Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Hingga memasuki tahun ke lima sejak reformasi digulirkan, perbaikan

birokrasi pemerintah belum memperlihatkan tanda-tanda kemajuan yang berarti. Hal


ini tercermin dari masih tingginya penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tidak efisiennya organisasi pemerintahan di
pusat dan daerah, rendahnya kualitas pelayanan publik, dan lemahnya fungsi
lembaga

pengawasan

sehingga

banyak

kelemahan

birokrasi

yang

belum

menampakkan tanda-tanda dilakukannya perbaikan. Kiranya tidak berlebihan jika


Presiden menyatakan bahwa kinerja birokrasi amburadul, sulit dikendalikan dan
tidak memiliki inisiatif untuk turut menyukseskan agenda negara.
Peran birokrasi yang profesional, yang mampu menciptakan kondisi yang
kondusif dan mendukung terpenuhinya masyarakat agar masyarakat mampu
melakukan kegiatan lainnya secara mandiri belum nampak. Salah satu penyebab
ketidakprofesionalan tersebut adalah ketidakseimbangan antara kewenangan, hak
dan tangung jawab. Ketidakseimbangan

ini pada akhirnya mengakibatkan

kecenderungan yang tinggi di kalangan pegawai pemerintah untuk menyalahgunakan


kewenangandan bersikap apatis atau tidak termotivasi dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya yang serius dan tegas

dalam mecoba memperbaiki birokrasi mampu keluar dari penyakit kronis KKN yang
diidapnya dalam semua tingkatan pemerintahan, pada hampir semua lini lembaga
dan pada hampir semua kegiatan.
Salah satu amanat agenda reformasi adalah pemberantasan terhadap semua
praktek-praktek KKN. Dan kalau sampai tahun ke lima agenda tersebut belum
berjalan dengan baik, atau bahkan belum secara serius dilakukan, maka dapat
dipastikan bahwa terjadi suatu pengingkaran kolektif, dan sekaligus juga merupakan
dosa kolektif, dari pada pengambil keputusan di negara ini.
Reformasi birokrasi juga sangat diperlukan untuk menciptakan clean and
good governance. Sebagai salah satu negara terkorup, kita telah menjadi bulanbulanan dan bahan ejekan dalam pergaulan antar bangsa. Betapa tidak, berbagai
peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan untuk mengatasi berbagai
tindakan KKN di lingkungan pemerintahan ternyata sampai saat ini belum mampu
mengendalikan korupsi, bahkan korupsi cenderung makin melebar pada hampir
seluruh lini pemerintahan, termasuk juga pada lembaga-lembaga tinggi negara.
Selain permasalahan KKN, dalam bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan,
birokrasi di tingkat pusat maupun daerah cenderung semakin banyak dan tambun.
Dengan kondisi yang demikian maka organisasi akan cenderung kaku dan lambat
dalam mengantisipasi permasalahan yang timbul. Kecenderungan yang terjadi saat
ini adalah bahwa dalam penyusunan suatu organisasi cenderung lebih ditekankan
pada bagan strukturnya saja, dan melupakan jumlah dan kualifikasi personel, sistem

komunikasi serta kendali organisasi (span of control). Struktur organisasi birokrasi


yang demikian akan menyempitkan strategi yang dapat dipilih atau di gunakan.
Pendekatan ini lebih dikenal dengan strategy follows structure.
Menjadi pegawai negeri merupakan suatu pilihan profesi karier, sehingga
merupakan suatu hal yang wajar menuntut standar gaji untuk memenuhi kompensasi
beban tugas, tanggung jawab, kualifikasi, prestasi, periode waktu kerja serta tingkat
biaya hidup. Namun, sistem gaji PNS saat ini belum menggunakan sistem merit yang
mempertimbangkan prestasi kerja, akibatnya PNS yang rajin dan tekun maupun yang
malas dalam melaksanakan tugasnya menerima gaji yang sama besarnya. Dengan
demikian tidak terjadi korelasi antara kebijakan mengenai gaji dengan tingkat
produktivitas PNS. Sehingga istilahPGPS yang asalnya singkatan dari Peraturan Gaji
Pegawai Sipil seringkali diplesetkan menjadi Pintar Goblok Pendapatan Sama.

1.2.

Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi


permasalahan yang akan di bahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Melalui Reformasi Birokrasi

Kita Tingkatkan Pola Pikir Aparatur

menuju Sumber Daya Manusia yang Profesional.

1.3.

Metode Analisa Data

Adapun Metode Analisa Data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :
1. Penelitian perpustakaan, mencari data dan informasi dari buku dan laporan
yang biasanya ada di perpustakaan dan yang ada kaitannya dengan objek
penelitian penulis.
2. Melalui Risearch Verifikasi, menguji suatu ilmu pengetahuan.
3. Melalui Risearch deskriptif, melukiskan keadaan objektifitas atau persoalannya.
4. Melalui Risearch Diskusi formal maupun in formal dari media informatika.

1.4.

Sistematika Penulisan

Agar mudah dimengerti karya tulis ini, penulis menyusunnya dengan


sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Metode Analisa Data
1.4 Sistematika Penulisan
Bab 2

Tinjauan Pustaka
2.1

Reformasi Birokrasi

2.2 Sumberdaya Manusia yng Profesional

Bab 3

Pembahasan
3.1

Reformasi Birokrasi

3.2 Sumber Daya Manusia yang Prosesional


3.3 Pengaruh Reformasi Birokrasi kita Tingkatkan Pola Pikir
Aparatur menuju Sumber Daya Manusia yang Profesional.
Bab 4

Penutup
4.1

Kesimpulan

4.2 Saran
Daftar Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Reformasi Birokrasi
Reformasi dilakukan untuk mewujudkan aparatur negara yang mampu

mendukung

kelancaran

dan

keterpaduan

pelaksanaan

tugas

dan

fungsi

penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan


prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas praktek-praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan
mampu menyediakan pelayanan yang prima sebagaimana diharapkan masyarakat.
Agar harapan tersebut dapat menjadi kenyataan maka dituntut adanya
suatu sikap aparatur yang baik, integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral
yang tinggi. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah
sejak tahun 2001 membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah.
Salah satu perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam
penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya
kewenangan ini, maka aparat pemerintahan di daerah diharapkan dapat mengelola
dan menyelenggaraan pelayanan dengan lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan
kebutuhan dan harapan masyarakat. Namun dibalik itu semua telah muncul suatu
pemikiran yang positif yaitu : munculnya ide serta tentang pemikiran dasar yang
menimbulkan reformasi total dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan
6

utama dari reformasi adalah untuk Pemerintahan menciptakan masyarakat sipil (civil
society) dalam kehidupan pemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang
memiliki nilai-nilai good governance serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi,
sikap keterbukaan, kejujuran dan keadilan yang berorientasi kepada rakyat dan
bertanggungjawab kepada rakyat.
Terdapat beberapa persoalan utama yang merupakan bagian dari sejarah
masa lalu bangsa Indonesia yang efeknya masih dapat dirasakan oleh masyarakat
Indonesia yang hidup pada masa sekarang ini, yang sekaligus merupakan indikator
penyebab terjadinya krisis multidimensi yang masih melanda bangsa Indonesia
hingga saat ini. Ketika permasalahan tersebut diidentifikasi, maka ujung dari
permasalahan tersebut bermuara kepada terjadinya pendangkalan partisipasi rakyat
dalam program pembangunan daerah serta semakin melemahnya posisi nilai tawar
rakyat dalam hal perencanaan dan pengambilan keputusan yang melibatkan
kehidupan rakyat. Rakyat bukan dijadikan sebagai subjek dalam kehidupan
demokrasi dan juga bukan menjadi subjek didalam pembangunan.
Kelurahan merupakan dasar dari satuan pemerintahan yang terkecil dari
suatu komunitas pemerintahan negara. Sehingga boleh dikatakan bahwa keberhasilan
dalam melakukan pembangunan juga tergantung dari sejauh mana partisipasi
masyarakat setempat beserta aparatur pemerintahan kelurahan dalam perencanaan
pembangunan tersebut. Dalam arti masyarakat harus ikut berpartisipasi dan diberi
kepercayaan dan kewenangan yang cukup dalam mengurusi rumah tangga
kelurahannya, sehingga bisa mandiri dan sesuai dengan potensi dan sumber daya
7

yang dimiliki daerah tersebut. Selain sebagai pelaksana dan perencana program
pembangunan, maka para aparatur pemerintah kelurahan juga berperan sebagai
pelayan

masyarakat

dalam

Pemerintahan

urusan-urusan

administrasi

dan

kependudukan yang menjadi wewenang dari pihak kelurahan. Namun hingga saat ini
pelayanan yang telah diberikan kepada masyarakat, terkadang masih sulit untuk
dapat diakses langsung oleh masyarakat dan prosedur yang terkadang berbelit-belit
dan sering menyulitkan masyarakat ketika harus mengurus surat atau izin tertentu di
kelurahan, biaya yang tidak jelas serta terjadinya pungutan liar (pungli), saat ini
menjadi cerminan rendahnya kualitas pelayanan di Indonesia. Dimana ini juga
merupakan bagian akibat dari berbagai program pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, namun saat ini masih jauh sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat. Selain itu juga ada kecenderungan ketidak adilan didalam pelayanan
yang diberikan, dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit untuk mendapat
pelayanan yang baik dan berkualitas dari pihak kelurahan.
Sebaliknya masyarakat yang memiliki uang akan lebih mudah dalam
menyelesaikan urusannya. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini
terus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang
berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi
bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks untuk
memperoleh pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan
tertentu dapat merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat diharapkan menjadi


lebih responsif terhadap kepentingan masyarakat itu sendiri, di mana paradigma
pelayanan masyarakat yang telah berjalan selama ini beralih dari pelayanan yang
sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan
yang berorientasi kepuasan masyarakat sebagai berikut :
a. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui kebijakan yang
memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi pelayanan masyarakat.
b. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan aparatur kelurahan dan masyarakat
sehingga masyarakat juga mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap
fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama.
c. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan tertentu sehingga
masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.
d. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada
hasil, sesuai dengan masukan atau aspirasi yang diharapkan masyarakat.
e. Lebih mengutamakan pelayanan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
f. Memberi akses kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari
masyarakat tentang pelayanan yang diterimanya.
Pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat
diharapkan juga memiliki :
a.
b.
c.
d.
e.

Memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya.


Memiliki perencanaan dalam pengambilan keputusan.
Memiliki tujuan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Dituntut untuk akuntabel dan transparan kepada masyarakat.
Memiliki standarisasi pelayanan yang baik pada masyarakat.
Semenjak gerakan reformasi digulirkan dalam rangka merubah struktur

kekuasaan menuju demokrasi dan desentralisasi, maka kebutuhan masyarakat


9

terhadap suatu pelayanan prima dari pemerintah, dalam hal ini pemerintah
kelurahan menjadi sangat penting. Diawali dengan Undang-Undang No 22 Tahun
1999 dan selanjutnya dilakukan revisi menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 ,
yang telah dijadikan landasan yuridis untuk menggeser fokus politik ketatanegaraan,
diawali desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah. Dan sekarang
menjad.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 73 tentang Pemerintahan
Kelurahan dan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 tentang

Pemerintahan Desa. Inti dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut


adalah penyelenggaraan pemerintahan lokal yang menekankan pada prinsip
demokrasi

dan

peran

serta

masyarakat,

pemerataan

dan

keadilan

serta

memperhatikan potensi dan keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh daerah


masing-masing. Perencanaan pembangunan didaerah kelurahan tidak dapat
dipisahkan dari penyelenggaraan pemerintah kelurahan yang merupakan unit
terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menjadi tonggak
strategis dalam Pemerintahan, keberhasilan seluruh program pembangunan. Karena
itu upaya untuk memperkuat dan memberdayakan pemerintah ditingkat kelurahan
merupakan langkah dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat
sebagai tujuan dalam program pembangunan kelurahan.
Untuk mengakomodir aspirasi masyarakat yang terus berkembang serta
dalam menghadapi perubahan yang terjadi baik dalam lingkungan nasional maupun
lingkungan internasional yang secara langsung akan berpengaruh pada roda
10

pemerintahan dan pelaksanaan program pembangunan di negara kita, maka


diperlukan adanya suatu pemerintahan kelurahan yang tangguh dan didukung oleh
sistem dan mekanisme kerja yang profesional dalam memberikan pelayanan yang
baik kepada masyarakat. Pemerintahan kelurahan harus benarbenar siap dan
mampu untuk mengelola setiap potensi yang ada dalam lingkungan masyarakat
untuk dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemerintah kelurahan juga
harus cepat dan tanggap dalam memperhatikan segala sesuatu yang menjadi
kebutuhan warga masyarakatnya. Diharapkan dengan terciptanya pemerintahan
kelurahan yang tangguh dan mandiri yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan dapat
mewujudkan program-program pembangunan yang terencana secara efektif dan
efisien yang pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan citacita masyarakat yang
adil dan sejahtera.

