Anda di halaman 1dari 11

PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA

(Studi pada Pemerintah Kabupaten Way Kanan)

Eko Budi Sulistio, S.AP., M.AP


Dosen Tetap Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung
Email: sulistio_eb@unila.ac.id

ABSTRACT
Performance budgeting system is the budgets system which emphasizes in the
output and the expenditure. This system tries to link between the output and the
outcome by emphasizing the eficiency and effectiveness of alocated funds. The
settlement of the performance budgeting is devided into planning such as the
programme and the activity whis is going to be conducted an the indicator which
is going to be obtained. The government in Way Kanan has measured the budget
using the performance budgeting as way in alocating the financial for all the
programs in the region. The setlement in this budgeting system was supported by
the assemble. Besides as the new budgeting system, the inplementation in Way
Kanan was not successfully run, there were some problems occured such as : the
insuficient number of capable human resources in this field. So that the resercer
has made some suggestions such as : (a) The increasing ability for human resorces
both for the quantity and quality (b) The priority of the development should be
related to the budget which can be managed by the region so that the
development policy can be well obtained.
Keyword: budgeting, government, human resources

LATAR BELAKANG

negara. Oleh karena itulah, maka


rencana-rencana pemerintah unluk
melaksanakan keuangan negara perlu
dibuat dan dituangkan dalam bentuk
anggaran.
Mengingat
akan
besarnya
manfaat
anggaran
bagi
suatu
organisasi, maka anggaran tersebut
harus disusun secara baik. Hal ini
ditegaskan oleh Izzetin (1979) bahwa
penyusunan anggaran yang baik harus
mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
partisipasi
dalam
penyusunan
anggaran,
kejelasan
sasaran anggaran, umpan balik
anggaran, evaluasi anggaran dan
tingkat kesulitan anggaran. Oleh
karena itu untuk dapat merancang
anggaran
pemerintah,
maka
diperlukan sistem anggaran yang
memadai.

Paradigma
manajemen
keuangan pemerintahan saat ini
menekankan
bahwa
kegiatan
pemerintah harus berorientasi pada
kinerja (hasil), bukan pada biaya.
Hasil yang diperoleh tersebut harus
terukur, serta menunjang pencapaian
visi dan misi sesuai dengan fungsi
pemerintahan
masing-masing
kementerian/ lembaga/ satuan kerja
perangkat
daerah.
Untuk
melaksanakan hak dan kewajiban
serta
pelaksanaan
tugas
yang
diberikan oleh rakyat, pemerintah
harus mempunyai suatu rencana yang
matang guna mencapai suatu tujuan
yang dicita-citakan. Rencana-rencana
tersebut disusun secara seksama yang
akan dipakai sebagai pedoman dalam
setiap langkah pelaksanaan tugas

39

40

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010

Saat
ini
Indonesia
telah
merubah sistem anggaran sektor
publiknya
dengan
menggunakan
sistem anggaran berbasis kinerja
(performance budgeting). Melalui
anggaran
berbasis
kinerja,
diharapkan
pembangunan
yang
dilaksanakan oleh pemerintah dapat
mengedepankan proses bottom-up di
dalam
pelaksanaannya.
Pada
akhirnya nanti, akan menyediakan
ruang yang lebih luas bagi instansi
pemerintah untuk mengelola atau
merelokasi
sumber
daya
guna
mencapai produktivitas anggaran
yang lebih tinggi.
Instansi
pemerintah
sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang, dituntut adanya
suatu perubahan dalam pola pikir
untuk
menyusun
programprogramnya, dan mendisain aktivitas
anggarannya betul-betul berdasarkan
orientasi untuk mencapai satu
tujuan. Dalam pengelolaan uang
negara sesuai dengan Undang-Undang
No.17 tahun 2003 mengamanatkan
bahwa di dalam menyusun anggaran
bagi instansi pemerintah harus
berorientasi pada kinerja. Hal ini
diperkuat oleh Mardiasmo (2001)
yang menyatakan bahwa dalam
penyusunan anggaran daerah yang
dikehendaki adalah: (a) Anggaran
Daerah
harus
bertumpu
pada
kepentingan publik; (b) Anggaran
Daerah harus dikelola dengan hasil
yang baik dan biaya rendan (work
better and cost less); (c) Anggaran
Daerah harus mampu memberikan
transparansi dan akuntabilitas secara
rasional untuK keseluruhan siklus
anggaran; (d) Anggaran Daerah harus
dikelola dengan pendekatan kinerja
(performance
oriented)
untuk
seluruh jenis pengeluaran maupun
pendapatan; (e) Anggaran Daerah
harus
mampu
menumbuhkan
profesionalisme kerja di setiap
organisasi yang terkait; (f) Anggaran
Daerah harus dapat memberikan
keleluasaan bagi para pelaksananya

ADMINISTRATIO

untuk memaksimalkan peugelolaan


dananya
dengan
memperhatikan
prinsip value for money.
Berdasarkan
undang-undang
otonomi daerah pemerintah daerah
diberi kewenangan untuk mengatur
dan
mengurus
sendiri
urusan
pemerintahan menurut asas ekonomi
dan tugas perbantuan. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004
tentang Pemerintah
Daerah sebagai pengganti UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang
perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
1999.
Penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangan daerah seperti yang
disebut diatas didanai dari dan atas
beban APBD, yang merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam
masa satu tahun anggaran. Dalam
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara pasal 19
(1) dan (2) menyebutkan bahwa,
dalam rangka penyusunan RAPBD
Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) selaku pengguna anggaran
menyusun
rencana
kerja
dan
anggaran
dengan
pendekatan
berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai.
Penerapan
prinsip
good
governance
menuntut
adanya
reformasi
manajemen
keuangan
pemerintah. Reformasi manajemen
keuangan
pemerintah
(daerah)
tersebut
diperlukan
untuk
menghasilkan
suatu
manajemen
keuangan pemerintah (daerah) yang
transparan,
akuntabel,
yang
mendukung peningkatan peran serta
masyarakat dan supremasi hukum di
bidang
keuangan
negara
dan
meningkatkan kinerja pemerintah
(daerah).
Sistem
penganggaran
berbasis kinerja merupakan suatu
sistem penyusunan anggaran yang
menekankan
pada
hasil
dan

ISSN : 2087-0825

Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

mengendalikan belanja. Sistem ini


terutama berusaha untuk mengaitkan
langsung antara keluaran) dengan
hasil yang disertai dengan penekanan
terhadap efektivitas dan efisiensi
anggaran
yang
dialokasikan.
Penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja mendasarkan prosesnya pada
perencanaan kinerja, yang terdiri
dari program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan dan indikator kinerja
yang ingin dicapai oleh suatu entitas
pengguna anggaran. Dalam menyusun
anggaran berbasis kinerja organisasi
ataupun unit organisasi tidak hanya
diwajibkan
menyusun
fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja
tetapi juga merencanakan kegiatan
yang ingin dicapai, dalam bentuk
keluaran
atau terutama hasil
program atau kegiatan yang akan
dilaksanakan (BPKP, 2005).
Mewujudkan sebuah sistem
Penganggaran berbasis kinerja yang
efektif perlu terus diperjuangkan
secara bertahap dalam rangka
meningkatkan kualitas pengelolaan
keuangan daerah. Adapun tujuan
anggaran berbasis kinerja adalah
efisiensi
pelaksanaan
anggaran
dengan menghubungkan beban kerja
dan
kegiatan terhadap biaya,
mendukung
alokasi
anggaran
terhadap prioritas program dan
kegiatan,
meningkatkan
kualitas
pelayanan publik dan merubah
paradigma dari kinerja lembaga
berdasarkan besar dana yang menjadi
penilaian
berdasarkan pencapaian
kinerja yang diukur dengan indikatorindikator substantif yang dihasilkan
suatu program atau kegiatan yang
dilaksanakan secara efisien, efektif,
dan ekonomis, dan sejalan dengan
kebijakan organisasi (BPKP, 2005).
Berdasarkan uraian di atas,
maka semakin disadari perlunya
Pemerintah Kabupaten menerapkan
konsep anggaran berbasis kinerja.
Atas dasar pemikiran inilah peneliti
tertarik
mengajukan
usulan
penelitian yang berjudul Analisis

ADMINISTRATIO

41

Penyusunan
Anggaran
Berbasis
Kinerja Oleh Pemerintah Daerah
(Studi pada Pemerintah Kabupaten
Way Kanan)

MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang
pemikiran yang telah disampaikan,
maka masalah penelitian dirumuskan
sebagai
berikut:
Bagaimanakah
proses penyusunan anggaran berbasis
kinerja di Kabupaten Way Kanan?

