Anda di halaman 1dari 13

REFERAT BAGIAN PENYAKIT DALAM

HEPATITIS VIRUS AKUT

Oleh :
Arif Qadhafy
Yesika okta saputeri

PEMBIMBING :
dr.Henny K.koesna SpPD
dr. Seno M. Kamil SpPD

RSUD SOREANG
2011
1

HEPATITIS VIRUS AKUT


PENDAHULUAN(1)
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu
: virus hepatitis A (HAV), Virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D
(HDV), Dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pascatransfusi seperti
virus hepatitis G dan virus hepatitis TT telah dapat diidentifikasi akan tetapi tidak
menyebabkan hepatitis.
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh
dunia. Penyakit tersebut atau gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap
tahunnya.
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu: (1)
1. Fase inkubasi, merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus.
2. Fase prodromal ( praikterik ), fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus.
3. Fase ikterus, ikterus muncul setelah 5-10 hari , tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala.
4. Fase konvalesen (penyembuhan), diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan
lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.
Agen penyebab hepatitis virus(1)
1. Transmisi secara enterik, terdiri dari Virus hepatitis A (HAV) dan Virus hepatitis E
(HEV)
Virus tanpa selubung
Tahan terhadap cairan empedu
Ditemukan di tinja
Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik
Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.
2. Transmisi melalui darah, terdiri atas virus hepatiti B(HBV), virus hepatitis D
(HDV), dan virus hepatitis C(HCV):
Virus dengan selubung ( envelope )
Rusak bila terpajan cairan empedu/detergen
Tidak terdapat dalam tinja
Dihubungkan dengan penyakit hati kronik
2

Dihubungkan dengan viremia yang persisten

EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO (1)


1. Virus hepatitis A(HAV)
Masa inkubasi 15-50 hari (rata-rata 30 hari)
Distribusi diseluruh dunia, endemisitas tinggi didaerah berkembang
HAV diekskresi di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum

dan 1minggu setelah awitan penyakit


Viremia muncul secara singkat (tidak lebih dari 3minggu),kadang-kadang

sampai 90 hari pada infeksi yang kambuh


Ekskresi feses yang memanjang(bulanan)dilaporkan pada neonatus yang

terinfeksi
Transmisi

enterik(fekal

oral)predominan

diantara

anggota

keluarga.

Dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan


terkontaminasi dan air.
2. Virus hepatitis E (HEV)
Masa inkubasi rata-rata 40 hari
Distribusi luas dalam bentuk endemi dan pandemi
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase akut
Penyakit epidemi dengan penularan melalui air
Adanya transmisi maternal-neonatal
Zoonosis: babi
3. Virus hepatitis B (HBV)
Masa inkubasi 15-180 hari(rata-rata 60-90 hari)
virem0-90 hari)
viremia berlangsung selama beberapa minggu samapi bulan setelah infeksi

akut
sebanyak 1-5% dewasa,90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang

menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten


infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati
HBV ditemukan di darah,semen,sekret servikovaginal,saliva,ciran tubuh

lainnya.
4. Hepatitis virus D (HDV)
Masa inkubasi 4-7 minggu
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin
Endemis dimediterania,semenanjung balkan, bagian eropa bekas rusia
Viremia singkat(infeksi akut)viremia memanjang 9infeksi kronik)
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV
( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau biseksual, resipien
donor darah, pasangan seksual
3

Cara penularan: melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-

neonatal.
5. Hepatitis virus C(HCV)
Masa inkubasi 15-160hari(puncak sekitar 50 hari)
Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan

kanker hati
Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi jaringan dan resepien
produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal, tak terdapat transmisi fekal
oral.

