Anda di halaman 1dari 6

BUKU AJAR

ILMU KEDOKTERAN GIGI


PENCEGAHAN
DAN
EDUKASI KESEHATAN GIGI

drg. Niken Widyanti S, MDSc


Staf Pengajar pada Bagian Ihnu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu
Kesehatan Gigi Masyarakat (IKGP&IKGM) Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2004

Universitas Gadjah Mada

BUKU AJAR

ILMU KEDOKTERAN GIGI


PENCEGAHAN
DAN
EDUKASI KESEHATAN GIGI

drg. Niken Widyanti S, MDSc

Universitas Gadjah Mada

PENGANTAR
Buku ajar ini dipersiapkan untuk bahan perkuliahan Ilmu Kedokteran Gigi
Pencegahan/Edukasi Kesehatan Gigi. Bahan-bahan untuk buku ajar ini diambil atau
disarikan dan perkuliahan tahun-tahun terdahulu dengan penambahan dari referensi
referensi baru.
Buku

ajar

ini

tidak

memuat

secara

lengkap

Ilmu

Kedokteran

Gigi

Pencegahan/Edukasi Kesehatan Gigi, namun memuat lebih pada sari perkuliahan,


karena beban SKS hanya 1. Pada buku ajar ini juga lebih ditekankan pada resume
macam-macam tindakan pencegahan dan pelayanan kedokteran gigi preventif. Pada
buku ini juga tidak dibahas mengenai proses kanes dan mekanisme kerja fluor. Dasardasar perencanaan program Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut (Gilut) diberikan
secara singkat, namun diharapkan telah dapat memberikan gambaran untuk membuat
perencanaan program pencegahan penyakit gilut. Teori mengenai Pendidikan
Kesehatan Gigi, materi dan cara/metode pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Gigi juga
diberikan secara singkat. Dengan demikian para mahasiswa masih perlu membaca
text book seperti yang tecantum dalam daftar acuan dan daftar bacaan atau buku
referensi lainnya. Meskipun demikian, diharapkan buku ajar ini dapat membantu
mengantar mahasiswa dalam memahami Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Edukasi
Kesehatan Gigi.
Tentu saja buku ajar ini jauh dari sempurna atau dapat dikatakan sangat
sederhana, namun demikian diharapkan masih dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa. Kritik dan saran kami harapkan agar buku ajar ini terdapat lebih
sempurna..
Yogyakarta, April 2004
Niken Widyanti Sriyono

Universitas Gadjah Mada

BAB I
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
A. SEJARAH
Apakah Anda mempunyai tangan-tangan yang hidup?
Kalimat di atas adalah merupakan pertanyaan standar yang diajukan kepada setiap
calon yang akan memasuki pendidikan formal di bidang kedokteran gigi. Mungkin
kemampuan calon untuk dapat menunjukkan keterampilannya, dianggap sebagai
suatu ciri yang paling penting. Juga untuk jangka waktu yang sangat lama, para
mahasiswa kedokteran gigi telah dinodai dengan pendapat seperti: Mahasiswa A
ini tidak dapat mengerjakan ujian pendahuluan dengan baik, namun dia telah dapat
rnenunjukkan bakat didalam bidang keterampilan, maka dia sebaiknya masuk ke
kedokteran gigi saja.
Hampir sepanjang sejarah kedokteran gigi, sikap-sikap seperti tersebut di
atas mungkin benar adanya, karena secara tradisional, profesi kedokteran gigi
berfungsi hanya di dalam ruang praktek, yaitu melayani pasien satu persatu di
ruang praktek, sehingga aspek keterampilan merupakan persyaratan yang paling
utama. Tentu saja sikap tersebut di atas bukan selunihnya tidak adil, sebab
kebutuhan tenaga dokter gigi yang terampil untuk merawat dan memperbaiki
kerusakan gigi masih akan terus dibutuhkan. Bahkan akan dibutuhkan tenaga
dokter gigi yang mempunyai standar keahlian yang lebih tinggi, karena adanya
perkembangan iptek di bidang kedokteran gigi yang cukup pesat akhir akhir in
Namun, sejarah membuktikan, bahwa tersedianya tenaga-tenaga dokter gigi yang
terampil dan melimpah seperti halnya di negara-negara maju, tetap tidak dapat
menanggulangi laju meningkatnya angka kesakitan penyakit gigi dan mulut, apabila
penanggulangan penyakit-penyakit tadi hanya disandarkan pada perawatan
konvensional saja (yaitu perawatan di dalam ruang praktek saja).
B. PERKEMBANGAN
Sejarah membuktikan, bahwa semenjak dilakukan pelaksanaan program
kedokteran gigi pencegahan (preventive dentistry) kepada masyarakat secara luas,
terutama di negara-negara maju, telah dapat menurunkan prevalensi dan insidensi
penyakit kanes gigi secara nyata. Bahkan secara dramatis prevalensi karies gigi
telah turun menjadi 0%, misalnya keadaan peningkatan prevalensi bebas karies

