Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan myopia
patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir selalu progresif.
Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia tinggi adalah salah satu
penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia tinggi adalah myopia dengan ukuran
6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih
besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.1
Sekitar lima juta penduduk Inggris menderita rabun dekat dan 200.00 diantaranya
menderita myopia tinggi. Pada beberapa orang, myopia tinggi dapat menyebabkan kerusakan
retina atau ablasio. Myopia tinggi juga berkaitan dengan katarak dan glaukoma. Myopia
tinggi atau myopia degeneratif kronik dapat terjadi dalam suatu keluarga (bersifat familial).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong yang kemungkinan genetik
menderita myopia tinggi pada 2 generasi terakhir didapatkan hasil bahwa lokus autosomal
dominan yang berkaitan dengan myopia tinggi adalah kromosom 18p.2,3
Myopia adalah kelainan pada mata yang paling umum, yang mempengaruhi kira-kira
satu milyar orang di seluruh dunia. Myopia diklasifikasilan menjadi sangat ringan atau
rendah < 3 dioptri, sedang atau menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat
kekhwatiran bahwa pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk terjadinya robekan retina
apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah
menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio
retina yang telah ditangani) yang melahirkan secara pervaginam tidak mempunyai efek
merugikan pada retina pasien tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN
1

2.1.

ANATOMI
Bola mata terdiri atas :1

dinding bola mata

isi bola mata.


Dinding bola mata terdiri atas :1

sklera

kornea.
Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.1 Bola mata

berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan
2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :2
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam
bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh

ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda
paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris,
badan siliar, dan koroid.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai

susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris


yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke
otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina
dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat
di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi
ablasi retina.2
2

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada


badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi
atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. 2
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. 2

Gambar 1. Penampang horizontal mata kanan

Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk.1
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.
Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa
silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.2
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma
dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :2
1.
2.

Berkurangnya rangsangan simpatis


Kurang rangsangan hambatan miosis

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun


korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur
hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang
akan menjadikan miosis.2
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi
dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya
dikecilkan.2

Sudut bilik mata depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehinga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan
sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe
dan jonjot iris.2
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan
disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal.
Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua
komponen yaitu badan siliar dan uvea.2
Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer
endotel dan membran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata
keluar ke salurannya. Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat
glaukoma sudut tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan
sinekia posterior perifer.2
2.1.

DEFINISI

2.1.1. Myopia
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata
yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami myopia, atau nearsighted.3 Pada
myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan
4

pembiasan media refraksi terlalu kuat.2 Jika objek digeser lebih dekat dari 6 meter,
bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih fokus. Titik tempat
bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut titik jauh. Derajat myopia
dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari titik jauh tersebut.3
1.2.1.1 Epidemiologi
Prevalensi dan Insiden
Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi
myopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada
populasi remaja dan 25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negaranegara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa area di
Asia, seperti China dan Jepang. Prevalensi myopia pada populasi Asia sekarang
mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di atas 45 tahun,
mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14 % pada orang berusia 70an.
Faktor Resiko
Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat
keluarga myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak,
yang kedua orang tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang tua
penderita myopia, prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua yang
menderita myopia, hanya 6-15 % anak-anak mereka yang myopia.
Myopia yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegik pada masa bayi dan
kemudian menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah
tampaknya adalah faktor risiko perkembangan myopia pada masa kanak-kanak. Suatu
analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat masuk sekolah adalah
prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan mengalami myopia pada
masa kanak-kanak dibandingkan riwayat myopia pada orang tua. Anak dan dewasa
muda dengan anomali refraksi berkisar antara emetropia hingga hiperopia 0,5 D
memiliki kemungkinan mengalami myopia yang lebih besar dibanding individu
berusia sama dengan hiperopia lebih dari 0,5 D. Selain itu, risiko myopia lebih tinggi
pada anak dengan astigmat against-the-rule.
Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan
5

risiko myopia. Myopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak
kegiatan jarak dekat. Kurvatura kornea yang lebih tajam dan rasio panjang aksial
terhadap radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi faktor risiko. Pada anakanak, kondisi yang mengganggu pembentukan penglihatan yang normal sering
menyebabkan myopia.
1.2.1.2 Tipe Myopia

Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:2


a. Myopia refraktif

Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata,


kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif.3
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen, dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Sama dengan myopia bias atau myopia indeks, yakni myopia yang terjadi akibat
pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.2
b. Myopia aksial

Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal. Untuk
setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri.3
Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:2
a. Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 3 dioptri
b. Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 6 dioptri
c. Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri

Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan
melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut rabun
jauh. Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling
dan celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan myopia akan memiliki kebiasaan
mengerenyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole.2
Pasien dengan myopia juga memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga
mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap,
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.2
6

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopic cressent yaitu gambaran bulan


sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sklera oleh koroid. Pada
mata dnegan myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer.2
Myopia derajat tinggi menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap
gangguan-gangguan retina degeneratif seperti ablatio retinae1 ataupun gangguan lain
sepserti juling2. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata
berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata
telah berkurang atau terdapat ambliopia.2
2.1.1. Persalinan
Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus immaturus ialah
partus yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 28 minggu namun lebih dari 20
minggu dengan berat janin antara 1000 500 gram. Partus prematurus adalah suatu
partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum cukup bulan. Berat janin
antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36
minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2
minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.4
2.1.1.1.

Fisiologi Persalinan Normal


Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka samapai terjadi
pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala
pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong
keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus
dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala
itu, diamati apakah terjadi perdarahan postpartum.4
Kala I
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal dari
lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan

darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada di sekitar


kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. 4
Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu: 4
a. Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm.
b. Fase Aktif
Dibagi ke dalam 3 fase lagi, yaitu:
i.

Fase Akselerasi

Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi


menjadi 4 cm.

ii. Fase Dilatasi Maksimal

Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung


sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

iii. Fase Deselerasi

Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam


waktu 2 jam, pembukaan 9 cm menjadi
lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi


demikian, tetapi fase-fase tersebut menjadi lebih pendek. Mekanisme membukanya
serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang pertama, ostium
uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan
menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium
uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.4
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah
lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkam ketika pembukaan hampir atau telah
lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap
atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm,
disebut ketuban pecah dini. 4
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira
7 jam. 4
Kala II
8

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak
buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak
dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin
tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala
janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu
melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan, dan anggota bayi. Pada primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam.4
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir
dengan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta
disertai dengan pengeluaran darah.4
Kala IV
Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati apakah
ada perdarahan postpartum.4

2.1.

PERUBAHAN DAN GANGGUAN PENGLIHATAN PADA KEHAMILAN


Seorang wanita mengalami banyak perubahan pada saat kehamilan, baik
sistemik maupun okular. Pada saat kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada
sistem kardiovaskular, sistem hormon, metabolik, hematologik, dan sistem
imunologik.5
Akibat beberapa mekanisme ini, kehamilan menyebabkan perubahan pada
mata. Perubahan hormon dan metabolik yang terjadi pada saat kehamilan,
9

hiperdinamisitas sirkulasi kapiler retina mungkin menyebabkan progresivitas dari


retinopati diabetika pada wanita hamil dengan diabetes.6
Perubahan hormon merupakan perubahan sistemik yang paling menonjol pada
wanita hamil. Plasenta, kelenjar endokrin ibu, dan kelenjar adrenal fetus
mengkombinasi produktivitasnya menghasilkan pabrik hormon berkekuatan tinggi.
Kadar imun tersupresi, menyebabkan wanita hamil tersebut mudah mengalami
kelainan imun yang serius.7
Perubahan penglihatan pada kehamilan sering terjadi, dan sebagian besar
berhubungan secara spesifik dengan kehamilan itu sendiri. Kehamilan sering
dihubungkan dengan perubahan pada mata, yang biasanya bersifat sementara, namun
dapat juga menetap. Efek okular pada kehamilan ini dapat bersifat fisiologis maupun
patologis, atau bisa eksaserbasi dari kondisi yang telah ada sebelumnya.5
Perubahan yang dapat terjadi pada mata termasuk chloasma, spider angiomas
dan ptosis. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen anterior yaitu berkurangnya
kapiler di konjungtiva dan bertambahnya jaringan granular di venula dan lengkungan
kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks refraksi, ketidaksesuaian akomodasi dan
refraksi, dan menurunnya tekanan intraokular.5
Perubahan yang dapat terjadi pada segmen posterior termasuk perburukan dari
retinopati diabetik, korioretinopati serosa sentral, peningkatan resiko terjadinya
distrofi vitreokorioretinal perifer dan ablatio retina, dan efek yang menguntungkan
dari uveitis non-infeksiosa. Beberapa gangguan sistemik yang terjadi pada kehamilan
juga dapat mempengaruhi mata, seperti preeklampsia, penyakit Graves dan sklerosis
multipel. Gangguan intrakranial dengan efek pada okuler pada kehamilan yaitu
Pseudotumor cerebri, prolactinoma dan Sindroma Sheehans.5
Adneksa Okular
Chloasma atau yang lebih dikenal sebagai topeng kehamilan adalah proses
hormonal, yang ditandai dengan meningkatnya pigmentasi di sekitar mata dan pipi. 8,9
Perubahan pigmentasi tersebut akan hilang perlahan setelah melahirkan. Spider
angiomas, yang merupakan salah satu jenis telengiektasi, biasanya timbul pada saat
kehamilan di daerah muka dan tubuh bagian atas, dan juga hilang setelah
10

melahirkan.8,9 Ptosis telah dilaporkan timbul saat dan setelah kehamilan dan biasanya
bersifat unilateral.9 Mekanisme terjadinya ptosis diperkirakan akibat defek yang
terjadi pada aponeurosis m.levator akibat adanya perubahan cairan serta hormonal,
akibat tekanan pada saat proses kelahiran.9
Segmen Anterior Konjungtiva
Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan jaringan granuler venula
konjungtiva telah dilaporkan terjadi dan hilang setelah kelahiran.9
Kerusakan Lensa
Kehamilan menginduksi terjadinya syndrone kekeringan mata yang timbul
akibat gangguan pada sel acinar kelenjar lakrimal. Kehamilan dapat mencetuskan
perubahan dari ekspresi faktor pertumbuhan (growth factor) kelenjar lakrimal dan
redistribusi limfosit dari periductal foci ke celah interacinar, serta meningkatkan
reaktivitas imun terhadap prolactin, TGF- beta 1 dan EGF pada sel duktus.5
Kornea
Banyak wanita yang mengalami intoleransi terhadap lensa kontak saat
kehamilan, walaupun mereka tidak memiliki masalah dengan lensa kontak sebelum
kehamilannya. Suatu penelitian yang meneliti mengenai lengkungan kornea pada
wanita hamil menyebutkan peningkatan statiskik yang signifikan pada lengkungan
kornea pada trimester kedua dan ketiga, namun akan hilang setelah melahirkan atauun
setelah mulai menyusui.5
Kehamilan juga dihubungkan dengan perubahan pada ketebalan dan
sensitifitas kornea. Peningkatan ketebalan yang sedikit namun dapat terukur pada
kornea disebabkan oleh terjadinya edema pada saat kehamilan. Sensitifitas kornea
cenderung berkurang, dengan perubahan terbesar terjadi pada tahap akhir kehamilan.
Akibat dari variasi ketebalan tersebut, indeks refraksi kornea juga dapat berubah.
Namun dianjurkan untuk menunda pemberian resep maupun lensa kontak sampai
beberapa minggu setelah kelahiran.5
Gangguan Akomodasi dan Refraksi
Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telah
dilaporkan. Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada saat
11

maupun sesudah kehamilan. Insufisiensi akomodasi dan paralisis dilaporkan


berhubungan dengan laktasi. Hasil operasi refraksi mata sebelum, selama ataupun
segera setelah kehamilan tidak dapat diprediksi, dan operasi ini disarankan untuk
ditunda hingga terjadi stabilitas refraksi setelah kelahiran.5
Myopia dapat meningkat selama kehamilan. Ini telah dibuktikan oleh
Pizzarello yang

telah melakukan penelitian pada 83 orang wanita hamil untuk

menentukan penyebab perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum.
Wanita hamil yang mengeluh terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan
pada kondisi myopia yang telah ada pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke
tingkat semulanya pada post-partum. 4, 7,8
Tekanan Intraokular
Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan
dihubungkan dengan penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan
hipertensi okular.

Pada subjek yang normal, kehamilan menurunkan tekanan

intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari keseluruhan penurunan terjadi pada
minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada hipertensi okular, kehamilan
menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%.5
Berbagai macam mekanisme telah diimplikasikan pada hasil penelitian ini.
Beberapa mekanisme ini termasuk adanya peningkatan keluaran aqueous humor,
penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan

vena

episclera,

peningkatan

elastisitas

jaringan

generalisata

yang

menyebabkan berkurangnya kekakuan sklera, dan asidosis generalisata selama


kehamilan.5
Gangguan Segmen Posterior
a. Retinopati Diabetika
Kehamilan dapat memperparah retinopati diabetika yang telah ada.
Perubahan diabetik yang terjadi selama kehamilan tidak jauh berbeda
dengan yang ditemukan pada pasien non diabetik dan pada pria. Namun,
kehamilan pada pasien diabetes yang terkontrol tidak menjadi faktor resiko
untuk terjadinya komplikasi vaskular.5

12

Gangguan pandangan yang diakibatkan oleh retinopati diabetika pada


kehamilan jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi konsekuensi yang buruk
terhadap

ibu

dan

bayinya.

Foto-koagulasi

dengan

laser

harus

dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan pre-proliferatif retinopati


diabetika yang berat. Retinopati diabetika proliferatif mungkin tidak
membaik setelah kelahiran.5
b. Korioretinopati serosa sentral
Ini adalah kelainan makular yang ditandai oleh ablatio retina serosa
lokalisata. Umumnya menyerang dewasa pada usia pertengahan sekitar 20
samapai 45 tahun. Lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 10:1. Kehamilan adalah salah satu faktor resiko terjadinya
penyakit ini. Korioretinopati serosa sentral pada wanita hamil sering
dihubungkan dengan eksudat subretina yang kemungkinan bersifat
fibrinosa alami. Eksudat subretinal fibrinosa ini terlihat pada 90% pasien,
dibandingkan dengan kurang dari 20% korioretinopati sentral serosa (tanpa
kehamilan). 5
Gangguan ini akan sembuh secara spontan pada akhir kehamilan atau
setelah melahirkan, namun dapat timbul kembali di luar kehamilan.5

c. Distrofi Vitrokorioretinal Perifer (PVCRD)

Observasi dinamis yang diikuti pada 86 wanita hamil dengan distrofi


vitrokorioretinal (121 mata) menunjukkan bahwa kondisi tersebut
berkembang selama masa kehamilan pada 33,8% kasus. Menurunnya
haemodinamik okular dan kekakuan sklera adalah karakteristik kehamilan.
Insidens tertinggi progresivitas PVCRD diamati pada wanita hamil dengan
sistem haemodinamik tipe hipokinetik.5
d. Ablatio Retina Rhegmatogenosa
Wanita hamil dengan myopia tinggi, riwayat ablatio retina atau
perlubangan retina, atau diketahui memiliki degenerasi lattice umumnya
dirujuk ke spesialis mata untuk meminta saran manajemen kelahiran,
apakah diperbolehkan melahirkan spontan pervaginam, atau harus
13

dilakukan profilaksis atas indikasi resiko tinggi terjadinya kelainan retina.


Banyak ahli obstetri masih mempercayai bahwa wanita hamil dengan
kelainan mata beresiko mengalami ablatio retina rhegmatogenosa harus
melahirkan dengan instrumen atau bahkan dianjurkan untuk

Sectio

Caesaria. Telah dibuktikan bahwa tatalaksana prenatal untuk kelainan


retina asimptomatik tidak dianjurkan dan kelahiran spontan pervaginam
diperbolehkan untuk dilakukan oleh wanita dengan kelainan retina resiko
tinggi.5
e. Edema Makular
Edema makular dengan atau tanpa retinopati proliferatif juga dapat
timbul pada masa kehamilan. Hal tersebut dapat timbul ataupun memburuk
selama kehamilan. Telah ditunjukkan bahwa edema makular sering
berhubungan dengan wanita hamil yang menderita diabetes yang juga
memiliki proteinuria dan hipertensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa
pada beberapa kasus dapat membaik secara spontan setelah kelahiran
namun dapat juga menetap, dan menyebabkan kehilangan penglihatan
jangka panjang.5

f. Uveitis
Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris,
badan siliar dan choroid. Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan
dengan sejumlah kasus timbulnya uveitis non-infeksi dibandingkan dengan
kondisi tanpa kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul saat kehamilan,
umumnya terjadi pada trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis
non-infeksi ini menunjukkan efek yang menguntungkan dari kehamilan
termasuk sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, uveitis idiopatik dan penyakit
Behcets. Sebagian besar dari wanita-wanota tersebut akan mengalami
kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran. Diduga bahwa peningkatan
hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid, dan beberapa faktor
lain dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh penekanan pada
uveitis.5

14

2.1.

MYOPIA TINGGI PADA PERSALINAN


Banyak pendapat mengenai hal ini. Banyak yang mengatakan pasien dengan
myopia yang tinggi beresiko mengalami robekan retina pada saat melahirkan secara
spontan. Namun tidak ada kasus yang dilaporkan dalam literatur yang dapat
menghubungkan ablasio atau robekan retina

dengan myopia pada wanita yang

melahirkan.5
Socha et. Al telah melakukan suatu studi, dimana sebanyak 4895 operasi
seksio Caesarea yang dilakukan telah diamati, 100 (2.04 %) diantaranya karena
indikasi okular yang telah dikonsulkan ke spesialis mata dan disarankan untuk
persalinan secara operasi. Frekuensi operasi seksio Caesarea atas indikasi okular telah
meningkat banyak pada tahun 2005 hingga 2006 tapi merosot sejak tahun 2006.
Namun demikian, hal itu tetap menjadi dua kali lebih tinggi pada tahun 2000. Dua
kelainan mata yang paling sering mengarah ke operasi seksio Caesarea adalah myopia
dan retina diabetikum. Hampir setengah dari keputusan untuk operasi seksio Caesarea
diambil hanya berdasarkan indikasi oftalmologi.11
Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti untuk mendukung keyakinan
bahwa riwayat operasi pada retina sebelumnya meningkatkan risiko perlepasan retina
pada persalinan spontan. Papamicheal et al. telah melakukan survei pada 74 orang ahli
kebidanan di Kongres Kebidanan dan Kandungan Eropa di Lisbon, Portugal.
Mayoritas dari dokter spesialis kebidanan ini tidak mendukung pandangan ini.
Kebanyakan dari responden (76 % di antaranya) merekomendasikan persalinan yang
dibantu alat (salah satu operasi seksio Caesarea atau persalinan instrumental),
sedangkan 24 % yang memberikan saran persalinan yang normal dan tidak ada faktor
lain yang mempengaruhi keputusan ini. Sebagian besar (58 % ) mengambil keputusan
tentang pelaksanaan persalinan ibu hamil hanya berdasarkan pendapat pribadi saja.
Partisipan juga diminta untuk mengklasifikasikan pasien dengan myopia
tinggi, riwayat ablasio retina, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan riwayat
operasi mata sebelumnya menjadi kategori risiko rendah, sedang atau tinggi untuk
persalinan spontan. Mayoritas membagikan myopia tinggi sebagai tidak berisiko atau
risiko rendah (59 %), riwayat ablasio retina sebagai risiko sedang-tinggi (73 %),
riwayat keluarga dengan ablasio retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %) dan
15

