STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Tn. A
Usia
: 66 tahun
: Islam
Alamat
: Soreang, Bandung
Pendidikan
: SMA
: 181642
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan di poliklinik mata RSUD Soreang
tanggal 26 Juni 2015, pukul 11.00 WIB.
Keluhan Utama
Mata kanan buram sejak 1 tahun yang semakin lama semakin bertambah
buram dan mata kiri kontrol setelah operasi katarak 13 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Penglihatan berkabut dan silau.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD Soreang dengan keluhan mata kanan buram
sejak 1 tahun yang semakin lama semakin bertambah buram dan mata kiri kontrol
setelah operasi katarak 13 hari yang lalu. Pasien mengaku penglihatan mata kanannya
saat ini semakin buram, hanya dapat melihat pada jarak 1 meter, sedangkan
penglihatan mata kirinya saat ini sudah jelas melihat setelah dioperasi katarak.
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien sering mengeluh pandangan kedua matanya
menjadi lebih silau jika keluar rumah pada siang hari atau jika melihat cahaya lampu
yang terang. Pasien menyangkal melihat gambaran pelangi bila melihat cahaya terang
tersebut. Pasien sebelumnya belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter spesialis
mata, namun 1 bulan yang lalu pasien memeriksakan matanya ke dokter spesialis
mata di RSUD Soreang dikarenakan penglihatannya sudah sama sekali tidak jelas
yang membuat pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Saat itu pasien disuruh
untuk operasi mata kirinya terlebih dahulu dikarenakan mata kiri pasien lebih buram
dibanding mata kanannya. Mata merah (-), berair (-), gatal (-). Pasien mengaku tidak
pernah ada riwayat trauma baik tumpul maupun tajam pada kedua mata.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+) tapi rutin kontrol dan minum obat, Diabetes Mellitus (-),
Asma(-). Pasien memiliki kacamata baca +2,5D, tetapi tidak menghilangkan keluhan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah Os : Hipertensi (-), DM (-), Asthma (-), penyakit mata lainnya (-).
Ibu Os
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-), konsumsi obat-obatan tertentu (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum/kesadaran
Tanda vital
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 36,5o C
Pernapasan
: 20 x/menit
Mata
THT
Cor/Pulmo
Abdomen
Ekstrimitas
Occuli Dekstra
2/60
Ortoforia
Baik kesegala arah
Visus
Muscle Balance
Pergerakan Bola
Occuli Sinistra
6/9
Ortoforia
Baik kesegala arah
Mata
Edema (-), Hematoma (-),
Enteropion (-), Ekteropion
Palpebra Inferior
Konjungtiva
Papil (-)
Hiperemis (-), Folikel (-),
Tarsal Superior
Konjungtiva
Papil (-)
Hiperemis (-), Folikel (-),
Papil (-)
Injeksi silier (-),
Tarsal Inferior
Papil (-)
Injeksi silier (-),
Konjungtiva Bulbi
Subconjungtival Bleeding
Subconjungtival Bleeding
Kornea
COA
Pupil
RCTL (+)
Warna cokelat, Kripti baik
Shadow test (-)
Iris
Lensa
RCTL (+)
Warna cokelat, Kripti baik
Pseudofakia (+)
Funduskopi
Papil, Arteri/Vena,
dinilai
0.3:1
Arteri/Vena 2:3
Retina dalam batas normal
18,9 mmHg
TIO
IV. RESUME
Seorang pria, 66 tahun, datang dengan keluhan mata kanan buram sejak 1
tahun SMRS dan kontrol mata kiri setelah operasi katarak 13 hari yang lalu. Saat ini
mata kanan pasien dirasakan semakin buram dibandingkan 1 tahun yang lalu, pasien
mengaku mata kanannya hanya dapat melihat pada jarak 1 meter, sedangkan mata
kiri pasien sudah dapat melihat dengan jelas setelah dioperasi katarak. Keluhan pada
mata kanan pasien disertai dengan pandangan mata yang kabur dan berkabut. Pasien
sering mengeluh silau pada mata kanannya jika melihat cahaya terang. Keluhankeluhan tersebut membuat aktivitas sehari-hari pasien menjadi terganggu. Pasien
lebih nyaman berada di tempat yang lebih gelap.