Universitas Gadjah Mada

yang cukup tinggi untuk kelompok umur 5 - 12 tahun, yang telah dilaporkan oleh
negeri Belanda, New Zealand, Finlandia dan Australia.
Kecenderungan penurunan angka kesakitan penyakit gigi ini tentu saja
menggembirakan, karena menunjukkan bukti keberhasilan program preventive
dentistry. Selain itu keberhasilan tersebut juga ditunjang oleh pesatnya penelitianpenelitian ilmiah, kemajuan-kemajuan teknologi dan pengertian yang lebih baik
mengenai proses penyakit. Hal-hal tersebut di atas telah membantu keberadaan
kedokteran gigi sekarang, yaitu dan ilmu dan seni mumi mereparasi, menuju ke
ilmu dan seni yang berorientasi pencegahan.
Namun, dan sisi lain, perkembangan preventive dentistry yang sangat
pesat ini telah menimbulkan dilema di beberapa negara maju, yaitu masalah
ketenagakerjaan, karena ketidakseimbangan antara jumlah tenaga profesi yang
melimpah dan rendahnya angka kesakitan, disamping adanya dampak negatif
lainnya. Salah satu dampaknya adalah beberapa fakultas kedokteran gigi di
berbagai negara telah ditutup atau digabung.
Setelah perang dunia II, kedokteran gigi ditandai dengan karakteristik
meningkatnya ilmu-ilmu dasar preventive dentistry. Salah sath faktor pendorongnya
adalah terjadinya endemik karies gigi hampir di seluruh dunia, terutama di Eropa,
dan tidak tercukupinya tenaga profesional untuk menanggulanginya dengan caracara konvensional. Semenjak itu, penelitian-penelitian dalam bidang preventive
dentistry mulai dikembangkan, seiring dengan kemajuan iptek yang sangat pesat.
C. TONGGAK-TONGGAK SEJARAH KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN
Dari catatan-catatan yang ditemukan, ternyata perawatan gigi telah
dilakukan lebih dari 1500 tahun sebelum Kristus lahir, yaitu di Mesir, sedangkan
usaha-usaha pencegahan penyakit sudah dapat ditemukan pada masa Hipocrates.
Dan catatan paling kuno yang ditemukan, temyata kebersihan mulut sebagai alat
pengontrol penyakit gigi, telah dilakukan oleh penduduk Arab pada abad ke 9.
Mereka memakai alat yang disebut siwak, yang berfungsi sebagai sikat gigi.
Pada akhir abad ke 11, Abulcasis, seorang Arab di Spanyol, mengenalkan
untuk pertama kalinya bahwa pengambilan deposit kalkulus adalah faktor yang
penting di dalam kontrol penyakit periodontal. Di Eropa, pada abad ke 14 dan ke
15, telah didapatkan aturan-aturan yang pasti tentang kebersihan mulut yang
didasarkankan pada literatur-literatur Arab. Aturan-aturan tadi menyangkut
sejumlah larangan diet, dan petunjuk untuk membersihkan gigi dengan pasta gigi.

Universitas Gadjah Mada

Pada abad ke 16, seorang dokter gigi Belanda telah menulis tentang efek
buruk gula dan semua makanan manis-manis. Di Perancis, pad abad ke 18, Pierre
Fauchard telah menekankan pentingnya untuk menjaga gigi supaya selalu bersih
apabila ingin mencegah penyakti gigi. Segera sesudah ini, beberapa ahli menulis
tentang tindakantindakan pencegahan di bidang kedokteran gigi. Namun, pada
abad itu, belum ada program pencegahan untuk masyarakat secara luas. Pada
awal abad ke 19, sebelum Perang Dunia I, Rhein dan USA telah menciptakan
istilah Oral hygiene yang terbukti sangat popular sampai sekarang. Rhein juga
mendesak para dokter gigi untuk mengajar pasiennya cara-cara menyikat gigi yang
layak. Kampanye pencegahan penyakit gigi, telah dilakukan sebelum Perang Dunia
I, namun berjalan sangat lambat. Slogan yang dipergunakan untuk masa itu dan
berlangsung dalam kurun waktu 20 tahun adalah Gigi yang bersih tidakpernah
berlubang .
Pada awal abad ke 20, mulai dibentuk organisasi-organisasi kesehatan
untuk masyarakat di beberapa negara di Eropa, terutama untuk anak-anak. Usahausaha mi makin berkembang, seiring dengan mulai diperkenalkannya dental
hygienist yang mengerjakan oral prophylaxis untuk anak-anak sekolah.
Salah satu tonggak sejarah preventive dentistry yang paling penting
adalah dimulainya fluoridasi air minum pada tahun 1945 di 4 kota besar di Amerika.
Hasil fluoridasi air minum ini ternyata telab menurunkan prevalensi karies gigi pada
anak-anak sampai separuhnya dan berlangsung dengan aman dan murah.
Semenjak itu, fluoridasi air minum telah menyebar ke seluruh dunia, sehingga pada
tahun 1977, tidak kurang dari 208 juta orang dari 38 negara, telah menerima
fluoridasi air minum.
Namun perkembangan fluoridasi air minum tidak selalu menggembirakan,
bahkan banyak negara di Eropa titik memberikan tambahan fluor sama sekali,
misalnya:
Republik Demokrasi Jerman, Austria, Perancis, Italia, Denmark dan
Norwegia. Swedia telah melarang fluoridasi air minum, setelah mempunyai sebuah
proyek fluoridasi air minum untuk beberapa lama. Demikian juga halnya Negen
Belanda, telah menghentikan fluorithsi air minumnya pada tahun 1976.

Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai