PENDAHULUAN
b. Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian dari kanker kolorektal.
Mahasiswa dapat melakukan pengkajian dengan gangguan system gastrointestinal:
kanker kolon dan post operasinya.
diskusi kelompok,
konsultasi dengan dosen pembimbing serta metode deskriptif melalui studi kasus. Teknik
pengambilan data tersebut menggunakan cara sebagai berikut:
1. Pengkajian
Dalam penyusunan makalah ini, langkah pertama yang kami lakukan adalah pengkajian
kepada Tn.S.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukankami adalah secara head to toe yang mencakup semua
sistem pada tubuh.
3. Studi Pustaka
Penulis mencari berbagai sumber dan referensi yang berhubungan dengan penyakit Ca
Colon.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membagi dalam tiga bab, yaitu BAB I
Pendahuluan yang berisi: latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoretis yang berisi: Pengertian, Anatomi Fisiologi
usus besar, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi, tes diagnostik, penatalaksanaan
medis, dan konsep proses keperawatan klien dengan kanker kolon. BAB III Tinjauan Kasus,
terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan, implementasi
keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB IV Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
Kanker Colon
A. Definisi
Kanker adalah tumor seluler yang bersifat fatal, sel- sel kanker tidak seperti sel- sel tumor
jinak, menunjukan sifat invasive dan metastasis dan sangatlah anaplastik. (Kamus Dorland)
Kanker Kolorectal adalah keganasan di kolon / rectum. (Pricilla Lemone)
Colorectal Cancer atau lebih dikenal sebagai Ca Colon dan rectal, adalah suatu bentuk
Usus besar merupakan bidang perluasan dari ileocecal ke anus. Usus besar terdiri dari
cecum, colon, rectum, dan lubang anus. Selama dalam colon, chyme diubah menjadi feces.
Penyerapan air dan garam, pengsekresian mucus dan aktivitas dari mikroorganisme yang
termasuk dalam pembentukan feces, dimana colon menyimpan sampai feces dikeluarkan
melalui proses defekasi. Kira-kira 1500 ml dari chyme masuk ke cecum setiap hari, tapi lebih
dari 90% dari volume direabsorbsi dan hanya tertinggal 80-150 ml dari feces yang dikeluarkan
secara normal melalui defakasi.
Cecum merupakan tempat bertemunya usus halus dan usus besar pada ileocecal.
Cecum panjangnya kira-kira 6 cm mulai dari ileocecal membentuk kantung tersembunyi.
Berdekatan dengan cecum adalah saluran tersembunyi yang kecil kira-kira panjangnya 9 cm
disebut appendix (umbai cacing). Dinding dari appendix terdiri beberapa nodul limpatik.
Colon kira-kira panjangnya 1,5-1,8 m dan terdiri dari 4 bagian, yaitu colon ascendens, colon
transversal, colon descendens dan colon sigmoid. Colon ascending membujur dari cecum dan
berakhir pada fleksur kolik kanan (fleksur hepatik) dekat pinggir bawah kanan dari hati. Colon
transversal membentang dari fleksur kolik kanan ke fleksur kolik kiri (fleksur limpa), dan colon
descending membentang dari fleksur kolik kiri ke pembukaan atas dari pelvis yang sebenarnya,
dimana tempat tersebut menjadi colon sigmoid. Colon sigmoid membentuk saluran S yang
membentang sampai pelvis dan berakhir di rectum.
Lapisan otot cirkular dari colon lengkap, tapi lapisan otot longitudinal tidak lengkap.
Lapisan longitudinal tidak membungkus seluruh dinding usus tapi membentuk tiga berkas otot,
yaitu taniae coli, yang terdapat di sepanjang colon. Kontraksi dari tanie coli menyebabkan suatu
kantung yang disebut haustra yang terbentuk di sepanjang colon terlihat seperti sebuah
lukukan. Jaringan ikat yang berrukuran kecil dan berisi lemak disebut epiploik appendage yang
melekat di sepanjang permukaan kolon bagian luar. seperti terlihat pada gambar. Barisan
mukosal dari usus besar terdiri dari epitel lajur sederhana. Epitel ini tidak membentuk suatu
lipatan-lipatan atau vili seperti pada usus halus tapi memiliki sejumlah kelenjar tubuler yang
disebut crypts. Crypts mirip dengan kelenjar usus yang ada di usus halus, dengan tiga jenis sel
yang termasuk sel absropsi, sel goblet dan sel granular. Perbedaan utama adalah pada sel
goblet usus besar menonjol dan dua jenis sel lain jumlahnya berkurang banyak.
Rektum itu lurus, pipa berotot yang berawal dari pangkal sigmoid kolon dan berakhir pada
lubang anus. Deretan membran selaput lendir adalah epitelium lajur yang sederhana, dan
berlapis otot yang relatif tebal dibandingkan waktu alat pencernaan.beristirahat Bagian terakhir
dari alat pencernaan yang panjangnya 2-3 cm adalah lubang anus. Lubang anus berawal dari
pangkal rektum dan berakhir pada anus. Lapisan otot halus dari lubang anus lebih tebal
daripada rektum dan berbentuk internal anal spincter bagian ujung atas dari lubang anus. Otot
rangka membentuk external anal spincter pada bagian ujung bawah dari lubang anus. Jaringan
Epitel pada bagian atas dari lubang anus adalah lajur yang sederhana dan yang di bagian
bawah tersusun squamous.
Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah: absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk
feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian
proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan
dengan penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi
gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan
mendorong.
a) Gerakan Mencampur Haustrasi
Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, 2.5 cm otot
sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang
sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi
menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap
haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu 30 detik, kemudian menghilang 60
detik berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga
sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar
secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan
dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zat terlarut secara progresif
diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.
b) Gerakan Mendorong Pergerakan Massa
Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang
lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari
sekum sampai sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk
beberapa menit menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.
Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan
mucus (sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat
yang diatur oleh rangsangan taktil langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf
setempat terhadap sel mucus Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla
spinalis yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian
distal kolon. Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi,
tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses.
Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung
dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga
menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai
ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini
dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat.
c) Absorpsi dalam Usus Besar
Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air
dan elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan
bersama feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon
pengabsorpsi), sedang bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai
akhirnya dikeluarkan pada waktu yang tepat (kolon penyimpanan).
d) Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air
Mukosa usus besar mirip seperti usus halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif
natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar
lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi
ketika aldosteron teraktivasi. Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien
osmotic di sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air.
Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti
penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam
usus besar.
e) Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar
Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari
sehingga bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus
besar melebihi jumlah ini akan terjadi diare.
Kerja Bakteri dalam kolon.
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada
kolon pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai
tambahan nutrisi), vitamin (K, B, tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang
menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya CO, H, CH).
Komposisi feses.
Normalnya terdiri dari air dan padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20%
anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur kering dari
pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan
oleh sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja
bakteri. Apabila empedu tidak dapat masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja
akolik). Asam organic yang terbantuk dari karbohidrat oleh bakteri merupakan
penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0). Bau feses disebabkan produk kerja
bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja relatif tidak
terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa feses
bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa selama
kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna.
f)
Proses Defekasi
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang
lemah 20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rectum serta sudut
tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke
rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi.
Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1)
sfingter ani interni; 2) sfingter ani eksternus.
Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum
mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan
eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah
refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam
kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang
peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari
pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara
volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang.
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi
volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan
mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan
suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter
eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot
abdomen.
Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks
defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen
sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan
dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens,
sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis
ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus.
Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat.
Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil
napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari
kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik
keluar cincin anus mengeluarkan feses.
C. Etiologi
-
Sedikit Olahraga
Kegemukan
Alkohol
Hereditas
D. Klasifikasi
Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi TNM,
klasifikasi Dukes, dijabarkan klasifikasinya adalah sebagai berikut :
E. Patofisiologi
Tumor yang berupa massa polipoid besar, tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat
meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian
rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat pada sekum dan
kolon asendens. Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma
(terdiri atas epitel kelenjar ) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda beda.
Tumor dapat menyebar :
1) Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2) Melalui pembuluh limfe ke kelenjar perikolon dan mesokolon.
3) Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah ke sistem portal.
Prognosis relatif baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi
dilakukan, dan jauh lebih jelek bila terjadi metastasis ke kelenjar limfe.
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu
bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju,
kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab
kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya diperlukan suatu tindakan yang
disebut sebagai kolonoskopi, sedangkan untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti
kemoterapi.
F. Manifestasi Klinik
Colon Desendens : nyeri, perubahan pergerakan usus, terdapat darah merah terang pada
feses, obstruksi
G. Test Diagnostik
Barium Enema
CT Scan Abdomen
Radiasi
Chemotherapy
H. Insiden
Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar dan rektum relatif umum.
Pada kenyataannya kanker kolon dan rectum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari
kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya Barat. Diperkirakan bahwa
150.000 kasus baru kanker kolorectal didiagnosis di negara ini tiap tahunnya.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal.
Insidennya meningkat sesuai usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun)
dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga yang mengalami kanker kolon, penyakit
usus inflamasi kronis atau polip.
Insiden kanker pada sigmoid dan area rectal telah menurun, sedangkan insidens pada
kolon asenden dan desenden meningkat. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah
40% sampai 5%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan
hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi/ pendarahan rectal.
I.
Penatalaksanaan Medis
Cairan Intravena dan NGT (obstruksi usus )
Pengobatan tergantung terhadap penyakit
Pentahapan yang digunakan secara jelas adalah klasifikasi Duke :
- Kelas A : Tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa
- Kelas B : Peneterasi melalui dinding usus
- Kelas C : Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
- Kelas D : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pembedahan :
Tipe pembedahan tergantung lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan
(Doughty & Jackson, 1993 ), adalah sebagai berikut :
Reseksi segmental dengan Anatomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada
sisi pertumbuhan, pembuluh darah, nodus limfatik )
J. Asuhan Keperawatan
Pengkajian :
10
riwayat keluarga dari penyakit kolorectal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet
diidentifikasikan mencakup masukan lemak dan/ atau serat serta jumlah konsumsi alcohol.
Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan
palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat. Spesimen feses
diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan mual dan
anoreksia
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal),
pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
Intervensi Keperawatan :
1. Sering mengkaji keadekuatan penanganan nyeri. Gunakan informasi subjektif dan objektif,
meliputi :(1) lokasi, intensitas, dan karakter nyeri; (2) tanda-tanda nonverbal, meliputi : wajah
meringis, posisi tubuh tegang, tampak terpejam, peningkatan pols, peningkatan atau
penurunan tekanan darah, pernafasan cepat dan dangkal. Klien dapat berasumsi bahwa
nyeri akan terjadi atau toleransi atau dapat menjadi ketakutan tergantung pengobatan
analgesik. Menanyakan dengan seksama dan mengkaji dapat memberikan informasi akurat
kepada perawat tentang status nyeri klien, dan berguna mengontrol rasa tidak nyaman klien.
2. Tanyakan klien tentang skala nyeri dalam rentang 0 10 (0 = tanpa nyeri, 10 = nyeri
sangat). Catat derajat / tingkat nyeri. Nyeri bersifat pengalaman subjektif. Persepsi dan
respon klien terhadap nyeri berbeda-beda. Latar belakang keyakinan dan etnik dapat
mempengaruhi respon terhadap nyeri.