Pada riwayat penyakit dahulu terdapat riwayat hipertensi yang terkontrol, dan
pasien sebelumnya sudah memiliki kacamata baca +2,5D tetapi hal tersebut tidak
menghilangkan keluhan buramnya. Pada riwayat penyakit keluarga, terdapat riwayat
hipertensi pada ibu pasien. Pasien tidak merokok, tidak konsumsi alkohol, dan tidak
konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 130/80. Pada pemeriksaan
status oftalmologis, didapatkan visus mata kanan 2/60, lensa pada mata kanan tampak
keruh, Shadow test (-), sedangkan mata kiri visus 6/9, pseudofakia (+). Pada
funduskopi mata kanan tidak ditemukan adanya reflex fundus; papil, arteri/vena,
macula, dan retina sulit dinilai sedangkan pada mata kiri, pemeriksaan funduskopi
dalam batas normal.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Foto Rntgen thorax
EKG
VI. DIAGNOSIS
Katarak senilis stadium matur OD
Pseudofakia OS
VII. PENATALAKSANAAN
Bedah katarak : ECCE + IOL OD
VIII. PROGNOSIS
Katarak senilis stadium matur OD
Ad vitam
: Bonam
Ad functionam
: Dubia ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Pada pasien ini saya tegakkan diagnosa kerja katarak senilis stadium matur
OD berdasarkan :
1. Usia pasien yaitu lebih dari 50 tahun.
2. Autoanamnesa didapatkan, pasien mengeluh penglihatan pada mata kanan
kabur seperti berkabut. Keluhan ini dirasakan pasien awalnya kabut terlihat
sedikit yang semakin lama semakin tebal. Hal ini sesuai dengan teori, dimana
pasien dengan katarak mengeluh penglihatan berkabut, berasap, tajam
penglihatan menurun progresif.
3. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan mata kanan visus 2/60. Lensa
keruh, Shadow test (-), reflex fundus (-), papil, arteri/vena, macula, retina sulit
dinilai.
Prognosis ad vitam bonam, karena katarak tidak mengancam jiwa.
Pembedahan merupakan solusi terbaik untuk mengobati katarak dengan angka
keberhasilan mencapai + 95 %. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat
menghilangkan, mengurangi atau memperlambat perkembangan katarak senilis.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu secara berangsur. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata lain, tetapi
katarak dapat terjadi pada kedua mata pada waktu yang tidak bersamaan.Perubahan
ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan (jenis katarak ini paling sering
dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit tertentu (Diabetes Mellitus). Katarak dapat
terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak dapat dijumpai pada usia
anak-anak maupun dewasa.
Data badan kesehatan PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan di dunia
mencapai 38 juta orang, 48% di antaranya disebabkan katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan
0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak, dan yang terbesar karena katarak senilis/
ketuaan.
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan
dalam persepsi warna, dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak
biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan
yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan yang
berperingkat (progresif). Menurut Istiantoro, katarak hampir tidak bisa dicegah
karena merupakan proses penuaan sel.
Meskipun tergolong penyakit menakutkan, operasi katarak membutuhkan
waktu relatif singkat yaitu 30-40 menit saja. Bahkan, teknologi kedokteran terbaru
memungkinkan pembiusan dilakukan melalui tetes mata saja. Sehingga banyak orang
keliru menganggap katarak bisa diobati hanya menggunakan obat tetes mata.
Operasi katarak merupakan operasi yang mudah dan aman bagi kebanyakan
orang. Namun, sama seperti operasi lain, operasi katarak dapat menimbulkan
komplikasi seperti pendarahan dan kerusakan pada kornea atau retina yang
memerlukan pembedahan lebih lanjut.
BAB III
KATARAK
III.1 LENSA
III.1.1 Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah,
transparan, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul,
epitel lensa, korteks dam nucleus.
10
serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di
bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula
lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk
huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di posterior. Pembentukan lensa
selesai pada usia 7 bulan penghidupan foetal. Inilah yang membentuk substansi lensa,
yang terdiri dari korteks dan nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat
sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa
menjadi bertambah besar lambat-lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat
tersebut dengan disusul oleh proses sklerosis.
III.1.3 Fungsi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal
ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang
datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal
ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya
biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu : kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung;
jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan; terletak di
tempatnya. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara
normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari
aqueous
dan
vitreous
humor
yang
mengelilinginya.
Pada keadaan
tidak
11
12
III.2.2 Epidemiologi
Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu
berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan meningkat hingga 70% pada individu
di atas 75 tahun.
Diperkirakan 5-10 juta individu mengalami kerusakan penglihatan akibat
katarak setiap tahun (Newell, 1986). Di USA sendiri ada 300. 000 400.000 ekstraksi
mata tiap tahunnya. Insiden tertinggi pada katarak terjadi pada populasi yang lebih
tua.
