PENDAHULUAN
1.1 Sejarah dan Pengertian Cat
Industri cat adalah salah satu industri tertua di dunia. Sekitar 20.000 tahun lalu,
manusia yang hidup di gua-gua menggunakan cat untuk kegiatan komunikasi, dekorasi dan
proteksi. Mereka menggunakan metrial-material yang tersedia di alam seperti arang
(karbon), darah, susu, dan sadapan dari tanaman-tanaman yang memiliki warna yang
menarik. Yang mengejutkan, cat-cat ini mempunyai keawetan yang baik, seperti yang
ditunjukkan pada lukisan gua di Altamira Spanyol, Lascaux Spanyol, cat batu orang
Aborigin di Arnhem Land Australia, dan lukisan-lukisan prasejarah lainnya yang
ditemukan.
telah dikenal sejak zaman prasejarah ini terbukti dari bentuk lukisan pada dinding goa
yang merupakan peninggalan zaman prasejarah. Pada zaman prasejarah cat dibuat dari
bahan bahan alami seperti dari kulit kayu, getah, daun dan lain lain.
1.2 Jenis Cat
Jenis-jenis dan tipe cat adalah sangat banyak dan beragam, untuk
mengklasifikasikannya bisa dari bermacam-macam mulai dari bahan penyusunnya sampai
kegunaannya. Jika cat diklasifikasikan dari pembawa/pelarutnya, cat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu cat basis air (water-based) dan cat basis solvent (solvent-based). Untuk
pengklasifikasian dari jenis binder/film formernya misalnya jika cat tersebut memakai
resin epoksi maka cat tersebut digolongkan dinamakan cat epoksi, jika memakai binder
alkyd dinamakan cat alkyd, jika memakai binder melamine dinamakan cat melamine,
begitu seterusnya.
Dari penggunaan cat juga dapat diklasifikasi seperti cat mobil, cat tembok, cat
genteng, cat kapal, cat kolam, cat primer, cat kayu, cat lantai/flooring, dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya mengenai jenis-jenis cat bisa dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Jenis-jenis cat
Suppliyer
Administrasi
Produk
Divisi Produ
Administrasi
bahan baku dalam Warehouse
Penerimaan bahan baku wajib disertai dengan surat jalan dan akan masuk
pengecekan terlebih dahulu. Bahan baku yang digunakan dalam proses polimerisasi emulsi
terdiri dari bahan baku utama yaitu monomer, inisiator, emulsifier dan air bebas mineral.
Selain itu terdapat bahan baku penunjang seperti bahan preservative, antifoam dan bahan
adiktif lainnya.
2.1.1 Bahan Baku Utama
Yang termasuk bahan baku utama yaitu monomer dan air demineralisasi yang
berfungsi sebagai pelarut. Kebutuhan jenis-jenis monomer tiap bulannya bervariasi,
disebabkan karena proses produksi disesuaikan dengan pesanan yang ada untuk
menghasilkan jenis produk tertentu.
Bahan baku yang merupakan monomer yaitu: Vinyl Acetate (kebutuhan rata-rata 168
ton/bulan), VeoVa 10 (80 ton/bulan), Acrylate Acid, Methyl Acrylate (96 ton/bulan),
Ethyl Acrylate, Butyl Acrylate, Methacrylate Acid, Methyl Methacrylate, Ethyl
Methacrylate (96 ton/bulan), n-Butil Methacrylate dan Glisidil Methacrylate. Sedangkan
air demineralisasi diperoleh dari proses penghilangan mineral air pabrik pada unit
demineralized water. Berikut adalah pengklasifikasian monomer-monomer yang
digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan produk di PT. Clariant IndonesiaCilegon:
Tabel 2 Bahan Baku Utama Monomer dan Spesifikasinya
Bahan baku penunjang terdiri dari 5 jenis yaitu inisiator, emulsifier, zat aditif,
antifoam dan peservatif. Bahan baku utama dan bahan baku penunjang berasal dari
impor dan lokal dimana pengangkutannya menggunakan tangki khusus (isotank)
ataupun kontainer.
a. Inisiator
Inisiator dalam proses polimerisasi berfungsi sebagai penghasil radikal bebas
untuk memulai inisiasi. Inisiator pada proses polimerisasi yang berlangsung di PT.
