Anda di halaman 1dari 13

BAB 5

Keuntungan Sebagai Tujuan Perusahaan


Kuntungan termasuk definisi bisnis. Sebab, apa itu bisnis? Frngan cara sederhana atapi cuup jelas, bisnis
sering dilakukan sebagai to provide product or sevices for profit. Tidak bisa dikatakan juga bahwa setiap
kegiatan ekonomis menghasilkan keuntungan. Keuntungan atau profit baru muncul dengan kegiatan
ekonomi yang memakai sistem keuntungan. Profit selalu berkaitan dengan kegiatan ekonomi, dimana
kedua belah pihak menggunakan uang.
Karena hubungan dengan uang itu, perolehan profit secara khusus berlangsung dalam konteks kapitalisme.
Keterkeikatan dengan keuntungan itu merupakan suatu alas an khusus mengapa bisnis selalu ekstra rawan
dari sudut pandang etika. Tentu saja, organisasi yang non for profit pun pasti sewakt waktu berurusan
dengan etika.
1. Maksimalisasi keuntungan sebagai cita-cita kapitalisme liberal
Profit maximimization atau maksimalisasi keuntungan merupakan tema penting dalam ilmu manajemen
ekonomi. Kalau memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan sendirinya
akan timbul keadaan yang tidak etis. Jika keuntungan menjadi satu-satunya tujuan itu, semua karyawan
dikerahkan dan dimanfatkan demi tercapainya tujuan itu, termasuk juga karyawan yang bekerja dalam
perusahaan. Akan tetapi memperalat karyawan karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka
sebagai manusia. Studi sejarah menunjukan bahwa maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan usaha
ekonomi memang bisa membawa akibat kurang etis.
2. Masalah pekerja anak
Tidak perlu diragukan, pekerja yang dilakukan oleh anak (child labor) merupakan topic dengan banyak
implikasi etis, tetai masalah ini sekaligus juga sangat kompleks, karena faktor-faktor ekonomis di sini
dengan dengan aneka macam cara bercampur baur dengan faktor-faktor budaya dan social.
Dalam Convention on the Right of the Child yang diterima dalam siding umum PBB pada 1989 siserahkan
pada masing-masing Negara anggota untukmenetapkan usia minimum atau usia rata-rata minimum untuk
dapat memasuki lapangan kerja [Pasal 32,2(a)]. Yang dianggap pekerjaan yang dilakukan anak dianggap
tidak etis karena pertama, adalah pekerjaan itu melanggar hak para anak. Anak itu belum dewasa karena
itu harus diperlakukan begitu pula. Karena belum dewasa, seorang anak juga belum bebas atau sanggup
menjalankan kebebasannya. Lagipula, anak yang bekerja tidak mendapat pendidikan di sekolah dan karena
itu mereka dirugikan untuk seumur hidup. Oleh sebab itu pekerjaan yang dilakukan oleh anak melangar
juga hak anak, karena mengekploitasi tenaga mereka. Alasan kedua menegaskan bahwa memperkejakan
anak merupakan cara berbisnis yang tidak fair. Sebab, dengan cara itu pebisnis berusaha menekan biaya
produksi dan dengan melibatkan diri dalam kompetisi kurang fair terhadap rekan-rekan pebisnis yang tidak
mau menggunakan tenaga anak, karena menganggap hal itu cara berproduksi yang tidak etis.
Bagaimana cara kita mengatasi masalah tersebut? Yang pertama: kesadaran dan aksi dari pihak public
konsumen. kedua adalah kode etik yang dibuat dan ditegakkan juga oleh perusahaan dimana antara lain
ditegaskan bahwa perusahaan tidak akan mengijinkan produknya dibuat dengan memanfaatkan tenaga

anak di bawah umur. Yang ketiha melengkapi garmen atau produk lain dengan No Sweat Label, yang
menjamin produk itu tidak dibuat dengan menggunakan tenaga anaka atau dengan kondisi kerja yang
tidak pantas.
3. Relativasi keuntungan
Tidak bisa disangkal, pertimbangan etis mau tidak mau membatasi peranan keuntungan dalam bisnis.
Seandainya keuntungan merupakan faktor satu-satunya yang menentukan sukses dalam bisnis,
perdagangan heroin, kokain, atau obat terlarang lainnya harus dianggap sebagai good business, karena
sempat membawa untung yang sangat banyak. Bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung
dimutlakkan dan segi moral dikesampingkan. Di satu pihak perlu diakui, bisnis tanpa tujuan profit bukan
bisnis lagi. Dengan demikian dan banyak cara lain lagi dapat dijelaskan relativitas keuntungan dalam usaha
bisnis. Tetapi, bagaimanapun juga, keuntungan dalam bisnis tetap perlu. Hanya tidak bisa dikatakan lagi
bahwa maksimalisasi keuntungan merupakan tujuan bisnis atau profit merupakan satu-satunya tujuan bagi
bisnis. Beberapa cara lain lagi untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis, sambil tidak
mengabaikan perlunya adalah sebagai berikut :
a.

Keuntungan merupak tolak ukur untuk menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi manajemen
dalam perusahaan;

b.

Keuntungan adalah pertanda yang menunjukaan bahwa produk atau jasanya dihargai oleh
masyarakat;

c.

Keuntungan dalah cambuk untuk meningkatkan usaha;

d.

Keuntungan merupakan syarat kelangsungan perusahaan;

e.

Keuntungan mengimbangi risiki dalam perusahaan.

4. Manfaat bagi stakeholder


Yang dimaksud stakeholders adalah orang atau instansi yang berkepentingan dengan suatu bisnis atau
perusahaan. Dalam bahasa Indonesia kini sering dipakai terjemahan pihak yang berkepentingan
Stakeholder adalah semua pihak yang berkepntingan yang berkepentingan dengan kegiatan suatu
perusahaan. Stockholder tentu termasuk Stockholders. Kadang-kadang stakeholders dbagi lagi atas pihak
berkepentingan internal dan eksternal. Pihak berkepentingan internal adalah orang dalam dari suatu
perusahaan: orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti
pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah orang luar dari suatu
perusahaan: orang yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para
konsumen, masyarakat, pemerintah lingkungan hidup.
Paham stakeholders ini membuka perspektif baru untuk mendekati masalah tujuan perusahaan. Kita bisa
mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah manfaat semua stakeholder.

Bab 6
Kewajiban Karyawan dan Peusahaan
Dalam bab ini kita mempelajari kewajiban pada dua pihak : karyawan dan perusahaan, Kita mulai dengan
menyoroti kewajiban karyawan terhadap perusahaan. Lalu kita membalikakan prespektifnya dengan
memfokuskan kewajiban perusahaan terhadap karyawan. Tiga Kewajiban Karyawan yang penting
Ada tiga Kewajiban Karyawan yang penting terhadap perusahaan yaitu : kewajiban

ketaatan ,

kewajiban kondensialitas , dan kewajiban loyalitas. Dimana kewajiban ketaatan itu karyawan harus taat
kepada atasannya di perusahaan ,Justru karena ia bekerja disitu, Namun demikian ,hal itu tidak berarti
bahwa karyawan harus menaati semua perintah yang diberikan oleh atasannya .Pertama karyawan tidak
perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak
bermoral .Atau jika pimpinan perusahaan menyuruh para karyawannya untuk melakukan penipuan ,hal itu
pada prinsipnya tidak boleh mereka lakukan . Dalam suasana bisnis yang kurang sehat ,kita sering
menyaksikan karyawan terlibat dalam praktek penipuan dari atasannya .Mungkin mereka terpaksa
melakukan hal itu ,karena kalau menolak akan dipecat. Mungkin juga mereka ikut serta dengan segenap
hati ,karena akan memperoleh sebagian dari keuntungannya .Tetapi dari segi etika sudah jelas mereka
melibatkan diri dalam kegiatan yang tidak boleh dilakukan . Kedua karyawan tidak wajib juga mematuhi
perintah yang tidak wajar ,bila kepala unit memerintahkan bawahannya untuk memperbaiki mobil
pribadinya,merenovasi rumah pribadinya, dan sebagainya, karena itu kalau diberikan perintah yang tidak
wajar atau tidak masuk akal seperti tadi ,lebih baik karyawan menolak melaksanakannya.
Kewajiban konfidensialitas yaitu adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial
dan karma itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi . Banyak profesi
mempunyai satu kewajiban konffidensialitas khususnya profesi yang bertujuan membantu sesama manusia
.Yang tertua adalah adalah profesi kedokteran . KONFIDENSIALITAS berasal dari kata latin confidere
yang berarti mempercayai .Kalau orang sakit berobat kedokter ,terpaksa ia harus menceritakan hal hal
yang tidak enak rasanya bila diketahui orang lain , seperti sebab penyakitnya , situasi keluarga, dan lain
lain . Informasi konfidensial itu disampaikan atas dasar kepercayaan ,dalam arti bahwa dokter yang
dipercayakan informasi tersebut tidak akan memberitahukannya kepada orang lain . begitu juga dengan
contoh pada perusahaan farmasi ,umpanya melakukan banyak penelitian yang bertujuan mengembangkan
obat baru.Jika akhirnya mereka berhasil menemukan obat baru , tentu mereka akan sangat dirugikan
,kalau hasil itu dibocorkan keprusahaan farmasi yang lain .Mereka ,menanamkan banyak modal dan waktu
dalam program penelitian itu dan karenanya berhak juga untuk menikmati hasilnya .tentu saja ,obat baru
itu akan dipatenkan guna melindungi hak milik intelektual mereka secara hokum .Tetapi sebelum paten
ditentukan ,secara moral perusahaan sudah menjadi pemilik hasil penelitian itu dan setiap orang yang
mencuri informasi itu bertingkah laku tidak etis. Alasan lain yang sebetulnya berhubungan erat dengan
alasan pertama tadi adalah bahwa membuka rahasia perusahaan bertentangan dengan etika pasar bebas
.Kewajiban konfidensialitas terutama penting dalam system ekonomi pasar bebas, dimana kompetisi
merupakan unsur hararki. Memiliki informasi tertentu dapat mengubah posisi perusahaan satu terhadap

