dan rencana
5. Rencana pelaksanaan
6. Evaluasi
7. Periode waktu
8. Kesulitan Batuk, berat badan berkurang
Tidak bekerja, pekerja sementara
Sinar- X, penerapan hasil diagnosa pathologi
Antibitok, istirahat, pengobatan
Mengunjungi perawat
Sinar- X, pengujian klinik
12 bulan
Kemauan pasien/kerelaan pasien Beberapa orang dengan TB
Kondisi kehidupan yang padat dalam komunitas
Sinar X, penyebaran hasil patologi TB dari seseorang- ke orang yang lain.
Pemberian vaksinasi Pemerintahan ekonomi Masyarakat bebas TB
Aksi intersektoral antara pemerintah dan lembaga swasta
Perubahan tradisi etikal khususnya, hak untuk lebih tinggi kualitas hidup dan tidak perlu
hidup lama.
DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI
Rumah sakit modern telah menghasilkan suatu perubahan langsung dalam teknologi
sepanjang abad terakhir; sebagai contoh, penemuan anaestesi dan perkembangan pembedahan
internal dan antiseptik. Teknologi mempengaruhi semua aspek pelayanan kesehatan; sebagai
contoh:
pemeriksaan diagnosa seperti sinar X, test biokemikal, penggunaaan radioisotop aktif dan
gambaran resonansi magnetik.
Prosedur perawatan/perlakuan seperti teknologi laser dan keyhole dan pembukaan
pembedahan
Prosedur tranplantasi
Rehabilitasi dan penggunaan otot tiruan
Penggantian lensa katarak
Pengaruh teknologi harus dapat dikenali, dipahami dan diatur oleh manajer pelayanan
kesehatan.
KEINGINAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL
Harapan konsumen dalam peningkatan hasil pelayanan kesehatan secara terus menerus
mungkin merupakan konsekuensi dari peningkatan standar dan perluasan pendidikan. Suatu
contoh yang baik adalah harapan bahwa kelahiran secara relatif tanpa adanya rasa sakit.
Dengan hasil sempurna untuk ibu dan bayinya. Jika hasil sempurna seperti itu tidak tercapai,
kemungkinan ada proses perlawanan pada semua yang terkait.
Hong Kong mengembangkan contoh yang baik pada perubahan kesehatan yang digerakkan
tanpa proses ekonomi, tapi melalui peningkatan kualitas dan kenyamanan rumah sakit sesuai
yang diharapkan oleh warga negara. Ini disertai dengan harapan serupa dalam perubahan,
kesejahteraan dan pendidikan.
Peningkatan dalam pemahaman konsumen dan harapannya digambarkan pada permintaan
pasien agar mempunyai informasi yang terperinci tentang masalah kesehatan mereka, untuk
mengambil keputusan dalam memilih metode perawatan dari dokter ke pasien, dihadiri
dokter dan ahli kesehatan lainnya.
Sebagai tambahan, masyarakat seutuhnya mempunyai suatu harapan mengenai informasi dan
berkonsultasi tentang pelayanan kesehatan mereka.vMereka bergantung pada informasi
mengenai masalah kesehatan, seperti penyakit jantung koroner, obat atau racun berbahaya,
diabetes, kecelakaan kendaraan bermotor tidak hanya individu, tetapi juga komunitas,
pengetahuan pemerintahan dan pelayanan kesehatan.
PERUBAHAN DALAM KESEHATAN DARI AKUT SAMPAI KONDISI KRONIK
Masalah finansial (keuangan) menjadi masalah yang dominan selama tahun 1980 pada
banyak negara mengalihkan perhatian dari status kesehatan pada populasi. Rata-rata warga
negara dalam menjalankan manajemen rumah sakit dengan menyediakan biaya sebesar 90
persen dan 10 persen disediakan untuk industri lainnya.
Penggunaan media untuk populasi dalam pelayanan kesehatan ditunjukkan secara efektif oleh
Maccoby dan Farquhar, yang bekerja pada Stanford University California. Pengalaman ini
digunakan pada United States, Australia dan New Zealand untuk suatu aktivitas pencegahan
dengan jangkauan yang luas.
Kesehatan masyarakat merupakan suatu prioritas utama dalam tahun 1990. Terleapas dari
penyakit kardiovaskuler dan hal yang menyangkut penyakit kanker, AIDS telah menjadi
prioritas yang sangat penting. Suatu pendekatan riset, nampak bahwa situasi dalam negara-
pribadi dan untuk operasi; rumah sakit pribadi tetapi keuangannya tergantung pada
pemerintah; betul-betul milik pribadi tanpa bantuan dana dari pemerintah.
Pengertian peran, pada gilirannya, mempunyai suatu dampak pada objek rumah sakit tertentu.
Sebagai contoh, rumah sakit umum daerah dalam sektor publik mempunyai peranan yang
sama dengan rumah sakit umum yang bersifat pribadi, tetapi sasarannya mungkin sangat
berbeda. Para manajer yang berhubungan dengan sektor rumah sakit perlu pengaturan yang
baik sebagai bagian dari suatu pelayanan kesehatan. Manajer dalam sektor pribadi perlu
memberikan prioritas untuk kelangsungan hidup.
Perlukah perubahan pada tiga pihak organisasi rumah sakit?
Rumah sakit tradisional mempunyai tiga divisi yaitu medik, perawatan dan administrasi,
dengan salah satu dari ketiganya menyediakan pemimpin eksekutif. Alasan dasar dalam
sistem perawatan ini adalah sebagain besar dalam keadaan bekerja. Dalam keadan teknologi
yang mengalami perubahan secara terus-menerus, dimana industri mengalami kesilitan, dan
tekanan ekonomi, bekerja dengan sedikit pegawai lebih menguntungkan dalam pemeliharaan
menajemen senior dan kestabilan struktur organisasi.
Rumah sakit yang lebih luas, katakanlah, tempat tidur lebih dari 400 sangat sulit untuk diatur.
Manajemen senior tidak dapat menyediakan pendukung pada bangsal. Rumah sakit yang luas
selalu dibagi menjadi bagian: pembedahan, pengobatan dan kebidanan. Baru-baru ini, St
Vincent Hospital di Sydney mempuyai divisi baru yang komplit yang disebut institut, yang
meliputi Lung Vaskular Institute, Oncology Cell Biologi Institute dan Neurosscience
Institute.
Yang jelasnya, pembagian dalam rumah sakit membutuhkan konsep dan aplikasi manajemen.