GAMBARAN KLINIS (1)


1. Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi
yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut
2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal
yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti:a. Malaise,anoreksia,mual dan
muntah.
3. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV, pada virus yang lain
secara insidious
4. Demam jarang ditemukan kecuali pada inveksi HAV
5. Immune complex mediated,serum sickness like syndrome dapat ditemukan pada
kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV,
6. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia,
malaise, dan kelemahan dapat menetap.
7. Ikterus didahului dengan kemunculan urine berwarna gelap, pruritus ( biasanya ringan
dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat
8. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati
9. Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.
PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI
Hepatitis A
Secara umum hepatitis diakibatkan karena adanya reaksi imun dari tubuh terhadap
virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus hepatitis A termasuk ke dalam
jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus
masuk, pada saat yang sama kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA
virus akan melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan protein
prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah dilekati oleh protein
prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA sesuai dengan keinginan virus, DNA
virus baru terbentuk, kapsid yang sudah terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah

virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel
fagosit.
Hepatitis B 2,3
HBV masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane
(virion HBV) masuk ke dalam hati dan kemudian terjadi proses replikasi di sana. Hepatosit
kemudian akan memproduksi dan mensekresi virion (partikel Dane), partikel HBsAg, serta
HBeAg (yang tidak membentuk partikel virus). Respon imun non-spesifik pertama kali
dirangsang dengan memanfaatkan sel-sel natural killer. Respon imun ini tidaklah cukup untuk
mengeradikasi HBV lebih lanjut. Oleh karena itu respon imun spesifik kemudian direkrut
untuk mengaktivasi sel limfosit T dan B. sel T-sitotoksik (CD8+) teraktivasi setelah
melakukan kontak dengan peptide HBV yang dipasang di MHC kelas I antigen presenting
cell (APC). Peptida yang dipasang di MHC ini berupa HBcAg serta HBeAg. Proses eliminasi
ini berhubungan dengan peningkatan ALT.
Namun demikian terdapat pula proses eliminasi yang tidak menimbulkan kerusakan
hepatosit melalui TNF-alfa serta interferon gamma. Sel limfosit B akan membentuk sel
plasma melalui aktivasi sel CD4+ (T-helper) sehingga menghasilkan antibody anti-HBs, antiHBc, serta anti-HBe. Anti-HBs berfungsi untuk menetralisasi partikel HBV dan mencegah
masuknya virus kedalam sel. Oleh karena itu anti-HBs mencegah penyebaran virus dari sel ke
sel. Apabila terjadi persistensi viremia, hal ini tidak disebabkan oleh ketidakmampuan atau
definisi anti-HBs, yang dibuktikan dengan tetap ditemukannnya anti-HBs walaupun
bersembunyi dengan kompleks HBsAg.
Proses eliminasi viremia melibatkan factor virus maupun factor penjamu. Salah satu
mekanisme yang menjelaskan terjadinya persisten infeksi HBV adalah adanya mutasi di
daerah precore sehingga menyebabkan tidak dihasilkannya HBeAg. Eliminasi sel akibat
infeksi mutan ini menjadi terhambat. Sementara itu pada anak-anak yang terinfeksi HBV
mulai dari neonatus akan cenderung terjadi persistensi akibat imunotoleransi terhadap
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi HBV. Dalam keadaan normal,
saat fase replikatif tengah berlangsung, titer HBsAg ditemui sangat tinggi, HbeAg positif,
serta anti-HBe yang negative. Konsentrasi DNA HBV juga tinggi. Mutasi di gen P
bermanifestasi kepada tingginya kadar DNA namun tidak ditemui nilai HBeAg akibat dari
tidak dapat diproduksinya antigen tersebut.
Hepatitis C (4)
5

Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara perkutan, seperti darah
dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta penggunaan suntikan intervena. Virus ini
memasuki hepatosit karena memiliki reseptor yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis
C. mekanisme imunologis kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel
CD4+ , T dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan infeksi ini. Reaksi
inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel stelata di celah disse hepatosit
menjadi aktif, bertransformasi menjadi miofibroblas yang menghasilkan matriks kolagen dan
mendukung terjadinya fibrosis dan apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan
sirosis hati
Hepatitis D (5)
HDV merupakan virus yang tergantung dengan HBV untuk melakukan replikasi dan
siklus hidupnya. Ketergantungan ini disebabkan oleh RNA virion memiliki defek sehingga
membutuhkan HBsAg untuk transmisi. Oleh karena itu, proses transmisinya nyaris sama,
kebanyakan melalui parenteral. Infeksi hepatitis D dapat terjadi melalui beberapa kondisi:
1. Koinfeksi akut HDV dan HBV (membutuhkan HBsAg)
2. Superinfeksi yang terjadi pada carrier HBV kemudian terinfeksi oleh HDV
DIAGNOSIS(1)
Diagnosis banding