3. Kaji efektifitas penanganan nyeri jam sesudah pemberian obat. Monitor efektifitas dan
efek yang merugikan. Penyesuaian dosis mungkin dibutuhkan untuk mengatasi nyeri tanpa
efek yang berbahaya.
11
4. Kaji luka dari tanda-tanda peradangan atau bengkak; kaji selang drainase dan kelancaran
selang. Kurangnya kontrol nyeri atau perubahan nyeri dapat berhubungan dengan distensi
organ yang terpasang NGT atau kateter urine atau dapat mengindikasikan andanya infeksi
atau abses.
5. Kaji distensi abdomen, tenderness, dan bising usus. Perdarahan intra-abdominal,
peritonitits, atau ileus paralitik dapat menyebabkan nyeri dan dapat membingungkan antara
nyeri yang diakibatkan oleh bekas insisi.
6. Pemberian obat-obatan nyeri diprioritaskan untuk aktifitas atau prosedur. Analgesik dapat
mengurangi rasa tidak nyaman klien, memberi rasa nyaman saat ambulasi.
7. Penanganan nonfarmakologik, seperti posisi, berbagai aktifitas, stimulus lingkungan,
inaginasi, dan teknik relaksasi. Teknik ini berguna untuk meningkatkan efek analgesia.
8. Bebat / tekan insisi dengan bantal, dan ajarkan klien bagaimana melakukannya saat batuk
dan bernafas dalam untuk mencegah komplikasi pernafasan berhubungan ketakutan akan
rasa nyeri. Perubahan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Klien yang disangka kanker
kolorektal akan dilakukan prosedur-prosedur diagnostik lanjutan berisiko defisiensi nutrisi
karena sering dilakukan prosedur persiapan untuk usus dan diet cairan.
Intervensi Keperawatan Pre-Operatif
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi pasien dan anggota keluarga
untuk memahami prosedur dan kemungknan risiko dan keunggulan, sebaiknya alternatif
untuk persiapan prosedur. Penandatanganan format persetujuan khususnya untuk prosedur
sebagai dokumentasi bahwa klien dan keluarga setuju untuk dilakukan prosedur.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur, klarifikasi dan interpretasikan sesuai
kebutuhan. Beri instruksi apa yang diharapka selama periode postoperatif, meliputi
penanganan nyeri; pemasangan selang seperti NGT, IVFD, latihan pernafasan, reintroduksi
intake oral makanan dan cairan. Klien yang dipersiapkan dengan baik selama preoperatif
biasanya tidak cemas dan mampu lebih baik untuk menolong / mendukung perawatan
postoperatif. Persiapan adekuat juga mengurangi kebutuhan narkotik untuk analgesik dan
meningkatkan pemulihan klien.
3. Pemasangan NGT postoperatif. Meskipun sering dilakukan pemasangan di kamar bedah
hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang terpasang preoperatif untuk membuang
sekresi dan mengosongkan isi lambung.
12
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotik oral dan pareteral sebaiknya kathartik dan enema /
ditelan dapat diberikan preoperatif untuk membersihkan usus dan mengurangi risiko
kontaminasi peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
Intervensi Keperawatan Post-Operatif
1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor tanda vital dan intake dan output, meliputi
drainase lambung dan lainnya dari drain luka. Kaji perdarahan dari insisi abdomen dan
perineal, kolostomi, atau anus. Evaluasi komplikasi luka yang lainnya, dan pertahankan
integritas psikologi.
2. Monitor bising usus dan derajad distensi abdomen. Manipulasi pembedahan dari usus
menghentikan peristaltik, menyebabkan ileus. Adanya bising usus dan pasase flatus indikasi
kembalinya peristaltik.
3. Sediakan obat pengurang nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman, seperti perubahan posisi.
Klien yang mengalami nyeri postoperatif adekuat ditangani pemulihan lebih cepat dan
mengalami beberapa komplikasi.
4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau bantal untuk membantu
batuk. Pemotongan kanker kolorektal dengan anastomosis usus atau kolostomi adalah
bedah mayor abdominal. Perawatan untuk mengurangi nyeri, pertahankan fungsi
pernafasan yang adekuat, dan cegah komplikasi pembedahan.
5. Kaji posisi dan patensi NGT, persambungan suction. Bila selang terlipat/sumbat, irigasi
dengan gentle/hati-hati dengan normal saline steril. NGT digunakan postoperatif untuk
dekompressi gastroinestinal dan fasilitasi penyembuhan dari anastomosa. Memastikan
kelancaran penting untuk rasa nyaman dan penyembuhan klien.
6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada), catat berbagai perubahan
atau adanya bekuan atau perdarahan berwarna merah terang. Drainase dapat berwarna
merah terang dan kemudian gelap dan akhirnya bersih atau hijau kekuningan setelah 2 3
hari pertama. Perubahan warna; jumlah; atau bau dari drainase dapat mengindikasikan
komplikasi seperti perdarahan, sumbatan usus, atau infeksi.
7. Perhatian bagi seluruh personal perawatan dengan klien reseksi abdomminoperitoneal untuk
menghindari pemasangan temperatur rektal, suppositoria, atau prosedur rektal lainnya.
Prosedur ini dapat merusak garis jahitan anal, menyebabkan perdarahan, infeksi, atau
gangguan penyembuhan.
8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction naso gastrik. Klien dengan
suction NGT tidak mampu untuk makan dan minum peroral dan, selebihnya, kehilangan
13
elektrolit dan cairan melalui NGT. Bila tidak dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, klien
berisiko dehidrasi; ketidakseimbangan sodium, potasium, dan chloride; dan alkalosis
metabolik.