Ini berarti pembagian rumah sakit keputusannya harus sesuai dengan kebijakan, tetapi
keuangan, kualitas dan aktivitas dikontrol dari pusat, dimana sasaran pengaturannya
tercapainya suatu anggaran yang berimbang seperti pada kualitas pelayanan yang baik.
Pada rumah sakit kecil dengan tempat tidur dibawah 150 buah- pengetahuan terbaik berasal
dari sektor pribadi, diamana organisasi seperti Pelayanan Kesehatan di Australia
memperlihatkan suatu hal yang menarik yaitu kecil tapi sungguh indah dan juga biaya
pengaturan menurun, dengan sasaran utama adalah medik atau manajer perawat ditambah
resepsionis.
PERKEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN DAERAH
Keberadaan rumah sakit daerah telah memperoleh kepercayaan selama dua puluh tahun
terakhir dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan pelayanan rumah sakit dan
keberadaan rumah sakit tanpa melihat hubungan masyarakat tertentu. Suatu Pelayanan
kesehatan daerah menjadi istilah yang diambil dari World Health Organization (WHO)
untuk pelayanan yang diberikan pada populasi atau komunitas tertentu.
Pelayanan kesehatan daerah merupakan organisasi yang digambarkan atas suatu populasi.
Pengertian hospital dan pelayanan lain mempunyai perencanaan untuk pelayanan yang
dibutuhkan oleh komunitas. Dengan otoritas kesehatan tunggal yang bertanggungjawab untuk
semua pelayanan kesehatan dalam daerah tertentu, apakah publik atau pribadi, bidang
pelayanan kesehatan dapat dikembangkan secara meluas dari kominutas ke rumah sakit atau
sebaliknya. Geriatrik, kesehatan mental, maternal, dan kesehatan anak merupakan pelayanan
yang tipikal (khas) dimana hubungan kerja telah berkembang dengan sangat baik.
Perencanaan dasar populasi dan organisasi rumah sakit mengikuti aktivitas kesehatan publik,
promosi kesehatan tertentu dan pencegahan penyakit, untuk ditawarkan pada suatu komunitas
dasar yang lebih luas.
Dalam pembentukan suatu area atau daerah pelayanan kesehatan, ukuran optimum untuk desa
dan populasi kota sekitar 250.000 sampai 650.000. Populasi yang disediakan untuk area atau
pelayanan kesehatan daerah idealnya mempunyai suatu masyarakat yang berminat dalam hal
pendidikan, kesejahteraan dan aktivitas komersial. Transpor juga merupakan hal yang penting
selama awal tahun 1950. Pada saat sekarang ini, yang efektif untuk dikembangkan adalah
psikofarmasikal. Ini adalah kloropromozine, suatu penemuan di Prancis. Kombinasi
perubahan pergerakan sosial dan teknologi dasar ilmu farmasi merupakan awal perubahan
pelayanan kesehatan mental.
Menurut pandangan organisasional, bidang kesehatan mental harus dibagi menjadi tiga
kategori dasar, yaitu:
1. Pasien penderita penyakit mental yang serius
2. Seseorang dengan cacat intelektual yang serius
3. Seseorang dengan alkohol berat/ ketergantungan obat.
Ketiganya merupakan kategori yang terpisah, masing-masing menurut organisasinya.
Pelayanan untuk penyakit mental yang serius
Pembagian pelayanan kesehatan terhadap penyakit mental yang serius menurut kelompok
umur: pelayanan untuk anak-anak, untuk remaja dan untuk dewasa. Bentuk masing-masing
pelayanan kesehatan bergantung pada keadaan lokal dan tradisi. Bentuk pelayanan berikut
dapat diikuti.
Pelayanan anak-anak
Pelayanan untuk anak-anak harus ditawarkan dalam konteks bimbingan keluarga klinik,
dimana staff ahli merupakan pendukung umum dalam sekolah dan dalam pengobatan praktis
secara umum. Ini penting untuk mendukung pelayanan spesialis dalam unit pasien pada
populasi yang besar seluas 4 sampai 5 juta.
Pelayanan Anak Remaja
Sejumlah masalah psikiatrik terjadi pada umur remaja pada suatu daerah atau area pelayanan
kesehatan. Kesehatan mental antar remaja harus diobati secara serius, oleh karena itu,
sesering mungkin untuk menawarkan intervensi yang dapat menghindari dorongan ke arah
bunuh diri yang pada akkhirnya mengarah pada kekacauan pribadi.
Pelayanan orang dewasa
Penyakit psikiatrik terutama dialami oleh orang dewasa. Pelayanan dasar komunitas harus
mempunyai staff yang lincah dan dapat mengunjungi pasien di rumah mereka. Ketersediaan
ahli psikiatrik dan staff pendukung yang terus-menerus merupakan hal yang sangat penting.
Kelompok kesehatan yang modern perlu dikembangkan yang dapat digunakan dalam situasi
krisis dan dan merawat pasien dalam komunitas, di luar rumah sakit.
Untuk penyakit mental yang tidak serius, tetapi kasus ini menyebabkan sterss, sebagian besar
pelayanannya hampir sama dengan praktek medik umum oleh psikologi dan jika perlu
spsialis psikiatrik.
PELAYANAN UNTUK PENDERITA KELUMPUHAN INTELEKTUAL
Kira-kira 8 persen dari total populasi mempunyai kelemahan derajat intelektual. Sebagian
besar dari mereka sangat lambat dan tidak modern. Mereka mempunyai kapasitas intelektual
yang tidak membolehkan mereka menikmati televisi. Kelompok ini, terdapat dalam populasi
sebayak kurang dari 3 persen, meski demikian kelompok ini berarti dalam jumlah total.
Suatu cakupan pelayanan dibutuhkan untuk kelompok kecil ini, meliputi pelayanan institusi
bagi mereka yang tidak dapat tinggal di rumahnya sendiri. Salah satu cara perawatan pasien
ini adalah dengan permintaan yang berkelanjutan untuk mengawasi pasien ini dengan
menyediakan orang yang bisa merawat secara terus-menerus sehingga keluarga dan orang
lain dapat beristirahat. Dengan cara ini, seseorang dengan kelumpuhan intelektual dapat
bertahan di rumah mereka dalam jangka waktu yang panjang.