Penyakit hati karena obat atau toksin


Hepatitis iskemik
Hepatitis autoimun
Hepatitis alkoholik
Obstruksi akut traktus biliaris

Diagnosis secara serologis


1. Transmisi infeksi secara enterik.
a. HAV
IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya.
Anti HAV yang positif tanpa igM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau.
b. HEV
Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui FDA.
IgM dan igG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk riset.
IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit.
IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan.
2. Infeksi melalui darah.
a. HBV
6

Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari igM


antibody terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HBsAg).
Keduannya ada saat gejala muncul
HBsAg mendahului IgM anti HBc
HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin
HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan
setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc
HbeAg dan HBV DNA
HBV DNA di serum merupakan petanda yang pertama muncul, akan tetapi
tidak rutin diperiksa.
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg
Kedua petanda menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pada infeksi
yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti Hbe
menetap.
Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin.
IgG anti HBc
Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh.
Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut.
Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV.
Antibodi terhadap HbsAg (anti HBs)
Antibodi terakhir yang muncul
Merupakan antibody penetral
Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap
reinfeksi
Dimunculkan dengan vaksinasi HBV
b. HDV
Pasien HBsAg positif dengan:
Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan belum mendapatkan
persetujuan)
IgM anti HDV dapat muncul sementara.
Koinfeksi HBV/HDV
HBsAg positif
IgM anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Superinfeksi HDV
HBsAg positif
IgG anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya perbaikan
infeksi.

c. HCV
Diagnosis serologi
Deteksi anti HCV
Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari penyakit,
35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian.
Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV,
anti HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih besar).
Pemeriksaan igM anti HCV dalam pengembangan. (belum disetujui FDA)
Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang,
baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang
berlanjut menjadi kronik.
HCV RNA
Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C.
Muncul setelah beberapa minggu infeksi.
Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin
dilakukan, kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi pada
pasien dengan anti HCV negatif.
Ditemukan pada infeksi kronik HCV.
PENGOBATAN(1)
infeksi yang sembuh spontan
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus.
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling
baik ditoleransi.
Menghindari konsumsi alcohol selama fase akut
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise.
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. pemberian interferon-alfa pada
hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik. Peran lamivudin
adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan.
Gagal Hati Akut
1. Perawatan di RS
Segera setelah diagnosis ditegakkan

Penanganan terbaik dapat dilakukan pada RS yang menyediakan program

transplantasi hati
2. Belum ada terapi yang terbaik efektif
3. Tujuan
Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi hati
dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif
Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam nyawa
Mempertahankan fungsi vital
Persiapan transplantasi bila tidak terdapat perbaikan
4. Angka survival mencapai 65-75% bila dilakukan transplantasi dini
Hepatitis kolestatis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek prednisone
atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia.
2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestriamin.
Hepatitis Relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan.
PENCEGAHAN(1)
Pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan Penularan Secara Enterik HAV
Pencegahan dengan imunoprofilaksis
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
Sangat imunogenik (Hampir 100% pada subyek sehat)
Antibody protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-95% subjek
Aman, toleransi baik
Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun
Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan
b. Dosis dan jadwal vaksin HAV
>19 tahun. 2 dosis of HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12
bulan
Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX (360 unit Elisa), 0, 1 dan 6-12 bulan atau
2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan
c. Indikasi vaksinasi
Pengunjung ke daerah resiko tinggi
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar
biasa
Anak oada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka
nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerja laboratorium yang menangani HAV
9