2.2

Sumber Daya Manusia yang Profesional


Dunia yang mengelilingi Indonesia telah dan akan terus berubah. Sebagai

aparatur pemerintah, kita harus mengikuti arus perubahan itu, apabila Indonesia
ingin memanfaatkan kesempatan yang diciptakan oleh perubahan itu, dan bukan
hanya menjadi sekedar penonton yang pasif. Dengan meningkatkan kualitas
11

profesionalisme aparatur pemerintah, kemajuan Indonesia dapat dicapai, termasuk di


dalamnya pemberian pelayanan publik yang prima kepada masyarakatnya.
Sebagaimana halnya di negara-negara sedang berkembang, tantangan untuk
menggapai kondisi ideal tersebut selalu ada. Secara sepintas saja, kondisi geografis
Indonesia yang

archipelago state dengan 17.864 pulau, sudah menghadirkan

permasalahan tersendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada mereka.


Kondisi sulit ini kemudian ditambah dengan besamya populasi sekitar 238 juta
penduduk (BPS, 2005).
Di samping persoalan di atas, secara kuantitas jumlah sumber daya manusia
aparatur (Pegawai Negara Sipil) yang memberikan pelayanan juga dirasakan sangat
minim dengan rasio 1,9 % dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan Negaranegara maju yang dalam setiap 1000 penduduk terdapat 77 PNS, di Indonesia hanya
sebanyak 21 PNS saja. Di daerah, rationya bahkan lebih kecil, yakni 4 : 1000. Kondisi
negatif ini kemudian diperparah dengan kualitas pendidikan mereka yang masih
rendah. Ketidakseimbangan antara jumlah PNS dengan jumlah penduduk yang
dilayani menyebabkan pemerintah melakukan pembenahan. Salah satu cara untuk
membenahi hal tersebut adalah dengan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia aparatur dan terus melakukan upaya melalui berbagai kebijakan dalam
rangka peningkatan kompetensi PNS demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih
baik.
Untuk peningkatan kompetensi, dua kebijakan telah dikeluarkan yaitu
Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan PP 101/
12

2000 Tentang Diklat Jabatan PNS. Sedangkan untuk peningkatan kualitas pelayanan
publik, Menpan menerbitkan Surat Keputusan No. 81/ 1993 yang merumuskan suatu
pedoman umum dalam pelaksanaan pelayanan umum. Selanjutnya, Tahun 1995,
Surat Keputusan ini diperkuat oleh Instruksi Presiden Nomor 1/ 1995 yang berisi
penugasan kepada Menpan untuk memimpin pelaksanaan kegiatan yang dianggap
perlu agar dapat segera meningkatkan mutu pelayanan bagi masyarakat. Tahun 1998,
Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan (Menko Wasbang) menerbitkan
Surat Edaran Nomor 56/ 1998 bagi seluruh kementerian agar mulai menerapkan
pelayanan prima di lingkungannya masing-masing. Surat Edaran ini kemudian
dilanjutkan dengan Surat Edaran Menko Wasbang Nomor 145/ 1999 yang berisi
rincian jenis-jenis pelayanan masyarakat yang harus segera menerapkan pelayanan
prima

di

lingkungan

Pemerintah

Daerah.

Baru-baru

ini,

Kantor

Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan lagi Surat Keputusan Menteri


Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/ M.PAN/ 7/ 2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Surat Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 11/ M.PAN/ 1/ 2004 tentang Pencanangan Tahun
Peningkatan Pelayanan Publik dan Petunjuk Pelaksanaannya; Surat Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/ 25/ M.PAN/ 2/ 2004 tentang
Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah; dan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/ 26/ M.PAN/ 2/ 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas
dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
13

Keseluruhan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini


mencoba menerobos sisi lain dari pelayanan guna mempercepat perwujudan
pelayanan publik yang prima dengan membenahi kualitas kinerja aparatur
pemerintah melalui pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
pelayanan publik. Dalam prakteknya, kinerja kebijakan tersebut belumlah seperti
yang diharapkan. Keluhan masyarakat akan kualitas pelayanan publik masih
merupakan fenomena umum.