Diketahui kebutaan di Indonesia berkisar 1,5 % dari jumlah penduduk
Indonesia. Dari angka tersebut presentasi angka kebutaan utama ialah :
-
Katarak
0,78 %
Kelainan kornea
0,13 %
Penyakit glaukoma
0,20 %
Kelainan refraksi
0,14 %
Kelainan retina
0,03 %
Kelainan nutrisi
0,02 %
13
III.2.3 Etiologi
a. Penyebab paling banyak adalah akibat proses lanjut usia/ degenerasi, yang
mengakibatkan lensa mata menjadi keras dan keruh.
b. Dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok, sinar ultraviolet, alkohol,
kurang vitamin E,radang menahun dalam bola mata, polusi asap motor/pabrik
karena mengandung timbal.
c. Cedera mata, misalnya pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
bahan kimia yang merusak lensa.
d. Peradangan/infeksi pada saat hamil, penyakit yang diturunkan.
e. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit metabolik misalnya diabetes mellitus.
f. Obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid, klorokuin, klorpromazin,
ergotamine, pilokarpin)
III.2.4 Patofisiologi
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada
lensa
katarak
secara
karakteristik
terdapat
agregat-agregat
protein
yang
14
1. Berdasarkan usia :
a. Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
b. Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
c. Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )
2. Menurut lokasi kekeruhan lensa :
a. Nuklear
b. Kortikal
c. Subkapsular (posterior/anterior) jarang
3. Menurut derajat kekeruhan lensa :
a.
b.
c.
d.
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
15
sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan jarang sekali
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat
mana terjadi gangguan pada kehidupan janin.
Dibagi menjadi 2 jenis :
a. Katarak kapsulolentikular
Katarak yang mengenai kapsul dan korteks.
b. Katarak lentikular
Katarak yang mengenai korteks atau nukleus saja, tanpa disertai kekeruhan
kapsul. Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai
kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau
umum.
Katarak kongenital dapat dalam bentuk katarak lamelar atau zonular, katarak
polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior), polaris anterior
(piramidalis anterior, kutub anterior), katarak inti (katarak nuklearis), dan katarak
sutural.
Katarak Lamelar atau Zonular
Di dalam perkembangan
embriologik
permulaan
terdapat
perkembangan serat lensa maka akan terlihat bagian lensa sentral yang lebih
jernih. Kemudian terdapat serat lensa keruh dalam kapsul lensa. Kekeruhan
berbatas tegas dengan bagian perifer tetap bening. Katarak lamelar ini
mempunyai sifat herediter dan ditransmisi secara dominan, katarak biasanya
bilateral.
Katarak zonular terlihat segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan dapat
menutupi seluruh celah pupil, bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering dapat
mengganggu penglihatan.
Gangguan penglihatan pada katarak zonular tergantung pada derajat
kekeruhan lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga fundus tidak dapat
terlihat pada pemeriksaan oftalmoskopi maka perlu dilakukan aspirasi dan
irigasi lensa.
Katarak Polaris Posterior
Katarak polaris posterior disebabkan menetapnya selubung vaskular
lensa. Kadang-kadang terdapat arteri hialoid yang menetap sehingga
16
tindakan.
b. Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang muda,
yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50 tahun.
Merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan
lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa
sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft
cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit
17
tajam
penglihatan
ialah
pembedahan.
18
Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi
cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada
keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat
dekat pada usia yang bertambah.
19
indeks
refraksi
dimana
mata
akan
menjadi
miopik.
20
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium ini
lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata
depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium
ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh
karena deposit kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat
negatif.
berupa
fakotoksik
uveitis
atau
glaukom fakolitik.
21
Insipien
6/6
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Imatur
(6/6 1/60)
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma
Matur
(1/300-1/~)
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Hipermatur
(1/300-1/~)
Masif
Berkurang
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopositif
Uveitis + Glaukoma
b. Katarak Sekunder
1. Katarak Metabolik
Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit sistemik,
terjadi bilateral karena berbagai gangguan sistemik berikut ini : diabetes
melitus, hipokalsemia (oleh sebab apapun), defisiensi gizi, distrofi miotonik,
dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, serta Down.
2. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing
pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan
petasan merupakan penyebab yang sering; penyebab lain yang lebih jarang
22
katarak
komplikata.
Penyakit
intraokular
yang
sering
usia yang lebih muda. Kelainan umum yang dapat menimbulkan katarak
adalah diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonia distrofia, tetani infantil dan
lain-lain.
Diabetes melitus menimbulkan katarak yang memberikan gambaran khas
yaitu kekeruhan yang tersebar halus seperti tebaran kapas di dalam masa
lensa.
Pada hipoparatiroid akan terlihat kekeruhan yang mulai pada dataran
belakang lensa, sedang pada penyakit umum lain akan terlihat tanda
degenerasi pada lensa yang mengenai seluruh lapis lensa.
4. Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat, seperti obat
kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang diberikan dalam waktu lama,
ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikolinesterase, klorpromazin,
miotik, busulfan. Obat-obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.
5. Katarak Ikutan (membran sekunder)
Katarak ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior yang terjadi
setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular akibat terbentuknya jaringan fibrosis
pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari
pasca ekstraksi ektrakapsular. Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin
menginduksi regenerasi serat-serat lensa, memberikan gambaran telur ikan
pada kapsul posterior (mutiara Elschnig). Lapisan epitel berproliferasi tersebut
dapat membentuk banyak lapisan dan menimbulkan kekeruhan yang jelas.
Sel-sel ini mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi
serat-serat tersebut menimbulkan banyak kerutan kecil di kapsulposterior,
yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua faktor ini dapat menyebabkan
penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular.
Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada hampir semua
pasien pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan vitreus anterior diangkat
pada saat operasi. Dulu, hingga setengah dari semua pasien dewasa
mengalami kekeruhan kapsul posterior setelah mengalami ekstraksi katarak
24
b)
Fotofobia
c)
Penglihatan ganda
d)
e)
25
Penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning , lensa akan lebih
coklat
Menyetir malam silau dan sukar
b. Katarak Kortikal
Kekeruhan putih dimulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan
Penglihatan jauh dan dekat terganggu
Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra
c. Katarak Subscapular
Kekeruhan kecil mulai dibawah kapsul lensa, tepat jalan sinar masuk
Dapat terlihat pada kedua mata
Mengganggu saat membaca
Memberikan keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya
Mengganggu penglihatan
III.2.9 Diagnosis
Diagnosis katarak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi.
a. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan yang merupakan gejala
utama yaitu : Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang
dalam beberapa bulan atau tahun merupakan gejala utama. Penurunan
ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak). Mata tidak
merasa sakit, gatal atau merah. Gambaran umum gejala katarak yang lain,
yaitu : berkabut, berasap, penglihatan tertutup film. Perubahan daya lihat
warna. Gangguan mengendarai kendaraan pada malam hari, lampu besar
sangat menyilaukan mata. Lampu dan matahari sangat mengganggu karena
silau. Sering meminta ganti resep kacamata. Penglihatan ganda. Menjadi baik
untuk melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia).
b. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan
- Melihat lensa melalui senter tangan, kaca pembesar
Dengan penyinaran miring (45o dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan
lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris
26
shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,
-
sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
Slit lamp
Pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp tidak hanya ditujukan untuk
melihat adanya kekeruhan pada lensa, tetapi juga untuk melihat struktur
okular yang lain seperti konjungtiva, kornea, iris dan segmen anterior
lainnya.
Pemeriksaan oftalmoskop, sebaiknya dengan pupil berdilatasi.
Pemeriksaan ini harus dilakukan terutama pada katarak imatur dimana kita
harus meluhat keadaan fundus.
III.2.10 Penatalaksanaan
a) Katarak Kongenital
Katarak kongenital merupakan katarak yang terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan segera dapat terlihat sesudah bayi lahir. Korteks dan nukleus lensa
mata bayi mempunyai konsistensi yang cair. Bila kekeruhan lensa sudah demikian
berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat pada funduskopi maka untuk
mencegah ambliopia dilakukan pembedahan secepatnya. Katarak kongenital
sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata. Paling
lambat yang lainnya sudah dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2 tahun.
Sekarang dilakukan pembedahan lensa pada katarak kongenital dengan
melakukan di sisi lensa, dengan menyayat kapsul anterior lensa dan
mengharapkan masa lensa yang cair keluar bersama akuos humor atau
difagositosis oleh makrofag. Biasanya sesudah beberapa waktu terjadi penyerapan
sempurna masa lensa sehingga tidak terdapat lensa lagi, keadaan ini disebut
afakia.
27
29
Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah operasi.
Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli selama
pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan
sering sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi
perdarahan, atau mempercepat penyembuhan, beberapa minggu setelah
pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk menghindari mata dari
30
Fakolitik
-
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
Fakotopik
-
Fakotoksik
31
32
pada mata.
Menjaga kesehatan tubuh dari penyakit seperti kencing manis dan penyakit
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas,Sidharta. Katarak Lensa Mata Keruh. Glosari Sinopsis. Cerakan Kedua.
Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2007.
2. Ilyas, Sidharta; Mailangkay; Taim, Hilman; Saman,Raman; Simarmata,Monang;
Widodo,Purbo. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Edisi kedua. Sagung Seto. Jakarto. 2002.
3. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta.
2006.
33
34