TUJUAN PENELITIAN
Sesuai
dengan
masalah
penelitian yang dirumuskan di atas
maka tujuan penelitian ini adalah
untuk
mendeskripsikan
proses
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja pada Bagian Keuangan
Pemerintah Kabupaten Way Kanan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah
penelitian
deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan jenis
penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan
secara
tepat
mengenai suatu fenomena (keadaan,
sifat-sifat suatu individu, atau gejala
terhadap
kelompok
tertentu)
(Singarimbun dan Efendy, 1985).
Dalam hal pengumpulan dan analisis
data maka digunakan pendekatan
kualitatif. Pendekatan Kualitatif ialah
prosedur
penelitian
yang
menghasilkan data-data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati, sehingga data yang
dikumpulkan adalah data yang
berupa kata/ kalimat maupun
gambar. Data-data ini bisa berupa
naskah
wawancara,
catatan
lapangan, foto, video, dokumen
pribadi, memo ataupun
dokumen

ISSN : 2087-0825

42

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010

resmi lainnya (Maleong, 2000).


Dengan demikian maka jelaslah
bahwa penelitian kualitatif ini
menyangkut perilaku dari sebuah
objek penelitian dan menyangkut
bagaimana peneliti nantinya akan
mengolah data dan menyajikannya
dalam laporan penelitian.
Untuk menghindari bias data
dalam penelitian jenis ini dikenal
teknik focusing data, yang meliputi:
(a) Arah dan prioritas pembangunan
daerah di Kabupaten Way Kanan, (b)
Kebijakan
keuangan
daerah
Kabupaten
Way
Kanan
dalam
mendukung tercapainya prioritas
pembangunan daerah, (c) Proses
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja di Kabupaten Way Kanan.
Data yang diperoleh penelitian
ini berasal dari beberapa sumber,
yakni: informan, dokumen dan
peristiwa. Data-data yang diperlukan
dalam
penelitian
ini
akan
dikumpulkan
dengan
teknik
pengumpulan
antara
lain:
wawancara,
dokumentasi
dan
observasi. Sedangkan analisis data
menggunakan teknik analisis model
siklus dari Miles dan Huberman yang
terdiri dari: data reduction, data
display dan data verification.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian
Kabupaten
Way
Kanan
merupakan satu dari 14 Kabupaten
yang ada di daerah Propinsi Lampung
yang dibentuk berdasarkan UU.No.12
Tahun 1999 tanggal 20 April 1999.
Secara geografis Kabupaten Way
Kanan berada antara arah Utara Selatan 4.12 - 4.58 Lintang Selatan
dan arah Timur - Barat 104.17 105.04
Bujur
Timur.
Secara
administratif, batas-batas wilayah
Kabupaten Way Kanan adalah:
Sebelah Utara dengan Propinsi
Sumatera Selatan; Sebelah Selatan
dengan Daerah Kabupaten Lampung

ADMINISTRATIO

Utara; Sebelah Timur dengan Daerah


Kabupaten Tulang Bawang; Sebelah
Barat dengan Daerah Kabupaten
Lampung Barat.
Pada tahun 2004 pembagian
wilayah di Kabupaten Way Kanan
mengalami pemekaran menjadi 12
Kecamatan, 195 Kampung dan 3
Kelurahan.
Pada
tahun
2005
berdasarkan Peraturan Daerah No. 2
tahun 2005 terbentuk 2 Kecamatan
Baru
hasil
pemekaran,
yaitu
Kecamatan
Buay
Bahuga
dan
Kecamatan
Bumi
Agung
dan
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor
3 tahun 2005 terbentuk 2 kampung
baru hasil pemekaran, yaitu Kampung
Karya Maju dan Kampung Mulya Jaya
di Kecamatan Rebang Tangkas.
Sehingga
jumlah
kecamatan,
kelurahan dan kampung di Kabupaten
Way Kanan pada saat ini menjadi 14
kecamatan, 3 Kelurahan dan 197
Kampung.
Secara demografis, berdasarkan
hasil sensus tahun 2003 tingkat
pertumbuhan penduduk Kabupaten
Way Kanan pada tahun 2001
mencapai 2,12 % ditahun 2002
mencapai 1,12 % dan ditahun 2003
sebesar 1,76 % dengan total jumlah
penduduk sebanyak 367,574 jiwa
ditahun 2003 dan telah berkembang
menjadi 374.618 ditahun 2004
dengan tingkat kepadatan 95,52
orang/Km2. Perkembangan jumlah
penduduk secara tidak langsung
mempengaruhi
perkembangan
angkatan kerja, penduduk usia kerja,
tingkat ketergantungan dan indikator
kependudukan lainnya. Berikut ini
akan ditampilkan tabel pertumbuhan
penduduk, struktur umur penduduk
yang
sekaligus
menggambarkan
perbandingan
penduduk
usia
produktif dengan tidak produktif.
Mata pencarian penduduk di
Kabupaten Way Kanan sebagian besar
di sektor pertanian, kehutanan,
perkebunan dan perikanan, disusul
perdagangan,
angkutan,
jasa
kemasyarakatan, pertambangan dan