perusahaan yang lain nya dengan drastis, sehingga membuka rahasia perusahaan akan sangat
mengganggu kompetisi yang fair.
Kewajiban Loyalitas juga merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan,
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan ( conflict of
interst ), artinya konflik kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan .Karyawan tidak boleh
menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing dengan kegiatan perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau
setidak tidaknya karena persetujuan implicit (kalau tidak ada kontrak resmi) karyawan wajib melakukan
perbuatan perbuatan tertentu demi kepentingan perusahaan
Melaporkan kesalahan Perusahaan
Dalam Literatur etika bisnis berbahasa inggris masalah ini dikenal sebagai whistle blowing (meniup pluit).
Dalam bahasa inggris istilah ini sering dipergunakan dalam arti kiasan: Membuat keributan untuk menarik
perhatian orang banyak. Dalm etika, Whistle blowing mendapat arti lebih khusus lagi: menarik perhatian
dunia luar dengan melapor kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi
Karena bekerja pada suatu perusahaan, Seorang karyawan bisa mengetahui banyak hal mengenai
perusahaan nya yang tidak diketahui oleh orang lain, bukan saja hal hal yang bersifat rahasia (trade
secrets), Tetapi juga praktek praktek yang tidak etis Jika seseorang karyawan mengetahui terjadi hal
hal yang kurang etis dalam kegiatan perusahaan, apakah ia boleh membawa pengetahuan itu keluar ?itu
masalah etika yang dimakssud disini
Pelaporan kesalahan perusahaan bisa dibenarkan secara moral apabila bila 5 syarat berikut ini terpenuhi:
Kesalahan Perusahaan harus besar
Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar, pelaporan harus dilakukan semata mata
untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga , bukan karma motif lain. penyelesaian masalah
secara internal harus dilakukan dulu ,sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar, harus ada
kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Kewajiban perusahaan terhadap karyawannya

Perusahaan tidak boleh mempraktekkan diskriminasi :

Sekitar tahun 1950-an masih banyak deskriminasi dipraktekkan, khususnya terhadap minoritas kulit hitam,
keturunan dari budak budak yang dulu didatangkan dari afrika untuk bekerja diperkebunan. Pada waktu
itu masih dinilai biasa saja, kalau sekolah atau perusahaan secara prinsipil menolak menerima orang kulit
hitam.

Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja

Beberapa aspek keselamatan kerja ( Keselamatan kerja bisa terwujud apabila tempat kerja itu aman )
Pertimbangan Etika ( Peraturan hukum yang ada dilatarbelakangi alasan alasan etika dan kalau dalam
suatu situasi tentu peraturan hukum belum cukup melindungi para pekerja )

Kewajiban menberi gaji yang adil.

Menurut keadilan distributive (gaji yang relatif rendah bisa mencukupi juga, asalkan kompensasi oleh
jaminan sosial yang baik serta fasilitas lain lain. Enam faktor khusus dalam kewajiban memberi gaji pada
karyawan (peraturan hukum, upah yang lazim dalam sektor industri tertentu atau daerah tertentu,
kemampuan perusahaan, sifat khusus pekerja tertentu, perbandingan dengan upah / gaji lain dalam
perusahaan, perundingan upah/ gaji yang fair )

Perusahaan Tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena mena

Terutama ada 3 alasan mengapa perusahaan akan memberhentikan karyawan :


Alasan internal perusahaan (restrukturasi, otomatisasi, merger dengan perusahaan lain)
Alasan eksternal (Konyungtur, resesi ekonomi)
Dan kesalahan karyawan
Menurut Garret dan klonoski, dengan lebih konkret kewajiban majikan dalam memberhentikan karyawan
dapat dijabarkan dalam ketiga butir berikut ini :
Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat
Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya
Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin

BAB 7
MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN
Konsumen merupakan stakeholder yang sanagt hakiki dalam bisnis modern. Bisnis tidak mungkin berjalan,
kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk / jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh pebisnis.
Dalam hal ini tentu tidak cukup, bila konsumen tampil satu kali saja pada saat bisnis dimulai. supaya bisnis
berkesinambungan, perlulah konsumen yang secara teratur memakai serta membeli produk / jasa tersebut
dan dengan demikian menjadi pelanggan .
the customer is king sebenarnya tidak merupakan slogan saja yang dimaksud sebanyak mungkin
pembeli. ungkapan ini menunjukkan tugas pokok bagi perodusen / penyedia jasa: mengupayakan
kepuasan konsumen .
Pelanggan adalah raja dalam arti bahwa dialah yang harus dilayani dan dijadikan tujuan utama kegiatan
produsen. Tidak mengherankan, kalau peter drucker , perintis teori manajemen, menggaris bawahi
peranan sentral pelanggan atau konsumen dengan menandaskan bahwa maksud bisa didefinisikan secara
tepat sebagai too creat a customer
Bahwa konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan tuntutan etis,
melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis. Sebagaimana halnya dengan
banyak topik etika bisnis lainnya, disini pun berlaku bahwa etika dalam praktek bisnis sejalan dengan
kesuksesan bisnis. Perhatian untuk etika dalam hubungan dengan konsumen, harus dianggap hakiki demi
kepentingan bisnis itu sendiri. Perhatian untuk segi etis dari relasi bisnis konsumen itu mendesak, karena
posisi konsumen sering kali agak lemah. Walaupun konsumen digelari raja, pada kenyataannya kuasanya

sangat terbatas karena berbagai alasan. Dalam konteks modern si konsumen justru mudah dipermainkan
dan dijadikan korban manipulasi produsen. Karena bisnis itu mempunyai kewakjiban moral untuk
melindungi konsumen dan menghindari kerugian baginya.
Perhatian untuk konsumen
Secara spontan bisnis mulai dengan mencurahkan segala perhatiannya kepada produknya, bukan kepada
konsumen . perkembangan itu juga terlihat dalam sejarah bisnis amerika serikat yang dari banyak segi
menjadi perintis dalam bisnis modern . disitupun perhatian buat konsumen hal yang masih agak baru .
selangkah penting dalam memutarkan fokus ke arah konsumen ditempuh oleh presiden John F. Kenedy.
Pada tahun 1962 ia mengirim pada kongres amerika yang disebut special message on protecting the
consumer interest, dimana ia mendapatkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen. Maka dari itu ada baiknya
kita mempertimbangkan 4 hak ini secara rinci.
Hak atas keamanan
Banyak produk mengandung resiko tertentu untuk konsumen, khususnya resiko untuk kesehatan dan
keselamatan. Sebagai contoh dapat disebut pestisida, obat obatan. makanan, mainan anak, kendaraan
bermotor dan alat kerja. Konsumen berhak atas produk yang aman, artinya produk yang tidak mempunyai
kesalahan teknik atau kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatan atau bahkan membahayakan
kehidupan konsumen. Bila sebuah produk karena hakikatnya selalu mengandung resiko, contohnya gergaji
listrik: resiko itu harus dibatasi sampai tingkat seminimal mungkin.
Hak atas informasi
Konsumen berhak memperoleh informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya, baik apa
sesungguhnya produk itu ( bahan bakunya, umpamanya ), maupun bagaimana cara memakainya, maupun
juga resiko dari pemakaiannya. Hak ini meliputi segala aspek pemasaran dan periklanan. Semua informasi
yang disebut pada label produk tersebut haruslah benar: isinya, beratnya, tanggal kadaluwarsanya, ciri
ciri khusus dan sebagainya. Informasi yang relevan seperti makanan ini halal untuk umat islam atau
makanan ini tidak mengandung kolestrol harus sesuai kebenaran.
Hak untuk memilih
Dalam sistem ekonomi pasar bebas, dimana kompetisi merupakan unsur hakiki, konsumen berhak untuk
memilih antara berbagai produk / jasa yang ditawarkan. Kualitas dan harga produk bisa berbeda.
Konsumen berhak membandingkannya sebelum mengambil keputusan untuk membeli.
Hak untuk didengarkan
Karena konsumen adalah orang menggunakan produk / jasa, ia berhak bahwa keinginannya tentang
produk / jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama keluhannya. Hal itu juga berarti bahwa para
konsumen harus dikonsultasikan, jika pemerintah ingin membuat peraturan atau undang undang yang
menyangkut produk / jasa tersebut. Hak hak konsumen ini tentu tidak boleh dimengerti sebagai hak
dalam arti sempit. Hak hak ini tidak merupakan hak legal yang dapat dituntut di pengadilan,
umpamanya. lebih baik hak hak konsumen dipahami sebagai cita cita atau tujuan yang harus
direalisasikan dalam masyarakat.
Hak konsumen atas pendidikan

Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya alam. Ia berhak bahwa produk
dibikin sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan atau merugikan
keberlanjutan proses proses alam.
Hak konsumen atas pendidikan
Tidak cukup, bila konsumen mempunyai hak, ia juga harus menyadari hak nya. Bahkan menyadari hak saja
belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik atau keluhannya, apabila haknya dilanggar.
Karena itu konsumen mempunyai hak juga untuk secara positif dididik ke arah itu. Terutama melalui
sekolah dan media massa, masyarakat juga harus dipersiapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar
akan haknya. Dengan itu ia sanggup memberikan sumbangan yang berarti kepada mutu kehidupan
ekonomi dan mutu bisnis pada umumnya.
Kini dinegara maju gerakan konsumen merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam duinia bisnis.
Seperti banyak hal lain dalam bidang ekonomi dan bisnis, gerakan konsumen pun berkembang dia amerika
serikat. Sejak kira kira tahun 1950-an konsumen mulai memperdengarkan suaranya.
Kita di indonesia bisa belajar dari gerakan konsumen di amerika serikat dan negara maju lainnya. Sejauh
ekonomi kita sudah tumbuh dan daya beli masyarakat semakin tinggi, peranan gerakan konsumen harus
semakin bertambah pula. Undang undang tentang perlindungan konsumen (1999) yang disebut diatas
merupakan selangkah maju yang menggembirakan. Pemerintah sepatutnya mendukung terus gerakan
konsumen

itu,

tapi

inisiatif

dan

pelaksanaan

mestinya

berasal

dari

konsumen

sendiri

yang

mengorganisasikan dirinya dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat.


Tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman
Disini produsen harus menjamin bahwa produknya pada saat pembelian dalam keadaan prima sehingga
biasa dipakai dengan aman. Jadi, terhadap suatu produk yang baru dibeli dan dipakai, produsen maupun
konsumen masing masing mempunyai tanggung jawab.
Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah dikemukakan 3 teori yang mendukung nuansa yang
berbeda: teori kontrak, teori perhatian semestinya dan teori biaya sosial.
Teori kontrak
Pandangan kontrak ini sejalan dengan pepatah romawi kuno yang berbunyi caveat emptor hendaknya si
pembeli behati hati. Sebagaimana sebelum menandatangani sebuah kontrak, kita harus membaca
dengan teliti seluruh teksnya termasuk huruf huruf terkecil sekalipun, demikian si pembeli dengan hati
hati harus mempelajari keadaan produk serta ciri cirinya. Sebelum dengan membayar ia menjadi
pemiliknya. Transaksi jual beli harus dijalankan sesuai dengan apa yang tertera dalam kontrak itu dan hak
pembeli maupun kewajiban penjual memperoleh dasarnya dari situ.
Tetapi tudak bisa dikatakan juga bahwa hubungan produsen konsumen, selalu dan seluruhnya
berlangsung dalam kerangka kontrak. Karena itu pandangan kontrak dari beberapa segi tidak memuaskan
juga terutama ada 3 keberatan berikut terhadap pandangan ini.
Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada pada taraf yang sama. Tetapi pada
kenyataannya tidak terdapat persamaan antara produsen konsumen. Khususnya dalam konteks bisnis
modern.

Kritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan langsung antara produsen dan
konsumen. Padahal konsumen pada kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen.
Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik. Kalau perlindungan terhadap
konsumen hanya tergantung pada ketentuan dalam kontrak maka bisa terjadi juga bahwa konsumen
terlanjur menyetujui kontrak jual beli. Padahal disitu tidak terjamin bahwa produk bisa diandalkan, akan
berumur lama, akan bersifat aman dan sebagainya. Bila konsumen dengan bebas mengadakan kontrak
jual beli hal itu belum berarti juga bahwa perlindungan konsumen terlaksana.
Teori perhatian semetinya
Pandangan perhatian semestinya ini tidak memfokuskan kontrak atau persetujuan antara konsumen dan
produsen, melainkan terutama kualitas produk serta tanggung jawab produsen. Karena itu tekanannya
bukan dari segi hukum saja, melainkan dalam etika dalam arti luas. Norma dasar yang melandasi
pandangan ini adalah bahwa seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan kegiatannya.
Teori biaya sosial
Teori biaya sosial merupakan versi yang paling ekstrim dari semboyan caveat venditor . walaupun teori ini
paling menguntungkan bagi konsumen, rupanya sulit juga mempertahankan. Kritik yang dikemukakan
dalam teori ini, bisa disingkatkan sebagai berikut: teori biaya soaial tampaknya kurang adil, karena
menganggap orang bertanggung jawab atas hal hal yang tidak diketahui atau tidak dihindarkan. Menurut
keadaan kompensatoris orang yang bertanggung jawab atas akibat perbuatan yang diketahui dapat terjadi
dan bisa dicegah olehnya.
Tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen
Selain harus menjamin keamanan produk, bisnis juga mempunyai kewajiban lain terhadap konsumen.
Disini kita menyoroti tiga kewajiban moral lain yang masing masing berkaitan dengan kualitas produk,
harganya, dan pemberian label serta pengemasan.
Kualitas produk
Dengan kualitas produk, disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan produsen
dan apa yang secara wajar boleh diharapkan konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas,
karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas,
misalknya produk yang tidak kadaluwarsa (bila ada batas waktu seperti obat obatan atau makanan).
harga
Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi,
pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas , sepintas lalu rupanya harga
yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya pasar. Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil
dihasilkan oleh tawar menawar sebagaimana dilakukan dipasar tradisional, dimana si pembeli sampai pada
maksimum harga yang mau ia bayar dan si penjual sampai pada minimum harga yang mau dipasang .
transaksi itu terjadi bila maksimum dan minimum itu bertemu.
pengemasan dan pemberiaan label
Pengemasan dan label dapat menimbulkan masalah etis. Dalam konteks ini tuntutan etis yang pertama
ialah bahwa informasi yang disebut pada kemasan itu benar. Informasi yang kurang benar atau tidak pasti

bukan saja merugikan konsumen tetapi pihak lain juga. Disini contoh yang jelas ialah diskusi beberapa
tahun lalu di amerika serikat tentang kemungkinan kelapa sawit bisa meningkatkan kadar kolestrol dalam
darah. Kalau hal itu disampaikan sebagai informasi yang benar, sedangkan pada kenyataannya belum
terbukti, negara kelapa sawit sangat dirugikan dan penyiaran informasi itu merupakan cara berbisnis yang
tidak fair.
kesimpulan
Masalah etis menjadi lebih berat lagi, karena dalam hal ini konsumen sendiri tidak berdaya. Pada umumnya
boleh dikatakan, konsumen sendiri juga mempunyai tranggung jawab. Seperti sudah kita lihat sebelumnya,
dari konsumen dapat diharapkan ia bersikap kritis dalam menilai produk yang akan dibeli dan dikonsumsi
itulah kebenaran yang terkandung dalam pepatah kuno caveat emptor (hendaknya si pembeli berhati
hati).
Kasus Ledakan Tabung Gas Elpiji
Ledakan elpiji pada penggunaan tabung gas berukuran tiga kilogram masih kerap kali terjadi di sejumlah
wilayah di Indonesia. Kasus itu muncul sejak penggunaan sarana penunjang kompor gas itu diperkenalkan
tahun 2008. Apakah yang salah dengan sistem tabung tersebut? Introduksi penggunaan gas petroleum cair
(LPG atau elpiji) dua tahun lalu ditargetkan dapat mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) terutama
minyak tanah dalam jumlah yang signifikan, yaitu sekitar Rp 30 triliun per tahun. Semula subsidi Rp 54
triliun per tahun. Untuk program konversi energi itu, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia,
pemerintah telah membagikan lebih kurang dari 44 juta tabung gas ukuran 3 kilogram. "Survei di lapangan
menemukan banyak selang dan sistem regulator yang cacat. Adapun dari sisi tabung gas tidak ditemukan
masalah," ungkap Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI. Regulator adalah penghubung selang dan tabung
gas yang berfungsi mengatur keluarnya gas ke kompor. Oleh karena itu, menurut Tulus, pemerintah harus
mengevaluasi dan memeriksa kondisi system kompor dan tabung gas itu. Bila ada bagian cacat yang
ditemui, maka produk tersebut harus segera ditarik dan diganti dengan yang sesuai standar.
Tidak sesuai SNI
Munculnya kasus ledakan tabung elpiji akibat kebocoran di selang dan regulator tabung gas mendorong
Badan Standardisasi Nasional melakukan survei dan kajian penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI)
pada produk tersebut. Kepala BSN Bambang Setiadi menjelaskan, kajian pada tahun 2008 itu meliputi
penelitian kelayakan tabung gas, selang, regulator, katup, dan kompor gas. Hasilnya, sebagian besar (66
persen) katup tabung gas baja tidak sesuai SNI. Data mendetail dipaparkan oleh B Dulbert Tampubolon,
peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan BSN. Pengujian selang karet dilakukan untuk mengetahui
parameter uji tegangan putus dan uji perpanjangan putus. Tidak ada sampel yang memenuhi syarat SNI,
ujarnya. Menurut Dulbert, risiko kebocoran pada selang terjadi karena faktor cuaca dan kelembaban. Karet
di wilayah tropis lebih cepat rusak dibanding di iklim subtropis. Kelenturan karet berkurang dalam suhu
panas. Padahal, banyak karet yang ada di pasaran berasal dari Negara subtropis, seperti China dan Korea.
Banyak yang tak berstandar dan di bawah SNI. Kajian pada katup tabung gas adalah pengujian syarat
konstruksi dan dimensi selain uji visual. Pada kompor gas, 50 persen di antaranya tidak memenuhi syarat
SNI untuk ketahanan material pemantik (burner). Untuk regulator dan tabung gas, hanya 20 persen dan 7

