Misi PT. Bakrie Telecom Tbk adalah kami akan mengikuti strategi pertumbuhan
berdasarkan cara unik kami membuat suatu inovasi. Melayani pelanggan persis apa yang
mereka inginkan serta harga yang terjangkau dan konektivitas informasi yang tinggi.
3. Strategi PT Bakrie Telecom Tbk
Konsumen dibuat tersenyum dan penasaran dengan berbagai taktik pemasaran
ESIA yang secara tangible dinikmati melalui iklan-iklan esia. Lihat saja bagaimana esia
mendobrak melalui pricing strategy, antara lain :
a.
Dengan munculnya tarif per detik dan sms per karakter. Sebuah inovasi baru dari
ESIA yang langsung menghadang para pemain lama di seluler, akhirnya hal ini diikuti
laws of marketing, Al Ries & Jack Trout, 1993) dan menggunakan seluruh konsep
pergantian (6 konsep) di lateral marketing, menggunakan 3 konsep strategi bersaing
tetapi lemah di 1 taktik pemasaran. 9 (sembilan) hukum dasar marketing yang dilakukan
adalah Hukum kepemimpinan, Hukum Kategori, Hukum ingatan/pikiran, Hukum
persepsi, Hukum Tangga, Hukum Lawan. Hukum Atribut, Hukum Ketunggalan dan
Hukum eksklusivitas. Hukum kepemimpinan menyebutkan lebih baik menjadi yang
pertama daripada menjadi yang lebih baik, dan ini terlihat dengan jelas dari berbagai
strategy tarif esia, merubah dari tarif pe menit menjadi per detik, tarif sms per kirim pesan
(per 160 karakter) menjadi per karakter, menawarkan nomer sesuai keinginan pelanggan
dengan ESIA SUKA-SUKA, dan lainnya dan hampir selalu dalam setiap promo ESIA
menyebutkan sebagai yang Pertama di Indonesia. Mungkin tidak lebih baik dari
kompetitor seluler lainnya, tetapi ESIA menjadi yang pertama dalam programprogram
tersebut. Hukum kategori, menyebutkan Jika anda tidak dapat menjadi yang pertama
dalam sebuah kategori, buatlah kategori baru yang menjadikan Anda yang pertama.
ESIA jelas tidak masuk dalam persaingan Coverage, atau kategori teknologi tinggi seperti
halnya GSM dengan 3G, 3,5 G, atau bahkan layanan Black berry, tetapi ESIA masuk
dengan hukum kategori di atas, bahwa Jikalah tidak bisa mengalahkan market leader
dalam semua kategori maka menanglah di beberapa kategori dimana market leader
lemah. ESIA memainkan dengan menawarkan 14 Hape Tematis, mempositioningkan
sebagai operator seluler Termurah dengan program ESIA BISPAK, SMS per karakter dan
lainnya. adalah mencoba tampil beda, jika dalam beberapa kategori kalah maka unggulah
di kategori-kategori yang lepas dari perhatian market leader. Inilah yang sering
dimainkan ESIA, salah satu promonya adalah Talk Time ESIA paling lama, dimana salah
satu benefitnya adalah terima telepon esia dapat Rp.50,-, Variasi Hape Tematis yang
menarik, SMS per karakter dan lainnya. 6 (enam) konsep yang lateral marketing yang
digunakan oleh ESIA adalah konsep subtitusi, kombinasi, pembalikan, penghilangan,
pembesar-besaran, dan pengubahan urutan. Dalam konsep subtitusi kita bisa melihat
program-program pemasaran ESIA seperti yang lain sibuk perang tarif, ESIA malah
bagi-bagi uang, ESIA sukasuka, dan pilih sendiri nomor anda dimana ESIA
menghilangkan peran outlet lepas untuk langsung direct marketing melalui web, dan
program-program lainnya. Dalam Konsep Penghilangan, ESIA tampil dengan tarif per
detik, sms per karakter. Dalam konsep pembesar-besaran digunakan ESIA untuk focus
menawarkan berbagai jenis Hape ESIA dengan sangat Tematis, bahkan terkesan ESIA
adalah operator penjual Hape bukan Staterpacknya maupun Vouchernya, dan konsepSARRY IRAWATI PUTRI (C1C012069)
konsep lainnya. 3 (tiga) strategy bersaing yang diterapkan oleh ESIA yang pertama
adalah keunggulan biaya murah melalui campaign ESIA TERMURAH, tarif layanan per
detik, sms per karakter yang mengarah pada pay what you use. Strategy yang kedua
adalah Focus, ESIA begitu focus menyasar potensi pasar terbesar seluler yaitu anak muda
ke atas melalui Event sms-sms lucu dan terpendek, Event lomba bicara berjam-jam, hapehape tematis, dan lainnya. Dan Strategy ke 3 yang dilakukan ESIA adalah Diferensiasi,
dengan menawarkan program ESIA BISPAK, ESIA SUKASUKA, beragam Hape
tematis, dan lainnya.Dengan pola di atas ESIA benar-benar memposisikan dirinya sebagai
Penantang Pasar (market challenger). Dan akhirnya apapun yang dilakukan ESIA mau
tidak mau, senang atau tidak senang akan menggelitik pasar dan sangat mengganggu
langkah kompetitor. Saya melihat bahwa konsep Innovation Destructive yang di beberkan
oleh Erich Mayer bukan lah sebuah konsep tunggal tapi merupakan gabungan dari
berbagai macam strategy di atas. Langkah Cantik ESIA sebagai market challenger .
