POLA PEMBIAYAAN
PELAYANAN KONTRASEPSI
DI 6 (ENAM) PROVINSI DI INDONESIA
DALAM RANGKA
EVALUASI KEBIJAKAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI GRATIS
Penulis:
1. Resty Pujihasvuty
2. Endah Winarni
PUSLITBANG KB DAN KS
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
2011
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Pertanyaan Analisis....................................................................................4
1.3. Tujuan Analisis ...........................................................................................4
1.4. Manfaat Analisis .........................................................................................5
BAB II
BAB III
METODE ANALISIS.........................................................................................9
3.1. Sumber Data .............................................................................................9
3.2. Metode Analisis .........................................................................................11
3.3. Keterbatasan Analisis ................................................................................11
BAB IV
BAB V
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Provinsi Aceh, 2011 ........................................................................................13
Tabel 2. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Provinsi NTB, 2011 ........................................................................................15
Tabel 3. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Provinsi NTT, 2011
.......................................................................................16
Tabel 4. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Provinsi Maluku, 2011 ....................................................................................... 18
Tabel 5. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Provinsi Maluku Utara, 2011 ............................................................................. 19
Tabel 6. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Provinsi Papua Barat, 2011 ..............................................................................20
Tabel 7. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Sumber Pelayanan,
Provinsi Aceh, 2011 ............................................................................................................22
Tabel 8. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Alat/Cara KB,
Provinsi Aceh, 2011.............................................................................................................23
Tabel 9. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Sumber Pelayanan,
Provinsi NTB, 2011.............................................................................................................24
Tabel 10. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Alat/Cara KB,
Provinsi NTB, 2011...........................................................................................................24
Tabel 11. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Sumber Pelayanan,
Provinsi NTT 2011............................................................................................................25
Tabel 12. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Alat/Cara KB,
Provinsi NTT, 2011...........................................................................................................26
Tabel 13. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Sumber Pelayanan,
Provinsi Maluku, 2011......................................................................................................27
Tabel 14. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Alat/Cara KB,
Provinsi Maluku 2011.......................................................................................................28
Tabel 15. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Sumber Pelayanan,
Provinsi Maluku Utara, 2011............................................................................................29
Tabel 16. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Alat/Cara KB,
Provinsi Maluku Utara, 2011............................................................................................30
Tabel 17. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Sumber Pelayanan,
Provinsi Papua Barat, 2011..............................................................................................31
Tabel 18. Distribusi Persentase Pembiayaan Pelayanan KB Berdasarkan Alat/Cara KB,
Provinsi Papua Barat, 2011..............................................................................................31
Tabel 19. Tren Prevalensi KB di Indonesia dan di 6 Provinsi, 2011 ..............................................33
Tabel 20. Tren Unmet need KB di Indonesia dan di 6 Provinsi, 2011............................................35
RINGKASAN
iii
mencakup wilayah sasaran distribusi alat/kontrasepsi gratis menjadi 7 (tujuh) provinsi, yang
meliputi Aceh, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, dan
wilayah sasaran terbaru Nusa Tenggara Barat.
Sehubungan dengan kebijakan penyediaan subsidi 100 persen alat/cara KB, maka
dilakukan analisis tentang Pola Pembiayaan Pelayanan KB, yang juga akan dikaitkan
dengan pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan. Secara rinci, tujuan analisis adalah
untuk mengetahui pola pembiayaan pelayanan kontrasepsi berdasarkan karakteristik sosial
ekonomi; pola pembiayaan pelayanan kontrasepsi berdasarkan sumber pelayanan dan
alat/cara KB; pola kesertaan KB (prevalensi KB) dan unmet need KB (proxy) di 6 (enam)
provinsi tahun 2010-2011; dan evaluasi apakah kebijakan tersebut sudah cukuf efektif untuk
meningkatkan kesertaan ber KB maupun menurunkan unmet need KB. Sumber data yang
digunakan adalah Mini Survei Pemantauan PUS (data kuantitatif) di 6 (enam) provinsi dari
7 (tujuh) provinsi yang direncanakan dalam analisis. Provinsi Papua tidak disertakan dalam
analisis, karena keterbatasan jumlah kasus. Sumber data pendukung adalah dari Monitoring
Strategis (data kualitatif) hanya dilakukan di 2 (dua) provinsi dari 7 (tujuh) provinsi, yaitu
Aceh dan Nusa Tenggara Barat, dengan pertimbangan waktu dan biaya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pola pembiayaan pelayanan KB dengan
membayar alat/cara KB masih cukup tinggi di 6 (enam) provinsi, dengan persentase paling
tinggi yaitu Provinsi Maluku Utara kemudian Nusa Tenggara Barat, Maluku, Aceh, Papua
Barat, dan terendah Nusa Tenggara Timur. Sebagian provinsi menunjukkan pola hubungan
positif antara tingkat pendidikan atau tahapan KS dengan pembiayaan alat/cara KB.
Sementara sebagian provinsi lainnya menunjukkan pola hubungan yang tidak beraturan.
Selain itu dijumpai peserta KB yang membayar alat/cara KB di jalur pemerintah; dengan
iv
persentase beragam, dari yang terendah (4 persen) di Nusa Tenggara Timur, hingga
persentase terbesar di Maluku Utara (41 persen). Peserta KB yang membayar alat/cara KB,
mencakup pada pemakaian MKJP dan non MKJP. Hal ini menggambarkan bahwa
implementasi kebijakan tersebut di 5 (lima) provinsi tidak seperti yang diharapkan, kecuali
untuk Provinsi NTT. Apabila kebijakan tersebut sesuai dengan implementasi di lapangan,
maka tidak akan dijumpai peserta KB yang membayar alat/cara KB, terutama di sumber
pelayanan KB pemerintah.
Pola perkembangan kesertaan KB (prevalensi KB) tahun 2010-2011 di Nusa
Tenggara Timur, Maluku Utara dan Papua Barat menunjukkan sedikit meningkat,
sebaliknya terjadi penurunan di Aceh dan NusaTenggara Barat; dan kondisi stagnan di
Maluku. Penurunan unmet need KB dijumpai di Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur,
Maluku Utara dan Papua Barat; sebaliknya ditemui di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
Maluku. Hasil ini secara cepat memberikan indikasi bahwa kebijakan penyediaan 100
persen alat/cara KB menunjukkan pencapaian program pada arah yang diharapkan, walau
belum maksimal; khususnya untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara dan
Papua Barat. Untuk provinsi lainnya (Aceh, Maluku, Nusa Tengara Barat) belum
menunjukkan arah pencapaian program seperti yang diinginkan.
Berdasarkan informasi kualitatif, sosialisasi tentang kebijakan penyediaan alat/cara
KB belum dilakukan secara menyeluruh sampai dengan tingkat bawah (kecamatan, desa)
baik di Nusa Tenggara Barat dan Aceh. Belum ada MoU di kedua provinsi tersebut dengan
pihak pemerintah daerah dan pihak terkait lain untuk merealisasikan kebijakan ini di
lapangan, yang sekaligus diharapkan dapat dukungan untuk menggratiskan seluruh biaya
pelayanan KB termasuk biaya jasa dan retribusi/karcis. Juknis dan Juklak sebagai panduan
pelaksanaan kebijakan alat/cara KB juga belum ada di provinsi. Berbeda dengan temuan
kuantitatif, temuan kualitatif menyatakan bahwa implementasi kebijakan tersebut di
lapangan sudah sesuai dengan isi kebijakan; yaitu dalam pelayanan KB klien tidak dipungut
biaya untuk alat/cara KB di sumber pelayanan pemerintah.
Memperlihatkan temuan kuantitatif dan kualitatif, rekomendasi yang diusulkan
antara lain sebagai berikut : pelaksanaan kebijakan ini harus dimonitor secara
berkesinambungan, agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Koordinasi dan sosialisasi
dengan berbagai pihak terkait, antara lain dengan pemda dan dinas kesehatan, tentang
kebijakan tersebut perlu segera dilakukan. Lebih khusus lagi agar dibuat MoU dengan
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan kependudukan dan keluarga berkualitas memiliki peran penting
dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010,
jumlah penduduk Indonesia 237.6 juta jiwa, sehingga penduduk sebagai sumber daya
pembangunan harus ditingkatkan kualitasnya dan dikendalikan kuantitasnya. Kualitas
penduduk dapat dilihat dari angka indeks pembangunan manusia (IPM) dengan parameter
angka harapan hidup, angka melek huruf, pendidikan, dan pendapatan perkapita. Indeks
pembangunan manusia di Indonesia pada tahun 2011 yaitu 0,617 dengan angka indeks
kesehatan 0,779, indeks pendidikan sebesar 0,584, dan
kesehatan berdasarkan angka harapan hidup 69,5 tahun, indeks pendidikan berdasarkan atas
angka harapan anak usia sekolah terus bersekolah (expected years of schooling) 13,2 tahun,
dan lama rata-rata penduduk mengenyam bangku pendidikan (means years of schooling) 5,8
tahun; sementara indeks pendapatan berdasarkan atas besar pendapatan perkapita sebesar
3.716 US$. Angka IPM Indonesia pada tahun 2011 menempati ranking ke-124 dari 187
negara. Posisi IPM Indonesia lebih rendah dari IPM negara ASEAN seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Philipina; tetapi lebih tinggi dibandingkan
dengan IPM Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar (UNDP, 2011; Waspada online 18
November 2011: Membangun Indonesia lebih dari sekedar angka).
Berdasarkan Undang-undang Nomor: 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah
upaya mengatur kelahiran anak, jarak antar kelahiran, dan usia ideal melahirkan. Upaya
mengatur kehamilan dilakukan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan
hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Undang-Undang tersebut juga
mengamanatkan pencapaian sasaran peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia.
Untuk mencapai sasaran tersebut, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 diarahkan pada pengendalian kuantitas
penduduk melalui tiga prioritas, yaitu (1) Revitalisasi program KB; (2) Penyerasian
kebijakan pengendalian; dan (3) Peningkatan ketersediaan dan kualitas data dan informasi
kependudukan yang memadai, akurat, dan tepat waktu. Upaya mencapai sasaran dilakukan
melalui berbagai kebijakan, antara lain meliputi peningkatan akses dan kualitas pelayanan
KB serta jaminan ketersediaan kontrasepsi terutama bagi keluarga miskin dan rentan
lainnya, PUS mupar (muda dan paritas rendah), masyarakat di daerah tertinggal, terpencil
dan perbatasan (galciltas) termasuk daerah-daerah yang berbatasan dengan negara lain; serta
daerah dengan angka unmet need KB dan angka kematian ibu tinggi. Angka unmet need
KB bahkan menunjukkan peningkatan. Jumlah pasangan usia subur yang ingin menunda
kehamilan atau tidak menginginkan tambahan anak tetapi tidak ber-KB (unmet need KB),
meningkat dari 8,6 persen (SDKI 2002/2003) menjadi 9,1 persen (SDKI 2007) dan Angka
kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai
228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Walaupun Indonesia telah melakukan
berbagai upaya untuk menurunkan AKI, dan angka AKI tersebut sebenarnya telah turun
dari angka 390 per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan SDKI 1994. Mempertimbangkan
kondisi tersebut, Indonesia tampaknya masih harus berupaya keras untuk mencapai target
angka kematian ibu (AKI) yang ditetapkan berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium
atau Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2015, yaitu pada angka 103 per
100.000 kelahiran hidup.
Di lain pihak, kuantitas penduduk dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia berdasarkan SP 2010 yaitu 1,49 persen per tahun,
meningkat dari kondisi angka pertumbuhan penduduk berdasarkan SP 2000 (1,45 persen per
tahun). Salah satu penyebab masih tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah masih
tingginya angka kelahiran total (TFR), yaitu 2,6 anak per perempuan berdasarkan SDKI
2007. Oleh karena itu, upaya pemerintah dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
telah tertuang dalam RPJMN 2010-2014 yaitu dengan cara memberikan prioritas kepada
kelompok masyarakat miskin melalui program keluarga berencana nasional. Salah satu
kegiatan yang dilaksanakan adalah penyediaan pelayanan keluarga berencana/KB gratis
bagi masyarakat yang berasal dari kalangan keluarga pra sejahtera/Pra S dan keluarga
sejahtera 1/KS-1. Kegiatan pelayanan KB gratis bagi masyarakat miskin terutama kelompok
Pra S dan KS-I merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan angka kesertaan ber-KB
dan menurunkan unmet need KB, dalam rangka untuk menurunkan TFR. Keluarga miskin
cenderung memiliki jumlah anak yang lebih besar dari pada mereka yang lebih mampu.
Pola Pembiayaan Pelayanan Kontrasepsi di 6 (enam) Provinsi di Indonesia
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, angka kelahiran
total (total fertility rate/TFR) pada wanita usia subur miskin diperkirakan mencapai 3,0 anak
per perempuan, sedangkan pada mereka yang berstatus sosial ekonomi tinggi hanya 2,7
anak per perempuan. Unmet need KB juga memperlihatkan lebih besar pada kalangan
miskin dibandingkan dengan kalangan kaya. Pada keluarga miskin, unmet need KB
menunjukkan 12,7 persen; sementara pada keluarga menengah atas tercatat 7,3 persen.
Akibatnya, berbagai masalah kesehatan keluarga, terutama kesehatan ibu dan anak, lebih
banyak dijumpai pada daerah-daerah yang miskin (tertinggal). Pemberian layanan KB bagi
KPS dan KSI melibatkan pihak BKKBN dan Dinas Kesehatan. Peran BKKBN dari sisi
demand creation, tidak hanya menyediakan alat dan obat kontraspsi tetapi juga mencakup
pemberian layanan promosi dan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), sementara
peran Dinas Kesehatan adalah dalam hal pemberian pelayanan medis teknis alat/cara/obat
kontrasepsi.
