ULKUS KORNEA
Oleh :
Sofi Nur Fitria
105070100111053
Chistinah Dayung S.
105070100111077
11.
Pembimbing :
dr. Masum Effendy, Sp.M (K)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Di Indonesia ulkus kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.1
Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini
menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi
kornea. Pada ulkus kornea, permukaan kornea hilang sebagian akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Hilangnya sebagian permukaan kornea ini terutama
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila
terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Ulkus kornea juga
dapat terjadi akibat trauma oleh benda asing atau penyakit lain yang dapat
menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan.2
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
imunosupresif dan lensa kontak, trauma, namun ada pula yang tidak diketahui
penyebabnya. Singapura melaporkan selama 2,5 tahun dari 112 kasus ulkus
kornea 22 disebabkan karena jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari
komplikasi
dari
ulkus
kornea
seperti
parut
kornea,
kelainan
refraksi,
Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan ulkus kornea?
- Bagaimana penegakan diagnosis ulkus kornea?
- Bagaimana penatalaksaan ulkus kornea?
1.3
Tujuan
- Mengetahui ulkus kornea mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, dan
-
klasifikasi.
Mengetahui cara penegakan diagnosis ulkus kornea.
Mengetahui penatalaksaan ulkus kornea.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
collagen
yang
membentuk
lamella-lamella
tipis
yang
saling
overlaping,tersusun dari :
a. Ground substance: glycoprotein berisi chondroitin sulfate keratosulfate.
b. Sel : fibroblast bentuk panjang dan ramping di sebut keratocyte, lymphoid
wandering
Lapisan ketiga teratas adalah membrana descement. Lapisan ini
merupakan lapisan sel yang paling kuat. homogen, lamina basalis tebal
membentuk trabecula dan membentuk sistim labyrint, disebut trabecular space :
spatium fontana. Diantara jaringan trabecular, stroma limbus corneal junction
terdapat canalis schlem, fungsi untuk lewatnya absorbsi cairan COA keluar ( bila
tersumbat akan terjadi glaucoma).
Lapisan selanjutnya adalah Endotel. Endotel Terdiri dari sel poligonal
monolayer. Mengatur deturgensi kornea dengan cara memompa keluar cairan
yang berlebihan dari stroma. Selnya tidak dapat regenerasi6.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya 6, 10.
2.2
Ulkus Kornea
pneumoniae,
Pseudomonas
aeruginosa,
Staphylococcus
epidermidis.
komplikasi
dari
ulkus
kornea
seperti
parut
kornea,
kelainan
refraksi,
kornea dapat disebabkan oleh infeksi, non infeksi serta oleh karena reaksi
hipersensitivitas/ alergi.
Non infeksi
- Bahan kimia, bersifat
asam
-P. aeruginosa,
-Streptococcus
pneumonia,
-Staphylococcus aureus,
-Moraxella liquefaciens,
-Streptococcus group A,
-Staphylococcus
epidermidis,
-Mycobacterium
Fungi:
-Candida,
-Fusarium,
-Aspergilus,
-Cephalosporium
-Spesies
mikosisfungoides.
atau
basa
Hipersensitifitas/Alergi
Granulomatosa Wegener
Rheumatoid Arthritis
tergantung PH.
- Radiasi atau suhu
- Sindrom sjorgen
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan
- Kelainan dari membran
basal,
misalnya
karena trauma.
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik
Virus:
-Herpes simplex
-Varicella-zoster
-
- Penyakit
sistemik
seperti DM
Acanthamoeba
kornea perifer yang terbagi dalam ulkus marginal, ulkus mooren (ulkus
serpinginosa kronik/ulkus roden) serta ulkus cincin (ring ulcer)6.
2.2.5.1 Ulkus Kornea Sentral
Ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok,
moraxela liquifaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e.coli,
proteous), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (candida albikan,
fusarium
solani,
spesies
nokardia,
sefalosporium,
dan
aspergilus).