Sebagain besar negara sudah mempunyai sistem yang menyediakan tempat untuk
pharmasikal, seperti toko kimia umum, dan sebagian besar terlihat dalam rumah sakit dan
klinik. Baru-baru ini, pendapat pasien diperlukan dalam hal pembayaran, pasien harus
membayar sebagian dari tunjangan pemerintah dalam hal farmasikal (obat-obatan); sebab,
hampir tanpa perkecualian, pemerintah telah mengendalikan biaya obat yang besar karena
biaya yang mereka perlukan untuk pengobatan sangat besar.
KESEHATAN GIGI
Sasaran dari beberapa pelayanan kesehatan gigi adalah menyediakan semua kemungkinan
kualitas terbaik bagi anggota masyarakat dan mencakup pelayanan yang dianggap perlu,
untuk mencegah dan mengobati penyakit gigi dalam ketersediaan tenaga kerja terlatih,
pemahaman, sumber daya finansial, dan dengan penerimaan oleh masyarakat.
Kerurakan gigi telah menjadi faktor utama dalam kebanyakan masyarakat selama abad ini
dan hampir bisa dipastikan berhubungan dengan konsumsi makanan yang mengandung gula
dengan kadar tinggi.
Strategi pencegahan adalah dengan menggunakan flourida. Diperkenalkan macam-macam
florida untuk komunitas mencakup penambahan florida pada air minum dan menggunakan
florida tablet dan pasta gigi berflorida.
Pada gilirannya, penurunan tingkat kerusakan gigi telah menyebabkan memusatkan perhatia
beralih pada masalah lain, seperti penyakit yang berkenaan dengan gusi yang membutuhkan
perawatan ortodontik. Ini membutuhkan seorang dokter gigi dan pembantu dokter dalam
mencegah penyakit ini.
SISTEM TRANSPORT KESEHATAN
Transport kesehatan dapat dibagi dalam dua kategori. Sistem pertama memberikan perawatan
untuk luka dan orang yang sakit dalam keadaan darurat dan tersedianya fasilitas transport
dalam 24 jam untuk orang yang sakit dan terkena luka; sebagai contoh, korban trauma pada
departemen yang mengurus masalah kecelakaan atau departemen yang melayani gawat
darurat. Ssitem yang kedua beroperasi untuk pelayanan kesehatan untuk konsumen dalam
komunitas. Ini meliputi pelayanan perawatan rumah, pelayanan kesehatan anak dan
pelayanan untuk orang yang lebih tua.
Termasuk dalam sistem pengangkutan kesehatan adalah mengantar pasien dari satu bagian
pelayanan kesehatan ke bagian yang lainnya, seperti perpindahan pasien dalam rumah sakit.
Sistem transpor kesehatan, apakah pribadi, publik atau campuran merupakan suatu kebutuhan
dasar yang diharapkan bisa tersedia. Sebagian besar negara berkembang, membuat beberapa
tipe tunjangan finansial publik. Sangat sering dengan sistem asuransi termasuk untuk biaya
transport kesehatan.
KEDUDUKAN PELAYANAN KESEHATAN
Kedudukan pelayanan kesehatan seperti Cinderela karena bidangnya menerima perhatian
yang kecil dari para ahli kesehatan dan masyarakat umum. Meskipun demikian, jabatan
pelayanan kesehatan ini penting dalam pengaruh lingkungan kerja yang berkelanjutan dalam
hubungannya dengan kesehatan dan produktivitas individu.
Organisasi pelayanan kesehatan harus secara alami bekerja dalam beberapa lokasi. Pelayan
kesehatan pribadi dapat sebagai pengawai industri medik dan perawat yang bekerja dalam
industri.
Untuk menjadi sukses, kedudukan pelayanan kesehatan harus melibatkan semua anggota
tenaga kerja dengan beberapa resiko. Oleh karena itu, para pekerja industri seperti
manajemen dan perserikatan harus mepunyai kerja sama untuk mengetahui masalah dan
mencari solusinya.
pruduksi atau peleyanan harus senantiasa menjaga mutunya, supaya memenuhi kepuasan
kebutuhan pelanggan.
11. Para petugas medis akan lebih mencurahkan waktu dan pikiran untuk pekerjaan yang
tepat
Adanya kegiatan semua petugas pelayananan kesehatan dalam gugus kendali mutu dalam
memecahkan persoalan dan upaya peningkatan, secara bersama,tugas tenaga medis yang lain
dapat lebih meluangkan waktunya untuk menangani pelayanan medis yang lebih spesialistik
dan lebih tepat.
D. Prinsip-prinsip Kegiatan Gugus Kendali Mutu
Prinsip-prinsip yang seharusnya dipedomani dalam pelaksanaan gugus kendali mutu yang
menjadi cirri khas adalah sebagai berikut:
1. Gugus Kendali Mutu merupakan kegiatan kelompok,bukan individu. Diikuti secara
sukarela, bukan karena paksaan.
2. Kegiatan gugus kendali mutu dilaksanakan pada saat sedang bekerja, bukan kegiatan yang
dilaksanakan di luar kerja.
3. Masalah yang dibahas adalah persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan yang nyata.
4. Terkendali, artinya jangan sampai menyelesaikan atau membahas persoalan yang sama dan
terulang terjadi
5. Perbaikan kerja, dengan adanya kemampuan menyelesaikan persoalan selanjutnya mampu
memperbaiki cara kerja dan hasil kerja.
6. Kegiatan gugus kendali mutu banyak melibatkan petugas pelaksana, bukan hanya
pengawas atau superfisor maupun kepala.
7. Partisipasi aktif semua pihak, bukan hanya untuk orang-orang tertentu yang vocal, pintar,
ahli, namun semua petugas kesehatan yang terlibat secara sukarela.
8. Diskusi bebas, terbuka dan terus terang bagi semua anggota dalam menyelesaikan persolan
bersama, berkedudukan sama dan adil.
9. Diperlukan teknik-teknik memecahkan persoalan, teknologi dan metode statistic yang
diperlukan dalam pekerjaan untuk perbaikan-perbaikan.
10. Berpikir, inovatif, berkreatif dan menggunakan kebijakan dalam melaksanakan pekerjaan
yang bukan rutinitas.
11. Para manajemen puncak, menengah dan supervisor serta petugas pelaksana, saling
menghargai, berpartisipasi, memberi dukungan,bimbingan dan pelatihan, saling membantu,
membantu kepribadian dan kepercayaan.
12. Keja sama antara Gugus Kendali Mutu, di dalam organisasi dan di luar organisasi,
pertukaran pengalaman dan saling membantu, dan mengembangkan persaingan yang
bersahabat dan bermanfaat.