Program Keluarga Berencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan
KB yang berkualitas bagi peserta KB dan PUS yang ingin KB tapi belum terlayani,
membantu pasokan (supply) alat/obat kontrasepsi yang teratur, penyaluran atau
pendistribusian alat/cara KB sesuai keinginan klien, serta menjamin ketersediaan
kontrasepsi di semua tempat pelayanan termasuk ketersediaan alat/cara KB dan pelayanan
gratis bagi keluarga Pra S dan KSI dan keluarga miskin lainnya. Perencanaan kebutuhan
alat/obat kontrasepsi telah tertuang di dalam Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan
Alat/Obat Kontrasepsi dan Non Kontrasepsi dalam buku Kebijakan dan Strategi Nasional
Jaminan Ketersedian Kontrasepsi (JKK) tahun 2006 dengan didasarkan pada data dari hasil
SDKI 2007 yang diharapkan dapat dipenuhi 6 (enam) tepat dalam menjamin logistik yaitu
tepat jenis, tempat, waktu, jumlah, kualitas, dan harga. Perencanaan kebutuhan alat/obat
kontrasepsi setiap tahun dilaksanakan dengan cara perhitungan yang didasarkan pada data
sasaran kesertaan berKB meliputi pemenuhan permintaan masyarakat (PPM) baik peserta
KB baru maupun peserta KB aktif menggunakan rumusanrumusan tertentu serta data stock
kontrasepsi di gudang pada bulan terakhir
Pemerintah dalam hal ini BKKBN, khususnya untuk wilayah-wilayah tertentu,
dipandang perlu menetapkan kebijakan mengenai penyediaan alat dan obat kontrasepsi
gratis dalam pelayanan keluarga berencana bagi semua Pasangan Usia Subur (PUS) untuk
menjamin keberlangsungan masyarakat dalam ber-KB dan meningkatkan cakupan sasaran
pelayanan keluarga berencana. Selain itu hal ini ditujukan untuk mendukung pencapaian
target Millenium Development Goal (MDGs) terutama point 5b mengenai Angka Kematian
Ibu (AKI) melalui peningkatan kualitas dan cakupan sasaran pelayanan keluarga berencana
di provinsi-provinsi. Berdasarkan hal tersebut, BKKBN mengeluarkan PERKA (Peraturan
Kepala BKKBN) Nomor : 332/HK-010/E3/2010 tentang kebijakan penyediaan alat dan obat
kontrasepsi gratis dalam pelayanan KB bagi semua pasangan usia subur (PUS) di 6 (enam)
provinsi yaitu Aceh, Maluku, Maluku Utara, NTT, Papua, dan Papua Barat, dan yang
terbaru PERKA Nomor 78/PER/E3/2011 di 7 (tujuh) provinsi yaitu Aceh, Maluku, Maluku
Utara, NTT, Papua, Papua Barat, dan NTB. Penentuan 7 (tujuh) provinsi tersebut, beberapa
didasarkan pada data mengenai tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), tingginya Unmet
need KB, dan relatif tingginya tingkat kemiskinan.
Dengan dikeluarkan PERKA tersebut, diharapkan BKKBN provinsi tersebut
melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait seperti Pemda Provinsi,
Dinas Kesehatan setempat, yang dalam pelaksanaannya (seperti distribusi alat/cara KB
gratis) disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah di masing-masing provinsi.
Memperhatikan beberapa aspek di atas, BKKBN pusat dalam hal ini Pusat Penelitian dan
Pengembangan KB dan KS merasa perlu untuk mengevaluasi sejauh mana kebijakan
tersebut berjalan di lapangan dan pengaruh kebijakan tersebut dengan berdasarkan pada
output yang ingin dicapai yaitu meningkatkan kesertaan ber KB, menurunkan unmet need
KB, dan pada akhirnya diharapkan mampu menekan laju pertumbuhan penduduk dan
menurunkan fertilitas.
1.2
Pertanyaan Analisis
1.
2.
3.
4.
5.
Apakah kebijakan tersebut sudah cukuf efektif untuk meningkatkan kesertaan ber
KB dan menurunkan unmet need KB?
1.3
Tujuan Analisis
Secara umum bertujuan untuk mengetahui pola pembiayaan pelayanan KB dalam
2.
3.
4.
5.
Ingin mengetahui apakah kebijakan tersebut sudah cukuf efektif untuk meningkatkan
kesertaan ber KB dan menurunkan unmet need?
1.4
Manfaat Analisis
Hasil dari analisis ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dalam membuat
rumusan rekomendasi dan masukan bagi para penentu kebijakan dan pengelola program,
khususnya masukan dalam hal penyempurnaan
kedepan, supaya dapat meningkatkan kesertaan ber KB dan menurunkan unmet need KB,
yang pada akhirnya dapat menurunkan fertilitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan :
PERKA
No.
78/PER/E3/
2011 tentang
Penyediaan
Alat dan Obat
Kontrasepsi
Gratis dalam
Pelayanan KB
di 7 provinsi
(NAD, NTT,
Maluku,
Malut, Papua,
Papbar)
1.
2.
Cara
mendapatkan
pelayanan KB :
1.Gratis
2. Bayar
Alat/cara
KB
3. Lainnya
1.Peningkatan
kesertaan ber-KB
2.Penurunan Unmet
Need KB
pada
aspek
kematian
anak
dan
kesehatan
ibu
serta
HIV/AIDS.
Menurut Kingsley Davis & Judith Blake (1956) dan Boongarts (1978), pemakaian
kontrasepsi adalah salah satu dari variabel konsepsi yang merupakan proximate
determinants terhadap fertilitas secara langsung. Selain prevalensi kontrasepsi, kebutuhan
pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need KB) juga merupakan salah satu indikator
program KB yang perlu dievaluasi terkait dengan kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis.
Unmet need KB digunakan untuk menilai sejauh mana program telah dapat memenuhi
kebutuhan pelayanan KB. Unmet need KB didefinisikan sebagai kelompok wanita yang
sebenarnya sudah tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan 24
bulan atau lebih namun tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan.
Berdasarkan uraian pustaka dan ketersediaan data Mini Survei Pemantauan
Pasangan Usia Subur, maka dibuat kerangka analisis, seperti disajikan pada bagan di atas.
Kerangka analisis di atas dapat menjelaskan gambaran pembiayaan pelayanan
kontrasepsi di 7 (tujuh) provinsi (dalam analisis ini hanya bisa menggambarkan 6 (enam)
provinsi) setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan operasional mengenai alat dan obat
kontrasepsi gratis bagi semua Pasangan Usia Subur (PUS) di semua tahapan keluarga pada
provinsi-provinsi tertentu.
BAB III
Pola Pembiayaan Pelayanan Kontrasepsi di 6 (enam) Provinsi di Indonesia
METODE ANALISIS
3.1
kualitatif.
1.
Survei Pemantauan Pasangan Usia Subur. Survei tersebut merupakan survei berskala
nasional yang menyediakan data tentang umur istri, jumlah anak lahir hidup, anak masih
hidup, umur kawin pertama, pendidikan, status tahapan keluarga, kehamilan, kesertaan berKB, jenis alat/cara KB yang dipakai, sumber/tempat mendapatkan pelayanan KB, cara
mendapatkan pelayanan KB (bayar atau gratis), keinginan mempunyai anak lagi, dan alasan
utama tidak ber-KB. Mini Survei dilakukan di 33 provinsi dan merupakan survei untuk
memperoleh gambaran parameter tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Untuk
analisis ini, sumber data utama kuantitatif yang digunakan adalah Mini Survei 2011; dengan
dilengkapi data dari MS 2007, MS 2008, MS 2009, dan MS 2010. Responden Mini Survei
Pemantauan PUS adalah wanita pasangan usia subur 15-49 tahun. Jumlah seluruh
responden wanita pasangan usia subur (PUS) pada MS 2007 adalah 160.036 wanita PUS,
MS 2008 sebanyak 240.947 wanita PUS, MS 2009 sebanyak 263.903 wanita PUS, MS
2010 sebanyak 253.887 wanita PUS, dan MS 2011 sebanyak 253.729 PUS. Selanjutnya di
antara responden wanita PUS, bila dipilah hanya peserta KB, maka tercatat sebagai berikut,
pada MS 2007 adalah 105.457 peserta KB; MS 2008 adalah 160.812 peserta KB; MS 2009
tercatat 178.060 peserta KB; MS 2010 terdapat 171.006 peserta KB, dan pada MS 2011
tercatat sejumlah 171.226 peserta KB. Jumlah responden peserta KB perlu diketahui, karena
pada analisis yang dilakukan sebagian besar menyangkut tentang peserta KB.