9. Pemberian antasid, antagonis histamin2-reseptor, dan terapi antibiotik dianjurkan.
Tergantung pada prosedur yang dilakukan. Terapi antibiotik untuk mencegah infeksi akibat
dari kontaminasi rongga abdominal dengan isi dari usus.
10. Pemberian cairan dan makanan oral dianjurkan.makanan dapat berupa cairan, dan
kemudian diberikan sering dan porsi sedikit. Monitor bising usus dan monitor distensi
abdomen sesering mungkin selama periode ini. Oral feeding dilakukan kembali perlahanlahan untuk meminimalkan distensi abdomen dan trauma terhadap garis jahitan.
11. Anjurkan ambulasi. Merangsang peristaltik.
12. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang. Konsultasikan dengan ahli diet untuk instruksi
diet dan menu; beri penguatan pengajaran. Ajarkan klien tengang kemungkinan komplikasi
postoperatif, seperti abses abdominal atau sumbatan usus. Ajarkan klien tentang tandatanda dan gejala komplikasi ini dan cara pencegahannya.
Evaluasi :
Hasil yang diharapkan :
1.
2.
3.
4.
5.
Keseimbangan tercapai
6.
7.
Memerlukan informasi tentang diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan diri setelah pulang.
- Mendiskusikan diagnosa, prosedur badah, dan perawatan diri Pascaoperatif
- Mendemonstrasikan teknik perawatan ostomi
14
pasien
secara
teratur,
pertahankan
keseimbangan
cairan
dan
dokumentasikan jika buang air besar. Berat badan pasien juga ditimbang setiap hari
untuk menilai keseimbangan cairan. Infus dihentikan jika pasien toleransi terhadap
minum dan kateter urine biasanya dilepas. King et al (2006a) merekomendasikan agar
kateter dilepas pada hari 1 untuk reseksi kolon dan hari 3 untuk reseksi rektal. Infeksi
15
saluran kemih lebih mungkin terjadi jika kateter tetap terpasang selama lebih dari dua
hari. Namun, hal ini perlu dipertimbangkan terhadap resiko komplikasi lain jika kateter
dilepas secara cepat. (Wald et al, 2008).
Test darah rutin setiap hari sampai hari ke-3 untuk memonitor darah lengkap, ureum
dan elektrolit. Analgesia melalui epidural atau PCA dan tambahan paracetamol pada hari
I, NSAIDs seperti Ibuprofen 400 mg tds ditambahkan dalam penanganan nyeri. NSAID
harus diberikan hati-hati pada pasien yang lebih tua dan riwayat gangguan ginjal (British
National Formulary, 2009), untuk kedua kelompok ini Oxycodone dapat digunakan..
Pasien dianjurkan mobilisasi dengan berjalan 4 kali sehari. Jika mereka cukup baik,
mereka idealnya duduk di kursi paling kurang 8 jam (Francis, 2008). Intake oral paling
kurang 2 liter termasuk minuman supplemen nutrisi, pasien harus mengambil makanan
sendiri untuk meningkatkan mobilitas dan kemandirian (Billyard et al, 2007).
c.
16
Komplikasi yang sering terjadi setelah pembedahan berupa mual, muntah dan ileus pasca
operasi.
Mual dan Muntah
Mual dan muntah merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dalam 24 jam
pertama setelah pembedahan. (Zeitz, 2004). Jika pasien mengalami mual dan muntah,
mereka diberikan obat antiemetik untuk meningkatkan intake oral (Fearon, et al, 2005).
Jika dengan antiemetik, pasien masih tetap muntah, mengalami distensi abdomen, nyeri
abdomen meningkat, takikardia, maka ileus pasca operasi atau komplikasi lain perlu
dipikirkan.
Ileus Pasca Operasi
Post-operative ileus (POI) merupakan akibat dari pembedahan abdominal, terutama
setelah pembedahan kolon (De Castro et al, 2008). Kondisi ini biasanya tidak
mengancam kehidupan tetapi merupakan komplikasi yang paling sering menyebabkan
pasien dirawat lebih lama setelah menjalani pembedahan abdominal (Leiser, 2007).
Post-operative ileus (POI) didefinisikan sebagai gangguan motilitas usus setelah
pembedahan abdominal (Han-Geurts et al, 2007). Beberapa faktor yang menyebabkan
gangguan motilitas usus antara lain : inflamasi lokal intestinal, obat anestesi, overhidrasi,
analgetik pasca operasi dan mobilitas yang kurang.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
17
I.
PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas klien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Suku/bangsa
Status perkawinan
Tanggal, jam masuk
Tanggal, jam pengkajian
No. Reg
Diagnosa medis
Alamat
: Tn. S
: 42 tahun
: Laki-laki
: Islam
: STM
: Swasta
: Jawa / Indonesia
: Kawin
: 27-09-2010, pukul 15.00
: 12-10-2010, pukul 10.00
: R10019XXX
: Obs. Febris + abd. pain
: Jl. K.A, Jakarta Timur
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Klien
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Alasan masuk rumah sakit.
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan panas sudah 2 hari, panasnya
hilang timbul, dan mengeluh nyeri pada bagian perut.
b. Keluhan utama.
Klien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi sejak 5 hari yang lalu.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Klien mengatakan keluhan nyari bertambah ketika klien batuk dan setelah
mendapat obat suntikan dan keluhan berkurang ketika klien beristirahat
sambil kaki ditekuk. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan
pada daerah luka operasi dan nyeri terasa sampai ke anus. Klien mengatakan
nyeri yang dirasakan berada pada skala 5 (skala 0-10), yaitu nyeri sedang
dan mengganggu sebagian aktivitas. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba.
