TELAAH PUSTAKA
2.1. Definisi
Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam hal definisi
hipertensi dalam kehamilan. Dapat berupa kenaikkan tekanan darah pada trimester
kedua, atau tekanan darah pada trimester yang sama dengan sebelum hamil. Akan
tetapi saat ini ada beberapa consensus sudah menuju kesepakatan dalam banyak
hal mengenai terminology. Walaupun batasan hipertensi adalah tekana darah
140/90 mmHg atau lebih, masih ada yang belum sepakat, oleh karena pemakaian
batas tekanan darah ini mengakibatkan ada kelompok pasien preeclampsiaeklampsia yang tidak masuk kriteria. Dalam hal pemakaian kriteria proteinuria
lebih sulit lagi, mengingat pemeriksaan ini amat subjektif dan tidak terlalu tepat.
Saat ini dianggap pemeriksaan uji celup (dipstick test) merupakan pemeriksaan
yang cukup baik untuk membedakan proteinuria atau tidak.
1. Preeclampsia adalah hipertensi (140/90 mmHg) dan proteinuria (>300
mg/24 jam urin) yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu pada
perempuan yang sebelumnya normotensi
2. Hipertensi kronik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih atau
sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolic lebih dari 90
mmHg yang telah ada sebelum kehamilan, pada saat kehamilan 20 minggu
yang bertahan sampai lebih dari 20 minggu pasca partus
3. Preeclampsia pada hipertensi kronik, adalah hipertensi pada perempuan
hamil yang kemudian mengalami proteinuria, atau pada yang sebelumnya
sudah ada hipertensi dan proteinuria, adanya kenaikkan mendadak tekanan
darah atau proteinuria, trombositopenia, atau peningkatan enzim hati.
4. Hipertensi gestasional atau yang sesaat, dapat terjadi pada saat kehamilan
20 minggu tetapi tanpa proteinuria. Pada perkembangannya dapat terjadi
proteinuria sehingga dianggap sebagai preeclampsia. Kemudian dapat juga
keadaan ini berlanjut menjadi hipertensi kronik (Suhardjono, 2009).
Eklampsia merupakan tingkat eksterm dari preeclampsia, ditandai oleh
spasitisitas vascular di seluruh tubuh, kejang klonik pada ibu, sering diikuti
dengan koma, penurunan hebat keluaran ginjal, malfungsi hati, sering kali dengan
3
hipertensi berat, dan keadaan toksik umum pada tubuh. Biasanya eklmapsia
terjadi segera sebelum kelahiran bayi. Tanpa pengobatan, persentase ibu
eklampsia yang meninggal sangat tinggi. Akan tetapi, dengan segera pengobatan,
menggunakan obat-obat vasodilator kerja cepat dan optimal untuk menurunkan
tekanan arteri menjadi normal, dan diikuti dengan terminasi kehamilan dengan
segera dilakukan seksio bila perlu (Guyton and Hall, 2007).
2.2. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Kehamilan
Pembesaran uterus merupakan perubahan anatomi yang paling nyata pada
ibu hamil. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada awal
kehamilan akan menyebabkan hipertrofi miometrium. Hipertrofi tersebut
dibarengi dengan peningkatan yang nyata dari jaringan elastin dan akumulasi dari
jaringan fibrosa sehingga struktur dinding uterus menjadi lebih kuat terhadap
regangan dan distensi. Hipertrofi myometrium juga disertai dengan peningkatan
vaskularisasi dan pembuluh limfatik. Peningkatan vaskularisasi, kongesti dan
edema jaringan dinding uterus dan hipertrofi kelenjar serviks menyebabkan
berbagai perubahan yang dikenali sebagai tanda Chadwick, Goodell dan Hegar
(Andreaanzs, 2008).
Tanda Chadwick adalah perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan
pada vulva, vagina dan serviks. Tanda Goedell adalah perubahan konsistensi
(yang dianalogikan dengan konsistensi bibir) serviks dibandingkan dengan
konsistensi kenyal (dianalogikan dengan ujung hidung) pada saat tidak hamil.
Tanda Hegar adalah pelunakan dan kompresibilitas isthmus serviks sehingga
ujung-ujung jari seakan dapat ditemukan apabila isthmus ditekan dari arah yang
berlawanan (Andreaanzs, 2008).
Pelunakan dan kompresibilitas serviks menyebabkan berkurangnya
kemampuan bagian ini untuk menahan beban yang disebabkan oleh pembesaran
uterus dan sebagai kompensasinya, uterus terjatuh ke depan (hiperantefleksio)
dalam tiga bulan pertama kehamilan (uterus masih sebagai organ pelvik). Dengan
posisi tersebut diatas, akan terjadi dorongan mekanik fundus uteri ke kandung
kemih sehingga timbul gejala sering berkemih selama periode trimester pertama.
Gejala ini akan berkurang setelah usia kehamilan memasuki trimester kedua
dimana uterus semakin membesar dan keluar dari rongga pelvik sehingga tidak
lagi terjadi dorongan fundus pada kandung kemih (Andreaanzs, 2008).
Gambar 1: Uterus hamil sebagai organ pelvik
Bentuk uterus yang seperti buah alpukat kecil (pada saat sebelum hamil)
akan berubah bentuk menjadi globuler pada awal kehamilan dan ovoid
(membulat) apabila kehamilan memasuki trimester kedua. Setelah 3 bulan
kehamilan, volume uterus menjadi cepat bertambah sebagai akibat pertumbuhan
yang cepat pula dari konsepsi dan produk ikutannya. Seiring dengan semakin
membesarnya uterus, korpus uteri dan fundus semakin keluar dari rongga pelvik
sehingga lebih sesuai untuk disebut sebagai organ abdomen (Andreaanzs, 2008).
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi
perubahan fisiologi
preeklampsia-eklampsia
setidaknya
berkaitan
dengan
menurunkan
volume
intravaskular, mempredisposisi
pasien
yang
2.5. Penatalaksanaan
2.5.1. Tujuan pengobatan
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif
10
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang
lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Pengobatan Obstetrik
Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin Bilamana diakhiri, maka
kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan
metabolisme ibu Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat
tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan,
biasanya dalam waktu 2 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah
biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan
darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan preeklampsia (Prawirohardjo, 2008).
2.5.2. Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan.
Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal
(vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng),
magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini
mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu
belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat
penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama
dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya,
upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko
tinggi Prawirohardjo, 2008).