Pada analisis ini, data Mini Survei difokuskan di 6 (enam) provinsi (Aceh, Maluku,
Maluku Utara, NTT, Papua Barat, dan NTB). Penggunaan data Mini Survei 2011 untuk
melihat pola pembiayaan pelayanan KB di semua karakteristik sosial ekonomi. Data Mini
Survei 2007 s.d Mini Survei 2011 digunakan untuk melihat tren secara umum pola
prevalensi kontrasepsi dan unmet need KB. Khusus penggunaan data Mini Survei 2010-
2011 ditujukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis
terhadap prevalensi pemakaian KB dan unmet need KB di 6 (enam) provinsi tersebut.
2. Metode Studi Kualitatif
Selain metode kuantitatif, juga dilakukan studi kualitatif yang dimaksudkan untuk
mendukung dan memperkuat hasil dari studi kuantitatif. Metode studi kualitatif dilakukan
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
(1)
Tahapan pelaksanaan
b.
c.
(2)
Sasaran
Pengelola program KB di tingkat provinsi (Kabid & Kasie Bidang KB), di tingkat
kabupaten/kota (Bidang KB), dan di tingkat kecamatan dan desa (PLKB/PKB).
b.
(3)
a.
b.
c.
d.
e.
(4)
Secara purposive dari 6 (enam) provinsi tersebut dipilih Provinsi Aceh dan NTB dengan
pertimbangan biaya dan waktu.
10
(5)
Pelaksanaan
Pelaksanaan studi kualitatif di 2 (dua) provinsi tersebut dilakukan pada Minggu ke-IV
Oktober s.d November 2011.
3.2
Metode Analisis
Metode analisis yang dilakukan adalah Analisis Deskriptif, yaitu dengan
menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang pada variabel-variabel tertentu dari
data kuantitatif; serta didukung dan dilengkapi data-data kualitatif. Analisis ini untuk
melihat gambaran, pola dari beberapa variabel terkait seperti variabel sosial ekonomi,
alat/cara KB yang dipakai, dan sumber pelayanan KB dengan cara mendapatkan pelayanan
KB (gratis, bayar alat/cara KB, bayar lainnya). Data kualitatif akan melengkapi temuan
kuantititatif; khususnya pada aspek sosialisasi dan implementasi di lapangan tentang
kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis.
3.3
Keterbatasan Analisis
Analisis lanjut ini memiliki banyak keterbatasan, yaitu sebagai berikut :
1. Khusus untuk Provinsi NTB, analisis ini dilakukan masih dalam satu tahun berjalan
semenjak dikeluarkannya PERKA pada awal tahun 2011, sehingga belum bisa
dievaluasi penuh sejauh mana kebijakan tersebut berjalan di lapangan, namun untuk
provinsi lain bisa dievaluasi.
2. Sumber data mengenai pembiayaan kontrasepsi hanya diperoleh dari hasil Mini
Survei dengan beberapa variabel terkait yang terbatas.
3. Variabel mengenai pembiayaan pelayanan kontrasepsi (khususnya bayar alat/cara
KB) yang ada di Mini Survei tidak dapat dibedakan tentang asal alat/cara KB,
apakah alat/cara KB program atau mandiri.
4. Variabel mengenai bayar bersifat sangat umum, yaitu peserta KB mengeluarkan
sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan pelayanan alat/cara KB, dan tidak dapat
diketahui berapa nilai nominal yang dibayarkan, sehingga tidak dapat diketahui
secara rinci dari nilai uang yang dibayarkan apakah senilai biaya alat/cara KB, biaya
jasa pelayanan atau biaya karcis/retribusi.
11
5. Untuk studi kuantitatif hanya bisa menganalisis 6 (enam) provinsi, karena jumlah
kasus untuk Provinsi Papua tidak mendukung (data tidak representatif provinsi).
6. Untuk studi kualitatif, di antara 6 (enam) provinsi tersebut secara purposive dipilih
Provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Barat dengan pertimbangan biaya dan waktu.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
mendapatkan pelayanan KB, terutama tingkat pendidikan dan tahapan keluarga. Berikut
adalah analisis deskriptif hasil Mini Survei tahun 2011 mengenai pembiayaan pelayanan
kontrasepsi berdasarkan karakteristik sosial ekonomi di 6 (enam) provinsi.
1. Provinsi Aceh
Tabel 1 menyajikan distribusi persentase peserta KB dalam mendapatkan pelayanan
KB di Provinsi Aceh berdasarkan karakteristik pendidikan dan tahapan keluarga.
Pendidikan dikategorikan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu dari urutan terendah: pertama
dari tidak sekolah sampai dengan tidak tamat SD; kedua Tamat SD; ketiga Tamat SLTP;
dan keempat Tamat SLTA atau lebih tinggi. Untuk tahapan keluarga terdiri dari 5 (lima)
tingkatan, dari yang termiskin, yaitu Pra Sejahtera (Pra S), Keluarga Sejahtera I (KS I),
Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III) dan Keluarga Sejahtera III
plus (KS III plus).
Tabel 1. Distribusi Persentase Wanita Peserta KB menurut Pembiayaan Pelayanan KB
dan Karakteristik Sosial Ekonomi, Provinsi Aceh, 2011
Pembiayaan Pelayanan KB
Karakteristik
Gratis
Jumlah
Jumlah
Persen
Wanita
Bayar Alat/cara KB
Bayar Lainnya
52,4
43,5
41,7
37,5
26,8
31,0
32,5
34,9
20,9
25,5
25,8
27,6
100,0
100,0
100,0
100,0
438
1680
1775
2284
52,7
44,0
35,0
26,5
25,5
31,2
37,6
49,4
21,8
24,8
27,4
24,2
100,0
100,0
100,0
100,0
1136
2700
1806
504
KS III+
21,8
60,6
17,6
100,0
31
Jumlah
41,4
33,7
24,9
100,0
6178
Pendidikan
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA +
Tahapan Keluarga
Pra S
KS I
KS II
KS III
13
14
pendidikan tamat SLTP, dan selanjutnya meningkat pada pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh pada kalangan peserta KB yang tidak sekolah atau berpendidikan tidak
tamat SD, persentase yang membayar alat/cara kontrasepsi cukup tinggi yaitu 44 persen;
sedangkan pada peserta KB tamat SLTP tercatat 37 persen. Berdasarkan tahapan keluarga,
proporsi wanita yang mendapatkan pelayanan KB dengan membayar alat/cara KB
cenderung menunjukkan pola hubungan yang positif, dengan persentase membayar alat/cara
KB dari 39 persen pada tahapan keluarga Pra S hingga 50 persen pada tahapan KS III.
Tabel 2. Distribusi Persentase Wanita Peserta KB menurut Pembiayaan Pelayanan KB
dan Karakteristik Sosial Ekonomi, Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2011
Karakteristik
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara KB
Gratis
Lainnya
Jumlah
Persen
Jumlah
Wanita
Pendidikan
Tidak Tamat SD
22,1
43,8
34,1
100,0
909
Tamat SD
19,0
39,2
41,9
100,0
1160
Tamat SLTP
17,9
36,5
45,6
100,0
731
Tamat SLTA +
15,9
43,3
40,8
100,0
930
Tahapan Keluarga
Pra S
19,6
39,0
41,4
100,0
926
KS I
20,1
39,6
40,4
100,0
1612
KS II
15,0
42,1
42,8
100,0
941
KS III
21,3
50,3
28,4
100,0
238
100,0
14
Jumlah
18,8
40,8
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
40,4
100,0
3730
KS III+
3.