Skala nyeri :
18
10
Keterangan :
: Laki-laki
Tn. S
42 th
: Perempuan
19
: Meninggal
: Pasien
Data Biologis
a Penampilan umum :
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, klien terpasang infus
(Combiflex) di lengan kiri, terpasang kateter urin, terpasang drain penrous, cairan
berwarna kemerahan, klien tampak berbaring lemah di tempat tidur, ekspresi wajah
b
klien tampak sedih, aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga.
Tanda- tanda vital
TD
: 120/90 mmHg di lengan kanan
Suhu
: 36,5 C / aksila kiri
Nadi
: 76x / menit di ateri radialis kanan, teratur
Pernapasan : 18 x/ menit, pernapasan dalam dan teratur.
Tinggi badan
Berat badan
IMB
Klien kategori
: 160 cm
: dari 59 kg => 43 kg (turun sekitar 16 kg)
: BB/ (TB) m2 = 43 / (1,6)2 = 16,7
: underweight.
Sistem Kardiovaskular
Anamnesa :
Klien mengatakan tidak minum alcohol dan tidak biasa merokok tidak ada nyeri dada
dan jantung tidak berdebar-debar.
Inspeksi :
20
Ictus cordis tidak terlihat.Tidak ada edema, tidak ada clubbing of the finger, tidak ada
epitaksis (mimisan), tidak ada cyanosis.
Palpasi :
Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikularis kiri, getaran terasa, tidak ada thrill,
capillary refill time < 2 detik, tidak ada edema, ada fraktur di costae 6 kanan.
Perkusi :
Terdengar bunyi pekak. Batas jantung atas di ICS 2 linea sternalis kiri, dan batas
jantung bawah di ICS 5 linea midklavikularis kiri.
Auskultasi :
Bunyi jantung I terdengar lebih keras di ICS 4 linea sternalis kiri, tunggal, teratur.HR 74
x/mnt.Bunyi jantung II terdengar lebih keras di ICS 2 linea sternalis kanan, tunggal,
teratur.Tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada irama gallop.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
3. Sistem Pencernaan
Anamnesa :
Klien mengatakan makan 3x sehari baik saat dirumah, klien baru mulai makan cair 4 x
400 cc. Klien mengatakan mual dan kurang nafsu makan, klien megatakan tidak ada
nyeri menelan. Klien minum susu gelas (100 cc). Klien mengatakan BAB teratur saat
dirumah satu kali sehari, konsistensinya lembek dan tidak ada darah, namun selama
dirawat di rumah sakit belum pernah BAB sejak setelah operasi. Klien mengatakan ada
nyeri pada daerah perut, yaitu pada daerah luka operasi.
Inspeksi :
Bibir kering dan pecah-pecah, tidak ada stomatitis, lidah agak kotor, tidak ada gingivitis,
gusi tidak berdarah, tonsil T1, tidak ada caries, tidak ada gigi yang tanggal, bentuk
abdomen datar, tidak ada gambaran bendungan pembuluh darah vena, tidak ada spider
nevi, ada distensi abdomen, tidak ada hemoroid, tidak ada fisurra dan fistula, tampak
ada balutan luka operasi di perut dan terpasang drain silikon.
Auskultasi :
Bising usus 2 x/mnt, bunyi peristaltik usus lemah.
Palpasi :
Ada nyeri tekan di daerah perut yang paling dekat dengan luka operasi.
Perkusi : abdomen terdengar bunyi tympani.
Masalah keperawatan :
1 Gangguan rasa nyaman : Nyeri
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan.
4. Sistem Perkemihan
Anamnesa :
Klien mengatakan kebiasaan b.a.k dirumah 3-4 x sehari dan sekarang klien dipasang
kateter urin. Klien mengatakan sedikit minum, tadi minum 4 teguk dari botol.
Inspeksi :
Terpasang kateter urin, warna urine kuning, jumlah urin 100 cc.
Palpasi :
Tidak terkaji.
Perkusi :
Tidak terkaji.
21
N I ( Olfaktorius)
Refleks fisiologis:
Refleks bisep
: +/+
Refleks trisep
: +/+
Refleks patella
: +/+
Refleks Patologis :
Refleks babinski
: -/Masalah keperawatan : tidak ada masalah.
6. Sistem Muskuloskeletal
Anamnesa :
Klien mengatakan aktivitas klien terbatas dan klien merasa lemas.
Inspeksi :
22
Ekstremitas atas simetris, ekstremitas bawah simetris, tidak ada atrofi. Rentang gerak /
range of motion (ROM) klien bebas. Bentuk collumna vertebralis simetris, klien tidak
terpasang gips, traksi, ada verband luka operasi di perut.
Nilai kekuatan otot :
5
5
5
23
Inspeksi :
Bentuk tubuh klien normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran
di ujung-ujung ekstremitas, dan tidak ada lesi ataupun luka gangren.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah.
9. Sistem Reproduksi
Anamnesa :
Klien baru memiliki 1 anak, dan klien tidak berganti-ganti pasangan.
Inspeksi :
Genitalia bersih dan tidak ada bau.
Palpasi :
Tidak ada benjolan / massa dan tidak ada lesi pada area mamae. Tidak ada
gynaecomastia.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah.
Data Psikologis
a Status emosi
b Konsep diri
Gambaran diri
24
h. Arti sakit
: Merupakan suatu ujian dari Tuhan.
i. Hubungan dengan Tuhan : Klien menjalankan sholat 5 waktu, tapi sering bolongbolong.
j. Harapan tentang sehat sakit : ingin cepat sembuh dan sehat serta bisa beraktivitas
kembali.
k. Kegiatan agama yang diikuti : tidak ada.
6. Persepsi Klien terhadap Penyakitnya
Klien mengatakan bahwa penyakit yang dialaminya merupakan suatu penyakit yang cukup
berat.
7. Data Penunjang
a) Laboratorium
Hematologi (27-09-2010)
Nama Pemeriksaan
Hemoglobin
Hasil
11,1
Nilai Rujukan
13,9 18 gr/dl
Leukosit
13.900
Trombosit
469.000
Kimia:
Glukosa Sewaktu
85
Kimia (27-09-2010)
Nama Pemeriksaan
SGOT (AST)
Hasil
15
Nilai Rujukan
15 37 U/L
SGPT (ALT)
26
30 65 U/L
Gamma GT
81
5 85 U/L
Ureum
18
10 50 mg/dl
Kreatinin (darah)
0,8
< 15 mg/dl
Kalium (darah)
3,5
Natrium (darah)
129
Calcium (darah)
8,5
Chlorida
94
98 107 mmol/dl
Magnesium
2,0
25
Hematologi (28-09-2010)
Nama Pemeriksaan
Laju Endap Darah 1 jam
Hitung jenis (diff count)
Hasil
82
Nilai Rujukan
< 10 mm/1 h
Net. Segmen
74%
50-70%
Limfosit
16%
20-40%
Monosit
10%
2-8%
Faeces (29-09-2010)
Faeces rutin (analisa tinja)
Makrokopis
Konsistensi : lembek
Mikroskopis
Leukosit : 0-1
Pencernaan
Amylum : negative
Lendir : negative
Eritrosit : 0-1
Lemak : negative
Darah : negative
Nanah : negative
Benzidin Test
Normal : negative
Hematologi (04-10-2010)
Nama Pemeriksaan
Hemoglobin
Hasil
11,2
Nilai Rujukan
13,9 18 gr/dl
Hasil
9.900
Nilai Rujukan
5000 10.000 / UL
Hematologi (04-10-2010)
Nama pemeriksaan
Laukosit
Hematrokit
38
40 54%
Hematologi (06-10-2010)
Nama Pemeriksan
Hemoglobin
11,1
Nalai Rujukan
13,9 31,8 detik
PTT
26,7
Kontrol: 27,7
Kontrol: 12,6
Protrombin Time
Hasil
Hematologi (07-10-2010)
Nama Pemeriksaan
Hemoglobin
10,4
Hasil
Nilai Rujukan
13,9 18 gr/dl
Hematokrit
31
40 54%
26
Urine (10-10-2010)
Urine : Makroskopis
Urine Kimia
Glukosa
Hasil
Negative
Nilai Normal
Negative
Sedimen
Sel epitel : 3-4
Nilai Nomal
-
Bilirubin
Negative
Negative
Leukosit : 1-3
< 5 LPB
Keton
40 mg/dl
< 5 mg/dl
Eritrosit : banyak
< 5 LPB
Berat jenis
>= 1,030
1,001 1,035
5,5
4,6 8,0
Protein
100 mg/dl
Urobilinogen
pH
Silinder
hyalin
(+)
< 30 mg/dl
Kristal : -
0,2 Eu/dl
Bakteri : +++
Nitrit
Positive
Negative
Blood
Large
Negative
Negative
Negative
Leukosit
b) Radiologi
Thorax (27-09-2010)
Cor normal.
Hilus normal. Corakan bronkhovaskuler dan parenkim kedua paru normal, sinus dan
diafragma normal.
Struktur skeletal dinding thorax osteopeni. Post fraktur posterior kostae 6 kanan.
Vertebra thorax skoliosis dengan konveksitas kurva skoliosis kekanan.
Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal. Tidak dijumpai KP aktif/pneumonia.
Skoliosis thorakalis. Osteopeni. Post fraktur posterioir kostae 6 kanan.
USG Abdomen (27-09-2010)
Klinis : nyeri perut.
Kesan :
Early parenchymal liver disease.
Polip kecil dinding posterioir KE dengan diameter 2,3 mm.
Kolitis pada caecum dengan reaktif limfadenopati ringan disekitarnya. DD/Crohns
disease.
Tidak dijumpai kelainan pada USG lien, pankreas, ginjal bilateral, VU, aorta dan prostat.
Patologi (30-09-2010)
Makroskopis : jaringan sedikit, warna kecoklatan sc.
Mikroskopis : keping lapisan epitel silindris bersel goblet yang masih dalam batas normal,
dengan keping-keping stroma jaringan ikat fibrovaskuler bersebukan masif sel sedang
MN, PMN (banyak eosinofil) dan makrophag.
Pada sediaan ini tidak tampak tanda-tanda ganas.
27
Mucosta 3 x 1 tab.
Vioquin 500 mg 2 x1 tab.
Ultracet 2 x 1 tab.
OMZ 2x1 caps.
Terapi injeksi :
OMZ 20 mg 2x1
Vomceran 8 mg 2x1
Gracef 1 gr 1x1
Flagil 500 mg 2x1
Lampiran Terapi :
1. Nama obat
Golongan
Dosis
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
: OMZ
: Antacid, antiulcerants
: 2 x 20 mg
: Ulkus duodenal danlambung, refluks esofagus, sindroma Zollinger-Ellison
: Keganasan jika diduga ulkus gaster.
: Jarang, gangguan GI, sakit kepala, ruam kulit.
2. Nama obat
Golongan
Dosis
: Vomceran
: Antiemetic
: 2 x 8 mg
28
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
3. Nama obat
Golongan
Dosis
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
4. Nama obat
Golongan
Dosis
Indikasi
Kontra indikasi
Efek samping
: Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi pada pasien dengan
kanker, pencegahan mual dan muntah post operasi.
: Hamil, laktasi.
: Konstipasi, sakit kepala, muka kemerahan atau terasa hangat,
peningkatan sementara kadar transaminase serum, ruam.
: Gracef
: Sefalosporin
: 1 x 1 gr
: Infeksi saluran nafas dan THT, kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi,
genitalia, abdominal, sepsis, endokarditis, meningitis.
