Referat Miopia DLM Kehamilan
Referat Miopia DLM Kehamilan
PENDAHULUAN
Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan myopia
patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir selalu progresif.
Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia tinggi adalah salah satu
penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia tinggi adalah myopia dengan ukuran
6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih
besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.1
Sekitar lima juta penduduk Inggris menderita rabun dekat dan 200.00 diantaranya
menderita myopia tinggi. Pada beberapa orang, myopia tinggi dapat menyebabkan kerusakan
retina atau ablasio. Myopia tinggi juga berkaitan dengan katarak dan glaukoma. Myopia
tinggi atau myopia degeneratif kronik dapat terjadi dalam suatu keluarga (bersifat familial).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong yang kemungkinan genetik
menderita myopia tinggi pada 2 generasi terakhir didapatkan hasil bahwa lokus autosomal
dominan yang berkaitan dengan myopia tinggi adalah kromosom 18p.2,3
Myopia adalah kelainan pada mata yang paling umum, yang mempengaruhi kira-kira
satu milyar orang di seluruh dunia. Myopia diklasifikasilan menjadi sangat ringan atau
rendah < 3 dioptri, sedang atau menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat
kekhwatiran bahwa pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk terjadinya robekan retina
apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah
menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio
retina yang telah ditangani) yang melahirkan secara pervaginam tidak mempunyai efek
merugikan pada retina pasien tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1
2.1.
ANATOMI
Bola mata terdiri atas :1
sklera
kornea.
Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.1 Bola mata
berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan
2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :2
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam
bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh
ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda
paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris,
badan siliar, dan koroid.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk.1
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.
Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa
silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.2
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma
dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :2
1.
2.
DEFINISI
2.1.1. Myopia
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata
yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami myopia, atau nearsighted.3 Pada
myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan
4
pembiasan media refraksi terlalu kuat.2 Jika objek digeser lebih dekat dari 6 meter,
bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih fokus. Titik tempat
bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut titik jauh. Derajat myopia
dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari titik jauh tersebut.3
1.2.1.1 Epidemiologi
Prevalensi dan Insiden
Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi
myopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada
populasi remaja dan 25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negaranegara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa area di
Asia, seperti China dan Jepang. Prevalensi myopia pada populasi Asia sekarang
mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di atas 45 tahun,
mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14 % pada orang berusia 70an.
Faktor Resiko
Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat
keluarga myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak,
yang kedua orang tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang tua
penderita myopia, prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua yang
menderita myopia, hanya 6-15 % anak-anak mereka yang myopia.
Myopia yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegik pada masa bayi dan
kemudian menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah
tampaknya adalah faktor risiko perkembangan myopia pada masa kanak-kanak. Suatu
analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat masuk sekolah adalah
prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan mengalami myopia pada
masa kanak-kanak dibandingkan riwayat myopia pada orang tua. Anak dan dewasa
muda dengan anomali refraksi berkisar antara emetropia hingga hiperopia 0,5 D
memiliki kemungkinan mengalami myopia yang lebih besar dibanding individu
berusia sama dengan hiperopia lebih dari 0,5 D. Selain itu, risiko myopia lebih tinggi
pada anak dengan astigmat against-the-rule.
Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan
5
risiko myopia. Myopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak
kegiatan jarak dekat. Kurvatura kornea yang lebih tajam dan rasio panjang aksial
terhadap radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi faktor risiko. Pada anakanak, kondisi yang mengganggu pembentukan penglihatan yang normal sering
menyebabkan myopia.
1.2.1.2 Tipe Myopia
Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal. Untuk
setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri.3
Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:2
a. Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 3 dioptri
b. Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 6 dioptri
c. Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri
Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan
melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut rabun
jauh. Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling
dan celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan myopia akan memiliki kebiasaan
mengerenyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole.2
Pasien dengan myopia juga memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga
mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap,
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.2
6
Fase Akselerasi
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak
buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak
dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin
tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala
janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu
melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan, dan anggota bayi. Pada primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam.4
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir
dengan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta
disertai dengan pengeluaran darah.4
Kala IV
Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati apakah
ada perdarahan postpartum.4
2.1.
melahirkan.8,9 Ptosis telah dilaporkan timbul saat dan setelah kehamilan dan biasanya
bersifat unilateral.9 Mekanisme terjadinya ptosis diperkirakan akibat defek yang
terjadi pada aponeurosis m.levator akibat adanya perubahan cairan serta hormonal,
akibat tekanan pada saat proses kelahiran.9
Segmen Anterior Konjungtiva
Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan jaringan granuler venula
konjungtiva telah dilaporkan terjadi dan hilang setelah kelahiran.9
Kerusakan Lensa
Kehamilan menginduksi terjadinya syndrone kekeringan mata yang timbul
akibat gangguan pada sel acinar kelenjar lakrimal. Kehamilan dapat mencetuskan
perubahan dari ekspresi faktor pertumbuhan (growth factor) kelenjar lakrimal dan
redistribusi limfosit dari periductal foci ke celah interacinar, serta meningkatkan
reaktivitas imun terhadap prolactin, TGF- beta 1 dan EGF pada sel duktus.5
Kornea
Banyak wanita yang mengalami intoleransi terhadap lensa kontak saat
kehamilan, walaupun mereka tidak memiliki masalah dengan lensa kontak sebelum
kehamilannya. Suatu penelitian yang meneliti mengenai lengkungan kornea pada
wanita hamil menyebutkan peningkatan statiskik yang signifikan pada lengkungan
kornea pada trimester kedua dan ketiga, namun akan hilang setelah melahirkan atauun
setelah mulai menyusui.5
Kehamilan juga dihubungkan dengan perubahan pada ketebalan dan
sensitifitas kornea. Peningkatan ketebalan yang sedikit namun dapat terukur pada
kornea disebabkan oleh terjadinya edema pada saat kehamilan. Sensitifitas kornea
cenderung berkurang, dengan perubahan terbesar terjadi pada tahap akhir kehamilan.
Akibat dari variasi ketebalan tersebut, indeks refraksi kornea juga dapat berubah.
Namun dianjurkan untuk menunda pemberian resep maupun lensa kontak sampai
beberapa minggu setelah kelahiran.5
Gangguan Akomodasi dan Refraksi
Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telah
dilaporkan. Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada saat
11
menentukan penyebab perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum.
Wanita hamil yang mengeluh terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan
pada kondisi myopia yang telah ada pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke
tingkat semulanya pada post-partum. 4, 7,8
Tekanan Intraokular
Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan
dihubungkan dengan penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan
hipertensi okular.
intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari keseluruhan penurunan terjadi pada
minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada hipertensi okular, kehamilan
menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%.5
Berbagai macam mekanisme telah diimplikasikan pada hasil penelitian ini.
Beberapa mekanisme ini termasuk adanya peningkatan keluaran aqueous humor,
penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan
vena
episclera,
peningkatan
elastisitas
jaringan
generalisata
yang
12
ibu
dan
bayinya.
Foto-koagulasi
dengan
laser
harus
Sectio
f. Uveitis
Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris,
badan siliar dan choroid. Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan
dengan sejumlah kasus timbulnya uveitis non-infeksi dibandingkan dengan
kondisi tanpa kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul saat kehamilan,
umumnya terjadi pada trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis
non-infeksi ini menunjukkan efek yang menguntungkan dari kehamilan
termasuk sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, uveitis idiopatik dan penyakit
Behcets. Sebagian besar dari wanita-wanota tersebut akan mengalami
kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran. Diduga bahwa peningkatan
hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid, dan beberapa faktor
lain dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh penekanan pada
uveitis.5
14
2.1.
melahirkan.5
Socha et. Al telah melakukan suatu studi, dimana sebanyak 4895 operasi
seksio Caesarea yang dilakukan telah diamati, 100 (2.04 %) diantaranya karena
indikasi okular yang telah dikonsulkan ke spesialis mata dan disarankan untuk
persalinan secara operasi. Frekuensi operasi seksio Caesarea atas indikasi okular telah
meningkat banyak pada tahun 2005 hingga 2006 tapi merosot sejak tahun 2006.
Namun demikian, hal itu tetap menjadi dua kali lebih tinggi pada tahun 2000. Dua
kelainan mata yang paling sering mengarah ke operasi seksio Caesarea adalah myopia
dan retina diabetikum. Hampir setengah dari keputusan untuk operasi seksio Caesarea
diambil hanya berdasarkan indikasi oftalmologi.11
Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti untuk mendukung keyakinan
bahwa riwayat operasi pada retina sebelumnya meningkatkan risiko perlepasan retina
pada persalinan spontan. Papamicheal et al. telah melakukan survei pada 74 orang ahli
kebidanan di Kongres Kebidanan dan Kandungan Eropa di Lisbon, Portugal.
Mayoritas dari dokter spesialis kebidanan ini tidak mendukung pandangan ini.
Kebanyakan dari responden (76 % di antaranya) merekomendasikan persalinan yang
dibantu alat (salah satu operasi seksio Caesarea atau persalinan instrumental),
sedangkan 24 % yang memberikan saran persalinan yang normal dan tidak ada faktor
lain yang mempengaruhi keputusan ini. Sebagian besar (58 % ) mengambil keputusan
tentang pelaksanaan persalinan ibu hamil hanya berdasarkan pendapat pribadi saja.
Partisipan juga diminta untuk mengklasifikasikan pasien dengan myopia
tinggi, riwayat ablasio retina, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan riwayat
operasi mata sebelumnya menjadi kategori risiko rendah, sedang atau tinggi untuk
persalinan spontan. Mayoritas membagikan myopia tinggi sebagai tidak berisiko atau
risiko rendah (59 %), riwayat ablasio retina sebagai risiko sedang-tinggi (73 %),
riwayat keluarga dengan ablasio retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %) dan
15
riwayat operasi mata sebelumnya sebagai risiko tinggi (56 %). Apabila ditanyakan
tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan mempengaruhi pengambilan
keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea dengan persalinan apontan
pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan pasien tanpa riwayat kelainan mata,
13.6 % lagi mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk
menjawab pertanyaan ini yang mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih
bingung untuk memilih apa yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan
riwayat ablasio retina merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei
ini sejalan dengan data yang dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan
pegangan ini dipakai secara internasional.10
Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan
persalinan spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat
peningkatan tekanan intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip Valsalva
pada kala 2 persalinan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan
tekanan intra-abdominal juga akan meningkatkan tekanan intra-okular. Hal ini hanya
dapat disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi aliran drainase dari aqueous pada
ruang anterior mata seperti glaukoma. Selain itu, peningkatan tekanan intra-okular
bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio retina.10
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan pengamatan
terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan myopia tinggi disertai
riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak terbukti adanya progresivitas
dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina, namun pada beberapa pasien
ditemukan adanya perdarahan retina dan edema makular. Dari pengamatan tersebut
disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan merupakan indikasi untuk dilakukan operasi
caesar, namun sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah
melahirkan.10
Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10
wanita yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan
memiliki riwayat ablatio retina sebelumnya, telah didiagnosa mengalami degenerasi
lattice yang luas, atau telah mendapat terapi simptomatik untuk kerusakan retina.
Subjek diikuti sejak trimester ketiga kehamilan sampai pada proses persalinan dan
post partum, diawasi adanya perubahan pada retina. Hasil penelitian tersebut
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.
3. Oftalmologi gede
4. Buku merah 06
5. Jurnal afrika
6. 5 d afrika
7. 2 d afrika
8. 8 d afrika
9. 9 d afrika
10. Jurnal 1
11. Jurnal 2
12. Jurnal 3
18