15
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Gratis
Alat/cara KB
Lainnya
Jumlah
Persen
Jumlah
Wanita
Pendidikan
Tidak Tamat SD
91,3
3,0
5,7
100,0
787
Tamat SD
81,4
3,8
14,8
100,0
2565
Tamat SLTP
74,7
5,3
20,0
100,0
843
Tamat SLTA +
72,9
9,1
18,1
100,0
1053
Tahapan Keluarga
Pra S
82,1
3,6
14,2
100,0
3191
KS I
79,7
4,6
15,6
100,0
1446
KS II
74,9
8,7
16,4
100,0
447
KS III
60,5
22,0
17,5
100,0
152
100,0
12
Jumlah
80,1
5,0
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
14,9
100,0
5249
KS III+
Berbeda dengan pola hubungan antara pendidikan dengan pelayanan KB gratis, pola
sebaliknya terlihat hubungan antara peserta KB yang mengaku membayar alat/obat/cara
kontrasepsi dengan tingkat pendidikan mereka. Walaupun dengan persentase yang relatif
rendah, ada kecenderungan memperlihatkan pola hubungan yang positif, yaitu semakin
tinggi tingkat pendidikan, akan semakin besar peserta KB yang membayar alat/cara KB.
Sebagai contoh, peserta KB yang membayar alat/cara KB pada mereka yang tidak sekolah
dan tidak tamat SD sebesar 3 (tiga) persen, sementara pada kalangan tamat SLTA plus,
angka tercatat 9 (sembilan) persen. Pola hubungan yang serupa juga tergambar pada
Pola Pembiayaan Pelayanan Kontrasepsi di 6 (enam) Provinsi di Indonesia
16
Provinsi Maluku
Tabel 4 menyajikan informasi tentang distribusi persentase peserta KB tentang
17
Jumlah
Jumlah
Persen
Wanita
Pendidikan
Tidak Tamat SD
41,7
32,2
26,1
100,0
170
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA +
Tahapan Keluarga
Pra S
KS I
KS II
KS III
40,7
26,4
27,4
38,5
44,3
46,0
20,8
29,3
26,6
100,0
100,0
100,0
436
567
1013
35,9
26,1
35,0
26,3
46,6
43,0
38,1
35,5
17,5
30,9
26,9
38,2
100,0
100,0
100,0
100,0
795
911
328
144
100,0
Jumlah
30,9
43,0
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
26,1
100,0
2185
KS III+
18
KB membayar alat/cara KB terdapat pada kalangan yang tidak sekolah atau berpendidikan
rendah (tidak tamat SD), sedangkan persentase terendah pada kalangan berpendidikan
tinggi (tamat SLTA plus). Sementara berdasarkan tahapan keluarga, persentase tertinggi (55
persen) membayar alat/cara KB terjadi pada peserta KB kalangan tahapan KS II, dan
persentase terendah (28 persen) pada tahapan KS III plus.
Tabel 5. Distribusi Persentase Peserta KB berdasarkan Pembiayaan Pelayanan KB dan
Karakteristik Sosial Ekonomi, Provinsi Maluku Utara, 2011
Karakteristik
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara KB
Gratis
Lainnya
Jumlah
Persen
Jumlah
Wanita
Pendidikan
Tidak Tamat SD
29,8
51,8
18,4
100,0
113
Tamat SD
40,4
42,6
17,0
100,0
481
Tamat SLTP
26,4
48,0
25,7
100,0
350
Tamat SLTA +
27,9
37,6
34,5
100,0
521
Tahapan Keluarga
Pra S
41,3
34,3
24,5
100,0
228
KS I
43,1
40,4
16,5
100,0
657
KS II
14,0
54,6
31,3
100,0
342
KS III
18,8
43,5
37,7
100,0
195
KS III+
9,9
27,5
62,5
100,0
43
Jumlah
31,8
42,8
25,4
100,0
1465
6.
19
Karakteristik
Jumlah
Persen
Jumlah
Wanita
Pendidikan
Tidak Tamat SD
37,8
7,7
54,5
100,0
257
Tamat SD
40,2
22,7
37,1
100,0
386
Tamat SLTP
30,5
24,6
44,9
100,0
355
Tamat SLTA +
17,9
48,6
33,5
100,0
592
Tahapan Keluarga
Pra S
29,0
24,1
46,8
100,0
185
KS I
33,5
30,7
35,8
100,0
654
KS II
28,2
31,3
40,5
100,0
655
KS III
7,6
35,1
57,2
100,0
85
100,0
11
40,3
100,0
1589
KS III+
Jumlah
29,3
30,3
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
Persentase
pembiayaan
pelayanan
KB
dengan
membayar
biaya
lainnya
menunjukkan pola hubungan tidak beraturan dengan pendidikan; persentase paling tinggi
pada peserta KB yang tidak sekolah atau pendidikan tidak tamat SD (55 persen), sedangkan
persentase paling rendah (34 persen) terjadi pada peserta KB dengan pendidikan tamat
SLTA+. Pola yang serupa terjadi pada hubungan antara bayar lainnya dan tahapan keluarga.
Persentase paling tinggi (57 persen) peserta KB yang membayar biaya lain terdapat pada
kalangan KS III; sementara proporsi yang rendah dijumpai pada wanita peserta KB di
kalangan KS I (36 persen).
Berbeda dengan pola di atas, pembiayaan pelayanan KB dengan membayar biaya
alat/cara KB memperlihatkan pola hubungan yang positif dengan pendidikan. Semakin
tinggi pendidikan, semakin besar persentase peserta KB yang membayar alat/cara KB.
Persentase yang ditunjukkan adalah dari paling rendah (8 persen) pada kalangan peserta KB
yang tidak sekolah atau pendidikan tidak tamat SD, sampai dengan 49 persen terjadi pada
peserta KB berpendidikan tamat SLTA+. Pola yang sama terjadi pada hubungan antara
bayar alat/cara KB dan tahapan keluarga. Persentase paling tinggi (35 persen) pada peserta
20
KB dari kalangan KS III; sementara proporsi yang rendah dijumpai pada wanita peserta KB
di kalangan keluarga tahapan Pra Sejahtera (24 persen).
4.2
implementasi kebijakan penyediaan subsidi 100 persen alat/cara KB, sudah berjalan atau
belum di lapangan, khususnya di tempat/fasilitas pelayanan KB pemerintah. Sementara itu
pencermatan pembiayaan pelayanan KB menurut jenis alat/cara KB, dimaksudkan untuk
melihat apakah pembiayaan pelayanan KB terdistribusi secara merata ke seluruh jenis
alat/cara KB; atau terfokus ke alat/cara KB tertentu.
Berdasarkan hal-hal tersebut, selanjutnya dikaitkan dengan kebijakan penyediaan
100 persen subsidi alat/cara KB. Semakin besar peserta KB yang membayar biaya alat/cara
KB khususnya di fasilitas pemerintah, dan mencakup ke berbagai jenis alat/cara KB, maka
implementasi kebijakan tersebut di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sebaliknya, apabila hasil lapangan menunjukkan bahwa pelayanan KB gratis khususnya di
fasilitas pemerintah persentasenya besar (lebih dari 90 persen), mencakup ke pemakaian
berbagai alat/cara KB, maka dapat dikatakan implementasi kebijakan tersebut telah berjalan
dengan baik di masyarakat.
Uraian berikut adalah hasil-hasil tentang pembiayaan pelayanan KB berdasarkan
sumber pelayanan dan alat/cara KB di 6 (enam) provinsi. Secara umum hasil menunjukkan
bahwa pembiayaan pelayanan KB beragam antar sumber pelayanan, bervariasi antar
alat/cara KB yang digunakan, di masing-masing provinsi.
1.
Provinsi Aceh
Tabel 7, menghasilkan informasi bahwa pembiayaan pelayanan KB terlihat beragam
antar sumber pelayanan. Peserta KB yang mendapatkan pelayanan KB gratis, seperti yang
diperkirakan, paling banyak diperoleh di tempat pelayanan KB pemerintah (61 persen);
sementara di sumber lain (PPKBD, Polindes, Kader) 46 persen, dan terendah di tempat
swasta yaitu hanya 2 (dua) persen. Sebaliknya, peserta KB yang dikenakan bayar alat/cara
KB untuk mendapatkan pelayanan KB tercatat paling tinggi di sumber pelayanan KB
21
swasta (56 persen), berikutnya di sumber lain (37 persen), dan paling rendah di tempat
pelayanan KB pemerintah (17 persen). Untuk mereka yang mendapatkan pelayanan KB
dengan membayar biaya lainnya, persentase paling tinggi terjadi pada mereka yang
mendapatkan pelayanan KB dari sumber swasta (42 persen), sementara persentase terendah
terdapat pada sumber lain (sumber masyarakat), yaitu 18 persen.
Tabel 7. Distribusi Persentase Peserta KB Menurut Pembiayaan Pelayanan KB
dan Sumber Pelayanan KB, Provinsi Aceh, 2011
Sumber Pelayanan
KB
Pemerintah
Swasta
Lainnya
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Gratis
Alat/cara KB
Lainnya
60,9
16,9
22,2
2,3
55,6
42,1
45,6
36,9
17,6
41,4
31,4
Jumlah
Jumlah
Persen
wanita
100,0
3368
100,0
1786
100,0
1024
27,2
100,0
6178
22
kontrasepsi, MKJP dan non MKJP. Hal ini menggambarkan belum sepenuhnya terjadi
kesesuaian antara kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis dan implementasinya di
lapangan.
Tabel 8. Distribusi Persentase Peserta KB menurut Pembiayaan Pelayanan KB dan
Alat/cara KB, Provinsi Aceh, 2011
Alat/Cara KB
MKJP
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
Lainnya
KB
Persen
Wanita
IUD
28,2
53,0
18,9
100,0
120
MOW
37,1
36,7
26,2
100,0
54
100,0
Implant
69,6
11,6
18,8
100,0
167
Suntikan
34,2
33,9
32,0
100,0
3796
Pil
53,8
26,8
19,4
100,0
1810
Kondom
60,0
24,3
15,8
100,0
150
Lainnya
35,8
35,0
29,2
100,0
76
Jumlah
41,4
31,4
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
27,2
100,0
6178
MOP
Non MKJP
2.
Provinsi Nusa Tenggara Barat juga memperlihatkan gambaran hampir sama. Dibandingkan
antar sumber pelayanan KB, cara mendapatkan pelayanan KB dengan gratis paling banyak
diperoleh dari sumber pemerintah (29 persen), dan terendah di sumber swasta (3 persen).
Sebaliknya, pelayanan KB dengan membayar alat/cara KB paling banyak dijumpai pada
mereka yang mendapatkan pelayanan swasta (63 persen), berikutnya sumber pemerintah
(29 persen), dan terendah pada sumber lainnya (27 persen). Untuk yang mendapatkan
pelayanan
KB
dengan
membayar biaya
lainnya (retribusi
atau
jasa atau
23
Di antara metode non MKJP, persentase mendapatkan pelayanan gratis paling banyak
terjadi pada pemakaian metode lainnya (28 persen), dan terendah pada metode suntikan (11
persen).
Tabel 9. Distribusi Persentase Peserta KB menurut Pembiayaan Pelayanan KB dan Sumber
Pelayanan KB, Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2011
Sumber Pelayanan
KB
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara KB
Gratis
Persen
Lainnya
Pemerintah
Swasta
Lainnya
28,9
3,4
24,2
28,7
62,8
26,6
42,5
33,8
49,2
Jumlah
18,8
40,8
40,4
Wanita
100,0
1736
100,0
100,0
1363
631
100,0
3730
MKJP
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
KB
Lainnya
Jumlah
Persen
Wanita
IUD
MOW
MOP
Implant
Suntikan
Pil
Kondom
27,6
53,3
*
31,5
10,5
40,3
*
38,9
32,2
*
31,6
46,0
21,6
*
33,6
14,5
*
36,9
43,5
38,1
*
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
287
87
8
339
2548
417
16
Lainnya
82,1
6,0
12,0
100,0
28
Jumlah
18,8
40,8
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
40,4
100,0
3730
Non MKJP
24
dan persentase terendah tercatat pada pemakaian MOW (15 persen). Di antara metode non
MKJP, persentase peserta KB bayar biaya lain terbanyak pada metode suntikan (44 persen),
dan terendah pada pemakaian metode lainnya (tradisional) yaitu 12 persen.
Berdasarkan uraian dari ke dua tabel di atas, yang terkait dengan kebijakan
penyediaan subsidi 100 persen alat/cara KB adalah temuan tentang dijumpainya
pembiayaan untuk alat/cara KB di kalangan peserta KB yang mendapatkan pelayanan KB
dari sumber pemerintah. Metode kontrasepsi yang dipakai klien yang mendapat pelayanan
KB dengan bayar alat/cara KB di sumber pemerintah pun beragam, yaitu MKJP (IUD,
Implant, MOW), dan metode non MKJP terutama suntikan dan pil KB. Hasil ini
memberikan indikasi bahwa implementasi kebijakan ini di lapangan, belum berjalan dengan
optimal.
3.
Gratis
Pemerintah
Swasta
Lainnya
25
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
81,7
22,9
80,5
Bayar
Alat/cara KB
3,9
54,0
3,3
Lainnya
Persen
14,4
23,1
16,2
100,0
100,0
100,0
Wanita
4163
120
965
Jumlah
80,1
5,0
14,9
100,0
5249
Gratis
MKJP
Non MKJP
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara KB
Lainnya
Persen
Wanita
IUD
MOW
83,4
73,3
7,9
7,6
8,7
18,9
100,0
100,0
426
280
MOP
Implant
Suntikan
Pil
Kondom
98,8
78,6
80,6
78,3
96,7
0,0
1,9
3,8
10,1
4,8
0,7
19,4
15,6
11,6
0,8
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
84
633
3130
539
31
Lainnya
69,6
15,7
14,9
100,0
126
Jumlah
80,1
5,0
14,9
100,0
5249
26
metode non MKJP, persentase peserta KB bayar biaya lain terbanyak pada metode
suntikan (16 persen), dan terendah metode kondom (1 persen).
Berdasarkan uraian dari kedua tabel di atas, temuan yang menarik, walaupun
persentasenya rendah, yaitu masih ditemukan 4 (empat) persen dari peserta KB yang
membayar alat/cara KB di jalur pemerintah; dengan pemakaian alat/cara KB yang beragam,
kecuali MOP. MOP hampir seluruhnya tidak dikenakan biaya (secara gratis). Hal ini
memberikan gambaran bahwa implementasi kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis telah
berjalan dengan cukup baik di lapangan, sesuai dengan harapan program; walaupun perlu
terus disempurnakan dan ditingkatkan.
4.
Provinsi Maluku
Tabel 13 berikut menyajikan distribusi persentase pembiayaan pelayanan
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
Lainnya
KB
Jumlah
Persen
Wanita
Pemerintah
Swasta
Lainnya
45,4
4,0
31,5
32,4
60,3
54,5
22,2
35,7
14,0
100,0
100,0
100,0
1328
717
140
Jumlah
30,9
43,0
26,1
100,0
2185
27
alat/cara KB yang dipakai. Pelayanan KB gratis, di antara metode MKJP tertinggi pada
implant (56 persen), dan terendah pada MOW (27 persen). Di antara non MKJP, proporsi
pelayanan KB gratis terbesar pada pemakaian pil (40 persen) dan terendah pada suntik KB
(19 persen).
Pelayanan KB dengan membayar alat/cara KB, di antara metode kontrasepsi MKJP,
persentase terbesar pada pemakaian metode MOW (60 persen) dan terendah pada metode
Implan (14 persen). Di antara non MKJP, terlihat proporsi peserta KB yang membayar
biaya alat/cara KB berimbang antara suntikan dan pil KB (masing-masing 52 persen).
Tabel 14. Distribusi Persentase Peserta KB menurut Pembiayaan Pelayanan KB dan
Alat/cara KB, Provinsi Maluku, 2011
Alat/Cara KB
MKJP
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
KB
Lainnya
Persen
Wanita
IUD
MOW
MOP
Implant
Suntikan
Pil
Kondom
33,4
26,6
*
56,1
18,9
40,2
*
47,0
59,7
*
13,2
52,0
51,7
*
19,6
13,7
*
30,7
29,1
8,1
*
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
99
30
3
470
1293
266
6
Lainnya
100,0
19
Jumlah
30,9
43,0
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
26,1
100,0
2185
Non MKJP
28
5.
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara KB
Gratis
Lainnya
Persen
Wanita
42,0
40,6
17,4
100,0
1026
Swasta
5,0
47,7
47,3
100,0
386
Lainnya
29,7
50,0
20,4
100,0
53
Jumlah
31,8
42,8
25,4
100,0
1465
29
MKJP
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
Lainnya
KB
Persen
Wanita
IUD
MOW
MOP
Implant
Suntikan
Pil
Kondom
40,6
*
*
53,1
25,5
33,3
*
44,6
*
*
28,7
44,9
56,6
*
14,9
*
*
18,2
29,6
10,7
*
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
40
12
7
250
989
160
3
Lainnya
100,0
Jumlah
31,8
42,8
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
25,4
100,0
1465
Non MKJP
6.
30
Pemerintah
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
Lainnya
KB
Persen
Wanita
33,0
25,5
41,5
100,0
1264
Swasta
6,6
49,7
43,7
100,0
197
Lainnya
28,1
47,9
24,0
100,0
129
Jumlah
29,3
30,3
40,3
100,0
1589
MKJP
Jumlah
Pembiayaan Pelayanan KB
Bayar
Alat/cara
Gratis
KB
Lainnya
Persen
Wanita
IUD
MOW
MOP
Implant
Suntikan
Pil
Kondom
13,9
7,3
*
5,6
34,2
38,6
*
20,1
39,2
*
5,0
35,4
34,6
*
66,0
53,5
*
89,4
30,4
26,8
*
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
136
40
6
173
842
362
11
Lainnya
100,0
19
Jumlah
29,3
30,3
Catatan * Data tidak disajikan, jumlah kasus kurang dari 25.
40,3
100,0
1589
Non MKJP
31
32
Tahun
2007
65,9
57,1
66,0
48,7
47,2
54,5
43,4
2008
66,8
59,9
67,4
51,1
58,5
55,9
41,4
2009
2010
67,6
62,5
66,1
51,6
44,4
52,0
*
67,5
63,7
65,9
55,7
56,7
53,3
40,8
2011
67,5
61,8
64,3
57,3
56,6
56,8
46,6
33
34
Sebagai salah satu indikator program KB yang dievaluasi, karena terkait dengan
kebijakan subsidi 100 persen alat/cara KB program, maka uraian berikut adalah tentang
perkembangan unmet need KB. Bahasan diawali dengan dengan uraian secara umum
perkembangan unmet need KB di Indonesia dan 6 (enam) provinsi selama periode 20072010. Bahasan selanjutnya untuk melihat pengaruh kebijakan penyediaan subsidi 100
persen alat/cara KB, akan dicermati perkembangan unmet need KB selama 2010-2011 di 6
(enam) provinsi.
Tabel 20. Tren Unmet Need KB (Proxy) di Indonesia dan di 6 (enam) provinsi, 2007-2011
Tahun
Provinsi
2007
2008
2009
2010
2011
Indonesia
Aceh
8,8
8,4
8,6
9,0
8,6
10,8
8,9
9,2
9,6
9,4
10,2
8,8
8,8
10,7
11,5
16,3
15,4
16,4
15,6
14,9
Maluku
19,1
14,1
20,8
15,6
16,8
Maluku Utara
11,2
13,1
13,9
13,9
13,4
Papua Barat
17,7
15,8
16,2
18,9
16,2
35
Barat mengalami penurunan angka unmet need KB. Gambaran yang sebaliknya dijumpai di
Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Maluku yang mengalami peningkatan unmet need KB
pada kurun waktu yang sama. Untuk kondisi NTB, seperti bahasan pada uraian sebelumnya;
tampaknya kebijakan subsidi 100 persen alat/cara KB yang masih relatif belum lama
diterima dan diimplementasikan, sehingga belum dapat menunjukkan hasil penurunan
unmet need seperti yang diharapkan. Sementara untuk kondisi Provinsi Maluku tampaknya
memerlukan kajian lebih lanjut, tentang faktor-faktor lain yang secara signifikan
mempengaruhi terjadinya peningkatan unmet need KB.
Meskipun banyak faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan maupun
penurunan untuk prevalensi KB serta unmet need KB; namun setidaknya gambaran
perkembangan prevalensi dan unmet need KB dapat memberikan indikasi apakah output
dengan dikeluarkan kebijakan penyediaan subsidi 100 persen alat/cara KB sudah dalam
arah yang sesuai, dalam upaya meningkatkan prevalensi maupun menurunkan unmet need
KB, atau terjadi hal yang sebaliknya.
4.4
kebijakan alat/cara KB gratis di wilayahnya, namun masih dijumpai pengelola yang belum
membaca PERKA tersebut. Untuk Provinsi Aceh, pelayanan alat/cara KB gratis bagi
seluruh PUS di semua tahapan keluarga sudah berlangsung sejak sebelum PERKA tersebut
dikeluarkan, yaitu sekitar awal tahun 2005 berdasarkan ketetapan dari BKKBN pusat
dengan pertimbangan masih tingginya angka unmet need, angka kematian ibu, banyaknya
Pola Pembiayaan Pelayanan Kontrasepsi di 6 (enam) Provinsi di Indonesia
36
konflik dan bencana alam, angka kemiskinan yang masih tinggi terutama pada keluarga
dengan pendapatan dibawah UMR, dan rata-rata pendidikan masyarakat yang rendah.
Sedangkan untuk Provinsi NTB, pelayanan alat/cara KB gratis baru berlangsung tahun
2011, sesuai dengan dikeluarkan PERKA tersebut dan informasinya diketahui sejak bulan
Februari 2011 di provinsi dan baru tersosialisasi ke kabupaten/kota pada bulan September
2011, dengan membentuk tim dari BKKBN, Bappeda, dan Dinas Kesehatan. Sosialisasi
tersebut dilakukan pada setiap kesempatan baik dengan para bupati, Komisi KESPRO, dan
Komisi AKIN (Angka Kematian Ibu jadi Nol), selain itu sosialisasi dilakukan kepada para
kader. Ketetapan penyediaan alat/cara KB untuk semua tahapan keluarga dalam rangka
menjamin keberlangsungan kesertaan ber-KB dan peningkatan cakupan sasaran pelayanan
KB didaerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan.