Clariant Indonesia-Cilegon terbagi menjadi reduktor dan oksidator. Beberapa
contoh oksidator yang digunakan adalah Ammonium Persulfate, KPS, H2O2 35%,
Tersier Butyl Hidroperoksida 70% sedangkan untuk reduktor, PT. Clariant
Indonesia-Cilegon menggunakan bahan seperti Sodium Pyrosulphite, SFS dan
asam askorbat (Vitamin C).
b. Emulsifier
Pengemulsi digunakan untuk membentuk emulsi, golongan pengemulsi non-ionik
dan anionik digunakan PT. Clariant Indonesia-Cilegon dalam proses pembuatan
produk. Kadar emulsifier di dalam mencapai 1-2% berat. Contoh-contoh
emulsifier adalah Arkopal N 300, Mergital OC, Texapon, Hostapal BV, Tylose,
Dowfax 241, Perlankrol RN 75, Teriic.
c. Zat Adiktif
Zat aditif dibutuhkan pada proses umumnya pada tahap penyesuaian produk
(adjustment). Salah satu contoh zat aditif adalah protective colloids yang
digunakan untuk menjaga pH (buffer). Beberapa zat aditif antara lain Calcium
Hydroxide Grade O, Licowax KST, NaOH dan plastisizer.
d. Antifoam
Antifoam digunakan untuk mencegah timbulnya busa akibat penggunaan
emulsifier. Contoh-contoh antifoam adalah BYK 037 (Nopco), Defoamer, Wecker
Silicone Antifoam S-670.
e. Perservatif
Zat ini berfungsi untuk mencegah timbulnya lumut dan bakteri pada dinding
reaktor. Beberapa perservatif adalah Mergal K 14, Mergal K 6N, Mergal K 9N,
Nipacide.
Karena PT. Clariant Indonesia ini memproduksi 84 macam polimerisasi maka bahan
baku penunjang yang digunakan cukup banyak dan bervariasi. Berikut ini merupakan
spesifikasi bahan baku penunjang pada PT Clarian Indonesia :
Bahan
Baku
Penunjang
Methanol
Ammonia
Perservatif
Peroxide
Cair
Cair
Cair
Cair
B3
Non B3
Non B3
Iritasi,
Lokal
Lokal
Lokal
Import
Methacryli
c Acid
Acrylamide
Emulsifier
Polyvinyl
alcohol
Catalyst
Tylose
Caustic
soda 48%
Maleic
Anhydride
Terbuthyl
Hydrogen
Peroxide
Cair
1
40
60
Cair
Cair
Padat
Cair
3
57
Padat
Cair
Cair
Cair
Non B3
Menyala,
Non B3
B3
Non B3
Oksidator
, Non B3
Bahaya,
Non B3
Non B3
Korosif,
B3
Non B3
Bahaya,
Non B3
Import
Import
Import
Import
Import
Jerigen Khusus
Import
Lokal
Import
Jerry can 10 kg
Import
Bahan baku yang baru didatangkan ke lokasi pabrik biasanya harus melewati uji
pengendalian mutu, yang bertujuan untuk menjaga kualitas hasil dari produksi sesuai
dengan spesifikasi produk. Bahan baku yang telah melewati uji baku mutu dapat segera
disimpan untuk digunakan pada proses produksi polimerisasi emulsi selanjutnya.