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang
sehat. Terdapat factor predisposisi untuk terjadinya tukak kornea seperti erosi
pada kornea, keratitis neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau imunosupresif,
pemakai obat anestetika, pemakai I.D.U, pasien diabetes mellitus dan ketuaan10.
2.2.5.1.1
kelainannya:
suatu
reaksi
Hipersensitivitas
terhadap
perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh kornea. Ini merupakan
tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia lanjut, sering
disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat pada wanita usia
pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami billateral7.
Nyeri yang ekstrirn oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa
sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
b.
Kabur, oleh karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan
berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan
terutama jika letaknya di pusat.
c.
Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.
Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi
pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan
penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.
Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Pada pasien dengan keluhan tersebut harus ditanyakan beberapa riwayat
yang menunjang diagnosis seperti Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,
adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat
infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis
herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus6,7,11.
2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik dan Status Oftalmologi
Berdasarkan pemeriksaan visus, didapatkan adanya penurunan visus
pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea
sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.
Pemeriksaan lainnya adalah menggunakan slit lamp. Seringkali iris, pupil, dan
lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis
didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea. Pada
pemeriksaan fisik ulkus didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.1,3,5
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti tes
refraksi, respon reflek pupil, pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi. Goresan
ulkus untuk analisa atau kultur6.
Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.2
Berikut ini adalah penatalaksaan ulkus kornea di tingkat pelayanan
primer, sekunder, maupun tersier yang dikutip dari WHO7 :
A. Penatalaksanaan di Layanan Kesehatan Primer
1. Memberikan Chloramphenicol eye ointment 0,5-1% tiga kali sehari sekurangkurangnya hingga tiga hari pengobatan.
ulkus sembuh
Rujuk ke pusat perawatan mata tersier jika tidak membaik dalam tujuh hari.
Apusan tidak
dapat
dilakukan
Bakteri
Gram (+)
Bakteri
Gram (-)
Hifa jamur
Natamycin 5%
teteskan tiap jam
Atau Amphotericin
0,15% teteskan
per jam
Anti jamur sistemik direkomendasikan untuk ulkus jamur yang luas dan
dalam, terdapat perforasi, atau melibatkan sklera. Antibiotik sistemik juga
direkomendasikan untuk ulkus bakterial yang melibatkan sklera atau pada kasuskasus perforasi. Sedangkan untuk terapi adjunctive dapat diberikan sikloplegik,
analgesik, dan antiglaukoma. 7
Sedangkan agen antiviral yang dapat digunakan untuk infeksi HSV dapat
digunakan idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Dosis Acyclovir oral
untuk infeksi aktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien yang
nonimmunocompromised dan 800 mg lima kali per hari untuk pasien atopik atau
immunocompromised. Sedangkan untuk profilaksis rekurensi digunakan dosis
400 mg dua kali per hari. Famciclovir dan Valacyclovir juga dapat digunakan.3
Antiviral intravena dan oral untuk terapi herpes zoster oftalmik dilakukan
dengan Acyclovir oral 800 mg lima kali sehari selama 10-14 hari, Valacyclovir 1 g
tiga kali sehari selama 7-10 hari, atau Famciclovir 500 mg per 8 jam selama 7-10
hari. Terapi dimulai 72 jam setelah timbulnya rash. Kortikosteroid topikal mungkin
diperlukan untuk mengatasi keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder.3
Penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan replikasi virus tidak terkendali, superinfeksi bakteri dan jamur,
mempermudah penipisan kornea yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika
kortikosteroid memang diperlukan karena respon inflamasi yang hebat, maka
harus diberikan terapi antiviral yang tepat, serta lakukan penurunan dosis
kortikosteroid secara perlahan.3
D. Terapi pembedahan
Bells
palsy
dengan
non-healing
suppurative
keratitis),
dan
Jarang dilakukan untuk keratitis supuratif. Indikasi dari terapi bedah jenis
ini adalah non-healing suppurative keratitis, ulkus kornea perifer dengan
descemetocele atau perforasi kecil. Kontraindikasi pada ulkus kornea sentral
dengan perforasi. Tekniknya menggunakan anestesi lokal seperti pada operasi
katarak. Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif atau pada
pasien anak. 7
4. Patch graft
Indikasinya untuk descemetocele dan perforasi kecil. Tekniknya
menggunakan ukuran patch graft biasanya 5 atau 6 mm. Prosedur ini dilakukan
di bawah mikroskop bedah. Antibiotik post operasi diperlukan. 7
5. Keratoplasti penetrans
Diindikasikan untuk rehabilitasi pasien dengan sikatriks kornea berat
yang dilakukan beberapa bulan setelah herpes nonaktif. Obat antiviral sistemik
harus tetap diberikan untuk mengimbangi penggunaan kortikosteroid topikal.3
2.8
Pencegahan
Pencegahan
terhadap
ulkus
dapat
dilakukan
dengan
segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka
yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut 10.
Penggunaan lensa kontak terlalu lama misalnya hingga 24 jam dan
kurangnya menjaga kebersihan lensa kontak, berhubungan dengan ulkus kornea
Pseudomonas aeruginosa. Begitu juga dengan larutan fluorescein dan obat tetes
mata yang terkontaminasi, dapat menimbulkan ulkus Pseudomonas ini.3
2.9
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, perforasi atau impending
2.10 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila
tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.1
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik1.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
- Nama
: Ny. A
- Jenis kelamin
: Perempuan
- Usia
: 35 tahun
- Alamat
- Pekerjaan
: IRT
- Agama/Suku
: Islam / Jawa
- No. Register
: 1124xxxx
OD
20/100 ph 20/30f
Orthophoria
OS
Visus
Kedudukan Bola
20/100 ph 20/20f
Orthophoria
Mata
Gerak Bola Mata
Palpebra
Konjunctiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Dalam
Radline
Round, pupil reflex (+),
Lensa
TIO
3 mm
Jernih
Normal per palpasi
kasar. Hal ini dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, proses kejadian,
dan pengobatan yang telah dilakukan sebelumnya.
-
dan
menghindari
Ad Vitam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
Ad Kosmetik
: dubia et bonam
Ad Fungtionam
: dubia et malam
b.Pemeriksaan Fisik
OD
5/20 KMS 5/20
Spasme (+), edema (+)
CI (+), PCI (+)
Test flourescein (+), test
Visus
Palpebra
Konjunctiva
Kornea
OS
5/20 KMS 5/7,5
Spasme (-), edema (-)
CI (-), PCI (-)
Jernih
Dalam
Radline
Round, refleks pupil (+), 3
COA
Iris
Pupil
Dalam
Radline
Round, refleks pupil (+), 3
mm
Jernih
Normal per palpasi
Lensa
TIO
mm
jernih
Normal per palpasi
3.11
3.12
Diagnosis
OD Subepitelial corneal ulcer ec. Suspek viral
3.13
3.14
-
Terapi
Acyclovir 5 x 400 mg
Sulfa Atrophin 1% ed 3x1
Tobromicyn ed 8x1 OD
Hervis ed 5x1 OD
Protogenta ed gtt 1/jam
Kontrol 1 minggu
Rencana Monitoring
Keluhan subyektif
Defek epitel kornea dengan pemeriksaan flourescence
Tanda-tanda keradangan
Test sensibilitas kornea
3.15 Edukasi
-Menjelaskan kepada pasien bahwa dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa
penyebab dari ulkus kornea yang diderita oleh pasien disebabkan karena
virus. Virus dapat didapat dari proses kejadian, pengobatan yang telah
dilakukan sebelumnya, maupun penyakit pasien terdahulu yang tidak
menimbulkan gejala pada pasien.
-Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit pasien sudah mengalami perbaikan
ditandai dengan keluhan yang semakin berkurang dan setelah dilihat dari
pemeriksaan ukuran infiltratnya semakin berkurang.
-Menjelaskan bahwa pengobatan akan tetap dilakukan untuk menyembuhkan
penyakit.
-Memberitahu pasien untuk menjaga higiene dan menghindari menggosok-gosok
mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat berisiko terjadinya
komplikasi infeksi dan memperparah kerusakan yang terjadi.
-Menjelaskan bahwa setelah sembuhnya penyakit, kemungkinan penglihatan
masih akan tetap terganggu sebab masih ada defek pada kornea.
3.16
Prognosis
Ad Vitam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
Ad Kosmetik
: dubia et bonam
Ad Fungtionam
: dubia et malam
BAB 4
PEMBAHASAN
disorders
with
intraocular
iritation
yang
salah
satunya
dapat
mikrobiologi
diambil
pada
daerah
ulkus
bertujuan
untuk
mengetahui penyebab pasti dari ulkus kornea. Pada ulkus kornea yang
disebabkan oleh virus, pemeriksaan dari kerokan lesi epitel mengandung sel-sel
raksasa multinuklear. Hasil dari pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan
adanya bakteri sehingga menguatkan dugaan bahwa ulkus kornea disebabkan
oleh virus.
Terapi pada kasus kali ini diberikan anti viral untuk hepes simpleks dan
herpes zooster sebagai penyebab tersering ulkus kornea viral. Terapi diberikan
secara topikal maupun oral. Agen antiviral yang dapat digunakan untuk infeksi
HSV dapat digunakan idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Dosis
Acyclovir oral untuk infeksi aktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien
yang nonimmunocompromised dan 800 mg lima kali per hari untuk pasien atopik
atau immunocompromised. Sedangkan untuk profilaksis rekurensi digunakan
dosis 400 mg dua kali per hari. Antiviral intravena dan oral untuk terapi herpes
zoster oftalmik dilakukan dengan Acyclovir oral 800 mg lima kali sehari selama
10-14 hari.
Penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan replikasi virus tidak terkendali, superinfeksi bakteri dan jamur,
mempermudah penipisan kornea yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika
kortikosteroid memang diperlukan karena respon inflamasi yang hebat, maka
harus diberikan terapi antiviral yang tepat, serta lakukan penurunan dosis
kortikosteroid secara perlahan. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk
mengatasi keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder.
Prognosis pada kasus ini adalah buruk sebeb kornea sebagai salah satu
media refraksi telah mengalami defek dan untuk reepitelisasi masih dibutuhkan
waktu. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
2.
3.
4.
5.
Secondary, and Tertiary health facilities in the South-East Asia Region. 2004
8. Jeng BH, Gritz DC, Kumar AB, et al. Epidemiology of ulcerative keratitis in
Northern California. Arch Ophthalmol. Aug 2010;128(8):1022-8.
9. AAO (American Academy of Ophtalmology). Basic and Clinical Science
Course External Disease and Cornea. Section 8. 2011-1012
10. Van De Graaff: Human Anatomy, Sixth Edition. The McGrawHill
Companies, 2001
11. Kuliah Infeksi dan Imunologi Kornea dan Skelera. Disampaikan divisi
Infeksi dan Imunologi Departement Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Tidak Diterbitkan. 2012
12. K Getshen, M Srinivasan, M P Upadhyay, B Priyadarsini, R Mahalaksmi, J P
Whitcher. 2005. Corneal ulceration in South East Asia. I: A model for the
prevention of bacterial ulcers at the village level in rural Bhutan. Br J
Ophthalmol 2006;90:276278. doi: 10.1136/bjo.2005.076083).
13.Anita Panda, MD, Sudarshan Khokhar, MD, Venkateshwar Rao, MD, et al.
Therapeutic
Penetrating
Keratoplasty
in
Nonhealing
Corneal
Ulcer.