Pramusaji
Pekerjaan pada bagian pembuangan air
2. Imunoprofilaksis pasca paparan
Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis dan jadwal pemberian immunoglobulin :
Dosis 0,02ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin

setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan

infeksi HAV akut


HEV
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat bersifat
proteksi, akan tetapi efektifitas dari immunoglobulin yang mengandung anti HEV masih
belum jelas.
Pengembangan immunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan
Vaksin HEV sedang dalam penelitian klinik pada daerah endemik.
HBV
Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
Mengandung HBsAg sebagai imunogen
Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HBsAg
pada >95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3
dosis.
Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV.
Efek samping utama
1. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
2. Demam ringan dan singkat pada <3%
Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi
awal
Booster hanya untuk individu dengan imunokompremais jika titer
dibawah 10mU/ml
Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam
penelitian
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV, pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
Imunisasi universal untuk bayi baru lahir

10

Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum


divaksinasi)
Grup resiko tinggi: 1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak
dengan karier hepatitis B, 2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang
terpapar darah, 3. IVDU, 4. Homoseksual dan biseksual pria, 5.
Individu dengan banyak pasangan seksual, 6. Resipien transfuse darah,
7. Pasien hemodialisis, 8. Sesama narapidana, 9. Individu dengan
penyakit hati yang sudah ada ( missal hepatitis C kronik).
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan immunoglobulin
hepatitis B (HBIG)
Indikasi:
Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut:
o Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin stelah paparan
o Vaksin HBV pertama diberikan saat atau hari yang sama pada deltoid sisi

lain
o Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
Neonates dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif:
o Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
dibagian anterolateral otot paha atas
o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada
sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.
o Efektifitas perlindungan melampaui 95%

REKOMENDASI UMUM(1)
Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intek kalori yang cukup
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang berat
Tidak ada diet yag spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses penyembuhan
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat

diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis


Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit dan terus evaluasi sampai

sembuh
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti kesadaran somnolen,

mengantuk dan asterisk


Masa protombin serum merupakan petanda yang baik untuk menilai dekompensasi
hati dan menentukan saat yang tepat untuk dikirim ke pusat transplantasi

11

Memonitoring konsentrasi transaminase serum tidak membantu dalam hal menilai


fungsi hati pada keadaan hepatitis fulminal karena konsentrasinya akan turun setelah

ada kerusakan sel hati massif


Anti mual muntah dapat membantu keluah mual dan muntah
Pasien yang menunjukan gejala hepatitis fluminal harus segera dikirim ke pusat

transplantasi
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamtan hidup untuk pasien yang

mengalami dekompensasi setelah serangan akut hepatitis


Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan perawatan isolasi
Orang yang merawat pasien hepatitis virus akut A dan E harus selalu mencuci tangan

dengan sabun dan air


Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima vaksin
hepatitis B

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid 1.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

12

2. Santiyoso A. Hepatitis virus akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editors.Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
3. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis b kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, SetiatiS, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
4. Boyer N, Marcellin P. Pathogenesis, diagnosis and management of hepatitis C.
Journal of Hepatology; 2000;32:98-11212.
5. Wedemeyer H, Manns MP. Epidemiology, pathogenesis and management of
hepatitis D: update andchallenges ahead.Nature Reviews Gastroenterology &
Hepatology; 2010 Jan; 7:31-40

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Diare Penyuluhan
    Diare Penyuluhan
    Dokumen21 halaman
    Diare Penyuluhan
    Jessica Octa
    Belum ada peringkat
  • SIFILIS
    SIFILIS
    Dokumen30 halaman
    SIFILIS
    Jessica Octa
    Belum ada peringkat
  • SIFILIS
    SIFILIS
    Dokumen30 halaman
    SIFILIS
    Jessica Octa
    Belum ada peringkat
  • Katarak
    Katarak
    Dokumen6 halaman
    Katarak
    Jessica Octa
    Belum ada peringkat
  • Katarak
    Katarak
    Dokumen6 halaman
    Katarak
    Jessica Octa
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat