Anda di halaman 1dari 9

qwertyuiopasdfghjklzxcvb

nmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjkl
zxcvbnmqwertyuiopasdfgh
Danang Dwi Febriawan
X-MIA 4
jklzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopa
sdfghjklzxcvbnmqwertyuio
pasdfghjklzxcvbnmqwerty
uiopasdfghjklzxcvbnmqwe
rtyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcv
bnmqwertyuiopasdfghjklz
xcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopa
sdfghjklzxcvbnmqwertyuio
[Pick the date]

[Type the author name]

TEORI MASUKNYA AGAMA ISLAM KE


INDONESIA
Teori Gujarat
Menurut teori ini, yang didukung oleh Snouck
Hurgronje, W.F Suttherheim, dan B.H.M. Vlekke, Islam
masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13, dibawa oleh
para pedagang Islam dari Gujarat, India. Ada dua bukti
untuk mendukung teori: pertama, batu nisan Sultan
Malik Al-Saleh, sultan Samudra Pasai (meninggal tahun
1297) yang bercorak Gujarat (India); kedua, tulisan
Marcopolo pedagang dari Venesia, yang menyatakan
pernah singgah di Perlak (Peureula) pada tahun 1929
dan mendapati banyak penduduknya beragama Islam
serta peran pedagang India dalam penyebaran agama
tersebut.

Teori Mekkah
Menurut teori ini, yang didukung oleh Buya Hamka dan
J.C. van Leur, pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia
sekitar abad ke-7 dibawa langsung oleh para pedagang
Arab. Buktinya adala adanya pemukiman Islam tahun

674 di Barus, pantai sebelah barat Sumatra.


Menyanggah teori Gujarat, teori ini meyakini Islam
yang berkembang di Samudra Pasai menganut mazhab
Syafi'i, mazhab besar di Mesir dan Mekkah pada masa
itu, sedangkan daerah Gujarat menganut mazhab
Hanafi; Selain itu, sultan-sultan Pasai menggunakan
gelar Al-Malik, gelar yang lazim dipakai di Mesir saat
itu.

Bukti lain terkait munculnya Islam sebelum abad ke-13


adalah makam seorang wanita di Gresik Jawa Timur
yang tertulis atas nama Fatimah binti Maimun
(berangka tahun 1082) serta temuan sejumlah makam
Islam di Tralaya (wilayah Majapahit), Trowulan, Jawa
Timur yang menggunakan tahun sakka, bukan tahun
Hijriyah dengan angka Jawa Kuno. Diperkirakan pada
masa jayanya banyak warga Majapahit beragama Islam.
Meski demikian, tidak ada petunjuk siapa yang
menyebarkan agama Islam di Majapahit atau di Gresik
itu.

Teori Persia
Menurut teori ini, yang didukung ole Hoesein
Djajadiningrat, Islam di Indonesia dibawa masuk oleh
orang-orang Persia sekitar abad ke-13. Bukti untuk
mendukung teori ini adalah adanya upacara Tabot (yaitu
upacara memperingati meninggalnya imam Husain bin
Ali cucu Nabi Muhammad) di Bengkulu dan Sumatra
Barat (Tabuik) setiap tanggal 10 Muharam atau 1
Asyura; upacara ini juga merupakan ritual tahunan
dipersia; selain itu, ada kesamaan antara ajaran sufi
yang dianut Syekh Siti Jenar dan Sufi Iran beraliran AlHallaj.

Teori manakah yang benar? Dari tafsiran terhadap


ketiga pandangan itu, umumnya orang menerima bahwa
Islam sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7,
namun baru berkembang pesat pada abad ke-13 sejalan
dengan semakin mundurnya kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu-Buddha di Indonesia serta semakin ramainya
pedagang-pedagang Arab, Persia, dan Gujarat ke
Indonesia.

