Anda di halaman 1dari 34

KASUS PANJANG

ULKUS KORNEA

Oleh :
Sofi Nur Fitria

105070100111053

Chistinah Dayung S.

105070100111077

Agem Tarhimul Mushlih

11.

Pembimbing :
dr. Masum Effendy, Sp.M (K)

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Pendahuluan
Di Indonesia ulkus kornea masih merupakan masalah kesehatan mata

sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.1
Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini
menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi
kornea. Pada ulkus kornea, permukaan kornea hilang sebagian akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Hilangnya sebagian permukaan kornea ini terutama
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila
terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Ulkus kornea juga
dapat terjadi akibat trauma oleh benda asing atau penyakit lain yang dapat
menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan.2
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
imunosupresif dan lensa kontak, trauma, namun ada pula yang tidak diketahui
penyebabnya. Singapura melaporkan selama 2,5 tahun dari 112 kasus ulkus
kornea 22 disebabkan karena jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari
komplikasi

dari

ulkus

kornea

neovaskularisasi dan kebutaan.

seperti

parut

kornea,

kelainan

refraksi,

Dengan banyaknya kasus ulkus kornea dan penyebabnya yang dapat


terjadi karena berbagai macam hal, selayaknya dokter umum sebagai ujung

tombak pelayanan dapat membantu untuk meningkatkan kualitas hidup pasien


yang terkena ulkus kornea, baik secara holistik maupun secara berjenjang. Maka
dari itu, penulis menyusun laporan kasus yang berjudul Ulkus Kornea, agar
dapat mempelajari lebih lanjut mengenai ulkus kornea.
1.2

Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan ulkus kornea?
- Bagaimana penegakan diagnosis ulkus kornea?
- Bagaimana penatalaksaan ulkus kornea?

1.3

Tujuan
- Mengetahui ulkus kornea mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, dan
-

klasifikasi.
Mengetahui cara penegakan diagnosis ulkus kornea.
Mengetahui penatalaksaan ulkus kornea.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan atau selaput bening pada mata,

Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 m di pusatnya (variasi sesuai


ras), diameter horizontal sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Organ ini
merupakan salah satu media refraksi yang transparan dan avaskular . Bagian
anterior kornea dilapisi oleh tear film dan bagian posteriornya berbatasan dengan
aqueos humor dari kamera oculi anterior. Bagian tepinya berbatasan dengan
konjungtiva dan sklera. Kornea merupakan bagian tubuh dengan banyak saraf.
Organ ini dipersarafi oleh cabang pertama saraf trigeminus. Dengan alasan ini,
jika terjadi proses penyakit atau erosi epitel kornea, maka akan diikuti oleh
timbulnya nyeri, fotopobia, dan lakrimasi8,9.
Kornea merupakan salah satu media refraksi yang berfungsi untuk
mentransmisikan cahaya dan memfokuskan berkas cahaya. Kornea bertanggung
jawab untuk sekitar 70% daya refraktif dan merupakan alat penyesuaian kasar
pada mata. Kornea berbentuk lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar
+43 dioptri. Kornea juga dapat bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga ketika terjadi edema kornea, sehingga penderita
akan melihat halo.3,4 Berikut ini adalah gambaran mata, kornea dan lapisannya :

Gambar 1. Tampilan Mata dari Arah Anterior 10

Gambar 2. Potongan Sagital Bola Mata 10


Secara histologi, kornea dibagi menjadi 5 lapis bagian dari anterior hingga
posteriornya. Lapisan itu terdiri dari epitel, membrana bowman, substantia
propia/stroma, membrana descement, dan endotel.

Gambar 3. Histologi lapisan kornea 8.


Epitel kornea merupakan bagian terluar dari kornea. Pada lapisan ini
tersusun atas epitel non-keratinized stratified squamous. Lapisan ini menebal
pada bagian perifer dan berlanjut menjadi epitel konjungtiva pada limbus. Pada
epitel terdapat banyak akhiran syaraf. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel
dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
ke depan menjadi sel gepeng. Membran plasma dari permukaan sel epitel

dipercayai mensekresikan komponen glycocalyx yang berbatasan dengan


lapisan mucin dari tear film. Peningkatan area permukaan sel paling luar
disebabkan adanya mikrovili dan mikroplica yang bertujuan memfasilitasi
perlekatan tear film dan mucin. Stem sel epitel juga berperan dalam junctional
barrier yang bertujuan mencegah jaringan konjungtiva tumbuh ke arah kornea6.
Lapisan kornea kedua teratas adalah membrana bowman. Lapisan ini
merupakan lapisan avaskular yang tersusun dari fiber kolagen. Lapisan ini tidak
mempunyai daya regenerasi. Lapisan ketiga teratas adalah substansia
propia/stroma. Lapisan ini menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri dari bundlebundle

collagen

yang

membentuk

lamella-lamella

tipis

yang

saling

overlaping,tersusun dari :
a. Ground substance: glycoprotein berisi chondroitin sulfate keratosulfate.
b. Sel : fibroblast bentuk panjang dan ramping di sebut keratocyte, lymphoid
wandering
Lapisan ketiga teratas adalah membrana descement. Lapisan ini
merupakan lapisan sel yang paling kuat. homogen, lamina basalis tebal
membentuk trabecula dan membentuk sistim labyrint, disebut trabecular space :
spatium fontana. Diantara jaringan trabecular, stroma limbus corneal junction
terdapat canalis schlem, fungsi untuk lewatnya absorbsi cairan COA keluar ( bila
tersumbat akan terjadi glaucoma).
Lapisan selanjutnya adalah Endotel. Endotel Terdiri dari sel poligonal
monolayer. Mengatur deturgensi kornea dengan cara memompa keluar cairan
yang berlebihan dari stroma. Selnya tidak dapat regenerasi6.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya 6, 10.
2.2

Ulkus Kornea

2.2.1 Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah rusaknya epitel kornea termasuk stroma


yang disebabkan oleh inflamasi baik steril maupun infeksi. 3
Berikut adalah gambaran dari ulkus kornea :

Gambar 4. Ilustasi Ulkus Kornea 11


2.2.2 Epidemiologi Ulkus Kornea
Insiden ulkus kornea yang terjadi di Asia Tenggara sebanyak 7.990 angka
kejadian di nepal, 1.130 di India, 7.100 di Mianmar, dan 3.390 di Bhutan.
Penyebab yang paling banyak adalah dari golongan jamur yaitu Fusarium dan
Aspergillus. Sedangkan dari golongan bakteri penyebab terbanyaknya adalah
Streptococcus

pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa,

Staphylococcus

epidermidis.

Di Indonesia ulkus kornea masih merupakan masalah kesehatan mata


sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.1
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
imunosupresif dan lensa kontak, trauma, namun ada pula yang tidak diketahui
penyebabnya. Singapura melaporkan selama 2,5 tahun dari 112 kasus ulkus
kornea 22 disebabkan karena jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari

komplikasi

dari

ulkus

kornea

seperti

parut

kornea,

kelainan

refraksi,

neovaskularisasi dan kebutaan.1


2.2.3

Etiologi Ulkus Kornea


Penyebab terjadinya ulkus kornea sangat beragam. Terjadinya ulkus

kornea dapat disebabkan oleh infeksi, non infeksi serta oleh karena reaksi
hipersensitivitas/ alergi.

Tabel 2.1 Etiologi yang Mendasari Ulkus Kornea 6.


Infeksi
Bakteri:

Non infeksi
- Bahan kimia, bersifat
asam

-P. aeruginosa,
-Streptococcus
pneumonia,
-Staphylococcus aureus,
-Moraxella liquefaciens,
-Streptococcus group A,
-Staphylococcus
epidermidis,
-Mycobacterium
Fungi:
-Candida,
-Fusarium,
-Aspergilus,
-Cephalosporium
-Spesies
mikosisfungoides.

atau

basa

Hipersensitifitas/Alergi
Granulomatosa Wegener
Rheumatoid Arthritis

tergantung PH.
- Radiasi atau suhu
- Sindrom sjorgen
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan
- Kelainan dari membran
basal,

misalnya

karena trauma.
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik

Virus:
-Herpes simplex
-Varicella-zoster
-

- Penyakit

sistemik

seperti DM

Acanthamoeba

2.2.4 Patofisiologi Ulkus Kornea


Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya
terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan

kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di


retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang berat terutama bila letaknya di daerah sumbu
penglihatan.1
Oleh karena kornea bersifat avaskuler, maka pertahanan pada waktu
peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak
sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan
batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea3.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris6.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian
stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik6,11.
2.2.5 Klasifikasi Ulkus Kornea
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu ulkus
kornea sentral yang terdiri dari ullkus kornea bakterialis, ulkus kornea fungi, ulkus
kornea virus dan ulkus kornea acanthamoeba. Bentuk kedua adalah ulkus

kornea perifer yang terbagi dalam ulkus marginal, ulkus mooren (ulkus
serpinginosa kronik/ulkus roden) serta ulkus cincin (ring ulcer)6.
2.2.5.1 Ulkus Kornea Sentral
Ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok,
moraxela liquifaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e.coli,
proteous), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (candida albikan,
fusarium

solani,

spesies

nokardia,

sefalosporium,

dan

aspergilus).

Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang
sehat. Terdapat factor predisposisi untuk terjadinya tukak kornea seperti erosi
pada kornea, keratitis neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau imunosupresif,
pemakai obat anestetika, pemakai I.D.U, pasien diabetes mellitus dan ketuaan10.
2.2.5.1.1

Ulkus Kornea Bakterialis

Berbagai bakteri mikroorganisme menyebabkan ulkus kornea bakterialis.


Adapun ciri lesi dari berbagai macam mikroorganisme tersebut berbeda beda.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh Streptokokus khas sebagai ulcus yang
menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning
keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang
dihasilkan oleh streptokok pneumonia. Sedangkan ulkus stafilokokus pada
awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.
Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya
minimal6.
Ulkus yang disebabkan oleh pseudomonas sifat lesinya dimulai dari
daerah sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke
dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea
dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan
kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak12.

Gambar 5 Ulkus Kornea Bakterialis

Gambar 2.3 Ulkus Kornea Pseudomonas


Ulkus Pneumokokus terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel 21 yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di
daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang

tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih


pasti bila ditemukan dakriosistitis6.
2.2.5.1.2. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadangkadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida
bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi
akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion6, 10.

Gambar 5. Ulkus Kornea Fungi


2.2.5.1.3 Ulkus Kornea Virus
Ulkus kornea virus dapat disebabkan oleh virus virus berikut. Ulkus
Kornea yang disebabkan oleh herpes zoster biasanya diawali rasa sakit pada
kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes
simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang
lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada
kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder6,12.
Ulkus Kornea oleh Herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik.
Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal

kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit


herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan
diujungnya 6.

Gambar 6. Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 7. Ulkus Kornea Herpetik


2.2.5.1.4 Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 8. Ulkus Kornea Acanthamoeba


2.2.4.2.Ulkus Kornea Perifer
2.2.5.2.1 Ulkus Marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelianannya.Dasar

kelainannya:

suatu

reaksi

Hipersensitivitas

terhadap

eksotoksin stafilokokus. (blefarokonjungtivitis stafilokokus)7,11.

Gambar 9. Ulkus Marginal


2.2.5.2.2 Ulkus Mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Albert Mooren adalah seorang dokter Jerman pada tahun 1828-1899
yang menguraikan tukak serpiginosa kronik yang terdapat pada lansia. Ulkus
Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea,
dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan

perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh kornea. Ini merupakan
tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia lanjut, sering
disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat pada wanita usia
pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami billateral7.

Gambar 10. Ulkus Mooren

2.2.5.2.3. Ulkus cincin (ring ulcer)


Ulkus cincin terlihat njeksi perikorneal di sekitar limbus. Di kornea
terdapat ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa
dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang
banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada
ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun4,7.
2.2.6 Penegakan Diagnosa
2.2.6.1 Anamnesa
Pasien dengan ulkus kornea memiliki gejala yang sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea antara
lain adalah6,11 :
a.

Nyeri yang ekstrirn oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa
sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.

b.

Kabur, oleh karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan
berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan
terutama jika letaknya di pusat.

c.

Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.
Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi
pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan
penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.
Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Pada pasien dengan keluhan tersebut harus ditanyakan beberapa riwayat
yang menunjang diagnosis seperti Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,
adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat
infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis
herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus6,7,11.
2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik dan Status Oftalmologi
Berdasarkan pemeriksaan visus, didapatkan adanya penurunan visus
pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea
sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.
Pemeriksaan lainnya adalah menggunakan slit lamp. Seringkali iris, pupil, dan
lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis
didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea. Pada
pemeriksaan fisik ulkus didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.1,3,5
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti tes
refraksi, respon reflek pupil, pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi. Goresan
ulkus untuk analisa atau kultur6.

Ulkus kornea dapat memberikan kekeruhan warna putih pada kornea


dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan flourescence akan berwarna
hijau di tengahnya. Fluorescein topikal adalah pewarna non toksik dan larut air
yang tersedia dalam berbagai sediaan. Ada fluorescein sebagai larutan 0,25%
dengan anestesi (benoxinate atau propracaine), antiseptik (povidone iodine), dan
pengawet. Ada pula sebagai 2% nonpreserved unit-dose eyedrop dan ada dalam
bentuk strip kertas. Pewarnaan akan mudah dideteksi dengan filter biru kobalt.
Fluorescein akan mewarnai punctate dan makroulseratif defek epitel (positive
staining), serta dapat digunakan untuk menandai nonstaining lesion yang
terproyeksikan melalui lapisan air mata (negative staining). Fluorescein yang
mengumpul di defek epitel akan berdifusi kedalam stroma kornea dan
menyebabkan pijaran hijau di COA.9
Uji sensibilitas kornea untuk mengetahui fungsi trigeminus kornea.
Serabut sensibel kornea melalui syaraf trigeminus. Bila dirangsang maka
terdapat refleks aferen pada syaraf fasial dan mata akan berkedip. Cara
melakukan uji sensibilitas kornea adalah dengan meminta pasien untuk melihat
jauh ke depan di rangsang dengan kapas kering dari bagian lateral kornea.
Dilihat terjadinya refleks berkedip, rasa sakit, dan mata berair. Bila ada refleks
tersebut maka fungsi trigeminus dan fasial baik2.
2.7

Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.2
Berikut ini adalah penatalaksaan ulkus kornea di tingkat pelayanan
primer, sekunder, maupun tersier yang dikutip dari WHO7 :
A. Penatalaksanaan di Layanan Kesehatan Primer
1. Memberikan Chloramphenicol eye ointment 0,5-1% tiga kali sehari sekurangkurangnya hingga tiga hari pengobatan.

Jangan menggunakan obat apapun yang mengandung kortikosteroid,

Jangan menggunakan obat-obatan tradisional.

2. Rujuk ke spesialis mata

Jika nyeri dan mata merah menetap dalam 3 hari,


Jika terdapat bercak putih pada kornea dan mata merah (ulkus kornea),
jangan menunda untuk merujuk ke spesialis mata.

B. Penatalaksanaan di Perawatan Mata Tingkat Sekunder


1. Segera rujuk ke pusat perawatan mata tersier jika terdapat indikasi:

Ulkus hanya terjadi pada satu mata


Pasien anak
Terdapat perforasi atau berpotensi untuk terjadi perforasi
Dicurigai adanya ulkus jamur pada pemeriksaan klinis, sedangkan KOH
dan pewarnaan jamur yang lain tidak tersedia

2. Lakukan apusan kornea, pewarnaan dengan KOH atau pewarnaan jamur


lainnya.
3. Lakukan rawat inap:
Jika terdapat ancaman penglihatan yang cepat
Untuk memastikan terapi tiap jam
Untuk memastikan follow up
1. Apabila tidak terdapat hifa pada apusan maka berikan :
Cefazolin 5% dan Gentamycin 1,4% teteskan per jam. Gentamycin dapat
diganti dengan Ciprofloxacin. Jika tidak dimungkinkan tetes mata tiap jam,
maka dapat dilakukan injeksi subkonjungtiva
Periksa setiap hari hingga ulkus membaik
Perlahan kurangi frekuensi tetes mata dan follow up tiap dua minggu
Rujuk ke pusat perawatan mata tersier jika tidak membaik dalam tiga hari
2. Apabila terdapat hifa pada apusan maka berikan :
Natamycin 5% teteskan tiap jam, atau
Amphotericin 0,15% teteskan per jam
Periksa dua hari sekali hingga ulkus membaik
Teruskan tetes mata sekurangnya tiap tiga jam selama dua minggu setelah

ulkus sembuh
Rujuk ke pusat perawatan mata tersier jika tidak membaik dalam tujuh hari.

C. Penatalaksanaan di Perawatan Mata Tingkat Tersier


1. Apusan kornea dengan pewarnaan KOH dan Gram
2. Kultur pada Sheep blood agar, Sabourauds, dan Brain-heart infusion, serta
media kultur lain jika diperlukan
3. Lakukan rawat inap:

Jika terdapat ancaman penglihatan yang cepat

Untuk memastikan terapi tiap jam


Untuk memastikan follow up

Apusan tidak
dapat
dilakukan

Tidak ada organisme


yang tampak pada
apusan

Bakteri
Gram (+)

Bakteri
Gram (-)

Cefazolin 5% dan Gentamycin 1,4% teteskan per jam


Gentamycin dapat diganti dengan Ciprofloxacin

Hifa jamur
Natamycin 5%
teteskan tiap jam
Atau Amphotericin
0,15% teteskan
per jam

Anti jamur sistemik direkomendasikan untuk ulkus jamur yang luas dan
dalam, terdapat perforasi, atau melibatkan sklera. Antibiotik sistemik juga
direkomendasikan untuk ulkus bakterial yang melibatkan sklera atau pada kasuskasus perforasi. Sedangkan untuk terapi adjunctive dapat diberikan sikloplegik,
analgesik, dan antiglaukoma. 7
Sedangkan agen antiviral yang dapat digunakan untuk infeksi HSV dapat
digunakan idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Dosis Acyclovir oral
untuk infeksi aktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien yang
nonimmunocompromised dan 800 mg lima kali per hari untuk pasien atopik atau
immunocompromised. Sedangkan untuk profilaksis rekurensi digunakan dosis
400 mg dua kali per hari. Famciclovir dan Valacyclovir juga dapat digunakan.3
Antiviral intravena dan oral untuk terapi herpes zoster oftalmik dilakukan
dengan Acyclovir oral 800 mg lima kali sehari selama 10-14 hari, Valacyclovir 1 g
tiga kali sehari selama 7-10 hari, atau Famciclovir 500 mg per 8 jam selama 7-10
hari. Terapi dimulai 72 jam setelah timbulnya rash. Kortikosteroid topikal mungkin
diperlukan untuk mengatasi keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder.3
Penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan replikasi virus tidak terkendali, superinfeksi bakteri dan jamur,
mempermudah penipisan kornea yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika
kortikosteroid memang diperlukan karena respon inflamasi yang hebat, maka
harus diberikan terapi antiviral yang tepat, serta lakukan penurunan dosis
kortikosteroid secara perlahan.3
D. Terapi pembedahan

Pembedahan dilakukan pada ulkus kornea yang tidak sembuh-sembuh


meskipun sudah diterapi obat-obatan, atau terdapat perforasi atau berpotensi
untuk segera perforasi.7
1. Debridement
Merupakan pengangkatan epitel kornea tanpa melukai basement
membrane. Indikasinya pada keratitis epithelial herpes simplex virus, erosi
kornea rekurens, untuk mendiagnosis infeksi keratitis superfisial, dan
meningkatkan penetrasi dari antibiotik topikal. Tekniknya adalah dengan
anestesi topikal di depan slit lamp atau mikroskop operasi dengan sterile
cotton tipped applicator, weckel sponge, atau pisau bedah.7 Sikloplegik seperti
homatropin 5% diteteskan pada saccus konjunctivalis kemudian dibalut tekan.
Periksa pembalut tekan setiap hari hingga defek kornea sembuh (umumnya
72 jam). Pengobatan tambahan dengan antiviral topikal mempercepat
pemulihan epitel.3
2. Superficial keratectomy
Merupakan pengangkatan epitel kornea beserta membran Bowman dan
stroma anterior dari kornea yang terinfeksi. Indikasinya biopsi pada ulkus
kornea yang tidak sembuh dan debulking material infektif. Tekniknya dilakukan
secara aseptik dengan anestesi topikal atau subkonjungtiva menggunakan
pisau 15# Bard Parker.7
3. Tarsorraphy, lateral atau sentral.
Indikasinya pada exposure keratitis (sering dilakukan tarsorrhapy lateral
pada

Bells

palsy

dengan

non-healing

suppurative

keratitis),

dan

neuroparalytic keratitis. Tekniknya menggunakan anestesi infiltrasi dengan


Lidocaine pada margo palpebra. Tarsorrhapy dilepas bergantung pada etiologi
lagophtalmus dan respon penyembuhan dari ulkus. 7
4. Tissue adhesive
Indikasinya pada luka dengan sedikit kehilangan jaringan, persistent
aqueous leakage, laserasi kecil, dan luka tusuk. Tekniknya menggunakan
lapisan tipis adhesive diaplikasikan menggunakan jarum kecil bertekanan
disposable, atau dengan micro capillary applicator. Adhesive diberikan
beberapa menit hingga kering. 7
3. Conjunctival flaps,

Jarang dilakukan untuk keratitis supuratif. Indikasi dari terapi bedah jenis
ini adalah non-healing suppurative keratitis, ulkus kornea perifer dengan
descemetocele atau perforasi kecil. Kontraindikasi pada ulkus kornea sentral
dengan perforasi. Tekniknya menggunakan anestesi lokal seperti pada operasi
katarak. Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif atau pada
pasien anak. 7
4. Patch graft
Indikasinya untuk descemetocele dan perforasi kecil. Tekniknya
menggunakan ukuran patch graft biasanya 5 atau 6 mm. Prosedur ini dilakukan
di bawah mikroskop bedah. Antibiotik post operasi diperlukan. 7
5. Keratoplasti penetrans
Diindikasikan untuk rehabilitasi pasien dengan sikatriks kornea berat
yang dilakukan beberapa bulan setelah herpes nonaktif. Obat antiviral sistemik
harus tetap diberikan untuk mengimbangi penggunaan kortikosteroid topikal.3
2.8

Pencegahan
Pencegahan

terhadap

ulkus

dapat

dilakukan

dengan

segera

berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka
yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut 10.
Penggunaan lensa kontak terlalu lama misalnya hingga 24 jam dan
kurangnya menjaga kebersihan lensa kontak, berhubungan dengan ulkus kornea
Pseudomonas aeruginosa. Begitu juga dengan larutan fluorescein dan obat tetes
mata yang terkontaminasi, dapat menimbulkan ulkus Pseudomonas ini.3
2.9

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, perforasi atau impending

perforation, kebutaan, non-healing keratitis, glaukoma sekunder, sikatriks kornea,


rekurensi infeksi.7,13

2.10 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila
tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.1
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik1.

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
- Nama

: Ny. A

- Jenis kelamin

: Perempuan

- Usia

: 35 tahun

- Alamat

: Jalan Patimura IIc Malang

- Pekerjaan

: IRT

- Agama/Suku

: Islam / Jawa

- No. Register

: 1124xxxx

- Tgl. Pemeriksaan : 5 Juli 2015


3.2 Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama : Mata kanan merah
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Mata kanan pedih dan terasa mengganjal sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Mata merah (+), nrocoh (+), silau (+), mengganjal (ngeres) (+) dan
mata kemeng (nyeri di kelopak mata). Pada malam hari kelopak mata kanan
mulai bengkak. Pasien juga mengeluhkan pusing, menggigil, pening, dan flu.
Tidak ada riwayat kelilipan. Riwayat lensa kontak (-)
3.2.3 Riwayat Terapi
Saat mata kanan dirasakan pedih pasien menggunakan obat tetes mata
insto pada mata kanan tiap 30 menit- 1 jam. Mata kanna tidak membaik dan
bertambah menjadi merah.
3.2.4 Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penggunaan kaca mata (-). Riwayat penyakit sistemik seperti
kencing manis dan darah tinggi disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik (4 Juli 2015)

OD

20/100 ph 20/30f
Orthophoria

OS

Visus
Kedudukan Bola

20/100 ph 20/20f
Orthophoria

Mata
Gerak Bola Mata

Spasme (+), edema (-)


CI (+), PCI (+)
Folikel (-), papil (-), corpus
alienum (-), Tes Flourescein
(+), terlihat warna hijau
bependar dengan ukuran 2,4 x
4,5 mm.
Erosi (+), infiltrate epitelsubepitelial (+), striae (-).

Palpebra
Konjunctiva
Kornea

Spasme (-), edema (-)


CI (-), PCI (-)
Jernih, sensibilitas tes
normal

Dalam, flare cell (-)


Radline
Round, pupil reflex (+), 3
mm
Clear
Normal per palpasi

BMD
Iris
Pupil

Dalam
Radline
Round, pupil reflex (+),

Lensa
TIO

3 mm
Jernih
Normal per palpasi

3.4 Diagnosis Kerja


OD sub epithelial corneal ulcer ec suspect viral
3.5 Rencana Diagnosis
- Swab secret + kultur pemeriksaan mikrobiologi dan jamur pada hari
Senin
3.6 Rencana Terapi
- Acyclovir 5 x 400 mg
- Sulfa Atrophin 1% ed 3x1
- Tobromicyn ed 8x1 OD
- Hervis ed 5x1 OD
- Protogenta ed gtt 1/jam
3.7 Rencana Monitoring
- Keluhan subyektif
- Defek epitel kornea dengan pemeriksaan flourescence
- Tanda-tanda keradangan
- Test sensibilitas kornea

3.8 Rencana Edukasi


- Menjelaskan kepada pasien bahwa ada sebagian pada permukaan
mata pasien yang hilang/erosi sehingga menyebabkan mata pedas,
mengganjal, perih, nyeri, silau, berair, sedikit kabur, dan mata terasa

kasar. Hal ini dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, proses kejadian,
dan pengobatan yang telah dilakukan sebelumnya.
-

Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan terapi, menajemen

terapi, dan komplikasi yang dapat terjadi.


Memberitahu pasien untuk menjaga higiene

dan

menghindari

menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat


berisiko terjadinya komplikasi infeksi dan memperparah kerusakan
yang terjadi.
3.9 Prognosis

Ad Vitam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

Ad Kosmetik

: dubia et bonam

Ad Fungtionam

: dubia et malam

3.10 Follow Up (11 Juni 2015)


a. Anamnesis
Pasien datang untuk kontrol setelah datang ke IGD 2 hari sebelumnya (4
Juli 2015) dengan keluhan mata kanan perih (+), nerocoh (+), silau (+),
ganjalan (+), belek (+), dan kabur (+). Tidak ada riwayat trauma dan kelilipan.

b.Pemeriksaan Fisik

OD
5/20 KMS 5/20
Spasme (+), edema (+)
CI (+), PCI (+)
Test flourescein (+), test

Visus
Palpebra
Konjunctiva
Kornea

OS
5/20 KMS 5/7,5
Spasme (-), edema (-)
CI (-), PCI (-)
Jernih

sensibilitas kornea menurun,


defek epitel stromal (+),
ukuran 2,6mm x 4,4 mm

Dalam
Radline
Round, refleks pupil (+), 3

COA
Iris
Pupil

Dalam
Radline
Round, refleks pupil (+), 3

mm
Jernih
Normal per palpasi

Lensa
TIO

mm
jernih
Normal per palpasi

3.11

Hasil pemeriksaan Mikrobiologi


Hasil pemeriksaan kultur, gram, dan KOH tidak ditemukan adanya bakteri

3.12

Diagnosis
OD Subepitelial corneal ulcer ec. Suspek viral

3.13
3.14
-

Terapi
Acyclovir 5 x 400 mg
Sulfa Atrophin 1% ed 3x1
Tobromicyn ed 8x1 OD
Hervis ed 5x1 OD
Protogenta ed gtt 1/jam
Kontrol 1 minggu
Rencana Monitoring
Keluhan subyektif
Defek epitel kornea dengan pemeriksaan flourescence
Tanda-tanda keradangan
Test sensibilitas kornea

3.15 Edukasi
-Menjelaskan kepada pasien bahwa dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa
penyebab dari ulkus kornea yang diderita oleh pasien disebabkan karena
virus. Virus dapat didapat dari proses kejadian, pengobatan yang telah
dilakukan sebelumnya, maupun penyakit pasien terdahulu yang tidak
menimbulkan gejala pada pasien.
-Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit pasien sudah mengalami perbaikan
ditandai dengan keluhan yang semakin berkurang dan setelah dilihat dari
pemeriksaan ukuran infiltratnya semakin berkurang.
-Menjelaskan bahwa pengobatan akan tetap dilakukan untuk menyembuhkan
penyakit.
-Memberitahu pasien untuk menjaga higiene dan menghindari menggosok-gosok
mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat berisiko terjadinya
komplikasi infeksi dan memperparah kerusakan yang terjadi.
-Menjelaskan bahwa setelah sembuhnya penyakit, kemungkinan penglihatan
masih akan tetap terganggu sebab masih ada defek pada kornea.
3.16

Prognosis

Ad Vitam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

Ad Kosmetik

: dubia et bonam

Ad Fungtionam

: dubia et malam

BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien merupakan seorang laki-laki, usia 74 tahun, dengan pekerjaan


sehari-hari sebagai petani. Hal ini merupakan salah satu faktor predisposisi pada
angka kejadian ulkus kornea yaitu 71% laki-laki di USA dan 61% laki-laki di India
Utara lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu 71% dan 61%. Hal ini karena
banyaknya kegiatan laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya
trauma termasuk trauma kornea.
Pasien datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 minggu yang
lalu. Mata pedas (+), mengganjal (+), perih (+), nyeri (+), silau (+), berair (+),
kabur (+) sedikit, mata terasa kasar (+), belekan (-). Keluhan timbul setelah
pasien terkena daun makanan kambing yang berupa rumput ilalang, riwayat
kelilipan (+). Pada saat kejadian secara tidak sadar pasien mengucek-ucek mata.
Sering diungkapkan adanya riwayat trauma dan terkena benda asing
sebagai awal gejala ulkus kornea. Ulkus kornea memberikan gejala mata merah
ringan hingga berat, fotofobia, dan penglihatan menurun. Kornea mempunyai
banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea dapat menimbulkan
rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan
palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, dan regresi iris yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia.
Pada pemeriksaan mata kanan, didapatkan hasil visus 2/60, corneal
injection (+), pericorneal injection (+), terlihat infiltrat pada arah jam 5, test
sensibilitas menurun, defek epitel stomal, test flourescein (+), terlihat warna hijau
bependar dengan ukuran 2,2 x 1,8 mm.
Penurunan visus dapat terjadi pada ulkus kornea apabila lokasi infiltrat
melewati media refraksi. Uji sensibilitas kornea untuk mengetahui fungsi
trigeminus kornea. Serabut sensibel kornea melalui syaraf trigeminus. Bila
dirangsang maka terdapat refleks aferen pada syaraf fasial dan mata akan
berkedip. Dilihat terjadinya refleks berkedip, rasa sakit, dan mata berair. Bila ada
refleks tersebut maka fungsi trigeminus dan fasial baik. Pada pasien didapatkan

uji sensibiltas menurun sehingga dapat diketahui fungsi terigeminus sebagai


serabut sensibel kornea menurun.
Adanya corneal dan pericorneal injection mengindikasikan adanya
corneal

disorders

with

intraocular

iritation

yang

salah

satunya

dapat

bermanifestasi pada ulkus kornea. Tes fluorescein bertujuan untuk menentukan


adanya goresan atau kelainan pada permukaan kornea. Pewarna fluorescein ini
akan berpendar hijau jika terkena sinar biru tersebut. Tes fluorescein positif jika
terdapat area kornea yang terwarnai oleh pewarna tersebut (fluoresensi hijau).
Hal tersebut menunjukkan adanya abnormalitas (defek) pada epitel kornea. Luas
defek epitel kornea ini kemudian dapat diukur luasnya. Diagnosis ulkus kornea
oleh karena virus HSV dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan ulkus
dendritik atau geografik yang khas dan sensasi kornea yang sangat menurun
atau hilang sama sekali.
Pemeriksaan mikrobiologi dimaksudkan untuk mengetahui penyebab
Pemeriksaan

mikrobiologi

diambil

pada

daerah

ulkus

bertujuan

untuk

mengetahui penyebab pasti dari ulkus kornea. Pada ulkus kornea yang
disebabkan oleh virus, pemeriksaan dari kerokan lesi epitel mengandung sel-sel
raksasa multinuklear. Hasil dari pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan
adanya bakteri sehingga menguatkan dugaan bahwa ulkus kornea disebabkan
oleh virus.
Terapi pada kasus kali ini diberikan anti viral untuk hepes simpleks dan
herpes zooster sebagai penyebab tersering ulkus kornea viral. Terapi diberikan
secara topikal maupun oral. Agen antiviral yang dapat digunakan untuk infeksi
HSV dapat digunakan idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Dosis
Acyclovir oral untuk infeksi aktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien
yang nonimmunocompromised dan 800 mg lima kali per hari untuk pasien atopik
atau immunocompromised. Sedangkan untuk profilaksis rekurensi digunakan
dosis 400 mg dua kali per hari. Antiviral intravena dan oral untuk terapi herpes
zoster oftalmik dilakukan dengan Acyclovir oral 800 mg lima kali sehari selama
10-14 hari.
Penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan replikasi virus tidak terkendali, superinfeksi bakteri dan jamur,
mempermudah penipisan kornea yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika
kortikosteroid memang diperlukan karena respon inflamasi yang hebat, maka

harus diberikan terapi antiviral yang tepat, serta lakukan penurunan dosis
kortikosteroid secara perlahan. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk
mengatasi keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder.
Prognosis pada kasus ini adalah buruk sebeb kornea sebagai salah satu
media refraksi telah mengalami defek dan untuk reepitelisasi masih dibutuhkan
waktu. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular

BAB 5
KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea, dan robeknya jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma. Terbentuknya ulkus pada kornea banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.
Penegakan diagnosis pada ulkus kornea didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
keluhan spesifik mata merah dan fotofobia. Pemeriksaan penunjang didapatkan
test fluorescein berpendar hijau jika terkena sinar biru kobalt pada slit lamp dan
tes sensibilitas kornea menurun. Pemeriksaan mikrobiologi digunakan untuk
memastikan penyebab dari infeksi ulkus kornea. Terapi diberikan secara spesifik
untuk masing-masing penyebab ulkus kornea.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
2.
3.
4.
5.

Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier.


Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC, 2003
Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,

Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002


6. DD, Margo CE. Demographic patterns of ED patients diagnosed as having
corneal ulcer. Am J Emerg Med. May 17 2013
7. WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary,

Secondary, and Tertiary health facilities in the South-East Asia Region. 2004
8. Jeng BH, Gritz DC, Kumar AB, et al. Epidemiology of ulcerative keratitis in
Northern California. Arch Ophthalmol. Aug 2010;128(8):1022-8.
9. AAO (American Academy of Ophtalmology). Basic and Clinical Science
Course External Disease and Cornea. Section 8. 2011-1012
10. Van De Graaff: Human Anatomy, Sixth Edition. The McGrawHill
Companies, 2001
11. Kuliah Infeksi dan Imunologi Kornea dan Skelera. Disampaikan divisi
Infeksi dan Imunologi Departement Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Tidak Diterbitkan. 2012
12. K Getshen, M Srinivasan, M P Upadhyay, B Priyadarsini, R Mahalaksmi, J P
Whitcher. 2005. Corneal ulceration in South East Asia. I: A model for the
prevention of bacterial ulcers at the village level in rural Bhutan. Br J
Ophthalmol 2006;90:276278. doi: 10.1136/bjo.2005.076083).
13.Anita Panda, MD, Sudarshan Khokhar, MD, Venkateshwar Rao, MD, et al.
Therapeutic

Penetrating

Keratoplasty

in

Nonhealing

Ophthalmic Surgery 26.4 (Jul/Aug 1995): 325-9.)

Corneal

Ulcer.

Anda mungkin juga menyukai