Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS
A.

Identifikasi

Nama

: Ny. J

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 65 tahun

Pekerjaan

: Tani

Alamat

: Pakisaji

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

MRS

: 10 Agustus 2011

Register

: 247264

B.

Anamnesis

Keluhan Utama

: Terdapat benjolan pada leher depan bagian kiri bawah.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan benjolan pada
leher depan bagian kiri bawah sejak 1 tahun yang lalu, menurut pasien awalnya benjolan
tersebut kecil, namun lama kelamaan benjolan semakin membesar hingga sebesar telur
ayam. Saat benjolan masih kecil, pasien tidak memeriksakannya karena tidak ada keluhan
apa apa. Namun ketika benjolan membesar pasien merasa tidak nyaman sehingga
datang ke rumah sakit untuk periksa.
Pasien mengeluh timbulnya benjolan di leher depan bagian kiri bawah sebesar telur ayam
kampung. Perubahan suara (-), nyeri saat menelan (-), susah menelan (+), sesak nafas
sewaktu tidur (+), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-),
tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).
Pasien sebelum MRS sempat mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter. Menurut
pasien benjolannya sedikit mengecil namun pasien masih merasa tidak nyaman karena
masih sulit untuk menelan makanan.

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya : disangkal


Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Riwayat penyakit yang sama (+) Ibu
C.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Kesadaran

: Compos mentis . GCS 456

Keadaan Gizi

: Cukup

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Pernafasan

: 18x/menit

Nadi

: 76x/menit

Suhu

: 36,5 C

Pupil

: Isokor, Refleks cahaya (+/+)

Mata

: Exophtalmus (-)

Kepala

: Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher

: lihat status lokalis

Thorax

: murmur (-), gallop (-),

Paru
Abdomen

: vesikuler (+) / N, ronki (-), wheezing (-)


: Datar, BU (+) / N

Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan


Ekstremitas Atas : tidak ada kelainan
Status Lokalis
Regio colli anterior inferior
I : Tampak benjolan sebesar telur, warna kulit sama dengan sekitar.
P : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 6cm x 5cm x 4cm. Konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat
menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau klavikular (-).

D.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin


Hb

: 14,1 g/dl (N : 14-18 g/dl)

Leukosit

:8310 mm (N : 5000-10000/mm)

Trombosit

: 330.000 mm (N : 200000-500000/mm)

LED

: 8 mm/jam (N : <10 mm/jam)

Hitung Jenis

: 13/-/1/51/28/7

Masa perdarahan

: 100

Masa pembekuan

: 1000

Pemeriksaan Kimia Klinik


GDS

: 102 mg/dL

Ureum

: 23 mg/dL (N : 15-39 mg/dL)

Creatinin

: 0.74 mg/dL (N : 0,9-1,3 mg/dL)

SGOT

: 22 mg/dl

SGPT

: 31 mg/dl

Pemeriksaan Seroimunologi
T3

: 2,12 nmol/mL

T4

: 0,29 nmol/dL

TSH

: 1,04 uIU/mlL
E.

Resume

Dari anamnesa

Benjolan dileher depan bagian kiri bawah


Benjolan membesar dengan lambat 1 tahun
Susah menelan
Sesak nafas sewaktu tidur

Tidak didapatkan perubahan suara, nyeri saat menelan, demam, berdebar-debar,


tangan gemetar, berkeringat banyak, dan benjolan ditempat lain.
Dari pemeriksaan fisik :

Status generalisata dalam batas normal


Status lokalis :
o regio colli anterior inferior,
o warna kulit pada tumor sama dengan sekitarnya,
o tumor soliter dengan ukuran 6cm x 5cm x 4cm,
o konsistensi kenyal,
o permukaan rata,
o batas tidak tegas
o tumor ikut bergerak saat menelan
o tidak didapatkan pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular
atau klavikular
Dari pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan Darah Rutin dan pemeriksaan kimia klinik dalam batas normal
Pemeriksan seroimonology didapatkan kesimpulan Euthyroid
F.

Diagnosis Banding

Struma Nodosa non toksik


Tiroiditis
Karsinoma Tiroid
G.

