Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama
: Sdr. R
Usia
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Karanganyar
No. Rekam Medik : 2816xx
Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2015
B. Anamnesis
Keluhan utama : bintil-bintil merah pada sela-sela kedua jari tangan, siku,
kaki dan paha sejak dua pekan yang lalu
Keluhan tambahan: gatal pada daerah yang timbul bintil
Riwayat perjalanan penyakit:
Kisaran dua pekan yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil-bintil merah
di sela-sela kedua jari tangan. Bintil-bintil tersebut beberapa berisi cairan dan
terasa gatal terutama di malam hari. Bintil-bintil tersebut sering digaruk pasien
sehingga bintil pecah dan mengeluarkan cairan berwarna bening. Pasien belum
berobat untuk keluhan ini.
Kisaran satu pekan yang lalu, pasien mengeluh bintil-bintil di sela-sela
kedua jari tangan bertambah banyak dan beberapa bintil ukurannya membesar
serta terasa semakin gatal. Pasien lebih sering menggaruknya sehingga menjadi
luka dan ada beberapa bintil yang bernanah. Selain itu, bintil serupa juga
muncul di siku kanan, di paha kiri dan dikedua kaki pasien, Bintil-bintil tidak
bertambah banyak meskipun pasien berkeringat. Karena sering digaruk, bintil
tersebut menjadi koreng. Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke
poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Karanganyar.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien menyangkal pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama
Riwayat alergi obat, makanan dan detergen disangkal
Riwayat kontak atau memiliki hewan peliharaan terutama anjing disangkal
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
Riwayat alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit kulit pada keluarga disangkal
Pasien tinggal di asrama dan teman satu kamar dengan pasien juga memiliki
penyakit dengan keluhan yang sama
Riwayat sosial ekonomi:
Orang tua pasien bekerja sebagai pegawai negeri. Status sosial ekonomi
tergolong menengah. Pasien adalah pelajar yang tidak tinggal dengan keluarga
melainkan tinggal di asrama bersama teman-temannya.
Riwayat higiene:
- Pasien mandi dua kali sehari dengan air PAM dan menggunakan sabun
mandi
- Pasien mengganti pakaiannya setiap hari
- Pasien tidak pernah menggunakan handuk bersama-sama dengan temannya
- Pasien tidur, satu tempat tidur dengan temannya dan terkadang teman-teman
yang lain juga suka tidur-tiduran di atas kasur pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Tinggi Badan
Berat Badan
IMT
Kesan
Status gizi

: Baik
: Compos mentis
: 110/70 mmHg
: 78 x/menit
: 36,3 C
: 20 x/menit
: 168 cm
: 56 kg
: 19,84
: Normoweight
: Cukup

Keadaan Spesifik

Kepala
Wajah
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Dada

: tidak ada kelainan


: konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik
: tidak ada kelainan pada bentuk.
: tidak ada kelainan pada bentuk
: tidak ada kelainan pada bentuk
: tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O
: dada simetris, sela iga tidak melebar, retraksi dinding dada tidak

Jantung
Paru-paru
Perut

ada.
: HR=78x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
: vesikuler normal, ronki dan wheezing tidak ada.
: datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tak teraba,

bising usus dalam batas normal.


Ekstremitas
superior dan inferior : tidak ada kelainan pergerakan maupun deformitas
Kulit
: lihat status dermatologi
Kelenjar Getah Bening:
kelenjar getah bening pada submandibula, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran dan tidak ada nyeri pada penekanan
Status Dermatologi:
Regio cubiti dextra:
Papul eritem multiple sebagian pustula dengan
ukuran milier sampai lentikuler, batas tegas. Tampak
daerah erosi, ekskoriasi sebagian ditutupi krusta
hemoragik

Regio manus dextra et sinistra:


Papulo-vesikel multiple di interdigiti manus dextra et sinistra sebagian pustula
ukuran milier sampai lentikuler, batas tegas diskret.

Regio femoris sinistra:


Papul eritem multiple
ukuran milier batas tegas diskret

Regio dorsum pedis dextra et sinistra:


Papul eritem multiple sebagian pustula
ukuran milier sampai lentikuler, batas tegas
diskret.
Tampak erosi, ekskoriasi sebagian ditutupi
krusta hemoragik

D. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan.
E. Resume
Tn R, laki-laki, 16 tahun, pelajar, beralamat dalam kota, datang dengan
keluhan utama timbul bintil-bintil merah pada sela-sela kedua jari tangan, siku,
kaki dan paha sejak dua pekan yang lalu yang disertai rasa gatal.
Kisaran dua pekan yang lalu, pasien mengeluh timbul papul eritem di
region interdigiti manus dextra et sinistra. Beberapa ada yang berupa papulovesikel dan terasa gatal terutama di malam hari.
Kisaran satu pekan yang lalu, papulo-vesikel di region interdigiti manus
dextra et sinistra bertambah banyak serta terasa semakin gatal. Karena digaruk,
menjadi luka dan bernanah. Papul juga muncul di regio cubiti dextra, femoris
sinistra dan dorsum pedis dextra et sinistra. Pasien tinggal di asrama dan teman
sekamar pasien memiliki penyakit dengan keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik status generalikus dan keadaan spesifik dalam batas
normal. Pada status dermatologikus, pada regio cubiti dextra tampak papul

eritem multiple sebagian pustula dengan ukuran milier sampai lentikuler, batas
tegas. Tampak daerah erosi, ekskoriasi sebagian ditutupi krusta hemoragik.
Pada regio manus dextra et sinistra tampak Papulo-vesikel multiple sebagian
pustula di interdigiti manus dextra et sinistra ukuran milier sampai lentikuler,
batas tegas diskret. Di regio femoris sinistra berupa papul eritem multiple
ukuran milier batas tegas diskret. Pada regio dorsum pedis dextra et sinistra
berupa Papul eritem multiple sebagian pustula ukuran milier sampai lentikuler,
batas tegas diskret. Tampak erosi, ekskoriasi sebagian ditutupi krusta
hemoragik.
F. Diagnosis banding
Skabies dengan infeksi sekunder
Pedikulosis korporis dengan infeksi sekunder
Prurigo
Folikulitis
Miliaria
G. Diagnosis kerja
Skabies dengan infeksi sekunder
H. Penalaksanaan
Penatalaksanaan umum:
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan menjelaskan kepada
pasien
-

untuk

menghindari

kontak

dengan

teman-teman

maupun

keluarganya.
Memberikan pengarahan kepada pasien untuk lebih menjaga dan
meningkatkan kebersihan badan dan alat-alat yang dimiliki seperti handuk,

pakaian dan lain-lain.


Menyarankan kepada pasien untuk mencuci dan menjemur semua alat-alat

tidur.
Menyarankan kepada pasien untuk menghindari pemakaian handuk dan

pakaian secara bersama-sama.


Meminta pasien untuk memberitahu temannya yang lain yang juga
memiliki penyakit dengan keluhan yang sama untuk segera berobat ke
dokter.

Penatalaksanaan khusus:
- Krim permetrin 5%. Cara pemakaian: oleskan pada daerah yang terdapat
lesi kemudian diamkan selama 8-14 jam (catatan: penggunaannya hanya
-

sekali. Jika belum sembuh dapat diulangi satu minggu kemudian)


Krim asam fusidat 2% 2x sehari
Tablet Mebhydrolin napadysilate 2x 50 mg

I. Pemeriksaan anjuran
Biakan dan tes resistensi mikroorganisme
J. Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: bonam
: bonam
: bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan
gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi
daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah
utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk,
dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan
melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian,
tempat tidur, yang dipakai bersama).(2,3)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau
kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan,
papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel.(4,5)

Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus


hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang
atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit
yang hangat. (6)
II. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan
Karibia, India, dan Asia Tenggara.(2,7)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau skabies.(6) Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa
prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi.
Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah
yang padat,(7) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. (3)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim
dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding
musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah
memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti
asuhan, (3) dan panti jompo. (8)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang
buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan
Seksual).(1)
III. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum
Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya

lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan
penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki. (6)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm.
Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat
terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan
epidermis.(3)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan
jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya
berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan
pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel.(9)

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *

Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang
kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di
bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir
dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada
pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki
keempat.(9)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina
selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari
telur setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya.

Larva kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana


mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan
dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.(9,10)

Gambar 2. Siklus

Hidup

Skabies *

Tungau
skabies

lebih

suka

memilih

area

tertentu

untuk
membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di
tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih
dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien
dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk
menderita Norwegian scabies.(3,9)
IV. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif

terhadap

tungau

dan

produknya

memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap


timbulnya gatal.(9) S. Scabiei melepaskan substansi sebagai respon hubungan
antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan
penetrasi ke dalam kulit. (11)
Hasil penelitian sebelumnya
hipersensitivitas tipe IV dan tipe I.