14

BAB 3
PEMBAHASAN

Melalui Reformasi Birokrasi Kita Tingkatkan Pola Pikir Aparatur


Menuju Sumber Daya Manusia Yang Profesional.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh
dari apa yang diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan
profesionalisme rendah, banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat
gaji yang tidak memadai, pelayanan kepada masyarakat yang berbelit-belit, hidup
dalam pola patronklien, kurang kreatif dan inovatif, bekerja berdasarkan juklak dan
juknis serta mungkin masih banyak potret negatif lainnya yang intinya menunjukkan
bahwa aparatur di Indonesia masih lemah.
Gambaran tersebut memberikan dorongan bagi kita untuk melakukan
perubahan pada SDM aparatur Indonesia (kita sebut dengan istilah Reformasi
Birokrasi).

Reformasi

penyelenggaraan

telah

melahirkan

pemerintahan,

salah

berbagai
satunya

perubahan
adalah

dalam

sistem

perubahan

sistem

pemerintahan daerah sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25


Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.
Perubahan mendasar pada kedua undang-undang ini terletak pada
paradigma yang digunakan, yaitu dengan memberikan kekuasaan otonomi melalui
15

kewenangan-kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya,


khususnya kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dengan berpedoman kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka Negara Kesatuan RI.
Melalui dua undang-undang ini Bangsa Indonesia telah mengambil langkah untuk
meninggalkan paradigma pembangunan sebagai pijakan pemerintah untuk beralih
kepada paradigma pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma
ini tidak berarti bahwa Pemerintah sudah tidak lagi memiliki komitmen untuk
membangun, tetapi lebih pada meletakkan pembangunan pada landasan nilai
pelayanan dan pemberdayaan. Dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah tersebut telah menggeser paradigma pelayanan, dari yang bersifat
sentralistis ke desentralistis dan mendekatkan pelayanan secara langsung kepada
masyarakat.
Terjadinya perubahan sistem pemerintahan daerah tersebut berimplikasi
pada perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian. Perubahannya yang paling mendasar adalah tentang
manajemen kepegawaian yang lebih berorientasi kepada profesionalisme SDM
aparatur (PNS), yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pengaruh semua golongan dan
partai politik dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat dengan persyaratan
16

yang demikian, SDM aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan


global, dan mampu berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No. 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersebut membawa perubahan
mendasar guna mewujudkan SDM aparatur yang profesional yaitu dengan
pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara
sistem prestasi kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja yang
pada hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
Manajemen pelayanan pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan
kegiatan pengelolaan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dituntut memiliki
karakteristik, memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki
kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani
(wide stakeholders), memiliki tujuan social serta akuntabel pada publik. Sejalan
dengan perkembangan manajemen penyelenggaraan negara, dan dalam upaya
mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigm pelayanan publik
berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
(customer-driven government) yang dicirikan dengan lebih memfokuskan diri pada
fungsi pengaturan, pemberdayaan masyarakat, serta menerapkan sistem kompetisi
dan pencapaian target yang didasarkan pada visi, misi, tujuan, dan sasaran. Pada
prinsipnya, di dalam diri setiap aparatur pemerintah melekat peran, tugas, dan
tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai, kode etik, dan moral. Pelayanan publik
adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah
17

baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa
dalam rangka pemenuhan kebutuhan (kepuasan) masyarakat sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Seiring dengan berlakunya otonomi daerah, maka tingkat pelayanan di
tingkat lokal akan sangat benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat di dalam
peningkatan kualitas pelayanan publik. Ini berarti bahwa SDM aparatur merupakan
sebagian dari keseluruhan elemen system pelayanan publik yang begitu luas dan
kompleks, karena tugas dan fungsi SDM aparatur yang begitu penting dan strategis.
Dewasa ini, fungsi SDM aparatur menjadi lebih kompleks tidak sekedar
fungsi pengaturan, pengelolaan, dan pengendalian saja, akan tetapi lebih berorientasi
pada fungsi pemberdayaan (empowering),
(democratic), dan kemitraan

kesempatan

(partnership)