riwayat operasi mata sebelumnya sebagai risiko tinggi (56 %). Apabila ditanyakan
tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan mempengaruhi pengambilan
keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea dengan persalinan apontan
pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan pasien tanpa riwayat kelainan mata,
13.6 % lagi mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk
menjawab pertanyaan ini yang mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih
bingung untuk memilih apa yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan
riwayat ablasio retina merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei
ini sejalan dengan data yang dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan
pegangan ini dipakai secara internasional.10
Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan
persalinan spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat
peningkatan tekanan intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip Valsalva
pada kala 2 persalinan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan
tekanan intra-abdominal juga akan meningkatkan tekanan intra-okular. Hal ini hanya
dapat disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi aliran drainase dari aqueous pada
ruang anterior mata seperti glaukoma. Selain itu, peningkatan tekanan intra-okular
bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio retina.10
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan pengamatan
terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan myopia tinggi disertai
riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak terbukti adanya progresivitas
dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina, namun pada beberapa pasien
ditemukan adanya perdarahan retina dan edema makular. Dari pengamatan tersebut
disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan merupakan indikasi untuk dilakukan operasi
caesar, namun sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah
melahirkan.10
Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10
wanita yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan
memiliki riwayat ablatio retina sebelumnya, telah didiagnosa mengalami degenerasi
lattice yang luas, atau telah mendapat terapi simptomatik untuk kerusakan retina.
Subjek diikuti sejak trimester ketiga kehamilan sampai pada proses persalinan dan
post partum, diawasi adanya perubahan pada retina. Hasil penelitian tersebut
16

menyatakan tidak ditemukannya perubahan pada retina pada pemeriksaan postpartum,


sehingga dapat disimpulkan terapi prenatal pada kelainan retina asimptomatik tidak
dianjurkan, dan kelahiran spontan per vaginam dapat dilakukan pada wanita dengan
resiko tinggi terjadinya kelainan retina.11
Penelitian yang dilakukan oleh Neri A et al juga mendukung hal tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 50 wanita dengan myopia (4.5 15.0 D)
yang akan melahirkan. Dilakukan pemeriksaan funduskopi pada seluruh responden
sebelum dan setelah melahirkan. Berbagai macam tipe degenerasi retina dan
kerusakan retina ditemukan pada pemeriksaan pre partum, namun tidak ditemukan
adanya perburukan dari kelainan yang ada pada pemeriksaan post partum. Dari hasil
penelitian tersebut, disarankan untuk tetap dilakukan persalinan spontan per vaginam
pada pasien dengan myopia tinggi.12
Sebuah penelitian telah menunjukkan terdapat kecenderungan yang tinggi
persalinan secara seksio caesarean pada pasien denga myopia tinggi. Loncare et. Al
telah meneliti 30553 persalinan selama 9 tahun di antara 1993 hingga 2002. Terdapat
87 % pasien melahirkan secara spontan, 3 % melahirkan dibantu ekstraksi vakum dan
10 % persalinan secara seksio caesarean. Di dalam jumlah tersebut terdapat 693
wanita hamil dengan myopia, 421 orang (61 %) dengan myopia rendah, 159 orang (23
%) dengan myopia sedang dan 113 orang (16 %) dengan myopia tinggi. Persalinan
dengan operasi seksio caesarea dilaporkan kurang lebih sama pada pasien yang tidak
myopia, dan myopia tingkat rendah-sedang serta lebih tinggi pada pasien dengan
myopia tinggi.Tingkat persalinan secara ekstraksi vakum diamati lebih tinggi pada
pasien dengan myopia sedang dan tinggi berbanding pasien dengan myopia rendah
dan tidak myopia. Di antara semua pasien, pasien dengan myopia tinggi mempunyai
kadar persalinan secara operasi yang lebih tinggi berbanding persalinan spontan.
Kesimpulannya, persalinan spontan pervaginam tidak dianggap sebuah kontraindikasi
untuk pasien dengan myopia tinggi. 6,7

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.

3. Oftalmologi gede
4. Buku merah 06
5. Jurnal afrika
6. 5 d afrika
7. 2 d afrika
8. 8 d afrika
9. 9 d afrika
10. Jurnal 1
11. Jurnal 2
12. Jurnal 3

18

Anda mungkin juga menyukai