Oleh :
Arif Qadhafy
Yesika okta saputeri
PEMBIMBING :
dr.Henny K.koesna SpPD
dr. Seno M. Kamil SpPD
RSUD SOREANG
2011
1
terinfeksi
Transmisi
enterik(fekal
oral)predominan
diantara
anggota
keluarga.
akut
sebanyak 1-5% dewasa,90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang
lainnya.
4. Hepatitis virus D (HDV)
Masa inkubasi 4-7 minggu
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin
Endemis dimediterania,semenanjung balkan, bagian eropa bekas rusia
Viremia singkat(infeksi akut)viremia memanjang 9infeksi kronik)
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV
( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau biseksual, resipien
donor darah, pasangan seksual
3
neonatal.
5. Hepatitis virus C(HCV)
Masa inkubasi 15-160hari(puncak sekitar 50 hari)
Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan
kanker hati
Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi jaringan dan resepien
produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal, tak terdapat transmisi fekal
oral.
virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel
fagosit.
Hepatitis B 2,3
HBV masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane
(virion HBV) masuk ke dalam hati dan kemudian terjadi proses replikasi di sana. Hepatosit
kemudian akan memproduksi dan mensekresi virion (partikel Dane), partikel HBsAg, serta
HBeAg (yang tidak membentuk partikel virus). Respon imun non-spesifik pertama kali
dirangsang dengan memanfaatkan sel-sel natural killer. Respon imun ini tidaklah cukup untuk
mengeradikasi HBV lebih lanjut. Oleh karena itu respon imun spesifik kemudian direkrut
untuk mengaktivasi sel limfosit T dan B. sel T-sitotoksik (CD8+) teraktivasi setelah
melakukan kontak dengan peptide HBV yang dipasang di MHC kelas I antigen presenting
cell (APC). Peptida yang dipasang di MHC ini berupa HBcAg serta HBeAg. Proses eliminasi
ini berhubungan dengan peningkatan ALT.
Namun demikian terdapat pula proses eliminasi yang tidak menimbulkan kerusakan
hepatosit melalui TNF-alfa serta interferon gamma. Sel limfosit B akan membentuk sel
plasma melalui aktivasi sel CD4+ (T-helper) sehingga menghasilkan antibody anti-HBs, antiHBc, serta anti-HBe. Anti-HBs berfungsi untuk menetralisasi partikel HBV dan mencegah
masuknya virus kedalam sel. Oleh karena itu anti-HBs mencegah penyebaran virus dari sel ke
sel. Apabila terjadi persistensi viremia, hal ini tidak disebabkan oleh ketidakmampuan atau
definisi anti-HBs, yang dibuktikan dengan tetap ditemukannnya anti-HBs walaupun
bersembunyi dengan kompleks HBsAg.
Proses eliminasi viremia melibatkan factor virus maupun factor penjamu. Salah satu
mekanisme yang menjelaskan terjadinya persisten infeksi HBV adalah adanya mutasi di
daerah precore sehingga menyebabkan tidak dihasilkannya HBeAg. Eliminasi sel akibat
infeksi mutan ini menjadi terhambat. Sementara itu pada anak-anak yang terinfeksi HBV
mulai dari neonatus akan cenderung terjadi persistensi akibat imunotoleransi terhadap
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi HBV. Dalam keadaan normal,
saat fase replikatif tengah berlangsung, titer HBsAg ditemui sangat tinggi, HbeAg positif,
serta anti-HBe yang negative. Konsentrasi DNA HBV juga tinggi. Mutasi di gen P
bermanifestasi kepada tingginya kadar DNA namun tidak ditemui nilai HBeAg akibat dari
tidak dapat diproduksinya antigen tersebut.
Hepatitis C (4)
5
Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara perkutan, seperti darah
dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta penggunaan suntikan intervena. Virus ini
memasuki hepatosit karena memiliki reseptor yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis
C. mekanisme imunologis kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel
CD4+ , T dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan infeksi ini. Reaksi
inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel stelata di celah disse hepatosit
menjadi aktif, bertransformasi menjadi miofibroblas yang menghasilkan matriks kolagen dan
mendukung terjadinya fibrosis dan apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan
sirosis hati
Hepatitis D (5)
HDV merupakan virus yang tergantung dengan HBV untuk melakukan replikasi dan
siklus hidupnya. Ketergantungan ini disebabkan oleh RNA virion memiliki defek sehingga
membutuhkan HBsAg untuk transmisi. Oleh karena itu, proses transmisinya nyaris sama,
kebanyakan melalui parenteral. Infeksi hepatitis D dapat terjadi melalui beberapa kondisi:
1. Koinfeksi akut HDV dan HBV (membutuhkan HBsAg)
2. Superinfeksi yang terjadi pada carrier HBV kemudian terinfeksi oleh HDV
DIAGNOSIS(1)
Diagnosis banding
c. HCV
Diagnosis serologi
Deteksi anti HCV
Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari penyakit,
35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian.
Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV,
anti HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih besar).
Pemeriksaan igM anti HCV dalam pengembangan. (belum disetujui FDA)
Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang,
baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang
berlanjut menjadi kronik.
HCV RNA
Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C.
Muncul setelah beberapa minggu infeksi.
Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin
dilakukan, kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi pada
pasien dengan anti HCV negatif.
Ditemukan pada infeksi kronik HCV.
PENGOBATAN(1)
infeksi yang sembuh spontan
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus.
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling
baik ditoleransi.
Menghindari konsumsi alcohol selama fase akut
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise.
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. pemberian interferon-alfa pada
hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik. Peran lamivudin
adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan.
Gagal Hati Akut
1. Perawatan di RS
Segera setelah diagnosis ditegakkan
transplantasi hati
2. Belum ada terapi yang terbaik efektif
3. Tujuan
Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi hati
dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif
Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam nyawa
Mempertahankan fungsi vital
Persiapan transplantasi bila tidak terdapat perbaikan
4. Angka survival mencapai 65-75% bila dilakukan transplantasi dini
Hepatitis kolestatis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek prednisone
atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia.
2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestriamin.
Hepatitis Relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan.
PENCEGAHAN(1)
Pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan Penularan Secara Enterik HAV
Pencegahan dengan imunoprofilaksis
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
Sangat imunogenik (Hampir 100% pada subyek sehat)
Antibody protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-95% subjek
Aman, toleransi baik
Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun
Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan
b. Dosis dan jadwal vaksin HAV
>19 tahun. 2 dosis of HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12
bulan
Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX (360 unit Elisa), 0, 1 dan 6-12 bulan atau
2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan
c. Indikasi vaksinasi
Pengunjung ke daerah resiko tinggi
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar
biasa
Anak oada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka
nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerja laboratorium yang menangani HAV
9
Pramusaji
Pekerjaan pada bagian pembuangan air
2. Imunoprofilaksis pasca paparan
Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis dan jadwal pemberian immunoglobulin :
Dosis 0,02ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin
setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan
10
lain
o Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
Neonates dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif:
o Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
dibagian anterolateral otot paha atas
o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada
sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.
o Efektifitas perlindungan melampaui 95%
REKOMENDASI UMUM(1)
Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intek kalori yang cukup
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang berat
Tidak ada diet yag spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses penyembuhan
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat
sembuh
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti kesadaran somnolen,
11
transplantasi
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamtan hidup untuk pasien yang
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid 1.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
12
13