E. Pokok-pokok kegiatan gugus kendali mutu
Oleh Quality Circle Headquaters, JUSE disampaikan sepuluh pokok kegiatan atau atas dasar
yang memberikan saran bagaimana memperkenalkan, menggiatkan dan menjalankan Gugus
Kendali Mutu di tempat kerja.
1. Pengembangan diri
Untuk kegiatan pengembangan diri perlu didukung dengan:
Motifasi-motifasi.
Penyediaan alat belajar mengajar seperti buku-buku referensi, slides, AVA dan sebagainya.
Praktek bersama dan pelatihan-pelatihan.
Memberi pengetahuan tentang teknik kendali mutu, teknologi dan metode kerja, hubungan
manusiawi,psikolog dan sebagainya.
Pertemuan-pertemuan diskusi.
2. Sukarela
Sukarela disini bukan sesuatu yang diarahkan apalagi dipaksakan, namun juga bukan sukarela
yang merusak tatanan karena sukarela dengan kemauan sendiri. Dengan kata lain para
anggota gugus sadar bahwa dalam Gugus kendali mutu, inisiatif dan kesukarelaan dihormati
dalam upaya memajukan dan memperbaiki mutu kerja dan hasil kerja dalam kerangka tugas
dan fungsinya dalam organisasi.
3. Kegiatan kelompok
Secara ideal kegiatan kelompok seperti Gugus kendali mutu mempunyai empat cirri, yaitu :
Kerja sama erat diantara anggota kelompok, dan melakukan kegiatan kelompok atas inisiatif
sendiri
Adanya interaksi yang memadai dan saling mempengaruhi diantara anggota kelompok
Para anggota kelompok saling mengenal dengan baik, dan dapat berbicara secara terbuka
tanpa khawatir akan kedudukannya
Para anggota dapat berkumpul membahas persoalan dan sasaran bersama
Sikap yang ideal diperlukan adalah :
Penghormatan atas setiap individu, para anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam kelompok
Menghormati inisiatif dan kebebasan masing-masing anggota
Informasi terbuka untuk semuanya agar dapat diperoleh manfaat bersama
Supaya efektif anggota kelompok cukup 8 10, lebih dari 10 sulit untuk mengurusnya.
Kelompok terorganisir dalam pekerjaan yang sejenis. Agar kelompok giat ada 3 kunci yaitu :
Sasaran atau persoalan yang dipilh dipahami oleh semua anggota
Semua anggota kelompok merasa diperlukan untuk menyelesaikan persoalan dan
memberikan kontribusi perbaikan
Manajemen gugus disepakati bersama.
Pola dalam gugus kendali mutu adalah berasal dari satu tempat kerja dan anggota-anggota
dari dalam tempat kerja sama, dan lebih bersifat tetap.
4. Partisipasi setiap orang
Upaya membuat agar anggota berpartisipasi, yaitu :
Pilihan persoalan ( tema )
Pertemuan yang bersahabat dan menyenangkan
Pendidikan dan latihan
Supervisor dan pemimpin yang bersemangat
5. Penerapan teknik kendali mutu
Perlu diingat bahwa mempelajari teknik kendali mutu bukanlah hanya untuk latihan
berhitung atau latihan statistika saja. Tehnik tersebut adalah alat untuk dapat menentukan
persoalan, sebab akibat dan besar permasalahan serta kecenderungan berdasar fakta atau datadata yang sesungguhnya. Contoh-contoh teknik kendali mutu dan lain-lain yang dipelajari
adalah :
Teknik mengumpulkan data dan analisis data, metode, median, variasi, bentuk distribusi
Manajemen supervise
Alat statistic kendali mutu : teknik pengumpulan dan analisis data, lembar periksa ( check
sheet ), histogram, diagram pareto, diagram sebab akibat, stratifikasi, grafik dan bagan
pengendalian, diagram tebar.
6. Kegiatan-kegitan Gugus Kendali mutu di tempat kerja
Tugas dan peranan supervisor agar Gugus Kendali Mutu mantap ditempat kerja :
Menerangkan kedudukan dan pentingnya gugus bagi organisasi
Merumuskan kegiatan gugus
Menilai tingkat kemampuan anggota, bila perlu melatihnya dan memberi peran serta
motivasi partisipasi anggota
Amati proses dan hasil kegiatan gugus
Atas usul-usul perbaikan yang baik beri penghargaan, pujian pada yang bersangkutan
Survey akreditasi menyampaikan sasaran untuk evaluasi yang identik dengan kekuatan dan
kelemahan yang diperlukan untuk peningkatan manajemen dan pirantinya, untuk pengajaran
dan pelatihan , untuk menjamin adanya tindakan-tindakan perbaikan dan mendemonstrasikan
keinginan-keinginan fasilitas yang diperlukan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu. Licensing adalah aktifitas pemerintah menyatakan bahwa fasilitas kesehatan
telah memenuhi standar minimum untuk kesehatan dan kemananan.
Akreditasi rumah sakit berkaitan dengan penilaian kepatuhan terhadap standar-standar yang
mencakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit. Sumber daya atau sarana dan prasarana ,
manajemen, pelayanan medik, perawatan, funsi penunjang umum, diagnostic, rekam medis,
hak pasien dan sebagainya.
Peningkatan mutu adalah seharusnya dimulai dari keinginan diri sendiri (rumah sakit ) secara
keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan penampilan atas citra dirinya dengan
kesadaran , bahwa semakin bermutu rumah sakitnya akan semakin banyak memperoleh
keuntungan dalam arti luas. Sebelum di akreditasi, di nulai (di evaluasi) oleh pihak luar
(komite akreditasi ), dia akan menilai dirinya sendiri dulu.
Proses akreditasi Rumah Sakit secara garis besar adalah:
sebelum dilakukan akreditasi oleh Tim Akreditasi, Rumah Sakit mempersiapkan diri
senaik-baiknya melaksanakan dan melengkapi apa saja yang akan dinilai, dengan melakukan
penilaian diri sendiri dengan instrument atau kuisioner.
pada saatnya Komite Akeditasi RS melakukan pemeriksaan ( survey) ke Rumah Sakit
tersebut dan memeriksa dokumen- dokumen yang ada, peralatan medis, mengamati kegiatan
pelayanan medis, mewawancarai manajer, staf medis, paramedis, dan non medis, serta pasien
dan keluarganya.
Penyelenggaraan akreditasi Rumah sakit
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No 159 a/ MENKES/ PER / II/ 1998 tentang Rumah
Sakit di sebutkan bahwa:
Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan bahwa Rumah Sakit memenuhi standar minimal
yang ditentukan. Standar pelayanan Rumah Sakit dan Standar pelayanan Medis telah di
tetapkan berdasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, No 436/ MENKES/ SK/ VI/ 1993.
standar yang digunakan untuk akreditasi mengacu pada standar dalam Surat Keputusan
Menteri tersebut dan pertimbangan lain yang telah ditetapkan. Yang berwenang melakukan
akreditasi Rumah Sakit, baik milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, maupun
swasta adalah Komisi Gabungan Akreditasi Rumah Sakit , suatu tim yang bersifat non
structural yang di bentuk berdasar Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Depkes RI,
terdiri atas unsure-unsur: PERSI ,Organisasi profesi bidang kesehatan, Ahli Perumahsakitan,
Departemen Kesehatan, dan Instansi/ unit Terkait
1. akreditasi Rumah Sakit mencakup penilaian Terhadap: fisik bangunan, pelayanan
kesehatan , perlengkapan, obat-obatan, ketenagaan dan administrasi.
2. Kemampuan Rumah Sakit harus dapat memenuhi standar 5 kegiatan pelayanan
pokok, yaitu: Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Keperawatan dan Rekam Medis
Kegiatan pelayanan standar yang lainnya adalah:
1. Kamar Operasi
2. Pelayanan Radiologi
3. Pelayanan Perinatal Resiko tinggi
4. Pelayanan Laboratorium
5. Pengendalian infeksi di Rumah Sakit
6. Pelayanan Sterilisasi
7. Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana.
Berdasarkan surat Direktur Jemderal Depkes RI, nomor YM 02.03.3.5.912 mulai tahun
anggaran 1999/2000 akreditas rumah sakit akan dilaksanakan untuk 12 kegiatan pelayanan
yaitu:
1. Administrasi dan manajemen
2. pelayanan medis
3. pelayanan gawat darurat
4. pelayanan keperawatan
5. rekam medis
6. kamar operasi
7. pelayanan radiology
8. pelayanan laboratorium
9. pelayanan farmasi
10. pelayanan perinatal resiko tinggi
11. pengendalian infeksi di Rumah Sakit
12. Keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana
Tujuan akreditasi Rumah Sakit
Tujuan umum
Mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai
standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat
dipertanggungjawabkan.
Tujuan Khusus
~
memberikan pengakuan dan penghargaan kepada Rumah Sakit yang telah mencapai
tingkat pelayanan Kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan
~
memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga dan
lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung upaya penyembuhan dan
pengobatan pasien dengan sebaik-baiknya.
~
Memberikan jaminan dan kepuasan kepada costumer dan masyarakat bahwa
pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit di selenggarakan sebaik mungkin.
Manfaat Akreditasi
1. bagi Rumah Sakit
a. Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasdi antara rumah sakit dan bahan
akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit melalui pencapaian standar yang ditentukan.
b. rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada dibawah standar atau perlu
ditingkatkan.
c. penting untuk rekrutmen dan membatasi Turn Over staf rumah sakit karena pegawai
akan lebig senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang akan di akreditasi.
d. dengan perkembangan asuransi Kesehatan, semakin banyak perusahaan asuransi yang
mempersyaratkan pesertanya untuk berobat di Rumah sakit yang telah terakreditasi.
e. alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan
f.
g. pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai criteria untuk memberi izin rumah
sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/ para medis.
h. merupakan status symbol bagi Rumah Sakit dan dapat meningkatkan citra dan
kepercayaan masyarakat atas Rumah Sakit.
i. Dengan diketahuinya kekurangan di bandingkan dengan standar yang ada, rumah sakit
dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan anggran dan perencanaan/
pengembangan rumah sakit kepada pemilik.
2.
bagi pemerintah
a. Akreditasi penting untuk negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan rumah sakit.
b. memberi gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja
4.
Bagi masyarakat
a. Dapat mengenal dengan melihat sertifikat Akreditasi yang biasanya di pajang diRumah
Sakit yang pelayanannya telah memenuhi standar,sehingga dapat membantu mereka memilih
rumah sakit yang di anggap baik.
b. Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan di Rumah Sakit yang sudah di
akreditasi daripada yang belum di akreditasi.
5.
bagi pemilik
Bagi petugas
a. Merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada Rumah Sakit yang
terakreditasi
b. Biasanya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat
imbalan dari manajemen atas usahanya selama ini dalam memenuhi standar
c. Self Asesment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standard an
peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai tersebut bekerja baik.
Standar untuk Akreditasi
Dengan diberlakukannya standar pelayanan Rumah Sakit dan Satandar Pelayanan Medis
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no 436/ MENKES / SK/ VI/ 1993, maka
seluruh Rumah Sakit di wajibkan untuk menerapkan standar tersebut tanpa memandang kelas
dan status kepemilikannya
Metode
Pada prinsipnya, program akreditasi Rumah Sakit menggunakan 2 metode yang saling
berkaitan yaitu:
Survei Akreditasi
Tidak di Akreditasi
bila Rumah Sakit tersebut di anggap belum mampu memenuhi standar yang telah di tetapkan.
2.
Akreditasi bersyarat
Status ini diberikan bila Rumah Sakit telah dapat memenuhi persyaratan minimal tetapi
belum cukup untuk mendapatkan akreditasi penuh
3.
Akreditasi penuh
a. Diberikan untuk jangka panjang waktu 3 tahun pada Rumah-rumah sakit yang telah dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Komisi Gabungan Akreditasi.
b. setelah masa 3 tahun Rumah Sakit yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk di
Akreditasi pada periode berikutnya.
4.
Akreditasi Istimewa
Untuk Rumah Sakit yang menunjukan kemampuan pemenuhan standar secara istimewa
selama 3 periode berturut-turut, akan mendapatkan status Akreditasi untuk masa 5 tahun.
Langkah-langkah pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit
Kegiatan di tingkat Rumah Sakit dalam Program Akreditasi akan meliputi hal-hal
1.
2.
mengikuti pelatihan-pelatihan tentang Akreditasi yang diadakan baik oleh wilayah
maupun pusat.
3.
4.
2.
3.
a. Setelah Komisi Gabungan menerima Surat permohonan akreditasi dari Rumah sakit yang
telah di tetapkan, Komisi akan mengirimkan instrument/ kuisioner pre-survei yang harus di
isi dan di lengkapi oleh rumah sakit. Criteria penilaian di kelompokkan pada 7 standar yaitu:
standar 1 Falsafah dan tujuan
standar 2 Administrasi dan pengelolaan
Standar 3 Staf dan pimpinan
Standar 4 Fasilitas dan peralatan
Standar 5 Kebijakan dan Prosedur
Standar 6 Pengembangan staf dan program pendidikan
Standar 7 Evaluasi dan pengendalian mutu.