persen yang tidak penuhi standar. SNI untuk lima komponen pada tabung dan kompor gas itu, ujar
Dulbert, ditetapkan dengan mengacu pada standar Jerman dan Amerika Serikat. Pihak BSN meminta
produsen bersangkutan melakukan evaluasi pada tingkat mutu bahan baku dan proses produksi terkait
parameter uji yang tidak memenuhi persyaratan mutu SNI. Saat ini BSN tengah mengkaji kembali di
lapangan, antara lain di Yogyakarta, Semarang, dan Samarinda. Akhir Agustus mendatang kajian ini
selesai, kata Dulbert
Faktor lain penyebab ledakan, menurut Tulus, adalah perilaku konsumen yang keliru. Ketika mencium bau
gas, banyak konsumen malah menyalakan kompor untuk mengetes, ujarnya. Padahal, saat tercium bau
khas gas, langkah pertama adalah memadamkan semua yang berapi, seperti kompor, korek api, lampu
penerangan, lampu senter, bahkan tombol listrik yang dalam posisi on. Tahap kedua, melepas regulator
dari lubang tabung agar klep atau katup di ujung tabung itu tertutup otomatis. Berikutnya, membuka akses
ke udara luar, seperti pintu, jendela, dan terutama ventilasi di bawah. Tiga hal itu perlu dilakukan karena
sifat elpiji mudah meledak ketika terkena percikan api. Hal itu karena berat jenisnya lebih berat daripada
udara. Dengan demikian, elpiji yang keluar dari regulator atau selang yang bocor akan mengendap ke
lantai. Untuk menekan bertambahnya kasus elpiji meledak, pengetahuan mengenai cara penggunaan
tabung dan kompor gas yang aman perlu lebih disosialisasikan. Selain itu, Tulus juga mengharapkan agar
program konversi ini dilakukan secara terintegrasi oleh instansi terkait, bukan hanya oleh Pertamina.
E.PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Kasus ledakan tabung gas elpiji.
Kasus ledakan gas yang marak beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk kasus masalah etis
seputar konsumen. Pemerintah, walau sudah berusaha untuk mengurangi kejadian ini, tapi masih belum
bisa meredam kejadian yang ada. Bukannya masyarakat semakin terpacu untuk mengkonversi energy tapi
malah menjadi takut untuk melakukan konversi ini. Para pemasok gas tidak memperhatikan hal yang
terjadi ini padahal ini sangat berdampak besar pada bisnis mereka juga. Para pelaku bisnis dalam kaitan
kasus ini masih mencurahkan perhatiannya terhadap produk dan mendapatkan laba, dan bukan kepada
konsumennya. Padahal konsumen adalah pemicu faktor terjualnya produk, tidak ada konsumen maka tidak
akan ada penjualan yang terjadi dan perusahaan tidak akan mendapat laba jika tidak ada konsumen yang
membeli produk mereka. Maka hendaknya perusahaan makin memperhatikan konsumennya dan tentunya
memberikan hak yang sesuai kepada konsumennya. Seperti yang diucapkan oleh Presiden John F.Kennedy
pada tahun 1962 kepada Kongres Amerika yang disebut Special Message on Protecting the Consumer
Interest, dimana menetapkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen: the right to safety, the right to be
informed, the right to choose, the right to be heard. Namun hak harus dimengerti secara luas sehingga ada
2 hak lagi yang dikemukan olehnya yaitu hak lingkungan hidup dan hak atas pendidikan.
The right to safety (Hak atas keamanan)
Dalam kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis telah gagal memberikan hak atas keamanan kepada para
konsumennya. Tabung gas yang berbahaya hingga menimbulkan ledakan dan dapat menyebabkan
kematian. Mereka masih luput untuk memperkecil risiko atas keselamatan dari konsumen. Padahal
konsumen berhak mendapatkan keamanan saat membeli produk dimana produk tersebut adalah produk

yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatannya atau
bahkan membahayakan hidupnya. Maka itu dalam kasus ini, pelaku bisnis masih termasuk gagal dalam
memberikan hak ini kepada konsumen dan hanya mementingkan laba semata.
The right to be informed (Hak atas informasi)
Pemerintah sudah memenuhi hal ini tapi sayangnya kurang maksimal. Informasi yangdiberikan kepada
masyarakat mencakup segala informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya, baik apa
sesungguhnya produk itu, maupun bagaimana cara memakainya, maupun resiko yang menyertai
pemakaiannya. Oleh karena itu, konsumen harus mendapat semua informasi yang benar. Sayangnya,
sosialisasi pemerintah ke masyarakat masih belum dilakukan dengan baik karena banyaknya masyarakat
yang tidak tahu cara penanganan terhadap gas elpiji yang benar terutama saat menemukan kebocoran
pada tabung gas.
The right to choose (Hak untuk memilih)
Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhak memilih produk yang mereka beli sehingga konsumen
semestinya boleh memilih dan meminta untuk mengecek tabung gas yang mereka beli, apakah mengalami
kebocoran atau tidak.
The right to be heard (Hak untuk didengarkan)
Tentunya akibat maraknya kasus tabung gas meledak, maka keluhan dari masyarakat tentunya harus
ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar mendengarkan apa yang
diinginkan oleh si konsumen sehingga pemerintah dapat menentukan tindakan yang tepat dan cepat
terhadap penanganan kasus ini.
Hak lingkungan hidup
Konsumen tentunya berhak untuk mendapatkan produk yang ramah terhadap lingkungan. Dalam konteks
kasus, tabung gas yang meledak dapat menimbulkan pencemaran lingkungan selain menghancurkan
lingkungan sekitarnya. Semestinya pemerintah dan pelaku bisnis juga mempertimbangkan efek samping
ini, karena kalau tidak ditangani secara cepat akan berbahaya bagi masyarakat luas.
Hak konsumen atas pendidikan
Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akan hak tersebut. Bahkan menyadari hak saja
belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik dan keluhannya, bila haknya dilanggar.
Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara positif ke arah itu. Dengan demikian, konsumen akan
menjadi individu yang sadar dan kritis akan haknya. Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah
menyadari hak mereka untuk menyatakan keluhan dan tuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang
semestinya mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau tidak
sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada juga respon dalam bentuk yang negatif. Dalam
kaitannya dengan masalah tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman, baik produsen
dan konsumen memiliki tanggung jawab mereka masing-masing dalam hal penyediaan dan pemakaian
produk. Oleh Karena itu, dalam konteks kasus tabung gas meledak ini, teori yang sesuai adalah teori
perhatian semestinya.