KERAJAAN ISLAM DI SUMATRA


Home Sejarah Islam Sejarah Wajib Kelas X
Kerajaan Islam di Sumatera
SEJARAH ISLAM SEJARAH WAJIB KELAS X
Kerajaan Islam di Sumatera

Kerajaan Islam di Sumatera Sejak awal


kedatangannya, pulau Sumatera termasuk
daerah pertama dan terpenting dalam
pengembangan agama Islam di Indonesia.
Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra
yang strategis dan berhadapan langsung dengan
jalur perdangan dunia, yakni Selat Malaka.
Berdasarkan catatan Tom Pires dalam Suma
Oriental (1512-1515) dikatakan bahwa di
Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat
Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat
banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun
yang kecil. Diantara kerajaan-kerajaan tersebut
antara lain Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada,
Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal,
Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman,

Minangkabau, Tiku, Panchur, dan Barus. Menurut


Tom Pires, kerajaan-kerajaan tersebut ada yang
sedang mengalami pertumbuhan, ada pula yang
sedang mengalami perkembangan, dan ada pula
yang sedang mengalami keruntuhannya.

a. Samudera Pasai
Samudera Pasai diperkirakan tumbuh
berkembang antara tahun 1270 dan 1275, atau
pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini terletak
lebih kurang 15 km di sebelah timur
Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam,
dengan sultan pertamanya bernama Sultan Malik
as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M).
Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat RajaRaja Pasai diceritakan bahwa Sultan Malik asShaleh sebelumnya hanya seorang kepala
Gampong Samudera bernama Marah Silu.
Setelah menganut agama Islam kemudian
berganti nama dengan Malik as-Shaleh. Berikut
ini merupakan urutan para raja-raja yang
memerintah di Kesultanan Samudera Pasai:
Sultan Malik as-Shaleh (696 H/1297 M);
Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326);
Sultan Mahmud Malik Zahir ( 1346-1383);
Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405);

Sultanah Nahrisyah (1405-1412);


Abu Zain Malik Zahir (1412);
Mahmud Malik Zahir (1513-1524).
b. Kesultanan Aceh Darussalam
Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan Kerajaan
Daya ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam.
Tahun 1524, Pedir dan Samudera Pasai
ditaklukkan. Kesultanan Aceh Darussalam di
bawah Sultan Ali Mughayat Syah menyerang
kapal Portugis di bawah komandan Simao de
Souza Galvao di Bandar Aceh.
Pada 1529 Kesultanan Aceh mengadakan
persiapan untuk menyerang orang Portugis di
Malaka, tetapi tidak jadi karena Sultan Ali
Mughayat Syah wafat pada 1530, yang kemudian
dimakamkan di Kandang XII Banda Aceh. Di
antara penggantinya yang terkenal adalah Sultan
Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1538- 1571).
Usaha-usahanya adalah mengembangkan
kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan
mengadakan hubungan internasional dengan
kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki,
Abessinia (Ethiopia), dan Mesir. Pada 1563 ia
mengirimkan utusannya ke Constantinopel untuk
meminta bantuan dalam usaha melawan
kekuasaan Portugis. Dua tahun kemudian datang
bantuan dari Turki berupa teknisi-teknisi, dan

dengan kekuatan tentaranya Sultan Alauddin


Riayat Syah at-Qahhar menyerang dan
menaklukkan banyak kerajaan, seperti Batak,
Aru, dan Barus. Untuk menjaga keutuhan
Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah alQahhar menempatkan suami saudara
perempuannya di Barus dengan gelar Sultan
Barus, dua orang putra sultan diangkat menjadi
Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan gelar
resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di
daerahdaerah pengaruh Kesultanan Aceh
ditempatkan wakil-wakil dari Aceh.
Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
mengundang perhatian para ahli sejarah. Di
bidang politik Sultan Iskandar Muda telah
menundukkan daerah-daerah di sepanjang
pesisir timur dan barat. Demikian pula Johor di
Semenanjung Malaya telah diserang, dan
kemudian rnengakui kekuasaan Kesultanan Aceh
Darussalam. Kedudukan Portugis di Malaka terusmenerus mengalami ancaman dan serangan,
meskipun keruntuhan Malaka sebagai pusat
perdagangan di Asia Tenggara baru terjadi
sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie) Belanda. Perluasan
kekuasaan politik VOC sampai Belanda pada

dekade abad ke-20 tetap menjadi ancaman


Kesultanan Aceh

Anda mungkin juga menyukai