Belum adanya MoU (Memorandum of Understanding) di kedua provinsi antara
pemerintah daerah dan pihak pelayanan swasta untuk mendukung kebijakan ini dengan
menggratiskan biaya jasa dan retribusi pelayanan kontrasepsi seperti yang berlaku di
Provinsi DKI Jakarta melalui PERGUB No. 160, sehingga pelayanan KB di lapangan tidak
sepenuhnya dilayankan secara gratis. Dukungan surat-surat berkenaan dengan kebijakan
penyediaan alat/cara KB gratis, masih terbatas di provinsi berupa surat dari gubernur
kepada para bupati.
b.
37
alat/cara KB dari BKKBN Pusat. Selain itu juga didukung melalui Dana Alokasi Khusus
(DAK) untuk penyediaan sarana dan prasarana pelayanan KB seperti Obgyn Bed, IUD Kit,
ABPK, dan Muyan. Untuk implementasi di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Aceh
didukung melalui Tim JKK (Jaminan Ketersediaan Kontrasepsi) yang bersinergi dengan
instansi Dinas Kesehatan, BPM, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan kantor PPKB di
Kabupaten/Kota. Semua pelayanan KB baik alat/cara KB program dan biaya pendukung
pelayanan lainnya seperti jasa dan retribusi sudah diberlakukan gratis di semua tempat
pelayanan KB jalur pemerintah (rumah sakit pemerintah, puskesmas, dan klinik
pemerintah), namun di sumber pelayanan swasta masih dikenakan pungutan biaya lainnya.
c.
menilai sangat efektif untuk meningkatkan kesertaan ber-KB terutama bagi kelompok
masyarakat miskin. Beberapa kendala yang dijumpai di lapangan antara lain adalah
kurangnya komunikasi dan sosialisasi kepada para provider terutama bidan, sehingga masih
ditemui bidan yang mengenakan jasa pelayanan. Selain itu, bidan terkesan menganjurkan
klien untuk menggunakan kontrasepsi suntikan, yang pada akhirnya tidak mendukung
kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan MKJP. Hal penting lain yang disarankan
informan, adalah kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis agar disinergikan dengan
kebijakan lain seperti Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal.
4.4.2 Hasil Wawancara Dengan Provider
a.
sesuai dengan kebijakan dari atas, yaitu hanya gratis dalam penyediaan alat/cara KB-nya,
bahkan di beberapa puskesmas/klinik KB di jalur pemerintah, semua komponen biaya
Pola Pembiayaan Pelayanan Kontrasepsi di 6 (enam) Provinsi di Indonesia
38
pelayanan KB sudah berlaku gratis termasuk jasa dan retribusinya. Informan berpendapat
bahwa dengan penyediaan alat/cara KB gratis dinilai mampu meningkatkan minat
masyarakat terhadap KB terutama suntikan dan pil. Namun dari segi ekonomi, dengan
adanya pungutan biaya jasa dan retribusi yang dijadikan sebagai PAD (Pendapatan
Anggaran Daerah), sehingga bagi masyarakat umum terkesan bahwa pelayanan KB nya
membayar; dan bagi masyarakat yang benar-benar miskin, biaya tersebut dirasakan berat.
Dari segi logistik droping alat/cara KB, kadang tidak mencukupi sesuai dengan banyaknya
permintaan pelayanan KB di masyarakat.
c.
dikeluarkan kebijakan alat/cara KB gratis sangat efektif untuk meningkatkan minat dan
kesertaan ber-KB. Disarankan oleh informan, supaya kebijakan alat/cara KB gratis
didukung dengan penyediaan sarana pelayanan KB seperti pengadaan Obgyn Bed dan IUD
KIT untuk semua bidan yang telah mengikuti pelatihan MKJP (metode kontrasepsi jangka
panjang).
39
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan analisis baik berdasarkan data kuantitatif maupun
kualitatif, dapat disimpulkan mengenai beberapa hal sebagai berikut :
1. Pola pembiayaan pelayanan kontrasepsi yang meliputi proporsi gratis, bayar
alat/cara KB, dan bayar lainnya berdasarkan karakteristik sosial ekonomi
Secara umum, proporsi wanita PUS peserta KB yang membayar alat/cara KB masih
cukup tinggi di 6 (enam) provinsi, dengan persentase paling tinggi yaitu Provinsi
Maluku Utara, kemudian Nusa Tenggara Barat, Maluku, Aceh, Papua Barat, dan
terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
40
41
Belum adanya MoU di kedua provinsi (Aceh dan Nusa Tenggara Barat) antara
pemerintah daerah dengan pihak pelayanan swasta untuk merealisasikan kebijakan
ini, yang sekaligus diharapkan dapat dukungan untuk menggratiskan seluruh biaya
pelayanan KB termasuk biaya jasa dan biaya retribusi/karcis.
5.2 REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan dapat dirumuskan beberapa rekomendasi untuk masukan
bagi para penentu kebijakan dan pengelola program sebagai berikut :
1. Pelaksanaan kebijakan ini harus dimonitor secara berkesinambungan oleh pusat,
sebagai bahan evaluasi terutama pada tahun 2012, agar implementasinya di lapangan
seperti yang diharapkan program.
2. Perlu adanya koordinasi dengan berbagai pihak terkait, meliputi pemerintah daerah
dan dinas kesehatan untuk mensosialisasikan secara khusus mengenai kebijakan
alat/cara KB gratis sampai tingkat bawah melalui pertemuan-pertemuan dengan para
Bupati/Walikota, PLKB/PPLKB, kader, serta para bidan/dokter yang memberikan
pelayanan KB. Hal ini sekaligus dimaksudkan untuk mendapat dukungan/bantuan
dari sektor terkait, dalam hal bantuan biaya lainnya yang termasuk dalam komponen
pembiayaan pelayanan KB.
Pola Pembiayaan Pelayanan Kontrasepsi di 6 (enam) Provinsi di Indonesia
42
3. Untuk menggratiskan semua biaya pelayanan KB termasuk jasa dan retribusi baik
di jalur pemerintah maupun swasta, perlu adanya MoU antara pemerintah daerah
dengan pihak pelayanan pemerintah ataupun swasta misalnya melalui Peraturan
Gubernur (PERGUB) seperti yang dilakukan di Provinsi DKI Jakarta, yang semua
pelayanan KB diberlakukan secara gratis baik di jalur pemerintah maupun swasta.
4. Kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis bagi semua strata tahapan keluarga
sebaiknya mempertimbangkan aspek aksesibilitas tempat pelayanan KB dan strata
kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda di tiap provinsi.
5. Perlu dibuat Juknis dan Juklak di masing-masing provinsi (7 provinsi) sampai
tingkat bawah, termasuk dalam pelaporannya; untuk mempermudah, memperjelas,
dan menyeragamkan implementasi kebijakan tersebut di lapangan.
6. Kebijakan penyediaan alat/cara KB gratis untuk semua tahapan keluarga harus
bersinergi dengan kebijakan lain seperti Jamkesmas (Jaminan Kesehatan
Masyarakat), Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah), dan Jampersal (Jaminan
Persalinan).
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45