Teori perhatian semestinya


memposisikan konsumen pada posisi yang lemah dan ini sesuai dengan kasus dimana konsumen memiliki
pengetahuan yang lebih terbatas terhadap produk dibandingkan dengan produsen atau pelaku bisnis. Oleh
karena itu, kepentingan konsumen harus selalu dinomorsatukan karena produsen atau pelaku bisnis berada
dalam posisi yang lebih kuat sehingga mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga konsumen supaya
tidak mengalami kerugaian dari produk yang dibelinya walau tanggung jawab ini tidak tertera secara
eksplisit. Pada kasus ini, konsumen yang membeli tabung gas dalam kemasan tabung 3 kg kebanyakan
adalah masyarakat kecil yang notabene adalah masyarakat yang kebanyakan masih berpendidikan rendah.
Mereka tentunya ada dalam posisi yang lemah karena ketidaktahuan mereka lebih tinggi dibanding
masyarakat yang berpendidikan tinggi dan tentunya dibandingkan dengan para produsen yang tahu
dengan baik mengenai produk tabung gas mereka. Oleh karena itu, produsen / pelaku bisnis harusnya
memperhatikan dengan baik kualitas daripada tabung tersebut karena merupakan tanggung jawab mereka
karena mereka punya pengetahuan yang lebih.
Teori ini dapat dikaitkan pula dengan norma-norma karena memiliki pandangan etika secara meluas.
Antara lain norma-norma yang berhubungan adalah :

1.Norma tidak merugikan bisa didasarkan atas teori deontologi


Konsumen harus diperlakukan sebagai tujuan bukan sarana. Dalam konteks ini, konsumen jangan
diperlakukan sebagai sarana untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya, melainkan produsen/pelaku
bisnis/pemerintah memperlakukan konsumen dan juga masyarakat sebagai sesuatu yang penting dan
harus diperhatikan karena mereka punya hak untuk dibantu jika mereka tidak bisa membantu dirinya
sendiri karena posisi mereka yang lebih lemah. Dalam hal ini, produsen/pelaku bisnis/pemerintah masih
kurang maksimal dalam menjalankan norma ini.
2.Norma tidak merugikan bisa didasarkan pula atas teori utilitarianisme
Dimana apabila produsen/pelaku bisnis menjalankan kegiatan usahanya dengan benar termasuk
pemberian hak kepada konsumen secara benar maka setiap masyarakat yang merupakan konsumen akan
beruntung dan tentunya senang (the greatest happiness of greatest numbers.)
3.Norma ini bisa juga dihubungkan dengan teori keadilan, khususnya menurut
Pandangan John Rawls, bahwa sebagai produsen/pelaku bisnis, kalau ada di posisi asali mereka dimana
mereka dibalik selubung ketidaktahuan maka mereka akan memilih norma ini demi kepentingan diri sendiri
= menempatkan pandangan mereka jika mereka merupakan konsumen sehingga mereka dapat secara adil
menangani kasus tabung gas meledak itu. Tanggung jawab bisnis lainnya yang harus diperhatikan
produsen terhadap konsumen adalah bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap harga dan
kualitas produknya. Tabung gas di masyarakat tidak bisa dibilang murah ataupun mahal tapi bukan dengan
begitu kualitasnya juga setengah-setengah. Malah mereka harus memperhatikan dengan baik kualitas dari
produknya yang nantinya akan disampaikan ke masyarakat. Dalam konteks kasus, pemerintah menyatakan
bahwa mereka menyesuaikan dengan standar Jerman dan Amerika Serikat tapi lucunya, yang terlihat
secara nyata adalah kualitas standar dari produk tersebut adalah jauh dibawah kedua negara tersebut.

Tabung gas yang meledak merupakan bukti nyata bahwa pemerintah gagal dalam memperhatikan kualitas
produk yaitu tabung gas yang justru sedang mereka sosialisasikan sebagai program konversi energi.
Bahkan ketika sampai di pelaku bisnis atau agen gas, perlakuan si agen gas terhadap produk tidak
perhatikan secara baik sehingga malah mengurangi kualitas dari produk tabung gas itu sendiri seperti
misalnya, tabung gas yang sampai didepot agen gas dipindahkan secara kasar dengan digulingkan saat
dipindahkan dan penempatannya tidak tepat yang justru membahayakan bagi si produsen maupun
konsumen itu sendiri. Padahal kualitaslah yang menentukan kesuksesan dari program pemerintah dan si
pelaku bisnis itu sendiri. Oleh karena itu, baik harga dan kualitas yang didapat masyarakat akan tabung
gas tersebut tidaklah imbang/adil dan bahkan bermasalah sehingga pemerintah perlu lebih giat lagi untuk
memacu perlakuan standar yang nyata secara benar.

Anda mungkin juga menyukai