Diagnosis Kerja

Struma Nodosa Non Toksik


H.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen Leher AP/Lateral


FNAB
I.

Penatalaksanaan

Pro

Terapi medikamentosa
Sub Total Lobectomy
J.

Prognosis Baik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di
luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga
tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma
multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin
tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di
leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
gangguan.
A.

Definisi

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikelfolikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu
atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
B.

Embriologi

Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada garis


tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan ini
berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya
perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus
ini merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah
anterior, atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang.
Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara
itu tali padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan lenyap.
Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu sumur yang disebut
foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis
akan membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea.
C. Anatomi

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus yang
sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai linea
oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4
atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh
selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke
larynx dan trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari
isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic
thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di
hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan
bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular sering
menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai
m. levator glandulae thyroidea.
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada ukuran
tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan
ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm.
Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli
media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus,
pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia
pretrachealis dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4 lingkaran.
A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu
ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk ke
laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia
media dan prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke
dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.
paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang
dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis
profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule.
Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua
kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua
kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua
lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra
et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang
truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh
n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang
penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima
cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral,
dan permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior
yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan
kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior,
kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat
sementara namun dapat pula permanen.

D.

Fisiologi

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau
yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan
asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4
(triiodotiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%.
Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin
tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3
oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di
organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid releasing
hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu
sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh
hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang
dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal
yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4
Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran
hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
E.

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen
(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Dalam proses
konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5 triiodotironin) yang tidak aktif, yang
digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler
Pengaturan faal tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH
(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).


T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T4 akan
mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
F.

Histologi

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi
oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel
utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells).
Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang membantu
meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone
yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium
G.

Etiologi

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun
sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu,
diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif
dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan
mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun
bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan
hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
1. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
2. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
3. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
4. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan,
laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar
tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran

darah didaerah tersebut. Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi
goitrogenik yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai
aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat
rangsangan TSH.
H.

Klasifikasi

Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:


1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala
ditegakkan.
Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:
1. Nontoxic diffuse goiter
2. Endemic
3. Iodine deficiency
4. Iodine excess
5. Dietary goitrogenic
6. Sporadic
7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis
8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid
9. Iodine deficiency
10. Compensatory following thyroidectomy

11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above


12. Uninodular or multinodular
13. Functional, nonfunctional, or both.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka
bisa dibagi menjadi:
1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada
penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin
berlebihan.
2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah nodul;
a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul
tiroid yaitu :
a. nodul dingin
b. nodul hangat
c. nodul panas.
Berdasarkan konsistensinya
a. nodul lunak
b. nodul kistik
c. nodul keras
d. nodul sangat keras.

I.

Patofisiologi

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif
dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan
keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus
menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.
J.

Gambaran Klinis

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien tidak mempunyai keluhan
karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Peningkatan metabolism karena pasien
hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung
menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1.
2.
3.
4.
5.

Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).


Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
K.

Diagnosis

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya struma
nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme.
Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular
pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan

penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat


menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian
mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit
fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih
mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari
posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi
tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada
struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah
tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak
pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah
digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan
yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah
operasi.Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri
penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah
kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan
diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi
belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid
tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus


ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea,
sternokleidomastoidea
7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

muskulus

Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang
selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri dan
kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari
cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea.
palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan
kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu
palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari
depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang
hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di
garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah
ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya

struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang
berasal dari kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan.
Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun
nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan
enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke
jaringan sekitar.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas,
tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama
yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido
mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berrys sign)
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:
1. Sangat mencurigakan
1. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
2. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
3. nodul padat atau keras
4. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
5. paralisis pita suara
6. metastasis jauh
7. Kecurigaan sedang
1. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
2. pria
3. riwayat iradiasi pada leher dan kepala
4. nodul >4cm atau sebagian kistik
5. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan
batuk.
6. Nodul jinak
1. riwayat keluarga: nodul jinak
2. struma difusa atau multinodosa
3. besarnya tetap
4. FNAB: jinak
5. kista simpleks

6. nodul hangat atau panas


7. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid
atau hipertiroid
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid
terbagi atas:
Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay
RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah.
Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk
hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7
ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal
TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
b. antibodi mikrosomal
c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea,
atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa
diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan
nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi
diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG bermanfaat pada
pemeriksaan tiroid untuk:
1.
2.
3.
4.

Dapat menentukan jumlah nodul


Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,


pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah . Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan
metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan
aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga
dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap
iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses
organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap
tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagaii
penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan
hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid.
Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan prinsip
daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi.
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy
FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi
definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
Ganas (positif)

Karsinoma tiroid papiler


Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.5
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk
meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi tiroid
atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk
memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari
nodul tiroid dengan parafin block.
L.

Penatalaksanaan

Pilihan terapi nodul tiroid:


1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
5. US Guided Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikasi operasi pada struma:
a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.
b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum
terkontrol

c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus
dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher
yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase
luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila
dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid
tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna
dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi
inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi
secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau
khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan
klasifikasi
AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan

tiroidektomi total.

b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan


radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum
Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle Cell. Dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama
6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan
tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah
besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong
beku seperti diatas.
Bagan penatalaksanaan nodul tiroid
M. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan ( Ca tiroid )
N.

Prognosis

Tergantung jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). konsistensi; lunak,
kistik, keras atau sangat keras, nyeri pada penekanan, perlekatan dengan sekitarnya,
pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid.
BAB III
KESIMPULAN
Perempuan, 65 tahun, datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan
benjolan pada leher depan bagian kiri bawah sejak 1 tahun yang lalu, menurut pasien
awalnya benjolan tersebut kecil, namun lama kelamaan benjolan semakin membesar
hingga sebesar telur ayam. Saat benjolan masih kecil, pasien tidak memeriksakannya
karena tidak ada keluhan apa apa. Namun ketika benjolan membesar pasien merasa
tidak nyaman sehingga datang ke rumah sakit untuk periksa. Susah menelan (+), sesak
nafas sewaktu tidur (+).
Regio colli anterior inferior, Tampak benjolan sebesar telur, warna kulit sama dengan
sekitar. Teraba sebuah massa soliter, ukuran 6cm x 5cm x 4cm. Konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat
menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau klavikular (-).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kesimpulan euthyroid.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosa Struma nodular non
toksik, diusulkan pemeriksaan penunjang FNAB.

Krisis tiroid (Thyroid storm)


Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga dapat
mengancam kehidupan penderita. Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita
tirotoksikosis antara lain :
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
- Terapi yodium radioaktif
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi
obat yang berat atau infark miokard. Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa
tanda-tanda hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu meliputi :
- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38C sampai mencapai 41C disertai
dengan flushing dan hiperhidrosis.
- Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.
- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.
- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus. Terjadinya krisis
tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon tiroid didalam kelenjar
tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam serum
penderita dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada
penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis
tiroid terjadi akibat peningkatan produksi triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa
studi terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi peningkatan jumlah reseptor terhadap
katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin
yang ada didalam sirkulasi. Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai
0,2% dari seluruh kehamilan dan jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu
terjadinya krisis tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian intrauterin. Selain itu
hipertiroidisme dapat juga menimbulkan preeklampsi pada kehamilan, gagal tumbuh
janin, kegagalan jantung kongestif, tirotoksikosis pada neonatus dan bayi dengan berat
badan lahir rendah serta peningkatan angka kematian perinatal.

Hypothyroid crisis EMRAP 2010


Hypothyroidism - severe
TSH and T4
Cortisol level
Search for precipitant: often infection
Signs
Hypothermia
Cool, dry, mild hypertension
Delayed relaxation of deep tendon reflexes
Altered mental state - essential to diagnosis of severe hypothyroidism
Hyponatraemia

50mg hydrocortisone QID 1 hour before T4


500g T4 IV push. Will take 12 hours to see incr in HR
Broad spectrum antibiotics
If hypotensive give fluids +/- RBC not pressors (pressors can worsen hypotension
presumably by increasing SVR)
Passive rewarming only (they can not increase cardiac output to match any vasodilation
from active rewarming)
Consider intubation

Anda mungkin juga menyukai