(enabling), keterbukaan

dalam pengambilan keputusan,

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik. Tugas pokok
dan fungsi dari SDM aparatur pada intinya adalah menjadi pelayan masyarakat yaitu
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat; menjadi stabilisator yaitu
sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; menjadi motivator yaitu
memberdayakan masyarakat agar terlibat secara aktif dalam pembangunan; menjadi
innovator dan creator yaitu menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam pelayanan
masyarakat agar menghasilkan pelayanan yang baru, efektif dan efisien dan menjadi
inisiator yaitu selalu bersemangat mengabdi dengan berorientasi pada fungsi
pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat yang dilandasi dengan
keikhlasan dan ketulusan. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut,
18

tentu saja perlu diperhatikan hak dari aparatur itu sendiri, yaitu mendapatkan
kehidupan yang sejahtera baik dari aspek material maupun spiritual.
Secara garis besar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparatur di
Indonesia

adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat

(excellent service for people). Agar tugas pokok dan fungsi serta kewajiban tersebut
dapat terlaksana dengan baik, maka harus didukung dengan sarana dan prasarana
yang memadai. Adanya peraturan yang jelas serta didukung dengan sumber daya
manusia yang profesional dan handal merupakan factor pendukung yang tidak boleh
ditinggalkan. Sarana dan prasarana yang memadai, lengkap dan canggih akan
mempercepat proses pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, peraturan yang
jelas dalam pemberian pelayanan masyarakat akan memberikan pedoman bagi
aparatur dalam memberikan pelayanan. Selain itu, masyarakat diberi akses untuk
dapat mengontrol dan mengawasi kualitas dan prosedur pelayanan yang diberikan.
Di samping hal-hal tersebut, adanya dukungan SDM aparatur dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi serta kewajibannya mempunyai kemampuan atau kompetensi
yang baik, pelayanan diberikan secara transparan, fair, tidak membeda-bedakan dan
dilaksanakan secara akuntabel serta penuh keikhlasan dan ketulusan.
Untuk membentuk sosok SDM aparatur seperti tersebut memang
memerlukan waktu dan proses yang lama serta upaya yang tidak boleh berhenti.
Manajemen kepegawaian perlu dibenahi, yaitu diawali dengan melakukan pola
rekrutmen yang benar sesuai dengan peraturan dan berdasarkan kompetensi.
Demikian pula dalam pengembangan pegawai, Penilaian Prestasi Kerja (PPK), pola
19

karir, penggajian, promosi, pemberhentian dan sebagainya. Semua perubahan itu


perlu dilakukan dengan komitmen dan konsistensi yang tinggi. Perubahan yang
segera dapat dilakukan adalah peningkatan kemampuan atau kompetensi yang
dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun non diklat.
Perubahan melalui diklat dapat dilakukan dengan melakukan berbagai
kursus, pendidikan formal maupun non formal atau pendidikan lainnya yang
berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau kompetensi teknis maupun
perubahan pola pikir, moral, dan perilaku SDM aparatur. Meskipun merubah pola
pikir, moral dan perilaku SDM aparatur melalui diklat memang tidak mudah, akan
tetapi tetap perlu dilakukan. Sementara peningkatan kemampuan atau kompetensi
melalui non diklat dapat dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi kerja
yang kondusif untuk terjadinya peningkatan kemampuan, melakukan mutasi secara
berkala, menciptakan hubungan antar personal yang harmonis dan lain sebagainya.
Eksistensi SDM aparatur perlu mendapat perhatian khusus, berkaitan dengan strategi
peningkatan kualitas dan kompetensinya. Peningkatan kompetensi SDM aparatur
dalam mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat adalah berorientasi
pada standar kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang
tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder-nya. Kualitas aparatur tidak
mungkin

meningkat

tanpa

adanya

usaha-usaha

yang

konkrit

untuk

meningkatkannya. Oleh karena itu diklat perlu terus ditingkatkan agar SDM aparatur
benar-benar memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasnya secara profesional.

20

Kompetensi jabatan SDM aparatur (PNS), secara umum berarti kemampuan


dan karakteristik yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan perilaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya
(Mustopadidjaja, 2002). Disinilah kompetensi menjadi satu karakteristik yang
mendasari individu atau seseorang mencapai kinerja tinggi dalam pekerjaannya.
Karakteristik itu muncul dalam bentuk pengetahuan

(knowledge), keterampilan

(skill), dan perilaku (attitude) untuk menciptakan aparatur yang memiliki semangat
pengabdian yang tinggi dalam melayani masyarakat yang selalu bertindak hemat,
efisien, rasional, transparan, dan akuntabel. Jadi, pelayanan public merupakan
pemberdayaan masyarakat yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda
perekonomian menuju Kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan strategi peningkatan
kompetensi SDM aparatur, dimana kompetensi yang memadai merupakan sesuatu
yang sangat mutlak yang perlu dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran
aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

21

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang
berkualitas yang kian hari kian kompleks, negara membutuhkan sumber daya
manusia aparatur yang profesional. Idealnya, kebutuhan tersebut dilakukan secara
komprehensif mulai dari perencanaan, pengadaan, penempatan, pengembangan
pegawai, penilaian kinerja, promosi, pendidikan dan pelatihan, kompensasi,
remunerasi, terminasi dan penerapan peraturan disiplin pegawai.

4.2 Saran
Sebelum menetapkan strategi peningkatan kualitas SDM aparatur, terlebih
dahulu kita perlu memotret kondisi faktual SDM aparatur dewasa ini secara
komprehensif dengan melihatnya dari sudut pandang manajemen sumber daya
manusia.
Dengan menggunakan sudut pandang tersebut, penulis kalau boleh
menyarankan sebagai berikut :
1. Membuat tersusunnya perencanaan PNS yang komprehensif, integrated dan
2.
3.
4.
5.

berbasiskinerja, baik secara nasional maupun institusional;


Agar Pengadaan PNS sesuai dengan kebutuhan riil;
Rasionalitas Penempatan PNS pada kompetensi jabatan;
Pengembangan pegawai belum agar berpola pada pembinaan karier;
Sistem penilai kinerja agar lebih obyeklif;
22

6. Kenaikan pangkat dan jabatan agar berdasarkan prestasi kerja dan kompetensi;
7. Diklat PNS agar lebih dioptimalkan dalam meningkatkan kompetensi;
8. Sistem kompensasi agar berdasarkan pada prestasi kerja;
9. Sistem remunerasi agar didasarkan pada tingkat kelayakan hidup;
10. Sistem terminasi PNS agar tertata secara komprehensif;
11. Penetapan peraturan disiplin pegawai agar dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen;
12. Prinsip netralitas PNS agar sepenuhnya dijunjung tinggi.

23

DAFTAR PUSTAKA

Media Komputindo, Cetakan Keempat, Jakarta. Bennis, W. G. and B, nanus (1985),


Leaders: The Strategis for Tak ing Change, New York:
Handoko, HT., (1995), Manajemen, BPFE, Cetakan Kesembilan, Yogyakarta.
Haryanto, dkk, (1997), Fungsi-Fungsi Pemerintahan, Badan Diklat Depdagri, Jakarta.
Ibrahim, Amin, 2004. Pokok -Pokok A nali.sis Kebijakan Publik , CV. Mandar Maju,
Bandung.
Kebutuhan Sek tor Pelayanan Publik (Orasi Ilmiah Wisuda XXII/ 2003 STIA LAN),
Bandung.
Mustopadidjaja, 2002. Paradigma-Paradigma Pembangunan, Lembaga Administrasi
Negara.
...................., (2003), Manajemen Proses Kebijakan Publik . Formulasi, Implementasi
dan Evaluasi Kinerja.
Pamudji S, (1952), Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, PT. Bina Aksara,
Jakarta.
Soenarko, H.SD., (1998), Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan A
nalisa
Pembangunan, Jakarta.
...................... (2002), Manajemen Sumber Daya Aparatur Pemerintah Daerah (Pusat
Kajian Pemerintahan STPDN), Fokus Media kerjasama dengan Pusat kajian
Pemerintahan STPDN, Cetakan Pertama, Bandung.
........................(2003), Good Governance, Jurnal Program Magister STIA-LAN, Vol. 2
No.l, Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai