Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan
spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945 adalah merupakan tujuan
pembangunan nasional bangsa indonesia. Untuk tercapainya tujuan pembangunan
nasional melalui pembangunan jangka panjang tahap (PJPT) II dilakukan
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang sangat tergantung pada
pembinaan mutu fisik dan non fisik dalam masa dini kehidupan manusia yakni
sejak dalam masa kandungan. Dengan demikian upaya kesehatan diarahkan pada
peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak, termasuk pengelolaan janin dalam
kandungan.
Kematian janin dalam kandungan (KJDK) adalah salah satu masalah yang
terjadi dalam kehamilan. KJDK menyumbang jumlah yang hampir sama dengan
kematian neonatal (bayi yang berumur <28 hari) terhadap tingginya angka
kematian perinatal.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 1984 diperoleh
angka kematian janin dalam kandungan di pedesaan Asia Tenggara adalah sebagai
berikut: Burma (17,4%), Thailand (8,9%), India (27,2%), Indonesia (13,7%).
Tahun 1993-1998 Rumah Sakit Umum Pusat dr.Kariadi, semarang
mendapat kematian perinatal 35,13/1000 sedang kematian janin dalam kandungan
adalah 20/1000. Dari seluruh kematian perinatal tersebut diperoleh 57,1% adalah
kematian janin dalam kandungan memberikan distribusi yang lebih besar terhadap
kamatian perinatal dibandingkan kemtian neonatal. Pada tahun 2000 angka
kematian perinatal di Indonesia adalah 40/1000 kelahiran.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (1). Kematian dinilai
dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya, janin tidak bernafas atau
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau
gerakan-gerakan otot yang jelas.
WHO menganjurkan agar dalam perhitungan statistik, yang dinamakan
kematian janin ialah kematian janin dengan berat badan diatas 1000 gram.
Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK) adalah kematian janin dalam
kehamilan sebelum terjadi proses persalinan, mulai kehamilan 20 minggu atau
berat badan lahir 500 gram keatas.
Mochtar mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian
janin sebelum terjadi proses persalinan pada kehamilan 28 minggu keatas atau
berat janin diatas 1000 gram.
Dari penelitian Sarjunas kejadian KJDK dari tahun 1978 1982 di RSPM
adalah 34,4%. Hasan dkk (dikutip dari Sarjunas) melaporkan angka kejadian
KJDK yang dilihat dari faktor umur 32,35% pada umur lebih dari 30 tahun dan
pada umur 20 29 tahun 10,42%, jadi terlihat disini angka kejadian KJDK tinggi
pada umur tua.
Jones melaporkan pada kehamilan lewat waktu (Prolonged Pregnancy)
didapati kematian perinatal 10,5/1000 pada kehamilan 39 41 minggu, angka ini
menjadi 2 kali lebih besar pada kehamilan 43 minggu dan menjadi 3 kali lebih
besar pada kehamilan 44 minggu. Dalam hal ini didapati angka kejadian KJDK

seperlima dari kehamilan perinatal. Vorherr melaporkan angka kejadian KJDK


pada post maturitas (fetal post maturity) sebesar 9 30% dari kematian perinatal.
2.2 Etiologi
Kematian janin dalam kehamilan dapat disebabkan oleh bermacam sebab,
dimana penyebab utamanya atau penyebab langsung adalah hipoksia yang sering
sebagai akibat dari insufisiensi plasenta.
Hipoksia sebagai penyebab langsung kematian janin lebih kurang 50%
dari kasus, dengan mekanismenya tidak diketahui secara pasti.
Diantara bermacam-macam penyebab kematian janin dalam kehamilan
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Faktor Ibu

Preeklampsia dan eklampsia

Hipertensi esensial

Nefritis kronika

Diabetes mellitus

2. Faktor Plasenta

Solutio plasenta atau perdarahan fetomaternal masif

Plasenta previa yang berat

3. Faktor Janin

Eritroblastosis fetalis

Post maturitas

Obstruksi pembuluh darah tali pusat

Sifilis

Kehamilan kembar

Kehamilan kongenital

2.3 Faktor Resiko


2.3.1 Umur
Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan. Ibu yang berumur <20
tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya belum siap untuk menerima kehamilan
dan cenderung kurang perhatian terhadap kehamilannya. Ibu yang berumar 2035 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya sudah siap untuk menerima
kahamilan dan diharapkan lebih memperhatikan kahamilannya karena lebih
banyak pengetahuan dan oengalam terhadap kehamilan serta lebih dewasa.
Ibu yang berumar >35 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya fungsinya
sudah mulai menurun dan kesehatan tubuh ibu tidak sebaik umur 20-35 tahun.
2.3.2

Paritas
Setiap kehamilan dan persalinan menyebabkan melemahnya kondisi

fisik ibu. Dibutuhkan waktu untuk memulihkan rahim pada bentuk dan fungsi
semula dan juga untuk memulihkan kesehatannya melalui pemenuhan gizi
yang sempurna
Wanita yang telah melahirkan lebih dari 4 kali cenderung mengalami
kasus lahir mati, penyakit-penyakit infeksi serta memperoleh anak-anak dengan
cacat bawaan.
2.3.3

Riwayat penyakit
Penyakit yang diderita ibu semasa kehamilan sangat mempengaruhi

hasil akhir kahamilan, dimana dapat mengakibatkan terjadinya kematian janin,


keguguran ataupun persalinan prematur. Penyakit ibu semasa hamil yaitu:
A. Penyakit infeksi pada kehamilan

Hampir setiap infeksi yang dialami oleh ibu yang disertai oleh
manifestasi sistemik yang parah dapat mengakibatkan terjadinya keguguran,
kamatian janin dalam kandungan atau persalinan prematur. Infeksi pada
kehamilan dapat berupa:

Infeksi saluran kemih


TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus,

Herpes Simplek)

Infeksi saluran pernapasan

Malaria
B. Penyakit dasar pada ibu yang berupa penyakit sistemik dan metabolik
Diabetes Melitus (DM)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes
melitus

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,


kerja insulin atau kedua-duanya.
Diagnosis klinik DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan
Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat di
tegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl
juga dapat digunakan untuk pedoman diagnosis DM. Untuk pasien tanpa
gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investasi
lebih lanjut yaitu GDP 126 mg/dl , GDS 200 mg/dl pada hari yang lain
atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dl.
Penelitian Grenfell dkk (1986) terhadap 44 wanita hamil dengan
diabetes proteinuria persiten mendapatkan hanya 15 kelahiran hidup, 15
5

kehamilan berakhir dengan abortus, 6 dengan pengakhiran, 7 dengan


kematian janin dalam kandungan dan 2 dengan kematian neonatus.
Diabetes mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasil konsepsi
dan dapat terjadi penyulit sebagai berikut :
-

Kematian

mengakibatkan abortus
Cacat bawaan terutama pada kelas D ke atas
Dismaturitas terutama pada kelas D ke atas
Janin besar ( makrosomia) terutama pada kelas A sampai C
Kematian dalam kandungan, terutama pada kelas D ke atas
Kemataian neonatal, dan
Kelainan neurologik dan psikologik di kemadian hari.

Sedangkan

hasil

dalam

konsepsi

kehamilan

dalam

diabetes

kehamilan

dapat

muda

menyebabkan

komplikasi sebagai berikut :

- Abortus dan partus prematurus


- Pre-eklamsia
- Hidramnion
- Kelainan letak janin, dan
- Insufisiensi plasenta
Penyakit Jantung
Rusdy mengemukakan bahwa penyakit jantung bawaan

(PJB)

merupakan penyebab utama kematian janin dalam kandungan dimana


tingkat kematian kematian janin akibat PJB sekitar 22%.

Anemia Pada kehamilan


Anemia pada kehamilan dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas ibu. Anemia juga berpengaruh pada kelangsungan hidup janin


dalam bentuk abortus, kematian janin, prematuritas, dan bayi lahir rendah.

Hipertensi dalam kehamilan (HDK)


Hipertensi dalam wanita hamil juga termasuk kategori sebagai

penyebab janin mati dalam kandungan. Hipertensi menyebabkan sirkulasi


6

darah dalam plasenta kurang baik dan menyebabkan terjadinya


pengapuran plasenta sehingga nutrisi ke janin terganggu.
Wanita yang mengalami kehamilan pertama kali berada dalam
resiko terbesar terhadap hipertensi dalam kehamilan. Begitu juga dengan
usia muda <19 tahun mempunyai resiko lebih besar terhadap hipertensi
dari pada ibu yang berusia >35 tahun. Wanita yang pada kehamilan
sebelumnya pernah mengalami hipertensi mempunyai kemungkinan 1345% untuk menderita penyakit ini kembali pada kehamilan berikutnya.
Hipertensi pada kehamilan terjadi apabila tekanan darahnya antara
140/90 mmHg samapai 160/100 mmHg.
Batasan yang dipakai the Committe on Terminolgy of the
American College of Obstretics and Gynecology (1972) untuk hipertensi
dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
1. HDK sebagai penyulit yang berhubungan langsung dengan kehamilan:
a. Pre-eklamsia
Etiologi pasti dari pre-eklamsia belum diketahui dan
patogenesisnya belum jelas. Pre-eklamsia merupakan sindrom
yang terdiri dari hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg),
edema, proteinuria pada kehamilan >20 minggu, dimana sebelum
hamil tekanan darah normal. Insiden hipertensi berkisar 4-5% dari
kehamilan. Bila sindroma diatas disertai kejang, maka disebut
eklamsia.
Pre-eklamsia dibagi 2 :
1) Pre-eklamsia ringan
Diagnosis pre-eklamsia ringan didasarkan atas tekanan diastol
antara 90-<110 mmHg disertai proteinuria (300 mg/24 jam,
atau 1+ dipstick).

2) Pre-eklamsia berat (PEB)


Bila didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini preeklamsia digolongkan berat.
1) Tekanan darah diastol 110mmHg
2) Proteinuria 2g/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan
kualitatif (dipstick)
3) Kreatinin serum >1,2 mg% disertai oliguria (<400
4)
5)
6)
7)

ml/24 jam)
Trombosit <100.000/mm3
Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan

serebral
8) Nyeri epigastrium yang menetap
9) Pertumbuhan janin terhadap
10) Edema paru disertai sianosis
11) Adanya the HELLP syndrome (H: hemolysis; EL:
Elevated Liver enzymes; LP: low platelet count).
b. Eklamsia
2. HDK sebagai penyulit yang tidak berhubungan langsung dengan
kehamilan :
a. hipertensi kronik
Insiden hipertensi kronis pada kehamilan berkisar antara 1-5%.
Insiden lebih tinggi didapati pada wanita hamil usia lebih tua dan
gemuk. Diagnosa ditegakkan berdasarkan riwayat hipertensi
sebelum hamil atau terdapat kenaikan tekanan darah 140/90
mmHg pada usia kehamilan <20 minggu.
3. Pre-eklamsia/eklamsia pada hipertensi kronik/superimposed
Adalah timbulnya pre-eklamsia atau eklamsia pada hipertensi
kronik
4. Transient hypertension/hipertensi gestasional
Adalah suatu kodisi hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg)
yang ditemui pada kehamilan >20 minggu tanpa disertai proteinuria dan

sebelumnya tekanan darah normal (normotensi). Gejala ini akan hilang


setelah 10 hari pasca persalinan.
5. HDK yang tidak dapat diklasifikasikan
2.3.4 Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan terdahulu yang dialami ibu juga mengalami resiko
tinggi dalam terjadinya komplikasi kehamilan. Abortus berulang, kematian
intrauterin, perdarahan saat hamil, infeksi sewaktu hamil, anak terkecil < 5 tahun
tanpa KB, dan ada riwayat obstetri yang buruk. Hasil SKRT 1986 menunjukkan
ibu bersalin dengan komplikasi semasa hamil mempunyai resiko 2 kali lebih
besar mengalami kematian bayi dibanding ibu bersalin tanpa komplikasi
kehamilan.
2.4 Patofisiologi
Kelangsungan hidup janin dalam uterus, dapat berlangsung dengan adanya
penyediaan zat asam dan nutrisi, disamping bahan-bahan lain yang berasal dari
darah ibunya. Hal ini tergantung dari beberapa faktor :
a) Adekuatnya perfusi plasenta dengan darah ibu
b) Adekuatnya fungsi plasenta
c) Sirkulasi janin melalui pembuluh darah umbilikus yang berfungsi baik.
Bila terjadi gangguan pada faktor-faktor diatas yang disebabkan oleh
penyakit-penyakit tertentu, maka akan dapat menimbulkan kegagalan transfer
yang adekuat dari bahan-bahan terutama zat asam dan zat makanan dari darah ibu
ke janin, yang akan membahayakan kelangsungan hidup janin (gawat janin).
Keadaan gawat janin ini dapat terjadi secara adekuat, yang terjadi akibat hipoksia
yang timbul pada waktu persalinan.

Sedangkan gawat janin yang timbul secara kronis adalah keadaan gawat
janin yang timbul pada masa kehamilan (periode antenatal), namun karena tidak
diketahui atau tidak terdiagnosa sehingga terjadi kematian dalam kandungan.
Gangguan peredaran darah ibu ke dalam plasenta atau gangguan sirkulasi
ibu ke dalam ruang intervilli atau gangguan perfusi plasenta, dapat terjadi pada
beberapa keadaan/penyakit ibu, antara lain yang disebabkan oleh kelainan
vaskuler yang ditemukan pada penyakit hipertensi, preeklampsia/eklampsia,
nefritis khronika, diabetes melitus.
Kelainan atau proses degeneratif pada plasenta dapat terjadi oleh karena
menuanya plasenta (placental aging process) atau karena terjadinya perubahanperubahan yang terjadi dalam sirkulasi utero plasenter.
Kelainan vaskuler yang terjadi pada penyakit-penyakit ibu diatas dapat
melalui proses atau perubahan-perubahan degeneratif, dimana terjadinya
atheromatosis pada arteri spiralis desidua. Selanjutnya terjadi penyempitan atau
stenosis dan terjadi penyumbatan parsial atau komplet dari arteri tersebut.
Disamping terjadinya proses degeneratif tersebut dapat pula terjadi kelainan
vaskuler berupa spasme arteri spiralis desidua. Spasme ini akan menyebabkan
menurunnya aliran darah utero plasenter, menurunnya volume darah dalam ruang
intervilli, sehingga terjadi infark plasenta dan hilangnya fungsi jaringan plasenta.
Terutama pada toksemia arteri spiralis desidua akan mengalami degenerasi
akut (acute atherosis), yang mengakibatkan penurunan aliran darah intervilli,
iskhemi jaringan plasenta, yang secara reflektoris meningkatkan tahanan vaskuler
villi, sehingga sirkulasi feto plasenta jadi menurun.

10

Infark yang terjadi akibat gangguan sirkulasi darah ibu ke dalam ruang
intervilli (maternal intervillous circulation) didahului oleh degenerasi fibrin pada
permukaan villi atau koagulasi darah dalam ruang intervilli. Endapan-endapan
kecil pada permukaan villi ini akan membentuk endapan fibrin yang besar dan
menutupi permukaan villi, sehingga menghambat atau mengganggu absorbsi
nutrisi untuk villi dari sirkulasi ibu, dan akibatnya terjadi kematian villi. Proses
koagulasi dari darah intervilli yang terjadi akibat sirkulasi yang sangat lambat
(stagnasi darah), menyebabkan pembentukan trombosis (intervillous thrombosis)
sehingga dapat terjadi degenerasi villi.
Akibat

dari

gangguan-gangguan

hemodinamik

ini

maka

akan

menyebabkan kerusakan dari trofoblast dan dengan demikian akhirnya terjadi


gangguan fungsi dari plasenta (insufisiensi plasenta), sehingga transport O 2 dan
nutrisi oleh plasenta akan terganggu, bila lesi pada plasenta sifatnya tidak luas
atau tidak berat, maka akan terjadi insufisiensi khronik dan janin akan mengalami
hipoksia khronik dan hambatan pertumbuhan janin.
Sciarra menyatakan bahwa bila infark tidak mencapai 50% dari jaringan
plasenta atau infark sifatnya tidak massive maka pengaruhnya hanya sedikit pada
janin dan keadaan ini dapat diatasi oleh kapasitas cadangan plasenta.
Bila janin dalam keadaan hipoksia kronik, maka untuk mengatasi keadaan
hipoksia, kapasitas cadangan plasenta sebesar 50% menambah difusi oksigen.
Cadangan difusi plasenta ini bergantung pada luas permukaan villi, aliran darah
utero plasenter dan feto plasenter. Penurunan atau pengurangan aliran darah dalam
ruang intervilli sebesar 50% dapat menyebabkan terjadinya hipoksia janin.

11

Hipoksia janin yang ringan saja tidak akan menyebabkan janin menderita
oleh karena plasenta mempunyai oksigen cadangan. Hipoksia janin baru terjadi
bila cadangan O2 plasenta telah berada dibawah harga kritis yaitu kejenuhan
oksigen sudah berkurang dari 10%. Pengurangan aliran darah kedalam plasenta
oleh sebab apapun, dapat mengurangi oksigen sampai kedalam plasenta. Pada
penyakit-penyakit ibu yang telah diuraikan diatas atau pada proses-proses yang
menuju kepada insufisiensi plasenta kronik. Cadangan O2 sudah menipis, dan
janin menderita kekurangan oksigen secara kronik, serta kekurangan bahan-bahan
makanan karena transportasi melalui plasenta menjadi terganggu sebagai akibat
dari proses-proses yang kronik ini pertumbuhan janin perlahan-lahan akan
mengalami kemunduran atau growth retardation.
Pada keadaan yang lebih parah dimana cadangan O 2 dari plasenta telah
habis terpakai maka pertumbuhan janin akan terhenti karena fungsi-fungsi alat
tubuh seperti otak, jantung, hati, ginjal sudah tidak mampu bekerja memenuhi
kewajibannya lagi. Pada saat ini janin terancam bahaya kematian dalam
kandungan.
Akhirnya pada keadaan hipoksia berat yang terus berlangsung, dimana
metabolisme anaerob yang menggunakan cadangan karbohidrat habis terpakai,
akan menghasilkan asam laktat dan asam piruvat menumpuk dalam darah janin,
sehingga mengalami asidosis (metabolic acidosis). Keadaan asidosis dan hipoksia
selanjutnya akan menekan sistem enzim-enzim metabolik dan menurunnya
penghasilan senyawa fosfat yang kaya energi, sehingga mekanisme tubuh jatuh ke
dalam sirkulasi kolaps (Circulatory collapse). Keadaan ini akan menyebabkan
spincter ani mengendor dan keluarnya mekoneum ke dalam cairan ketuban,

12

menimbulkan lesi pada organ (CNS, kardiovaskuler, paru dan hepar). Kegagalan
jantung yang disertai shock dan pada akhirnya kematian janin dalam rahim
(KJDK).
2.5 Patologi Anatomi
Bila janin mati biasanya mengalami retensi didalam uterus beberapa hari
sebelum janin dikeluarkan. Janin yang mati berada dalam cairan amnion yang
steril, yang selanjutnya janin mengalami proses maserasi.
Mula-mula epidermis menjadi lembek dan terbentuk bulla yang berisi
cairan keruh, kemudian epidermis terlepas meninggalkan bekas berupa lapisan
yang berwarna merah tua. Seluruh tubuh janin melembek dan kehilangan tonus.
Ligamentum-ligamentum pada persendian melembek sehingga tulangtulang berlepasan. Tulang-tulang tengkorak saling menutup dan longgar sehingga
kepala janin jadi kollap. Organ-organ viscera melembek dan akhirnya mengalami
pencairan. Rongga tubuh janin berisi cairan keruh kemerahan, tali pusat
membengkak, jaringan mengalami pencairan yang disebabkan oleh proses
autolisis aseptik dan disini tidak ada proses pembusukan oleh bakteri.
Pelepasan kulit terjadi 24 jam setelah kematian janin, selanjutnya
perubahan terjadi pada organ viscera dan bagian tubuh lain yang memerlukan
waktu beberapa hari.
Sastrawinata mengklasifikasikan tingkatan perubahan pada janin KJDK
sebagai berikut :
1. Rigor Mortis (Kaku Mayat)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium Maserasi I

13

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, lepuh ini mula-mula terisi cairan jernih tetapi
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 24 jam setelah janin mati.
3. Stadium Maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah cokelat, terjdi 48
jam setelah janin mati.
4. Stadium Maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat edema dibawah
kulit.
2.6 Diagnosa
Gejala dan tanda-tanda kematian janin dalam kandungan adalah sebagai
berikut :
2.6.1

Anamnese
a. Terhentinya gerakan janin
Tidak dirasakannya gerakan janin oleh ibu biasanya merupakan
gejala abnormal yang pertama, yang memperingatkan ibu akan
kemungkinan janinnya. Gejala ini hanyalah bersifat dugaan, oleh
karena pada kehamilan normal gerakan janin tidak dapat dirasakan
oleh ibu selama tiga hari.
b. Pembesaran perut tidak bertambah
Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah
kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau ibu belakangan ini
merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit-sakit
seperti mau melahirkan.

2.6.2

Inspeksi

14

Tidak terlihatnya gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat


terlihat terutama pada ibu yang kurus.
2.6.3
a.

Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
atau bahkan lebih kecil dari sebelumnya

b.

Pada perabaan dinding perut uterus dan janin tidak elastik


(melembek)

c.

Mammae mengalami perubahan retrogresi

d.

Pada pemeriksaan dalam melalui fornik vagina atau kanalis


servikalis dan kadang-kadang melalui dinding perut, teraba
kepala janin yang melembek atau teraba adanya krepitasi (egg
cracking sensation)
Menurut beberapa ahli, yang menyatakan bahwa tanda
ini adalah tanda yang positif untuk diagnosa.

Cara untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam
kandungan :
(1) Dihitung dari tanggal haid terakhir
(2) Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup feeling
life (quickening)
(3) Menurut Spiegelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari
simfisis, maka diperoleh :
22-28 mg

24-25 cm di atas simfisis

28 mg

26,7 cm di atas simfisis

30 mg

29,5-30 cm di atas simfisis

32 mg

29,5-30 cm di atas simfisis

15

34 mg

31 cm di atas simfisis

36 mg

32 cm di atas simfisis

38 mg

33 cm di atas simfisis

40 mg

37,7 cm di atas simfisis

(4) Menurut Mac Donald : adalah modifikasi Spiegelberg, yaitu jarak


fundus simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan
dalam bulan.
(5) Menurut Ahfeld :Ukuran kepala bokong = 0,5 panjang anak
sebenarnya. Bila diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20 cm, maka
tua kehamilan adalah 8 bulan.
(6) Menurut Johnson- Tausak : BB=(mD-12) X 155
BB=berat badan mD=jarak simfisis-fundus uteri
Hubungan tua kehamilan(bulan), besar uterus dan tinggi fundus uteri
Akhir bulan Besar uterus

Tinggi fundus uteri

Lebih besar dari biasa Belum teraba(palpasi)

Telur bebek

Dibelakang simfisis

Telur angsa

1-2 jari di atas simfisis

Kepala bayi

Pertengahan simfisis-pusat

Kepala dewasa

2-3 jari di bawah pusat

Kepala dewasa

Kepala dewasa

Kepala dewasa

Pertengahan pusat-proc.xyphoideus

Kepala dewasa

3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px

Kira-kira setinggi pusat


2-3 jari di atas pusat

16

10

Kepala dewasa

Sama dengan kehamilan 8 bulan namun melebar


ke samping

2.6.4

Auskultasi
Secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop monoaural

denyut jantung janin tidak terdengar. Juga dengan alat Dapton denyut
jantung janin tidak terdengar.
Menurut Pritchard, bahwa bila denyut jantung janin tidak terdengar
dengan alat Dapton, maka dapat dinyatakan bahwa kematian janin sangat
mungkin.
2.6.5

Amniosintesis.
Bila dilakukan amniosintesis, terlihat cairan ketuban berwarna

merah sampai kecoklatan.


2.6.6
a.

Pemeriksaan Laboratorium
Reaksi Kehamilan
Reaksi kehamilan menjadi negatif setelah 10 hari janin mati.

b.

Pemeriksaan enzim fosfokinase


Pada kehamilan normal aktivitas fosfokinase kreatinin didalam
air ketuban didapati 30 mu/ml, sedangkan setelah 4-5 hari kematian
janin menjadi 1000 mu/ml. Enzim fosfokinase kreatinin banyak
terdapat pada epitel dan jaringan subkutan janin.

2.7 Pemeriksaan lain untuk konfirmasi diagnosa


2.7.1 Ultrasonografi

17

Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diperoleh gambaran


kematian janin sebagai berikut :
a. Tidak adanya gerakan janin
b. Tidak adanya gerakan jantung janin
c. Kepala janin dalam keadaan kollap, bila kematian janin telah
berlangsung beberapa minggu.
Benson, yang menyatakan bahwa ultrasonografi adalah suatu prosedur
pilihan untuk menentukan hidup atau matinya janin, karena dengan alat ini
dapat dideteksi gerakan janin dan denyut jantung janin 100% akurat.
2.7.2

Rontgen foto abdomen


Pada rontgengram terlihat gambaran/tanda-tanda kematian janin

sebagai berikut :
b. Tanda Spalding (Spaldings Sign)
Tanda spalding adalah tanda yang menunjukkan adanya tulang
tengkorak yang saling menutup (overlapping) yang disebabkan karena
otak yang mencair.
c. Tanda Noiujokes (Noujokess Sign)
Tanda ini menunjukkan gambaran tulang punggung janin yang sangat
melengkung.
d. Tanda Robert (Roberts Sign)
Tanda ini berupa bayangan gas yang tampak didalam tubuh janin.
e. Tanda Duel (Duels Sign)

18

Tanda ini berupa halo (lingkaran) yang mengelilingi kranium.


Gambaran seperti ini mirip dengan gambaran halo yang dijumpai pada
hidrops fetalis karena pengerutan kranium dan oedema.
2.8 Penanganan
Pilihan cara persalinan dapat secara aktif ataupun ekspektatif dimana hal
ini perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
2.8.1 Penanganan ekspektatif :
- Tunggu persalian spontan hingga 2 minggu
- Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi
Penanganan aktif (sebagai pilihan pasien, trombosit menurun

2.8.2

atau persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu)


- Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
-

atau prostaglandin.
Jika servik belum matang, lakukan pematangan servik dengan
prostaglandin atau kateter Foley. Penggunaan misoprostol yaitu
dengan menempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina,
dapat diulang sesudah 6 jam jika tidak ada respon setelah
pemberian 2 x 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6
jam (dosis tidak lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi

4 dosis).
Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
Embriotomi yaitu suatu cara pembedahan dengan jalan melukai
atau merusak janin, memungkinkan janin dilahirkan pervaginam,
syarat yang harus dipenuhi ialah pembukaan lengkap, dan
panggul yang tidak seberapa sempit sehingga dapat dilalui oleh
janin yang sudah menjadi kecil.3 Pengeluaran janin secara spontan
dapat terjadi pada keadaan janin yang kecil, lembek dan terlipat

19

dua dimana dikenal dengan istilahi Konduplikasio korpore atau


evolusio spontanea.
2.8.3 Penanganan setelah persalinan
Dapat berupa :
- Pemeriksaan langsung atau secara patologi plasenta dan tali pusat
untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
- Otopsi janin
- Sitogenetik jaringan fetus.
2.9 Penanganan PEB pada KJDK
2.9.1 Perawatan aktif
a. Indikasi
Bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
1) Ibu :
- Kehamilan 37 minggu
- Adanya gejala impending eklamsi
2) Janin :
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Adanya tanda-tanda PJT yang disertai hipoksia
3) Laboratorik :
- Adanya HELLP syndrome
b. Pengobatan medisinal
1) Infus larutan ringer laktat (RL)
2) Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
1. Pembrian melalui intravena secara kontinyu ( dengan menggunakan
infusion pump) :
a. Dosis awal :
4 gram (20cc MgSO4 20%) dilarutkan kedalam 100cc RL, diberikan
selama 15-20 menit
b. Dosis pemerliharaan :
10 gram (50cc MgSO4 20%) dalam 500cc cairan RL, diberikan
dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit)
2. Pemberian melalui intramuskular secara berkala :
a. Dosis awal
4 gram (20cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v dengan kecepatan 1
gram/menit
b. Dosis pemeliharaan

20

selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10cc MgSO 4 40%) i.m setiap


4 jam. Tambahkan 1cc lidokain 2% pada setia pemberian i.m untuk
mengurangi perasaan nyeri dan panas.
Syarat-syarat pemberian MgSO4
-

Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam

10cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit


Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernapasan 16 kali permenit
Produksi urin 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kgbb/jam)

Sulfat magnesikus (MgSO4) dihentikan apabila :


-

Adanya tanda-tanda intoksikasi


Setelah 24 jam pasca salim
Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
(normotensi)
3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :
a. Edema paru
b. Payah jantung kongestif
c. Edema anasarka
4. Antihipertensi diberikan apabila :
a. Tekanan darah :
- Sistolik 180 mmHg
- Diastolik 110 mmHg
b. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
- Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v, pelanpelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20
-

menit sampai tercapai tekanan darah yag diinginkan


Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit
(maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan

takanan darah.
Labetalol 10mg i.v. apabila belum terjadi penurunan
takanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg
setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi

21

40 mgstelah 10menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10


menit berikutnya.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah jantung.
Jenis kardiotonika yang diberikan yang diberikan : cedilanid-C
Perawatan dilakukan bersama dengan sub bagian penyakit jantung
6. Lain-lain
a. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal diatas 38,5oC
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
b. Antibiotik
Diberikan atas indikasi
c. Analgesik
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin
HCL 50-75 mg sekali saja.
2.10 Pengaruh KJDK pada ibu
Bila kematian janin dalam kandungan telah berlangsung 3-4 minggu atau
kurang dari satu bulan, keadaan ini belum membahayakan ibu karena gangguan
mekanis dari pembekuan darah (hipofibrinogenemia) jarang terjadi kurang dari
satu bulan. Tetapi bila kematian janin telah berlangsung lebih dari satu bulan (4
minggu) maka disini diperkirakan 25 30% hipofibrinogenemia telah terjadi.
Sehubungan dengan itu pemeriksaan pembekuan darah (COT) harus diperiksa
setiap minggu. Bila hipofibrinogenemia telah terjadi, bahaya yang akan terjadi
adalah perdarahan postpartum. Pengaruh lain pada ibu adalah pengaruh psikologik
karena ibu mengetahui janinnya telah meninggal dalam rahim dan selalu ingin
cepat janinnya dikeluarkan.

22

DAFTAR PUSTAKA
Alberto, 2000, Itrauterine Fetal Death And Grieving During The Perinatal Period.
Http://Www.Obgyntoday.Org/Com%20IUFD%20nd%20mourning.Htm
Bagian

Obstetri

Dan

Ginekologi

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Padjadjaran.1984. Obstetri Patologi. Bandung

23

Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin Bandung. 2005. Pedoman Diagnosis Dan
Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian Pertama. Bandung
Brudenell, Doddrige, 1994. Diabetes Pada Kehamilan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Benson RC, 1982. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment,
Maruzen Asian Edition, Lange Medical Poublication, 4th Ed.
Duta D.C,1991. Test Book of Obstetric, New Central Book Aganecy, India
Laml T, Egermann R. Lapin A, Et Al. Feto-Maternal Hemorrhage After A Car
Accident : A Case Report. In : Acta Obstetri Gynecology Scadinavia, Vol.
80: 480-481..
Mochtar R. 2011. Kematian Janin Dalam Kandungan, Sinopsis Obstetri, Obatetri
Fisiologi. Obstetri Patologi Medan
Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan,
1993. Bagian/VPF Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan FK-USU,
Medan
Prawirohardjo, 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Edisi II. Jakarta
Staf Bagian Obstetri Ginekologi, Obstetri Patologi,1992. Bagian Obstetri
Ginekologi FK UNPAD, Bandung.

24

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien

Nama
Usia
No.RM
Alamat
Jenis kelamin
Agama
Suku

: Ny.NA
: 38 tahun
: 093269
: Padang Tiji
: perempuan
: Islam
: Aceh

25

Kewarganegaraan
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Suami
Usia
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Menikah
Kehamilan
Riwayat KB
HPHT
Tanggal MRS

3.1 Anamnesa
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Telaah

: Indonesia
: SMA
: IRT
: Tn.NA
: 40 tahun
: SMA
: Pedagang
: 1 kali
: G5P1A3 H.26-27 minggu + KJDK
:: 30-10-2014
: 03-06-2015

: tidak merasakan gerak janin 2 hari yang lalu


: nyeri perut sebelah kanan
: Ny.NA, 38 tahun baru masuk pada jam 21.30

wib KIRDA dr.Fita D, Sp.OG, M.Kes dengan G5P1A3 + KJDK + PEB, hal
ini di alami sejak 2 hari ini, mules-mules (-), keluar air-air dari kemaluan
(-), keluar lendir bercampur darah (-), demam (-), riwayat trauma (-), kejang
(-), oedem (+).
RPD
RPO
Riwayat Alergi Obat
TTP
Riwayat Persalinan

3.2 Status Presens


KU : baik
Kes : CM
TD : 180/110 mmHg
HR : 70 x/i, reg

: DM (+), hipertensi (+)


:: Ampicillin
: 07-08-2015
: - anak ke 1 (abortus)
-anak ke 2 (abortus)
-anak ke 3 (KJDK)(SC)
-anak ke 4 (abortus)
-kehamilan ini (KJDK)
anemis
sianosis
ikterus
dyspnue

::::-

26

RR : 23 x/i, reg
oedem
T
: 36,3o c
3.3 Status Obstretikus
- Abdomen
: membesar simetris
- TFU
: 19 cm
- Gerak janin
:- Djj
:- His
:- VT
: tidak ada pembukaan
3.4 Laboratorium
KGDs
: 223 mg/dl
Proteinuria
: +2
Hb
: 12,9 g/dl
Ht
: 35,9 %
Goldar
: O, Rh (+)
3.5 Diagnosa
G5P1A3 + KJDK + PEB, H 26-27 minggu
3.6 Penanganan
- Rawat di ruang bersalin (VK)
- IVFD RL kec 20 tts/i
3.7 Rencana
- Pengeluaran hasil konsepsi

:+

FOLLOW UP
Lapor supervisor VK dr.Fita D, Sp.OG, M.Kes, jam 21.40 wib
Anjuran : - kalau ada bukaan pasang balon kateter
- kalau tidak ada bukaan pasang misoprostol tablet / 6 jam per porsio
-pasang infus 2 jalur + DC :

SM 20% 20cc dalam cairan RL 100cc guyur (22.50 wib)


SM 20% 50cc dalam cairan RL 500cc 20 tts/i (23.00 wib)

Tanggal 3 juni 2015 jam 23.10 wib


Dilakukan pemberian misoprostol per porsio tablet / 6 jam

27

Tanggal 4 juni 2015 jam 05.00 wib


VT : 1 cm
Dilakukan pemasangan balon kateter ke jalan lahir
Tanggal 4 juni 2105 jam 08.10 wib
VT : 2 cm
Balon kateter terlepas
Selaput ketupan pecah
IVFD RL + DC : - SM 20% 50cc dalam cairan RL 500cc 20 tts/i
- drip pitogin 1 amp dalam cairan RL 500cc 20 tts/i
Tanggal 4 juni 2015 jam 10.00 wib visit supervisor dr.Fita D, Sp.OG, M.Kes
a/i : terminasi kehamilan
Tanggal 4 juni 2015 jam 10.30 wib
VT : lengkap
Tangan tampak di vulva, tangan dibebat dengan kasa dibeikan beban cairan infus
RL
Tanggal 4 juni 2015 jam 11.00 wib
His semakin kuat, ibu dipimpin mengedan kaki terlihat maju mundur divulva
lahirlah bokong, kemudian dengan teknik Lovset lahirlah bahu bayi, maka lahirlah
kepala bayi dengan teknik merichue dengan tidak segera menangis dalam keadaan
meninggal.
JK :

BB : 500gr

A/S : 0

MAK III (+) plasenta + flitzer lahir lengkap, ruptur (-), hecting L/D (-),
perdarahan normal, kontraksi bagus
Tanggal 4 juni 2015 jam 14.00 wib

28

Os dengan post partus


IVFD 2 jalur + DC : - SM 20% 50cc dalam cairan RL 500cc 20 tts/i
- cairan RL 500cc 20 tts/i
Kontraksi bagus
Perdarahan normal
k/u ibu baik
tanggal 4 juni 2015 jam 20.00 wib
IVFD + DC lanjutkan
Kontraksi bagus
Perdarahan normal
k/u ibu baik
tanggal 5 juni 2015 jam 06.00
TD : 180/120 mmHg
HR : 73x/i
RR : 24x/i
T : 36,5oc
Lapor supervisor dr.Fita D, Sp.OG, M.Kes, a/i :
-

IVFD + DC lanjutkan
Nipedipin tab 3x1
Amlodipin tab 1x10 mg

Tanggal 5 juni 2015 jam 08.30 wib supervisor dr.Fita D, Sp.OG, M.Kes visit
a/i :
-

Nipedipin tab 3x1


Amlodipin tab 1x10mg
Cefadroxil tab 3x1
Asam mefenamat tab 3x1
Sohobion tab 1x1

29

K/u ibu baik


Tanggal 5 juni 2015 jam 14.20 wib
IVFD + DC lanjutkan
Obat oral lanjutkan
Tanggal 5 juni 2015 jam 20.15 wib
IVFD + DC lanjutkan
Obat oral lanjutkan
Tanggal 6 juni 2015 jam 08.00 wib
TD : 170/110 mmHg
HR : 73 x/i
RR : 24 x/i
T : 36,5oc
IVFD + DC lanjutkan
Obat oral lanjutkan
Tanggal 6 juni 2015 jam 08.30 wib supervisor dr.Fita D, Sp.OG, M.Kes visit
a/i :
-

Aff DC
Aff infus 1 jam
Bila urine lancar os bisa pulang

Tanggal 6 juni 2015 jam 10.00 wib


Os PBJ
Th : obat oral lanjutkan

30

ANALISA KASUS
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 38
tahun dengan diagnosa G5P1A3 + KJDK + PEB H 26-27 minggu. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, ginekologis, USG dan
pemeriksaan laboratorium.
Dilaporkan kasus seorang wanita hamil, Ny.NA, umur 38 tahun G5P1A3,
datang ke RSUD T.Chik di Tiro Sigli pada tanggal 03/06/2015 dengan keluhan
utama tidak merasakan gerak janin. Hal ini dialami sejak 2 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sebelah kanan, mules-mules (-), muntah (-),
keluar air-air dari kemaluan (-), keluar lendir bercampur darah (-), demam (-),
riwayat trauma (-), kejang (-), oedem (+). Os mempunyai riwayat penyakit
diabetes mellitus dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik, dijumpai tekanan darah
180/110 mmHg, nadi 70x/i, pernapasan 23 x/i, temperatur 36,3 oc. Pada

31

pemerriksaan obstretikus dijumpai abdomen membesar, TFU 19 cm dari simpisis


pubis, gerak janin (-), djj (-), His (-) dan VT tidak ada bukaan. Hasil USG djj (-).
Pada pemeriksaan penunjang dijumpai KGDs 223 mg/dl, proteinuria +2, Hb 12,9
g/dl, Ht 35,9% dan golongan darah O Rh (+). Terapi yang diberikan pasang infus
2 jalur (loading dose SM 20% 20cc dalam 100cc RL guyur, maintenance dose SM
20% 50cc dalam cairan infus RL 500cc kecepatan 20 tetes/i) + DC, pemberian
misoprostol tablet/6 jam. Dan pemasangan balon kateter ke jalan lahir setelah
ada bukaan. Pasien direncanakan terminasi kehamilan.

teori
Kematian Janin Dalam Kandungan
(KJDK) adalah kematian janin dalam
kehamilan sebelum terjadi proses
persalinan, mulai kehamilan 20 minggu
atau berat badan lahir 500 gram keatas
Diagnosis kematian janin dalam
kandungan hilangnya gerakkan janin,
berat badan menurun, pertumbuhan
janin tidak ada, bunyi jantung tidak
terdengar
Faktor penyebab kematian janin dalam
kandungan terdiri dari 3 faktor yaitu
faktor ibu, faktor janin dan faktor
plasenta
Pre-eklamsia merupakan sindrom yang
terdiri dari hipertensi (tekanan darah
140/90 mmHg), edema, proteinuria
pada kehamilan >20 minggu, dimana
sebelum hamil tekanan darah normal.
PEB, bila didapatkan satu atau lebih

Kasus
Pada kasus dijumpai kematian janin
yang masih dalam kandungan usia
kehamilan 26-27 minggu

Pada kasus ini dijumpai os mengeluh


gerakkan janin yang tidak ada, dan
tidak adanya denyut jantung janin yang
di pastikan dengan USG
Pada kasus ini dijumpai penyebab
kematian janin dalam kandungan oleh
karena faktor ibu yaitu ibu menderita
hipertensi esensial/kronik, PEB dan
DM
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fisik
dijumpai tekanan darah tinggi, edema
(+) pretibial, dan pada pemeriksaan
penunjang dijumpai proteinuria +2.
Riwayat
tekanan
darah
tinggi
sebelumnya (+)
Pada kasus ini dijumpai tekanan darah

32

gejala dibawah ini pre-eklamsia 180/110 mmHg, proteinuria +2


digolongkan berat.
- tekanan
darah
diastol

110mmHg
- Proteinuria 2g/24 jam atau 2+
dalam pemeriksaan kualitatif
(dipstick)
- Kreatinin serum >1,2 mg%
disertai oliguria (<400 ml/24
jam)
- Trombosit <100.000/mm3
- Angiolisis
mikroangiopati
(peningkatan kadar LDH)
- Peninggian kadar enzim hati
(SGOT dan SGPT)
- Sakit kepala yang menetap atau
gangguan visus dan serebral
- Nyeri
epigastrium
yang
menetap
- Pertumbuhan janin terhadap
- Edema paru disertai sianosis
- Adanya the HELLP syndrome
(H: hemolysis; EL: Elevated
Liver enzymes; LP: low platelet
count).
Hipertensi kronis adalah hipertensi
yang ditegakkan berdasarkan riwayat
hipertensi sebelum hamil atau terdapat
kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg
pada usia kehamilan <20 minggu.
Pre-eklamsia/eklamsia pada hipertensi
kronik/superimposed adalah timbulnya
pre-eklamsia atau eklamsia pada
hipertensi kronik

Pada kasus ini pasien sudah menderita


hipertensi yang di diagnosa sejak
kehamilan anak ke dua.

Pada kasus ini pasien menderita PEB


yang juga menderita hipertensi kronis.

33

Anda mungkin juga menyukai