Penyimpanan bahan baku dilakukan dalam warehouse sesuai dengan pengklasifikasian
bahan baku yang ditempatkan. Di PT Clariant Indonesia bahan baku yang akan melewati
uji baku dikelompokan menjadi tiga sesuai status inspeksinya masing-masing, yaitu:
a. Raw Material Kode 2.0
Kategori raw material dengan kode 2.0 ini merupakan golongan bahan baku yang
tidak akan diuji dikarenakan resiko bahaya yang cukup tinggi dengan bau menyengat dan
bersifat volatile pada suhu ruang sehingga bahan baku ini langsung masuk ke dalam
gudang.
b. Raw Material Kode 2.1
Kategori raw material dengan kode 2.1 merupakan bahan baku dengan golongan yang
tidak perlu diuji karena pada golongan ini bahan baku haru memiliki CoA (Certificate of
Analyst) dari perusahaan pemilik bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi yang diminta
oleh PT Clariant Indonesia.
c. Raw Material Kode 2.2
Kategori raw material dengan kode terakhir ini merupakan bahan baku dengan golongan
bahan baku yang harus dianalisa terlebih dahulu setelah diambil dari pergudangan. Analisa
yang dilakukan yaitu uji pengendalian mutu dengan dilakukan pula pengukuran terhadap
pH, viskositas, total solid content kadar inhibitor dari monomer, densitas, indeks bias, dan
penampilan fisik dari bahan baku.
Berikut merupakan contoh bahan baku yang telah dikategorikan berdasarkan
penggolongan kodenya masing masing di PT. Clariant Indonesia:
Tabel 3 Kategori Bahan Baku berdasarkan Statusnya
dalam monomer untuk mencegah terjadinya proses yang tidak diinginkan karena sifat
monomer tersebut sangat mudah terpolimerisasi. Inhibitor yang ditambahkan pada
monomer biasanya merupakan senyawa hidrokuinon.
Penyimpanan bahan baku monomer ditempatkan pada ground tank dikarenakan
safety dan penggunaannya yang cukup banyak. Bahan baku tersebut antara lain: Ethyl
Acrylate, Butyl Acrylate, Vinyl Actate Monomer, Veova 10, Styrene Monomer, Methyl
Methacrylat dan Dietyl Hexylacrylate. Pada ground tank serta di perpipaannya terbuat dari
material stainless steel dengan temperature di dalam tangki yang sudah diatur sesuai
dengan temperature kamar yaitu 25C. Hal ini supaya monomer tidak terjadi proses
polimerisasi dan pembekuan disaat penyimpanan. Berikut adalah spesifikasi kapasitas
tangki penyimpanan monomer,
Tabel 4 Volume Tangki Penyimpanan Monomer
Material
Kategori
Jumlah
Orientasi
Total
penyimpanan Tangki
Ukuran
Kapasitas
Styrene Monomer
1
Horizontal
30 m3
Etyl Acrilate
1
Horizontal
30 m3
Butyl Acrilate
1
Horizontal
60 m3
Methyl Methacrylate
B.01
1
Horizontal
60 m3
VAM
2
Vertikal
90 m3
Diethyl Hexylacrylate
1
Horizontal
60 m3
Acrylic Acid
1
Vertikal
20 Ton
Veova 10
C.01
2
Horizontal
90 m3
Untuk bahan selain monomer atau bahan baku penunjang maka bahan baku
disimpan dalam gudang khusus dengan penyimpanan menggunakan drum, barrel atau sak.
Penyimpanan bahan baku ditempatkan pada rak rak besi bertingkat. Kapasitas maksimum
untuk satu rak berbeda, khusus untuk bahan baku liquid kapasitas maksimum satu rak
adalah 1600 Kg, dan untuk bahan baku bubuk 1000 Kg. Kapasitas total seluruh rak yang
ada di dalam gudang adalah 109.000 Kg. untuk bahan baku liquid penempatannya
dilakukan di dalam drum drum. Bahan-bahan ditempatkan pada palet yang sama jika
dikatakan sifat fisik dan kimia bahan sama. Untuk monomer dengan jumlah sedikit
disimpan saling berjauhan antara satu monomer dengan monomer lainnya. Hal ini untuk
menghindari adanya pertemuan gas volatile yang menyebabkan ledakan pada udara
terbuka. Bahan baku diberi label untuk menggolongkan tingkat bahaya, antara lain:
Tabel 5 Kategori Penyimpanan Bahan Baku
Storage Category
Bahan Baku
A.07
H2O2 35%
Organic Peroxide
T Butylhydro peroxide
Diammonium Hydrogen Phospate
A. 08
Amonium Persulfat
Potassium Persulfat
Oxidizing Substance
Pulox 1000p
B.01
Asam Akrilat
Asam Asetat
Flammabel Liquids
C.02
Combustible Liquids
C.02
Combustible Toxic
Substance
C.03
C.04
Non Combustible Subtance
D.02
Non combustion Toxic
Substance
D.03
Non Combustible Corrosive
Substance
D.04
Non Combustible Substance
Aerosol OT 75
Akrilonitril
Formic Acid
Isopropanol Alkohol
Methanol
VAM
Methyl Methacrylate
Butyl Acrylate
Ethyl Acrylate
Perlankron RN 75
Aerosol MA 801
Dynasilan VTMO
Terric Peg 1
Dietylheyl Acrylate
Methaacrylate Acid
NBMA
Aerosol TR 7Q
Acrylamide Solustion 50%
Nitrotoluena
Lonzamon AAEMA
Nopco NXZ
Texapon 1296-RI powder
Nipacide CFX 3
Defoamer 1512 M
Dibuthylphtalate
Maleic Acid
Foame 805
Sodium Formaldehide Sulfoxylate
Polyvinyl Alcohol
Adipic Acid
Urea
Calcium Carbonat
Ammonium Hydroxide
N-metilol Acrylamide
Calcium Hydrocxide Grade O
Caustic Soda Flake CSS
Aluminium Chloride
Ascorbic Acid
Iron II Sulfate 7 H2O
Sodium Vinyl Sulfonate
Sodium Bicarbonate
dilakukan pada empat unit reaktor yaitu A200, A500, A700 dan A900. PT Clariant Cilegon
memproduksi sekitar 70 Jenis polimer emulsi melalui proses polimerisasi emulsi dengan
sistem semi batch. Sistem semi-batch dipilih karena reaksi polimerisasi yang berlangsung
umumnya bersifat eksotermis, sehingga apabila semua reaktan direaksikan akan
mengakibatkan lonjakan panas yang membahayakan. Beberapa reaktor hanya digunakan
untuk menghasilkan produk tertentu saja. Untuk reaktor A700 dan A900, produk yang
dihasilkan ditetapkan dari pesanan dan kebijakan dari PT Clariant. Sedangkan untuk
reaktor A500 dan A200 merupakan reaktor yang sering beroprasi dengan monomer VAM
yang sering digunakan. Berikut ini adalah spesifikasi reaktor di PT Clariant Indonesia:
Tabel 6 Reaktor dan jenisnya
Penyediaan Monomer
Penyediaan Inisiator
Polimerisasi Penyesuaian Produk
Pengisian ProdukProduk
Penyediaan Emulsifier
Penyiapan Emulsi
Pengolahan Limbah
reaksi berantai yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan
sederhana dari monomer-monomer yang dapat menghasilkan suatu molekul dengan
massa yang besar dan disebut sebagai polimer tinggi atau makromolekul.
Reaksi polimerisasi yang terjadi di dalam empat reaktor berbeda, A200, A500,
A700 dan A900. Proses polimerisasi ini umumnya berlangsung pada suhu diatas titik
didih monomernya. Sehingga untuk mencegah penguapan monomer sebelum reaksi,
pengumpaman monomer dilakukan dari bawah tangki dengan menggunakan sebuah
pompa, mengingat monomer terletak di atas reaktor. Ada kalanya ketika suhu reaksi
berada di bawah titik didih monomernya, pada kasus seperti ini, monomer cukup
diumpankan dari atas reaktor, dengan pertimbangan penghematan energi karena
tidak perlu dijalankan pompa.
Proses polimerisasi yang berlangsung terdiri dari tiga tahap. Reaksi
polimerisasi ini dikendalikan oleh control room. Tahap pertama dari reaksi
polimerisasi adalah inisiasi. Pada tahap inisiasi ini, berlangsung pembentukan radikal
bebas dimana reaktor diisi dengan sebagian monomer dan temperatur reaksi
dinaikkan.
Berikutnya adalah tahap propagasi. Tahap inilah tahap dimana terbentuknya
rantai polimer. Pada tahap ini dilakukan dosing disertai dengan peningkatan
temperatur. Temperatur reaksi polimerisasi umumnya berada diatas titik didih
monomer sehingga monomer dialirkan melalui bagian bawah reaktor untuk
meminimalisir monomer yang menguap sebelum sempat bereaksi.