(9,11)

menunjukkan

keterlibatan

reaksi

Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen

tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di epidermis

menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi


IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala
sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau

(11)

dan akan memproduksi papul-

papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan
jumlah sel limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus.

(9)

Kelainan kulit yang

menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi


tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan
lainnya. Akibat

garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi,

ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder. (12)


Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak
langsung.(7) Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan
mengapa penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga. (11) Penularan
secara tidak langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk,
maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual
antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan manifestasi utama
dari penyakit menular seksual. (7)
V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran
klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda
utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (1,13) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang
menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal
terasa lebih hebat pada malam hari.(3,4) Hal ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.

10

Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi
gelisah.(13)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir
ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu
yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi
individu lain.(13)
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum,
oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relative lebih longgar dan tipis. (13)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan
dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola
wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain).(13)

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas


pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis

11

dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm,
berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel
yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan
dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi
karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)

Gambar 4. Tempat-

tempat

predileksi skabies *

Menemukan
Sarcoptes
Apabila

kita

dapat

menemukan

terowongan

yang

scabiei
masih utuh

kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa


maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi,
kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar
penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak
spesifik.(13) Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga
diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat
tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan
tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.(14)
2. Bentuk Klinis

12

Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak
khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan
diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)
a. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah
yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.

(13)

Namun bentuk ini seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan
sulit mendapatkan terowongan tungau. (15)

Gambar 5 . Skabies pada orang bersih *

b. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup
terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau
sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular **

c. Skabies incognito

13

Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan


gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies.(13)
Sehingga penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis.

(11)

Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan
dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat
kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.(13)

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan
pengobatan regimen imunosupresan ***

d. Skabies yang ditularkan oleh hewan (7)


Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing,
kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus
tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut,
seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh
sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena
varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)

Gambar 8. Skabies caninum *

14

e. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)


Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada
dalam jumlah yang banyak

(15)

dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau

berkembang di kulit, sehingga dapat menjadi sumber wabah di tempat


pelayanan kesehatan. (3)
Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit
yang hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik
penyakit ini.

(7)

Plak hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar

dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan tangan.

(3)

Lesi tersebut

menyebar secara generalisata (13) seperti daerah leher dan kulit kepala. (7) telinga,
bokong, siku, dan lutut.(13) Kulit yang lain biasanya terlihat xerotik. Pruritus
dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.(13)

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi


imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus
leukemia type 1, pasien yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita
gangguan neurologik dan retardasi mental.(6,13)
f. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah
dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. (3) Lesi skabies
pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa

15

impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi


terdapat di wajah.(13)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan
daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul
berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan
bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.(3)

3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. (13) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau
KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang
bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan
diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa
dibawah mikroskop.(13)
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum
sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan
tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama

16

20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan


tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk
gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag. (16,13)
d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah.
Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak
mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(3,13)
e. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *

a) Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet
dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi
kuning keemasan pada kanalikuli.(13)
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit
merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar
pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni (13) :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.

17

2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena
sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan
pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis bandingnya adalah:
1.
Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik. (16)

Gambar 12. Urtikaria Akut *


2.

Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian


ekstensor ekstremitas. (16)

Gambar 13. Prurigo nodularis **


3.

Gigitan
sesudah

serangga,
ada

gigitan,

biasanya

jelas

efloresensinya

timbul
urtikaria

papuler. (16)

18

Gambar 14. Insects bite ***


4.

Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem. (10)

Gambar 15. Folikulitis ****

VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas
yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain
umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi
yang pernah diberikan sebelumnya.(3)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah selasela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang
telinga. Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala
juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa
walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di
kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan,
pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan
kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid
topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan
untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.(3)
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies : (17)
1.
Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

19

2.

Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan

3.

pada malam hari sebelum tidur.


Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur

4.

5.

6.

dan bila perlu direndam dengan air panas


Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan

yang sama (17) dan ikut menjaga kebersihan (13)


b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk
semua umur, dan terjangkau biayanya. (11) Pengobatan skabies yang bervariasi
dapat berupa topikal maupun oral.
a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid,

(11,18)

dan bekerja dengan cara

mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan


dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan
akhirnya terjadi paralise parasit.

(11,19)

Obat ini merupakan pilihan pertama

dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia


sangat rendah

(11,13)

dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam

penggunaannya sangat kecil.

(13)

Hal ini disebabkan karena hanya sedikit

yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian


dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin.
(11,13)

Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.(13)


Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama

8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih.

(11)

Apabila belum sembuh bisa

dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. (13)


Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2
bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.(13) Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.

(11)

Efek samping jarang

ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, (13) namun mungkin hal

20

tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan


terekskoriasi.(11)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25
M.

(11,17)

Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan

umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat


sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.(13,17) Keuntungan penggunaan
obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya
pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(17)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid
dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anakanak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5%
pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13)
c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil

(17)

yang

merupakan bahan sintesis balsam peru.(11) Benzil benzoate bersifat


neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan
periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek
samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada
wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate
lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara

21

berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate digunakan


dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(17,20)
d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput
lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi
pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi,
konvulsi, dan kematian tungau.

(17,20)

Lindane dimetabolisme dan

diekskresikan melalui urin dan feses. (17)


Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan
tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh
tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau
lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah
1 minggu.
tidak

(11,13)

musnah

Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan


oleh

pengobatan

sebelumnya.

Beberapa

penelitian

menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan


untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan
konsentrasi lain selain 1%.(13)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,
berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan

fisiologis

kelainan

darah

seperti

anemia

aplastik,

trombositopenia, dan pancytopenia.(11)


e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)

22

Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10%


atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil
terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari
berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian

(11,13)

dari leher ke

bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek


samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.(13)
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak
memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam
krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
wanita hamil, bayi dan anak kecil. (11)
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui
aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada
pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk
pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral,
dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies.
Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal
necrolysis.(13)
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13)
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat (11) dengan dasar
air digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.
(13)

Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi

memberikan efek samping yang buruk.(11)


c. Penatalaksanaan skabies berkrusta

23

Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun


skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan
beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala,
wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari
tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung
kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti
dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi
dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(13)
d. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam
beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan
kortikosteroid intralesi

(11)

atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali

sehari. (11,21)
e. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi
dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada
lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang
kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat
digunakan triamsinolon 0,1% .(13)
Tabel 1. Pengobatan Skabies (3)
Jenis Obat
Permethrin

Dosis

Keterangan

5% Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US dan

cream

diulangi selama 7 hari.

Lindane 1% lotion

Dioleskan
setelah

selama
itu

kehamilan kategori B
jam Tidak dapat diberikan pada anak

dibersihkan, umur 2 tahun kebawah, wanita

olesan kedua diberikan 1

24

minggu kemudian.
Crotamiton
cream

selama masa kehamilan dan laktasi.

10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi


berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
dalam 5 hari.

lainnya.

Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
5-10%

dibersihkan.

dan wanita dalam masa kehamilan


dan laktasi, tetapi tampak kotor
dalam

pemakaiannya

dan

data

efisiensi obat in masih kurang.


Benzyl
10% lotion
Ivermectin
g/kg

Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan


dibersihkan
200 Dosis

tunggal

dermatitis pada wajah


oral,

bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan

diulangi selama 10-14 hari

aman. Dapat digunakan bersama


bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies berkrusta
dan scabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih


terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa
penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid
topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi
sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic topikal sering
membantu pada kulit yang gatal.(20)
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang
berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena
respon tubuh dari kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap
di luar 2 minggu, itu mungkin karena diagnosis awal yang tidak sesuai,

25

aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan pada
pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.(17)
VIII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.(3)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih
dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga
3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan
(vacuum cleaner).(3)
IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi
bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada.
Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi
sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain
itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem
sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul
pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. (5)
Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus
dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic
oral, tergantung tingkat pyodermanya. (10) Selain itu, limfangitis dan septiksemia
dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3)
X. PROGNOSIS

26

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies,
jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan
ekzema akan sembuh.(8)

BAB III
KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya dengan 2 cara,
yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung. Pada penyakit skabies ditemukan 4
tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang manusia secara berkelompok,
adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul,
vesikel, erosi, ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam
berbagai variasi. Bila infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang
ditandai dengan munculnya pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang
dioleskan di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies
Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci;
25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004.
497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in
Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J.
2005. September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.
Vol.2. USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47.
10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies
Lesions. J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :
22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A.
Schwartz. Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J.
2006. December. 6: 769-777

28

15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies.


Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 267780
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med
J. 2005. Januari. 1(951)/7-11.

29

Anda mungkin juga menyukai