: Hipersensitif.
: Reaksi hipersensitifitas, efek GI, super infeksi, nyeri pada tempat injeksi,
flebitis, leukopenia ringan, eosinofilia, neutropenia.
: Flagyl
: 2 x 500 mg
: Antibiotic.
: Uretritis dan vaginitis, amubiasis, pencegahan infeksi anaerob pasca
operasi, giardiasis.
: Hamil trimester pertama.
: gangguan GI, anoreksia, nyeri ulu hati, konvulsi, neurupati perifer, rasa
tidak enak pada mulut, lidak rasa berbulu, utukaria, ruam kulit, pruritis,
angioedema ringan, jarang: syock analfilaksis.
B. Pengelompokan Data
Data Subyektif
Data Obyektif
29
bekas operasi
Klien mengeluh nyeri bertambah ketika klien
batuk
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
anus
ditusuk-tusuk
Klien mengatakan kemarin muntah
makan
Klien mengeluh perut terasa tidak enak
Klien mengeluh lemas
Klien mengatakan aktivitasnya terbatas
Klien mengeluh batuk
Klien mengatakan sedikit minum
Klien mengatakan takut melihat luka
keluarga
Klien minum dari botol 4 teguk
Bibir tampak kering dan pecah-pecah
BB klien 16 kg, menjadi 43 kg
IMT klien 16,7 (kategori underweigh)
TTV :
TD : 120/90 mmHg
S : 36,5 oC
N : 76 x/mnt
RR : 18 x/mnt
operasinya
verban
Terpasang drain penrous, cairan berwarna
kemerahan
Klien tampak berbaring lemah di tempat tidur
Klien minun susu gelas (100 cc)
Terpasang infus untuk nutrisi perenteral :
Combiflex 63 cc/jam
Acara infus: RL 30 tetes/mnt
Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan
C. Analisa Data
Data
DS :
Klien mengeluh nyeri pada daerah
luka operasi
Klien mengatakan nyeri bertambah
saat batuk
Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan berada dalam skala 5
Etiologi
Ca Colon
Tindakan Reseksie Anstomosis
Masalah
Gangguan rasa
nyaman : nyeri.
30
(nyeri sedang)
Klien mengatakan nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk.
DO :
DS :
Klien mengatakan kemarin muntah
Klien mengeluh mual dan kurang
nafsu makan
Klien mengeluh perut terasa tidak
enak
DO :
Klien minun susu gelas (100 cc)
Terpasang infus untuk nutrisi
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh.
DS :
Klien mengeluh nyeri pada daerah
sampai ke anus
Klien mengatakan nyeri terasa
Luka operasi
sampai ke anus
DO :
Tampak ada luka operasi di perut
Ada cairan pada luka operasi saan
diganti verban
Terpasang drain penrous, cairan
berwarna kemerahan
Resti terjadinya
infeksi.
31
DS :
Klien mengatakan sedikit minum
Klien mengatakan kemarin muntah
DO :
Klien minum dari botol 4 teguk
Bibir tampak kering dan pecah
pecah.
Acara infus: RL 30 tettes/mnt
Resiko devisit
volume cairan.
N. Vagus
Mual, anoreksia
(kurang makan, kurang minum)
Menekan refleks vagal
DS :
Klien meneluh lemas
Klien mengatakan aktivitasnya terbatas
DS :
Klien tampak berbaring lemah di tempat
tidur
Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan
keluarga
muntah
kekurangan cairan
Terputusnya kontinuitas jaringan
Mengeluarkan mediator kimia dan
asam laktat
Keterbatasan
aktivitas.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d terputurnya kontinuitas jaringan.
2. Kebtuhan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh b.d mual dan anoreksia.
3. Resti terjadnya infeksi b.d port de entry.
4. Resiko devisit volume cairan b.d muntah dan asupan cairan inadekuat.
5. Keterbatasan askivitas b.d kelemahan fisik.
32
III.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
TANGGAL
12-10-2010
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Gangguan rasa
nyaman: nyeri b.d
terputusnya kontinuitas
jaringan.
DS :
Klien mengeluh
nyeri pada daerah
luka operasi
Klien mengatakan
nyeri bertambah
saat batuk
Klien mengatakan
nyeri yang dirasakan
berada dalam skala
5 (nyeri sedang)
Klien mengatakan
nyeri dirasakan
seperti ditusuktusuk.
DO :
Klien tampak
meringis kesakitan
Klien tampak takut
saat diganti verban
TTV :
TD : 120/90 mmHg
S : 36,5 oC
N : 76 x/mnt
RR : 18 x/mnt
TUJUAN
Rasa nyeri klien berkurang
atau hilang dalam jangka
waktu 6 x 24 jam, dengan
kriteria :
Nyeri berkurang sampai
dengan hilang.
Wajah klien tampak rileks.
Klien dapat bergerak bebas
tanpa nyeri
PERENCANAAN
INTERVENSI
Kaji keluhan nyeri , catat lokasi,
dan intensitas nyeri (skala 0-10).
Catat faktor-faktor yang
mempercepat dan tanda- tanda
rasa sakit yang non verbal
RASIONAL
Membantu dalam
menentukan kebutuhan
manajemen nyeri
Pemantauan cermat
diperlukan untuk menentukan
tatus dan melacak setiap
perubahan.
Meningkatkan relaksasi,
memberikan rasa control dan
mungkin meningkatkan
kemampuan koping.
Distraksi merangsan
thalamus, yang dapat
meningkatkan endofin yang
mengubah transmisi nyeri.
33
30/06/2010
34
12-10-2010
DO :
Tampak ada luka
operasi di perut
Ada cairan pada luka
operasi saan diganti
verban
Terpasang drain
penrous, cairan
berwarna kemerahan
12-10-2010
35
DS :
Klien mengatakan
sedikit minum
Klien mengatakan
kemarin muntah
DO :
Klien minum dari
botol 4 teguk
Bibir tampak kering
dan pecah-pecah.
Terpasang infus.
TTV :
TD : 120/90 mmHg
S : 36,5 oC
N : 76 x/mnt
RR : 18 x/mnt
12-10-210
Keterbatasan aktivitas
b.d kelemahan fisik.
DS :
Klien mengeluh lemas
atau hipovolemik
36
Klien mengatakan
aktivitasnya terbatas
DS :
Klien tampak berbaring
lemah di tempat tidur
Aktivitas klien dibantu
oleh perawat dan
keluarga.
aktivitass klien
Uempermudah klien dalam
mengambil barang
kebutuhannya.
Partisipasi klien dalam
perawatan diri memperbaiki
fungsi fisiologisnya dan
mengurangi kelelahan akibat
ketidak aktifan, dan juga
memperbaiki harga diri dan
kesejahtraan klien
Memulihkan kondisi klien
secara bertahap
Periode istirat teratur
memungkinkan tubuh untuk
menghemat dan memulihkan
energi.
Dorongan dan realisasi
kemajuan dapat memberi
klien inisiatif untuk
melanjutkan kemajuan.
Membantu mempercepat
pemulihan, melancarkan
peredaran darah.
Keluarga dapat kooperatif
dalam membantu memenuhi
kebutuhan klien dan proses
penyembuhan.
37
IV.
IMPEMENTASI KEPERAWATAN
No
.
1.
Tanggal
DK
Jam
Implementasi
I,II,III
07.50
Rendry
II
08.00
Rendry
08.15
Rendry
I,III
08.50
Rendry
II
09.00
Rendry
I,III
09.30
Rendry
10.00
Melakukan Pengkajian.
R : Klien kooperatif saat anamnesa dan
pemeriksaan
H : Data pasien didapatkan.
Rendry
I,III,IV
11.00
Rendry
12-10-2010
38
2.
13-10-2010
III
07.50
Rendry
08.00
Rendry
I,III
08.40
Rendry
II,IV
09.00
Rendry
I,III
10.00
Rendry
I,V
10.30
Rendry
I,III,IV
11.00
Rendry
II
12.30
Rendry
39
3.
14-10-2010
I,IV
07.50
Rendry
08.00
Rendry
I,III
08.40
Rendry
II,IV
09.00
Rendry
I,III
09.30
Rendry
I,IV
11.00
Rendry
II
12.00
Rendry
40
V.
EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal
12-10-2010
DK
I
Evaluasi
S : klien mengatakan nyeri pada daerah luka operasi
Nama& TTD
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S : klien mengatakan mual dan perut terasa tidak enak
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan takut saat diganti verban
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan masih sedikit minum
Roma
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan lemas
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan masih ada nyeri di daerah luka operasi
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan masih ada mual
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan sakit ketika luka ditekan untuk
Rendry
mengeluarkan pus
O: ada pus saat luka operasi ditekan
A: masalah belum teratasi
IV
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan minumnya masih sedikit
Rendry
41
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan masih lemas
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan nyeri sudah berkurang
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan sudah tidak ada mual, hanya makan baru
Rendry
belajar sedikit-sedikit
O: klien menghabiskan porsi bubur
A: masalah belum teratasi
III
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan masih ada nyeri saat luka ditekan
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan belum terlalu banyak minum
Rendry
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan sudah tidak lemas
Rendry
BAB IV
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kanker Kolorectal adalah keganasan di kolon / rectum. Colorectal Cancer atau lebih
dikenal sebagai Ca Colon dan rectal, adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada colon,
rectum, dan appendix. Penyakit ini merupakan penyakit kedua yang mematikan di dunia.
42
Adapun faktor penyebab dari kanker ini antara lain adalah karena sedikit Olahraga,
kegemukan, alkohol, mengkonsumsi makanan tinggi protein hewani (seperti daging, jeroan),
umur > 50 tahun, adanya polip kolorectal, hereditas, adanya penyakit saluran pencernaan :
radang usus, ulcerative colitis, hemeroid, ras : terutama Eropa, Afrika, Amerika.
Reseksi kolon adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh
kolon (Debakey, Michael E, 2009). Saat reseksi kolon, bagian kolon yang mengalami
gangguan diangkat dan dua bagian yang sehat akan disambungkan kembali disebut end-toend anastomosis. (Swierzewski, Stanley J, 2001).
Pasien dengan pembedahan colorectal umumnya dirawat di rumah sakit selama 1 2
minggu (Schoetz et al, 1997). Namun dengan menggunakan pathway pemulihan, pasien
dengan pembedahan colorectal bisa keluar dari rumah sakit dalam 2 5 hari setelah
pembedahan (Wind et al, 2006).
V.2 Saran
Mahasiswa tingkat dua semester 4 memahami dan mengerti mengenai konsep penyakit
kanker kolorektal, memahami tentang Pengertian, etiologi, faktor resiko, manifestasi klinik,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, pengobatan pada keadaan khusus, serta
dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat pada klien dengan penyakit kanker kolon,
baik pre-operasi maupun pos-operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Ed.1. Jakarta : Salemba Medika.
Sjamsuhidadjat. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2 ; Cet.1. jakarta : EGC.
http://ardiwqblog.blogspot.com/2010/09/reseksi-dan-anastomosiscolon.html
43
http://www.drarief.com/mengenal-kanker-kolon/
http://usebrains.wordpress.com/2008/09/14/kanker-kolorektal/
http://panmedical.wordpress.com/2010/03/24/fisiologi-dan-anatomi-kolondefekasi/
http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/03/anatomi-usus-besar_6278.html.
44