ISSN : 2087-0825

Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

penggalian dan lain-lain. Secara rinci

43

dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1. Pekerjaan Penduduk Menurut Lapangan Usaha


Jenis pekerjaan
Pertanian, Kehutanan,
Perkebunan dan
Perikanan
Pertambangan dan
penggalian
Industri Pengolahan
Lisrik, gas dan air
Bangunan
Perdagangan Besar,
Eceran , Rumah Makan
dan Hotel
Angkutan, Penggudangan
dan Komunikasi
Keuangan, Asuransi,
Usaha Sewa bangunan,
tanah dan jasa
perusahaan
Jasa Kemasyarakatan
Sumber; BPS, 2005

Proses
Penyusunan
Berbasis Kinerja

Th 2000

Th 2001

Th 2002

Th 2003

142.439

114.345

143.47

151.016

1.362

165
6.105
2.475

483
4.669
161

2.114
151
604

7.141

5.445

6.924

11.941

1.097

660

1.933

11.941

165

152

3.795

4.669

7.853

9.158

Anggaran

Pedoman
penyusunan
ABK
adalah penetapan ukuran atau
indikator keberhasilan sasaran dan
fungsi-fungsi belanja. Oleh karena
aktivitas dan pengeluaran biaya
dilaksanakan pada tiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) maka
kinerja
yang
dimaksud
akan
menggambarkan tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan (program
dan
kebijaksanaan)
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan
misi unit kerja tersebut.
Undang-Undang
Nomor
17
menyatakan bahwa rencana kerja
SKPD disusun dengan pendekatan
berdasarkan prestasi kerja. Untuk
mendukung kebijakan ini perlu
dibangun suatu sistem yang dapat
menyediakan data dan informasi
untuk penyusunan APBD dengan
pendekatan kinerja. Dengan adanya
sistem tersebut pemerintah daerah

ADMINISTRATIO

akan
dapat
mengukur
kinerja
keuangannya yang tercermin dalam
APBD. Agar sistem dapat berjalan
dengan baik perlu ditetapkan ASB,
tolak ukur kinerja dan standar biaya
(BPKP, 2005).
Dalam
penyusunan
APBD
berbasis kinerja pemerintah daerah
harus memperhatikan prinsip-prinsip
penganggaran yaitu, transparansi dan
akuntabilitas
anggaran,
disiplin
anggaran,
keadilan
anggaran,
efisiensi dan efektivitas anggaran.
Anggaran disusun dengan pendekatan
kinerja
yang
mengutamakan
pencapaian hasil output/outcome.
Dengan disusunnya APBD berbasis
kinerja berarti pemerintah telah
melakukan perubahan. Perubahan
yang dilakukan mengarah pada
bagaimana meningkatkan kualitas
pelayanan
kepada
masyarakat
bersamaan
dengan
peningkatan
produktivitas. Kedua tujuan tersebut
mendorong manajemen pemerintah
daerah untuk meningkatkan kinerja

ISSN : 2087-0825

44

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010

instansi instansi di pemerintah


daerah.
Perencanaan anggaran daerah
secara keseluruhan yang mencakup
penyusunan Kebijakan Umum APBD
sampai dengan disusunnya Rancangan
APBD terdiri dari beberapa tahapan
proses perencanaan anggaran daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17
Tahun 2003 serta Undang-Undang No.
32 dan 33 Tahun 2004, tahapan
tersebut adalah sebagai berikut
(BPKP, 2005):
1. Pemerintah
daerah
menyampaikan kebijakan umum
APBD tahun anggaran berikutnya
sebagai landasan penyusunan
rancangan APBD paling lambat
pada pertengahan bulan Juni
tahun berjalan. Kebijakan umum
APBD tersebut berpedoman pada
RKPD. Proses penyusunan RKPD
tersebut dilakukan antara lain
dengan
melaksanakan
musyawarah
perencanaan
pembangunan (musrenbang) yang
selain diikuti oleh unsur-unsur
pemerintahan
juga
mengikutsertakan
dan/atau
menyerap aspirasi masyarakat
terkait, antara lain asosiasi
profesi,
perguruan
tinggi,
lembaga swadaya masyarakat
(LSM), pemuka adat, pemuka
agama, dan kalangan dunia
usaha.
2. DPRD
kemudian
membahas
kebijakan umum APBD yang
disampaikan oleh pemerintah
daerah
dalam
pembicaraan
pendahuluan
RAPBD
tahun
anggaran berikutnya.
3. Berdasarkan Kebijakan Umum
APBD yang telah disepakati
dengan
DPRD,
pemerintah
daerah bersama DPRD membahas
prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan
bagi setiap SKPD.
4. Kepala SKPD selaku pengguna
anggaran menyusun RKA-SKPD
tahun
berikutnya
dengan

ADMINISTRATIO

5.

6.

7.

8.

mengacu pada prioritas dan


plafon anggaran sementara yang
telah
ditetapkan
oleh
pemerintah
daerah
bersama
DPRD.
RKA-SKPD tersebut kemudian
disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas
dalam
pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
Hasil
pembahasan RKA-SKPD
disampaikan kepada pejabat
pengelola
keuangan
daerah
sebagai
bahan
penyusunan
rancangan perda tentang APBD
tahun berikutnya.
Pemerintah daerah mengajukan
rancangan perda tentang APBD
disertai dengan penjelasan dan
dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD pada
minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya.
Pengambilan keputusan oleh
DPRD mengenai rancangan perda
tentang
APBD
dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan
sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.

Gambar 1:
Tahapan Penyusunan APBD
Kabupaten Way Kanan

ISSN : 2087-0825

Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Salah satu hal yang harus


dipertimbangkan dalam penetapan
belanja
daerah
sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undangan
Nomor 32 Tahun 2004 pasal 167 (3)
adalah ASB. Alokasi belanja ke dalam
aktivitas untuk menghasilkan output
seringkali tanpa alasan dan justifikasi
yang kuat. ASB mendorong penetapan
biaya dan pengalokasian anggaran
kepada setiap aktivitas unit kerja
menjadi lebih logis dan mendorong
dicapainya efisiensi secara terusmenerus
karena
adanya
pembandingan (benchmarking) biaya
per unit setiap output dan diperoleh
praktek-praktek
terbaik
(best
practices) dalam desain aktivitas.

Gambar 2:
Mekanisme Penyusunan Anggaran
Berbasis Kinerja
Menurut BPKP (2005) enam
langkah untuk penghitungan biayabiaya output/outcome. Pertama,
menetapkan tujuan akuntansi biaya.
Suatu langkah penting dalam setiap
pelaksanaan akuntansi biaya adalah
memahami mengapa pelaksanaan
akuntansi
biaya
ini
dilakukan,
keputusan apa dan dimana akuntansi
biaya diperlukan. Tanggung jawab
untuk
menetapkan
mengapa
akuntansi biaya diperlukan terletak
pada manajemen tingkat atas antara
lain kepala bagian keuangan. Namun
setiap
keputusan
yang
akan

ADMINISTRATIO

45

mempengaruhi biaya dan metode


penghitungan biaya, agar dapat
menyediakan informasi yang lebih
baik, hal ini merupakan tanggung
jawab seluruh level manajemen.
Kedua, menetapkan output
untuk
dihitung
biayanya.
Mendefinisikan output merupakan
langkah penting untuk menentukan
pencapaian
target-target
dari
aktivitas yang dibiayakan. Disain
sistem
akuntansi
biaya
akan
mempengaruhi
pengalokasian
biayanya. Manajer program pada tiap
unit kerja dan kepala bagian
perencanaan serta bagian keuangan
paling berkompeten dalam langkah
ini. Tindakan yang diperlukan: (a)
Menetapkan kunci keberhasilan (key
result area) atas struktur aktivitas
program;
(b)
Menetapkan
dan
membebaskan tarif; (c) Menyediakan
harga satuan.
Ketiga,
menetapkan
dasar
biaya. Merumuskan biaya yang
relevan dalam perhitungan biaya
output untuk suatu aktivitas antara
lain: Belanja program langsung,
Belanja tidak langsung pendukung
program, Belanja administrasi umum,
Belanja dari produk dan jasa yang
diterima dari unit horisontal dan
vertikal (termasuk dari pemerintah
pusat) dan digunakan dalam aktivitas
untuk menghasilkan output, Belanja
modal berhubungan dengan asset
yang digunakan langsung maupun
tidak langsung, Pengeluaran untuk
pajak
tanggung
jawab
untuk
mengembangkan dasar biaya terletak
pada
staf
bagian
keuangan,
khususnya
bagian
akuntansi.
Sedangkan manajer program/ bagian
perencanaan
mengidentifikasi
kategori biaya yang sesuai untuk
setiap output dan mendefinisikan
relevansi dari biaya tersebut. Seluruh
dasar biaya tersebut aktivitasnya
dialokasikan
dalam
administrasi
umum, program pendukung dan biaya
langsung.

ISSN : 2087-0825

46

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010

Keempat, menetapkan proses


alokasi. Langkah berikutnya adalah
mendefinisikan proses alokasi apa
yang
diperlukan
untuk
mengalokasikan sumber dana ke unitunit kerja dimana biaya tersebut
diperlukan. Terdapat dua jenis
alokasi biaya yang akan diperlukan
untuk suatu penghitungan total biaya
yaitu: (a) Alokasi belanja operasional
ke program; dan (b) Alokasi belanja
operasional ditambah dengan biaya
yang
mendukung
program,
ke
kegiatan yang rinci. Kedua jenis
belanja tersebut di atas direalisir
menjadi
biaya
keseluruhan
output/outcome.
Pada umumnya dalam akuntansi
biaya, overhead adalah masalah yang
komplek. Pada awalnya, organisasi
mendefinisikan dan mengategorikan
overhead secara berbeda-beda. Ada
yang berpendapat sebagai suatu
biaya overhead, ada juga yang
berpendapat sebagai biaya langsung.
Beberapa biaya overhead dapat
dianggap sebagai biaya administrasi
umum atau biaya pendukung program
(biaya tidak langsung), tergantung
bagaimana fungsi overhead dikelola
dan
dimana
dilaporkan
(yang
bervariasi dari satu organisasi ke
organisasi lain).
Pengalokasian overhead adalah
suatu seni yang membutuhkan
justifikasi yang signifikan. Namun
asumsi yang wajar seharusnya
menghasilkan
praktek-praktek
penghitungan biaya yang adil.
Pengalokasian dana akan memerlukan
konsultasi
dengan
biro/bagian
perencanaan, terutama atas metode
yang
digunakan
untuk
mengalokasikan
biaya-biaya
ke
output/outcome. Kegiatan untuk
menetapkan proses alokasi dilakukan
sebagai berikut: (a) Memilih dan
menentukan
apakah
overhead
langsung dialokasikan ke sub-sub
aktivitas atau melalui tahap distribusi
dengan
melihat
apakah
ada
kesesuaian antara indikator-indikator

ADMINISTRATIO

output-input; (b) Mengkaji hubungan


sub aktivitas dengan output apakah
ada hubungan langsung antar inputoutput
(beberapa
diantaranya
menggunakan dasar pertimbangan
untuk dasar alokasi).
Kelima, menyeleksi dasar-dasar
alokasi. Definisikan dasar-dasar yang
mewakili hubungan antara biaya yang
sedang dialokasikan dengan program,
kemudian kepada aktivitas yang
menghasilkan output yang ditetapkan
tersebut. Tanggung jawab menyeleksi
dasar-dasar alokasi pada bagian
keuangan dengan berkonsultasi pada
staf
program
untuk
dapat
mengidentifikasi
faktor
pemicu
pengalokasian biaya-biaya. Kegiatan
untuk menyeleksi dasar-dasar alokasi
sebagai berikut : (a) Mengalokasikan
belanja operasional ke programprogram
dengan
cara:
(i)
memperoleh
komponen
utama
administrasi umum, (ii) menetapkan
kebijakan pemicu biaya (cost driver)
untuk biaya tidak langsung (overhead
cost),
(iii)
mengidentifikasikan
tingkat materialitas komponen biaya
overhead dan abaikan yang lainnya
jika tidak material, (iv) menentukan
dasar alokasi overhead yang berbeda
pada
setiap
program
(kenali
karakteristik indikator input), (v)
menggunakan metode perhitungan
antara biaya dengan manfaatnya
(cost benefit) untuk memilih dasar
alokasi
yang
sesuai.
(b)
Mengalokasikan belanja administrasi
umum dan belanja pendukung
program ke sub aktivitas dengan
cara: (i) Dapatkan anggaran langsung
pada setiap aktivitas di mana alokasi
biaya overhead-nya diperlukan, (ii)
Tetapkan indikator input atas biaya
variabel jika biaya langsungnya
sangat
bervariasi
mungkin
pendekatan
total
anggaran
operasional atau anggaran kapital
lebih baik. (c) Mengalokasikan biaya
sub aktivitas ke output dengan cara:
(i) Tetapkan indikator output, apakah
keluaran suatu sub aktivitas atau

ISSN : 2087-0825

Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

lebih, (ii) Jika lebih dari satu


aktivitas maka indikator efisiensi
menggunakan perbandingan input ke
output, atau sebaliknya output ke
input.
Keenam,
melakukan
penghitungan. Ikhtisarkan langkahlangkah
di
atas
ke
dalam
penghitungan dengan pendekatan
akuntansi biaya dan dasar alokasi
yang telah ditetapkan. Perhitungan
biaya
memperlihatkan
tingkat
materialitas biaya sehingga yang
tidak material bisa diabaikan. Tugas
menghitung
dan
menyediakan
pedoman fungsional ini terletak pada
bagian
akuntansi.
Kegiatan
penghitungan
dilakukan
sebagai
berikut : (a) Rincikan biaya ke dalam
kategori
biaya
tidak
langsung
(overhead) dan biaya langsung pada
masing-masing sub aktivitas; (b)
Aplikasikan
persentase
standar
manfaat kepada belanja pegawai
(Basic Pay) ke dalam biaya-biaya sub
aktivitas; (c) Dapatkan biaya historis,
nilai buku dan unit pakai dari aset
tetap yang berhubungan dengan sub
aktivitas tersebut; (d) Dapatkan biaya
modal atas aset tetap dari investasi
yang pendanaannya melalui pinjaman
; (e) Dapatkan nilai beban (input)
atas biaya gratis yang merupakan
output dari unit kerja lain dan nilai
alokasi beban output dari output unit
kerja tersebut yang digunakan oleh
unit kerja lain; (f) Jumlahkan seluruh
biaya untuk menentukan biaya output
keseluruhan (implisit cost dan
exsplisit cost).
Penjumlahan
biaya
yang
ditetapkan pada setiap output
aktivitas per unit kerja tidak sama
dengan penjumlahan biaya pada
pusat biaya karena adanya biaya
implisit dan perhitungan ganda yaitu
output pada satu unit kerja menjadi
input pada unit kerja lain. Metode
perhitungan
biaya
tersebut
mengharuskan kita membuat analisis
biaya pada setiap output dan dengan
pendekatan aktivitas manajemen,

ADMINISTRATIO

47

efisiensi dari tahun ke tahun akan


dapat dilakukan. Metode perhitungan
biaya ini merupakan aktivitas untuk
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja, disebut sebagai ASB.
Berdasarkan uraian diatas
dapat diketahui bahwa paradigma
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja telah menjadi kewajiban bagi
pemerintah daerah di Indonesia
termasuk di Kabupaten Way Kanan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa
penerapan system anggaran berbasis
kinerja dapat diimplementasikan
secara baik di Kabupaten Way Kanan.
Hal ini tentu dapat berdampak pada
efisiensi
dan
efektifitas
pembangunan daerah pada masa yang
akan datang. Namun demikian salah
satu hambatan dalam penyusunan
anggaran berbasis kompetensi ini
adalah masih rendahnya kualitas SDM
dan kurangnya kuantitas SDM yang
menguasai system Anggaran Berbasis
Kinerja pada setiap instansi.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bagian
sebelumnya
dapat
disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah
Kabupaten
Way
Kanan
telah
melaksanakan
penyusunan anggaran daerah
berbasis kinerja sebagai upaya
pembiayaan
program-program
pembangunan
daerah.
Penyusunan anggaran berbasis
kinerja
ini
mendapatkan
dukungan politik yang tinggi dari
Kepala Daerah maupun legislatif
daerah (DPRD).
2. Sebagai sistem anggaran yang
relatif
baru
maka
diimplementasikan di Kabupaten
Way Kanan masih ditemukan
beberapa
masalah
yakni:
kurangnya jumlah sumber daya
manusia yang menguasai sistem
anggaran baru ini.

ISSN : 2087-0825

48

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010

SARAN-SARAN
1.

2.

Perlu
adanya
peningkatan
kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia yang menguasai
system penyusunan anggaran
berbasis kinerja pada setiap
SKPD sehingga tidak menyulitkan
pembahasan pada tingkat antar
SKPD.
Prioritas pembangunan daerah
hendaknya disesuaikan dengan
jumlah anggaran yang dapat
dikelola oleh daerah sehingga
kebijakan pembangunan tersebut
dapat dicapai dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
BPKP, 2005. Pedoman Penyusunan
Anggaran Berbasis Kinerja.
Jakarta.
Burhanudin,
2002.
Pengaruh
Karakteristik
Anggaran
Terhadap
Efektifitas
Pelaksanaan Anggaran (Studi di
Kota Malang). Tesis, tidak
dipublikasikan. PPS Universitas
Brawijaya. Malang.
Devas, Nick et all, 1989. Keuangan
Pemerintah
Daerah
di
Indonesia, UI-Press, Jakarta,
1989
Domai,
Tjahjanulin.
2002.
Reinventing Keuangan Daerah
(studi tentang pengelolaan
keuangan
daerah).
Dalam
Jurnal
Administrasi
Negara
VolumeII Nomor 2 Maret 2002.
FIA Universitas Brawijaya.
Faisal, Sanapiah, 1992. Penelitian
Kualitatif: Dasar-dasar dan
Aplikasi, Y3A, Malang
Fauzi, Achmad dan Ek. Iskandar,
1995. Cara Membaca APBD, PT.
Danar
Wijaya
Brawijaya
University Press, Malang.

ADMINISTRATIO

Hendrarso, E.S. 2005. Penelitian


Kualitatif: Suatu Pengantar,
dalam Metode Penelitian Sosial:
Berbagai Alternatif Pendekatan,
editor:
Bagong
Suyanto,
Penerbit Kencana. Jakarta
Ichsan,
Moch,
dkk,
1997.
Administrasi Keuangan daerah:
Pengelolaan dan Penyusunan
APBD, PT. Danar Wijaya,
Brawijaya University Press,
Malang.
Indonesia Review, 2006. Penyusunan
Anggaran
Harus
Berbasis
Kinerja.www.indonesiareview.c
om, 31 Maret 2006.
Kaho, Josef Riwu, 2002. Prospek
Otonomi daerah di Republik
Indonesia,
Rajawali
Press,
Jakarta.
Mardiasmo, 2000. Implikasi APBN dan
APBD Dalam Konteks Otonomi
Daerah. Makalah disampaikan
dalam Seminar Sehari Menyoal
Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Sumatera Selatan, 11 April
2000.
Universitas
IBA.
Palembang.
Mardiasmo,
2001.
Manajemen
Penerimaan
Daerah,
Pengeluaran Daerah & Bentuk
seta Struktur APBD 2001.
Disampaikan pada Workshop
Pembekalan
Penyusunan
Propeda
Kabupaten/
Kota
Propinsi
NTB,
bekerjasama
dengan SIAGA Project dan
Bappeda Mataram.
Mardiasmo,
2001.
Perencanaan
Keuangan Publik Sebagai Suatu
Tuntutan dalam Pelaksanaan
Pemerintahan Daerah yang
Bersih dan Berwibawa. Makalah
disampaikan
dalam
acara
Diskusi Panel Nasional yang
diselenggarakan oleh IAI-KASP,
tanggal 22 Maret 2001 di
Jakarta.

ISSN : 2087-0825

Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor


Publik, Yogyakarta, Penerbit
ANDI,
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan
Manajemen Keuangan Daerah,
Penerbit ANDI Yogyakarta.
Miles, M. B. & Hubberman, M. A,
1992.
Qualitative
Data
Analisys, Sage Publication Inc.
UK
Moleong,
Lexy,
2000.
Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung,
PT Remaja Rosda Karya.
Nugroho, Riant. D, 2001. Reinventing
Indonesia,
Menata
Ulang
Manajemen Pemerintah untuk
membangun Indonesia Baru
dengan Keunggulan Global,
Makalah.
Nugroho, Trilaksono, 2000. Reformasi
dan
Reorientasi
Kebijakan
Otonomi
daerah
dalam
Perspektif
Hubungan
Pemerintah
Pusat-daerah,
Jurnal Administrasi Negara, Vol.
1 2000, FIA-Unibraw Malang.
Nugroho,
Trilaksono.
2003.
Administrasi Keuangan Negara.
FIA
Universitas
Brawijaya.
Malang.
Pahlawi, Riza. 2002. Pengaruh
Koordinasi
Penyusunan
Anggaran Terhadap efektifitas
Pelaksanaan Anggaran (Studi
pada
Pemerintah
Propinsi
Sumatera Selatan). Tesis, tidak
dipublikasikan. PPS Universitas
Brawijaya. Malang.

49

dipublikasikan. PPS Universitas


Brawijaya. Malang.
Singarimbun, Masri & Effendi, Sofyan,
1985. Metode Penelitian Survei.
LP3ES. Jakarta
Tambunan, B.S, 1996. Perimbangan
Keuangan Pusat dan daerah,
Bina Rena Prawira, Jakarta.
Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang
Otonomi
Daerah,
Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2000
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan daerah
Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan
Widodo,
Joko,
2001.
Good
Governance:
Telaah
Akuntabilitas
dan
Kontrol
Birokrasi
pada
Era
Desentralisasi dan Otonomi
Daerah,
Surabaya,
Insan
Cendekia
Bratakusuma, Dedy Supriyadi. 2001.
Otonomi
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah.
Gramedia. Jakarta.

Prihantoro,
Purwono,
2001,
Pembangunan Daerah, Renstra
dan Akuntabilitas (Pendekatan
Public
sector
Balanced
Scorecard), 2001.
Sidik,

Mokhamad. 2004. Proses


Penyusunan Anggaran Kinerja
(Studi di Pemerintah Kota
Blitar).
Tesis,
tidak

ADMINISTRATIO

ISSN : 2087-0825

Anda mungkin juga menyukai