Akhirnya adalah tahap terminasi, pada tahap ini pembentukan polimer berakhir
dengan putusnya rantai yang telah dibentuk. Pada tahap ini, temperatur ditingkatkan
beberapa derajat diatas temperatur reaktor selama kurang lebih 30 menit (heating up)
sesuai dengan resep yang telah ada. Selain heating up dilakukan pula penambahan
oksidator yang diikuti dengan reduktor untuk menghilangkan sisa monomer yang
tidak berekasi.
2.3.3 Tahap Adjusment
Setelah proses polimerisasi selesai, produk masuk ke dalam adjusting vessel
untuk disesuaikan agar produk memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Tahap
penyesuaian produk merupakan tahap penambahan zat adiktif dan pH adjuster untuk
memenuhi spesifikasi produk. Pada tahap ini dilakukan penambahan antifoam serta
bahan preservative sebagai anti bakteri agar produk dapat disimpan lama.
Selain itu, untuk memenuhi spesifikasi produk seperti pH ditambahkan pula
larutan basa seperti larutan NaOH atau larutan amoniak yang telah dilarutkan.
Penambahan larutan amoniak ke dalam produk dilakukan secara hati-hati karena
dapat menyebabkan pembentukan ikatan silang (crosslinked) pada produk. Dapat
juga ditambahkan air demin untuk menyesuaikan nilai viskositas. Penambahan
bahan-bahan adiktif ini dikerjakan dengan tetap dilakukan pengadukan secara
lambat.
Apabila produk yang dihasilkan tidak dapat atau sulit diproses dalam
penyesuaian sehingga tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan, seperti
kandungan padatan total yang di bawah standar, maka produk disimpan sementara.
Produk tersebut dapat diproses ulang pada batch berikutnya.
2.3.4 Tahap Pengisian Produk (Filling)
Produk yang telah memenuhi spesifikasi didinginkan sampai 40C sebelum
dialirkan ke area filling. Produk dilewatkan melalui filter sebelum masuk ke dalam
kemasan. Pengisian produk ini menggunakan udaran tekan. Setelah itu dalam
pengemasan, pertama-tama drum-drum disiapkan. Setelah drum diisi dengan plastik
dua lapis. Empat drum diletakkan di atas satu pellet yang dipindahkan dengan
menggunakan forklift. Drum yang digunakan berbeda beda bergantung pada
permintaan konsumen. Selain itu, filter box juga disiapkan. Ukuran ukuran filter
pada filter box sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Berikut ini adalah ketentuan
ukuran filter untuk masing masing produk :
Tabel Ketentuan Filter Untuk Setiap Produk
Setelah filter dan kemasan sudah siap, pengisian dilakukan. Ada dua cara untuk
melakukan pengisian ini, yaitu dengan pengisian biasa dan bantuan vibrasi.
Pengisian dengan bantuan vibrasi digunakan untuk produk-produk dengan nilai sieve
test yang besar. Kuantitas produk yang masuk ke dalam drum dimonitor ditimbang
menggunakan timbangan digital. Selama proses pengisian ini, dilakukan tiga kali
sampling produk untuk kemudian di cek oleh bagian quality control. Sampling
dilakukan pada pengisian awal, tengah dan akhir.
7693,8
kg
Vynil Acetate Monomer (VAM)
15,2
kg
Ammonium Persulphate (APS)
320
kg
Polivinyl Alkohol (PVA 20)
120
kg
Polivinyl Alkohol (PVA BP 05)
28,4
kg
Methanol
7761,4
kg
Air Demineralisasi
1
kg
Sodium Methabisulphate
2,2
kg
BYK 037
40
kg
Nipacide cl 15
18,0
kg
Calcium Carbonat
Metode Pengerjaan :
1.
Penyiapan Emulsi
Emulsifier dipersiapkan di solution vessel A521. Mengalirkan 6200 lt Air
Demineralisasi, mengaktifkan pengaduk dan memasukan 320 kg POVAL 20
secara perlahan-lahan, 120 kg PVA BP 05, 2,1 kg BYK 037, 1 kg Sodium
Metabisulphate, dan 17,1 kg Calcium Carbonat. Pembilasan dilakukan dengan
menggunakan Air Demineralisasi sebanyak 25 lt sambil dilakukan pengadukan
hingga larut seluruhnya. Transfer menggunakan pompa ke reaktor A500 dan
dibilas kembali dengan 700 lt air demineralisasi.
2.
Penyiapan Larutan Katalis
Larutan Katalis dipersiapkan di vessel A504, dengan memasukan 1,5 kg
Ammonium persulphate (APS) yang telah dilarutkan dengan 60 kg Air
Demineralisasi. Pompa dan perpipaan dibilas dengan menggunakan 25 kg air
demineralisasi.
3.
Penyiapan Campuran Monomer
Vinyl Acetate Monomer sebanyak 7693,8 dari storage tank di transfer ke
tangki pre-emulsi yaitu vessel A526.
4.
Tahapan Reaksi Polimerisasi
Setelah larutan emulsi dari vessel A521 di transfer ke reaktor A500, manhole reaktor ditutup dengan kuat maka menyeting suhu reaktor ke 65 0C dan
mengaktifkan laju pengadukan menjadi 25rpm. Setelah suhu 650C tercapai,
memasukan 28,4 kg Methanol yang telah dilarutkan kedalam 50 kg Air
Demineralisasi, membilas hand pump dengan 10 lt Air Demineralisasi dan
memasukannya kedalam reaktor. Kemudian dosing sebagian monomer dari
vessel A526 sebanyak 8,8% Vinyl Acetate Monomer dan menambahkan 1,9 kg
5.
6.
APS yang telah dilarutkan dalam 20 lt air demineralisasi, lalu membilas hand
pump dengan menggunakan 10 lt air demineralisasi dan memasukkannya ke
dalam reaktor. Selanjutnya menyeting suhu hingga 800C dengan laju
pengadukan 34 rpm. Setelah suhu tersebut tercapai, memasukan Ammonium
Persulfate (APS) sebanyak 11,3 kg yang telah dilarutkan dalam 75 lt air
demineralisasi, lalu membilas hand pump dengan 25 lt air demineralisasi dan
memasukkannya ke dalam reaktor.
Segera lakukan dosing sisa monomer dari A526 selama 4 jam sebanyak
1754 kg/jam. Ketika dosing mencapai 60%, memasukkan larutan katalis yang
terdapat di A504 dengan laju dosing 65 lt/jam hingga habis bersamaan dengan
dosing sisa monomer tersebut dan naikkan pengadukan hingga 36 rpm. Pada
saat dosing, menyeting suhu reaktor pada 80 0C 20C. Setelah dosing selesai,
membilas vessel A526 dan A504 dengan 100 lt dan 20 lt air demineralisasi lalu
biarkan selama 10 menit. 0,5 APS yang telah dilarutkan dalam 10 lt air
demineralisasi dimasukkan ke dalam reaktor lalu membilas hand pump dengan
10 lt air demineralisasi. Suhu pada reaktor diset 850C selama 1 jam lalu produk
ditransfer ke adjusting vessel A514A/B serta membilas reaktor dan pipa dengan
200 lt air demineralisasi.
Tahap Penyesuaian Produk
Penyesuaian produk dalam vessel A514 dilakukan dengan mengaktifkan
pengaduk dan menyeting suhu maksimal 50 0C, dan menambahkan zat aditif
berupa Nipacide Cl 15 sebanyak 40 kg yang telah dilarutkan dengan 30 lt Air
Demineralisasi.
Spesifikasi Produk Akhir
Total Solid Content (TSC) : 49-51%
PH
: 4,5-5,5
Viskositas
: 20000-35000 mPas
Penampakan
: Cairan Putih
4.
5.
Produk-produk ini dihasilkan dari reaktor yang berbeda beda yaitu reaktor A200,
A500, A700 dan A900. Tentunya produk-produk tersebut sudah melewati uji quality
control dan sudah sesuai denga spesifikasi yang diinginkan.