1. Komisi Gabungan Akreditasi akan menganalis hasil Self- assessment ini
2. Komisi Gabungan Akreditasi akan menjadwalakn kemusian melakukan survey di
lapangan dengan menunjuk satu tim survey yang terdiri dari tenaga professional
terlatih di bidang medis klinis, keperawatan dan adminisrasi.
3. Tim survey memeriksa rekaman, dokumen, peralatan dan proses pelayanan. Selain itu
di lakukan juga wawancara dengan manajer, staf dan pasien.
4. Surveyor menganalisis menyusun laporan penilaian dan mebuat rekomendasi untuk
perbaikan lebih lanjut.
5. Laporan Surveyor bersama-sama dengan usulan untuk status akreditasidisampaikan
kepada Komisi Gabungan Akreditasi.
STANDAR UNTUK AKREDITASI RUMAH SAKIT
A. ADMINISTRASI MANAJEMEN
Falsafah dan tujuan
1. Ada ketentuan tertulis tentang misi, tujuan dan peranan rumah sakit dengan
memperhatikan fungsi social rumah sakit dan kondisi setempat serta menjunjung
tinggi kode etik, sehingga kepentingan masyarakat akan pelayanan kesehatan dapat
dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
2. dalam menyusun ketentuan tertulis di atas pimpinan harus melibatkan staf medis,
perawat dan unit terkait lainnya serta pemilik Rumah Sakit.
3. Ada kebijakan tertulis tentang system yang mengatur hak, kewajiban dan identifikasi
pasien termasuk bayi.
Administrasi dan pengelolaan
Manajemen Rumah Sakit menyediakan hal-hal:
1. Struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi unit-unit, pelayanan antar unit yang jelas
secara tertulis sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. semua peraturan, ketetapan, dan kebijaksanaan sudah diketahui dan dilaksanakan oleh
semua unsure yang terkait di Rumah Sakit
3. Pimpinan bertanggungjawab dalam pengelolaan sumberdaya secara efisien.
4. ada kesesuaian dengan hukum, peraturan dan kerahasian
5. Ada pengendalian intern terhadap sarana fisik, keuangandan sumberdaya manusia.
6. Pemasokan:
Ada perjanjian tertulis mengenai pelayanan dari Rumah Sakit yang meliputi:
1. Pelayanan sesuai dengan fungsi Rumah Sakit
2. Dokumentasi pemasokan yang meliputi:
1). Hak dan tanggungjawab
2). Pelayanan oleh yang benar-benar ahli
3). Pengaturan penyerahan barang
4). Pengaturan lembur dan kedaruratan
5). Peranan dalam Komite
6). Pengendalian mutu pelayanan termasuk di dalam Rumah Sakit
7). Mekanisme bila timbul masalah dalam pelayanan
8). Ketepatan fasilitas dan sarana pelayanan Rumah Sakit dan pemasokan
Staf dan pimpinan
Ada pelimpahan wewenang secara tertulis dari pemilik rumah sakit kepada pimpinan untuk
mengelola rumah sakit dengan baik, meliputi:
1. Hubungan kerja antara pemilik dan pimpinan Rumah Sakit
Direktur dan wakil direktur berfungsi sebagai administrasi dengan tugas antara lain :
1. Membuat kebijakan dan melaksanakannya
2. mengintegrasikan,melaksanakan dan mengkoordinasikan
3. melaksanakan pengembangan staf dan pendidikan
4. melakukan pengawasan standar pelayanan
Staf dan Pimpinan
Adanya staf medis yang diorganisir agar dapat memberikan pelayanan profesi dan bermutu
dan berperan menetapkan kebijaksanaan dan prodesur menyangkut perawatan pasien.
Fasilitas dan peralatan
1. Ada ruang pertemuan untuk staf medis
2. tersedia fasilitas untuk komunikasi antar staf medis
3. tersedia tenaga administrasi untuk membantu pencatatan kegiatan
Kebijakan dan prosedur
1. Ada kebijakan dan prosedur dan pelayanan medis secara tertulis
2. Ada mekanisme untuk meneruskan informasi tentang kenijakan.
3. ada mekanisme yang memungkinkan tenaga medis rumah sakit dapat mengenal
fasilitas yang ada peralatan dan staf lainnya.
4. Ada mekanisme untuk menangani masalah etik
5. ada pengawasan penerapan standar profesi
Pengembangan staf dan program pendidikan
1. ada analisis kebutuhan pelayanan medis spesialistik yang di buat secara periodic
2. Rumah sakit menciptakan iklim konduktif untuk pendidikan berkelanjutan.
Ada program peningkatan mutu pelayanan medis yang tertulis:
1. ada komitmen dari pimpinan untuk menunjang program peningkatan mutu pelayanan
2. peran dari staf medik yang menunjang mekanisme yang efektif dalam memonitor dan
mengevaluasi mutu pelayanan pasien
3. ada tim peningkatan mutu pelayanan medis di Rumah Sakit
4. Ada rapat berkala untuk membahas upaya peningkatan mutu yang di dokumentasikan
dan di laporkan pada pemimpin.
C. PELAYANAN KEPERAWATAN
Falsafah dan tujuan
Pelayanan keperawatan di organisir dan di kelola gar dapat memberikan asuhan keperawatan
yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang telah di tetapkan.
Administrasi dan pengelolaan
1. ada standar Praktek Keperawatan yang berlaku dan dijadikan sebagai acuan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
2. Ada rencana Keperawatan yang di susun setelah di adakan pengkajian terhadap
pasien.
3. Ada catatan Asuhan Keperawatan yang di buat dan di gabungkan ke dalam rekam
medis
4. Ada mekanisme yang baku dalam menangani masalah etik keperawatan.
5. Staf keperawatan senantiasa menghormati hak, keleluasaan pribadi, martabat, dan
kerahasiaan pasien.
Staf dan Pimpinan
1. pelayanan keperawatan di pimpin oleh seorang perawat dengan kualifikasi sesuai
pedoman uraian tugas tenaga keperawatan di Rumah Sakit yang di tetapkan Depkes
RI.
2. Jumlah dan jenis tenaga Keperawatan sesuai dengan standard an kebutuhan
3. Ada jadwal jaga secara tertulis serta daftar hadir di ruang perawatan
4. Ada dokumentasi penilaian terhadap staf keperawatan yang di dasarkan pada uraian
tugas dan dapat di pergunakan untuk pembinaan dan peningkatan karier
Fasilitas dan Peralatan
1. ada sarana dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan tugas
2. Peralatan khusus yang ada di operasikan oleh petugas yang telah mendapatkan
pelatihan penggunaan alat tersebut.
Kebijakan dan Prosedur
Ada kebijakan dan prosedur tertulis sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip
Praktek Keperawatanyang konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan.
V. REKAM MEDIS
Falsafah dan tujuan
Rumah sakit harus menyelenggarakan rekam medis yang merupakan bukti tentang proses
pelayanan medis kepada pasien.
Administrasi dan pengelolaan
1. ada pernyataan tertulis yang memuat tujuan yang menggambarkan peranan unit rekam
medis
2. Ada bagan organisasi
3. Ada uraian kerja dan kewajiban secara tertulis
4. Ada komite rekam medis yan g di tunjuk bertanggung jawab kepada pimpinan Rumah
Sakit.
5. Ada susunan Komite rekam medis yang di tentukan oleh pimpinan Rumah Sakit yang
bertugas: melakukan rapat secara teratur, membuat laporan, melaporkan kepada
pemimpin RS, dan menghadiri rapat.
6. Ada pengelola rekam medis yang membuat informasi statistic yang diteruskan kepada
unit lain.
7. Ada kepala unit rekam medis yang bertanggungjawab atas pengelolaan sumberdaya.
Staf dan Pimpinan
Unit rekam medis di lengkapi dengan pimpinan , staf, dan fasilitas yang cukup, untuk
menyelenggarakan fungsinya dengan baik.
Fasilitas dan peralatan
1. Lokasi unit rekam medis memungkinkan pengembalian dan distribusi rekam medis
dengan lancer
2. Ada ruang kerja untuk staf
3. Ada ruang penyimpan dokumen
4. Ruangan rekam medis yang cukup menjamin bahwa rekam medis aktif atau non aktif
tidak hilang atau rusak.
Kebijakan dan Prosedur
Harus ada kenijakan dan prosedur yang tertulis yang menceriminkan pengelolaan unit rekam
medis menjadi acuan bagi staf rekam medis yang bertugas.
Rancang bangun dan peralatan kamar operasi harus memenuhi syarat agar dapat mendukung
terselenggaranya pelayanan pembedahan yang efektif dan di dukung dengan program
pemeliharaan peralatan kedokteran dan program pengamanan.
Kebijakan dan Prosedur
Kebijakan dan prosedur yang mengatur tentang pengelolaan dan pelayanan operasi harus di
buat tertulis dan di pasang pada kamar operasi.
Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Pendidikan berkelanjutan harus dikembangkan untuk tenaga dari unit tersebut sehingga staf
dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya untuk melaksanakan
tindakan dan prosedur baru.
Evaluasi dan pengendalian mutu
Pengelola kamar operasi bertanggungjawab untuk melakukan evaluasi pelayanan
pembedahan
VII.PELAYANAN PERINATAL RESIKO TINGGI
Falsafah dan tujuan
Pelayanan Perinatal Resiko tinggi adalah pelayanan yang menciptakan kondisi bagi ibu dan
Janin atau bayinya yang mempunyai resiko tinggi agar dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal serta terhindar dari morbiditas dan mortalitas. Unit Pelayanan
Perinatal resiko tinggi merupakan unit yang mempunyai sifat pelayanan gawat darurat
berlaku bagi pelayanan perinatal resiko tinggi.
Administrasi dan Pengelolaan
Pelayanan perinatal resiko tinggi harus mampu untuk memenuhi kebutuhan pasien serta
diatur dan di dan di integrasikan dengan unit kerja terkait.
Staf dan Pimpinan
Unit Perinatal Resiko Tinggi di pimpin oleh seorang dokter dan staf yang terdiri dari tenaga
medis, paramedic keperawatan , paramedic non perawatan, dan tenaga non medis yang
berkualifikasi untuk menjamin dilaksanakannya pelayanan yang telah di tentukan.
Fasilitas dan peralatan
1. Desain ruang perawatan antenatal harus sedemikian rupa sehingga mampu melayani
kasus resiko tinggi
2. Fasilitas harus memiliki kelengkapan:Unit diagnostic Antenatal ( pemeriksaan
Kardiografi, ultrasonografi) ; Kamar bersalin ( kamar Kala 1, kamar bersalin yang
berdekatan dengan kamar operasi, kamar isolasi, kamar eklamsi, kamar kala 4, kamar
Pelayanan Laboratorium harus di pimpin oleh seorang tenaga dokter senior atau dokter
spesialis petologi yang memenuhi syarat untuk bertanggungjawab dari segi profesi,
organisasi, dan asministrasi pelayanan laboratorium. Harus ada personil yang cukup yang
mempunyai kualifikasi dan berpengalaman untuk mengawasi dan memimpin pekerjaan
laboratorium.
Fasilitas dan Peralatan
Ruangan penerimaan specimen,Ruang pemeriksaan yang terpisah dengan ruang penerimaan,
Ruang Administrasi, Ruang penunjang untuk penyimpanan bahan kimia dan WC.
Kebijakan dan Prosedur
1. Tata laksana pelayanan laboratorium untuk gawat darurat, rawat inap dan rawat jalan
2. Ada prosedur tertulis menegnai cara pengumpulan specimen
3. Ada prosedur tertulis untuk tiap jenis pemeriksaan
4. Ada prosedur tertulis untuk pemeriksaan jaringan
5. Ada prosedur tertulis untuk pemeriksaan jenazah
6. Ada prosedur tertulis untuk pengambilan specimen sitologi
7. Ada prosedur tetap pelaksanaan lain yang berhubungan dengan laboratorium
Pengembangan staf dan program Pendidikan
1. Ada program tertulis yang mencakup orientasi bagi petugas baru di laboratorium
2. Ada perencanaan program pengembanagn dan pendidikan berkelanjutan di bidang
laboratorium
Evaluasi dan Pengendalian mutu
1. Program pengendalian mutu eksternal secara tertulis untuk menjamin ketepatan data
2. Ada prosedur tertulis tentang uji coba tiap regen baru untuk di ketahui reaksinya.
IX. PELAYANAN RADIOLOGI
Falsafah dan tujuan
Instalasi Radiologi di Rumah Sakit memberikan pelayanan Radiodiagnostik dan pelayanan
radioterapi sebaik-baiknya kepada penderita yang membutuhkan.