Jenis
Limbah
Drum
plastic
Drum besi
Jerigen
plastic
Sak plastik
Bentuk Fisik
Ukuran 200 L
Sumber
dampak
Produksi
Ukuran 200 L
Ukuran 35 kg
Produksi
Produksi
Ukuran 25 Kg
Produksi
Sludge
Lumpur padat
WWT
Sampah
Plastik, kertas
dan kotoran
lain
Limbah B3
Produksi sisa
atau gagal dan
bahan-bahan
kimia
Ruang
kantor,
pabrik,
gedung,
halaman
Produksi
Kuantitas
Penanganan
6 buah/hari
Untuk
limbah B3 di
bawa ke
PPLI, limbah
non B3 di
bawa ke
PPLC
6 buah/ hari
11
buah/bulan
56 buah/hari
28-34
ton/bulan
50 kg/hari
Ke TPA
Pemkot
Cilegon
Ke PPLI
1.
2.
3.
2)
Pada pengolahan primer zat-zat pengotor yang berukuran besar dan zat-zat
padat yang tersuspensi dihilangkan. Pengolahan ini meliputi proses koagulasi,
flokulasi, sedimentasi/pengendapan dan filtrasi.
Koagulasi
Koagulasi adalah proses penetralan partikel-partikel yang ada dalam air limbah
sehingga sesamanya tidak saling tolak menolak dan dapat diendapkan bersamasama. Bahan kimia pengendap (koagulan) dimasukkan dalam tangki dan diaduk
hingga homogen. Bahan kimia ini bereaksi dengan partikel-partikel, tetapi
secara sederhana dapat digambarkan sebagai bahan perekat yang disebut
precipitate. Koagulan yang dipakai di WWT PT. Clariant adalah larutan Ferro
sulfat 40%, Borric acid dan kapur CaOH2.
Flokulasi
Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi dan masih dilakukan di
tangki yang sama seperti tangki koagulasi. Pada proses ini partikel-partikel
halus membentuk suatu gumpalan yang lebih besar sehingga lebih mudah untuk
dapat diendapkan. Proses flokulasi juga dibantu dengan pengadukan lambat.
Pada prosesnya, coagulan AID/hidrofill dicampurkan ke dalam air limbah.
Koagulan AID/hidrofill yang dipakai di PT. Clariant adalah poliacrylamid.
Sedimentasi
Air limbah yang telah mengalami proses koagulasi dan flokulasi masuk ke
dalam tahap sedimentasi. Pada tahap ini pengadukan dimatikan. Tunggu hingga
beberapa jam sampai slurry atau lumpur mengendap ke dasar tangki. Efisiensi
proses ini tidak mencapai 100%, sehingga air yang dihasilkan masih
mengandung zat-zat tersuspensi. Setelah lumpur mengendap, air jernih segera
dikeluarkan dari tangki dan ditransfer ke kolam penampung (equalizing
basing), wilayah pengolahan sekunder /biologis. Lumpur yang mengendap di
dasar tangki ditransfer ke tangki yang lain yang dilengkapi pengaduk. Hal ini
dimaksudkan agar lumpur-lumpur tersebut tidak mengendap dan mengeras
sehingga lumpur dengan mudah dialirkan ke filter press.
Filtrasi
Filtrasi adalah suatu operasi pemisahan campuran antara padatan dan cairan
dengan melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui media penyaring.
Lumpur ini ditransfer ke filter press dengan pompa piston menuju filter press.
Alat ini bekerja berdasarkan driving force, yaitu beda tekan. Dimana didalam
alat ini terdapat kain sebagai penyaring, disebut filter cloth yang terletak pada
tiap sisi pelatnya. Plate dan frame filter digunakan untuk memisahkan
campuran padatan-cairan dengan media berpori yang meneruskan cairannya
dan menahan padatannya. Air jernih hasil penyaringan dialirkan ke bak
equalization, sedangkan cake hasil penyaringan dikirim ke PT. PPLI Bogor
karena PT. Clariant tidak memiliki pengolahan pembakaran limbah padat
(insenerator).
Pengolahan sekunder
Pengolahan tahap kedua ini menggunakan sistem biologis yaitu dengan
menggunakan bantuan makhluk-makhluk mikroskopis (lumpur aktif) untuk
membantu pengolahan air limbah, sehingga air keluaran yang mengandung zatzat kimia yang sudah sesuai dengan standar pemerintahan dan tidak berbahaya
bagi makhluk hidup.
Equalization basin
Merupakan kolom penampungan air limbah dengan kapasitas 75 m3 yang
berasal dari pengolahan primer (cairan jernih sisa proses filtrasi) dan sejumlah
pengembalian air dari tangki pemisah. Tujuannya adalah untuk mengurangi
kadar partikel besar yang mungkin masih ada sehingga tidak masuk ke tangki
bioaerator.
Tangki aerasi/bioaerator
Merupakan tangki pengolahan air limbah dengan menggunakan bantuan lumpur
aktif yang mengandung bakteri aerob, protozoa dan fungi. Makhluk-makhluk ini
mampu mengelola (menguraikan) zat kimia berbahaya yang terkandung dalam
air limbah. Sehingga outletnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
Setiap hari bakteri ini diberi makan atau nutrisi khusus dengan urea dan TSP.
Selain itu setiap saat tangki aerasi juga di blow oleh udara dari kompresor untuk
proses pernafasan dan untuk menghindari terjadinya busa/buih, maka
ditambahkan antifoam.
Clarifier
Pada tangki ini air jernih keluaran dari aerasi ditampung untuk mengendapkan
lumpur-lumpur aktif yang ikut terbawa. Lumpur aktif yang mengendap dikembalikan
ke tangki aerasi pada bagian bawah dengan menggunakan pompa. Sedangkan cairan
jernih akan keluar dari tangki pada bagian atas yang merupakan air jernih tidak
mengandung zat kimia berbahaya dan aman bagi lingkungan.
3.1.3 Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas diolah dalam sebuah unit gas scrubber. Pada dasarnya scrubber
mengontakkan air, gas, dan suatu larutan kimia. Pada proses ini, larutan yang dipakai
adalah NaOH, sedangkan waste gas yang akan dibersihkan berupa aliran gas dari
reaktor.
Tabel 4.4 Jenis Limbah Gas PT Clariant Indonesia
Jenis Limbah
Bentuk Fisik
Sumber dampak
Gas dalam ruangan
Gas
Produksi
Gas luar ruangan
Gas Ambien
Aktivitas penghasil gas
Dalam peristiwa absorpsi disertai reaksi pada unit gas scrubber PT. Clariant,
uap dari monomer-monomer acrylic acid dan methacrylic acid yang bersifat asam
diserap pada wash column. Melalui mekanisme sebagai berikut.
Peristiwa perpindahan massa uap dari fasa cair (difusi) yang cepat karena
kelarutan monomer-monomer tersebut larut dalam air tidak terhingga.
Monomer-monomer yang telah larut ini selanjutnya akan bereaksi secara
spontan dengan NaOH menghasilkan jenis sabun dan air seperti dibawah ini.
CH2CHCOOH + NaOH
CH2CHCOONa +H2O
Kontak waste gas dengan larutan NaOH terjadi di dalam kolom structure
packing (A401). Waste gas diumpankan dari bawah kolom A401, sedangkan larutan
NaOH diumpankan dari atas kolom sehingga kontak terjadi secara counter current.
Kontak ini menyebabkan terjadinya reaksi esterifikasi dan saponifikasi. Unit gas
scrubber ini dilengkapi dengan vessel, pompa, dan waste gas fan (A422). Outlet
A422 terbagi menjadi dua aliran, aliran yang menuju channel waste water dan aliran
yang menuju atmosfer. Unit gas scrubber yang terdapat di PT Clariant Cilegon dapat
dipergunakan untuk mengurani kadar akrilonitril dan juga etil akrilat.
DAFTAR PUSTAKA
Ledyana Utami, Catur Suranto Wahyu. Laporan KerjaPraktek di PT. Clariant
Indonesia Cilegon Plant 2012