Administrasi dan Pengelolaan
Instalasi Radiologi harus mempunyai bagan organisasi dan uraian tugas yang jelas bagi
semua klasifikasi pegawai yang ada.
Staf dan Pimpinan
Di pimpin oleh seorang dokter specialis radiology atau dokter yang mendapat pelatihan ,
dibantu oleh staf yang di anggap mampu sehingga tujuan pelayanan bisa tercapai.
Fasilitas dan Peralatan
Sarana dan prasarana di tujukan bagi terselenggaranya pelayanan radiology yang aman,
efektif, efisien, sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta menungkinkan petugas Radiologi
bekerja dengan nyaman dan tertib.
Kebijakan dan Prosedur
Agar pelayanan terhadap pasien bisa terlaksana secara optimal, maka perlu ada prosedur
secara tertulis yang didasarkan pada pengetahuan dalam bidang radiology.
Pengembangan staf dan Program Pendidikan
1. Dalam pengembangan staf bagian radiology harus senantiasa terlibat aktif dalam
Komite medik di Rumah Sakit dan turut aktif dalam seminar/ kegiatan pelatihan
2. Harus mempunyai rencana pengembangan jangka pendek dan jangka panjang yang di
dokumentasikan.
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Evaluasi mutu pelayanan
2. Evaluasi cakupan pelayanan
3. Evaluasi efektivitas dan efisiensi pelayanan
X. PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT
Falsafah dan tujuan
Ada program yang efektif tentang pencegahan, surveilans, dan pengendalian infeksi di
Rumah Sakit.
1. Program ini melibatkan semua unit di Rumah Sakit
2. Ada SOP yang tertulis
3. SOP sebaiknya di tinjau setiap 3 tahun dan di sempurnakan bila perlu
Administrasi dan Pengelolaan
1. Ada Komite multi disiplin yang bertugas memantau program pengendalian infeksi
2. Komite di pimpin oleh dokter dengan anggota staf medik, perawat, petugas
administrasi, dan petugas yang di tunjuk oleh masing-masing unit.
3. Ada bagan organisasi
4. Komite bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan, melakukan evaluasi secara berkala
kemudian membuat rekomendasi.
5. Komite mengadakan rapat secara teratur sedikitnya 3 bulan sekali
6. Instalasi penunjang
Staf dan Pimpinan
Komite memberikan kewenangan secara tertulis dalam pengelolaan program PIRS untuk
menanggulangi kasus darurat yang membahayakn pasien atau petugas.
Fasilitas dan Peralatan
Kelengkapan dan kebersihan Rumah Sakit harus di sediakan demikian pula dengan
lingkungan harus bersih.
Kebijakan dan Prosedur
1. tersedia jadwal kerja tertulis
2. Ada pengaturan Pengudaraan dan Ventilasi
3. Ada jadwal pemeriksaan secara teratur terhadap pengudaraan dan ventilasi
4. Ada kebijakan yang melarang merokok di Rumah Sakit
5. Ada prosedur tertulis Pengelolaan sampah di Rumah Sakit
6. Ada prosedur tetap untuk pengelolaan linen kotor
7. Ada kebijakan dan Prosedur tertulis tentang pemeriksaan air bersih secara berkala
Pengembangan staf dan Program pendidikan
1. Ada program orientasi bagi staf yang baru
2. Ada kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan.
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Ada kebijakan Tertulis mengenai Pengendalian Infeksi yang merupakan bagian dari
Pengendalian mutu Rumah Sakit
Ada tata kerja dan prosedur yang mengatur agar tidak terkontaminasi
Ada jadwal yang teratur untuk membersihkan
Ada jadwal dan tata kerja secara tertulis yang mengatur agar pelayanan sterilisasi dapat
berlangsung juga di luar jam kerja
Hasil sterilisasi di periksa dengan indicator yang baik
Ada ruang tempat linen yang terpisah dari ruang sterilisasi
Pengembangan staf dan Program Pendidikan
1. Ada program orientasi bagi staf yang baru
2. Ada kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan
Evaluasi dan Pengendalian Mutu
1. Ada kebijakan Tertulis mengenai Pengendalian Infeksi yang merupakan bagian dari
Pengendalian mutu Rumah Sakit
2. Ada program evaluasi dan pemantauan yang di buat tertulis.
XII.KESELAMATAN KERJA, KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA
Falsafah dan Tujuan
Rumah sakit di bangun dan di lengkapi dengan peralatan, di jalankan dan dipelihara
sedemikian rupa untuk menjaga keamanan dan mencegah kebakaran serta persiapan
menghadapi bencana. Hal ini bertujuan untuk menjamin dan menjaga keselamatan hidup
pasien, pegawai, pengunjung, dan sarana Rumah Sakit.
Administrasi dan Pengelolaan
Ditetapkan seorang pejabat sebagai pimpinan yang bertanggungjawab atas pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran.
Staf dan pimpinan
Pimpinan harus berpendidikan dan berpengalaman dalam keselamatan kerja, bahaya
kebakaran dan bencana.
Fasilitas dan Peralatan
Tersedia fasilitas dan peralatan yang cukup serta siap pakai terus menerus untuk menunjang
program keselamatan kerja, menanggulangi bahaya kebakaran dan bencana.
Kebijakan dan prosedur
Kebijakan, prosedur, peraturan dan peodman tertulis harus diterapkan di tiap unit kerja dan
berlaku bagi setiap orang dalam upaya mencapai keselatan kerja serta mancegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dan bencana.
Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Ada program tertulis tentang pendidikan dan pelatihan bagi staf untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalan bidang keselamatan kerja, bahaya kebakaran dan
bencana.
EValuasi dan pengendalian mutu
1. Ada prosedur tertulis tentang pelaksanaan evaluasi dari Program
2. Tersedia sarana konsultasi antara unit ini dengan unit lain di Sumah Sakit.
3. Ada dokumentasi tentang semua kejadian kecelakaan kerja, kebakaran dan bencana
4. Ada dokumentasi penanggulangan kasus akibat kecelakaan kerja, kebakaran dan
bencana
5. Ada rujukan upaya penyempurnaan pencegahan dan penanggulangan keselamatan
kerja, kebakaran dan bencana
6. semua aturan yang berkaitan dengan keselamatan kerjam kebakaran, dan bencana
telah di terapkan.