Hanya ada satu taktik pemasaran yang agak lemah di ESIA. Dan ini menjadi titik yang
kritis yang membuat strategy program di atas menjadi tidak powerfull untuk penetrasi
dan akuisisi pasar. Hal tersebut adalah Managing Distribution Channel. Channel ibarat
aliran darah dari jantung, jika bermasalah maka sebagus apapun jantungnya, darah tidak
akan bisa mengalir. Pola Franchise yang digunakan ESIA sangat-sangat tidak
menguntungkan, demikian pula konsep teritori dengan mengandalkan dealer juga sangat
lemah untuk membawa misi penetrasi dan akuisisi pelanggan.
B. Analisis SWOT PT Bakrie Telecom Tbk
1. Strength (Kekuatan) : Kekuatan Bakrie antara lain terdapat pada: hak duopoli yang
dimilikinya, pengalaman mengelola bisnis telekomunikasi internasional, kekuatan
manajemen dan budaya perusahaan, rangkaian produk dan jasa yang luas, teknologi
yang mutakhir pada peralatannya, kualitas produk dan jasa, serta citra perusahaan
yang baik.
2. Weakness (Kelemahan) : Kelemahan Bakrie antara lain terdapat pada: kurangnya
kebiasaan bersaing secara ketat akibat kenikmatan hak duopoli yang dimilikinya,
rentannya likuiditas perusahaan akibat besarnya kewajiban yang dimilikinya, dan
diversifikasi yang berlebihan seperti pada perusahaan anak dan afiliasi yang kurang
menguntungkan.
3. Oppurtunities (Kesempatan) : Peluang bagi Bakrie antara lain: besarnya pasar
domestik yang belum tergarap, perluasan usaha baru yang melingkupi bisnis inti yang
cukup menguntungkan, dan bisnis telekomunikasi global yang cukup menjanjikan.
SARRY IRAWATI PUTRI (C1C012069)
4. Threat (Ancaman) : Ancaman bagi Bakrie antara lain: masuknya pendatang baru
terutama dari luar negeri sehubungan akan berakhirnya hak duopoli, kompetisi global
yang memasuki pasar domestik, dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
C. Analisis Rasio Keuangan PT Bakrie Telecom Tbk
Yea
Liquidity
Ratio
Current
r
201
Current Assets
Current Liabilities
Rp2.874.428.104.73
ratio
2
201
Rp769.050.497.930
9
Rp2.955.755.907.09
0,27
1
201
Rp948.354.199.023
0
Rp1.759.605.829.93
0,32
Rp1.436.140.216.095
0,82
Current Liabilities
Quick ratio
Yea
r
Cash + Short-term
Investment +
Receivable (Net)
201
Rp2.874.428.104.73
2
201
Rp357.988.175.596
9
Rp2.955.755.907.09
0,12
1
201
Rp275.921.291.962
0
Rp1.759.605.829.93
0,09
Rp709.586.791.887
0,40
1. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas mengukur kemampuan jangka pendek perusahaan untuk membayar
kewajibannya yang telah jatuh tempo dan memenuhi kebutuhan kas yang tak terduga (di
luar prediksi perusahaan). Ada dua rasio yang saya gunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas PT Bakrie Telecom Tbk dari tahun 2010-2012, yaitu dengan menggunakan
perhitungan Current ratio dan Quick ratio. Pada umumnya standar perusahaan dianggap
likuid apabila tingkat likuiditas dengan current ratio sebesar 200% dan ini sudah dapat
dianggap baik, dan lebih aman bila berada diatas 100 %. Sedangkan standar quick ratio
yang digunakan di perusahaan pada umumnya adalah 100% dan ini sudah dianggap baik,
tetapi current ratio dan quick ratio tergantung pada jenis usaha dari masing-masing
perusahaan.
Current ratio adalah membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar di mana dari
kurun waktu 2010-2012 tingkat likuiditas PT Bakrie mengalami penurunan. Pada tahun
2010 terlihat Current ratio sebesar 0,27 yang berarti bahwa setiap Rp. 1 hutang lancar
SARRY IRAWATI PUTRI (C1C012069)
dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp. 0,27. Berarti perusahaan sangat buruk dalam
menutupi hutang lancarnya dengan aktiva lancar yang dimiliki. Pada tahun 2011 mengalami
penurunan 0,5 yaitu menjadi sebesar 0,32 yang berarti bahwa setiap Rp. 1 hutang lancar
dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp. 0,32. Hal ini menandakan bahwa perusahaan juga
sangat buruk dalam menutup hutang lancarnya dengan aktiva lancar yang dimiliki. Pada
periode ini mengalami penurunan rasio dikarenakan adanya penurunan total aset lancar.
Pada tahun 2012 terus terjadi penurunan sebesar 0,05 menjadi sebesar 0,27 yang berarti
bahwa setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp. 0,27. Penurunan ini
dikarenakan oleh turunnya total aset lancar dan hutang lancar.
Quick ratio menggambarkan seberapa kuat suatu perusahaan mampu membayar
semua kewajiban lancarnya jika mereka menutup usaha segera. Tidak jauh berbeda
dengan current ratio, quick ratio perusahaan di bawah standar yaitu dibawah 100%. Hal
ini bisa lihat tabel di atas. Quick ratio PT Bakrie rendah karena investasi jangka pendek
dari tahun 2010-2012 terus mengalami penurunan yang signifikan.
Dengan melihat current ratio dan quick ratio yang sangat kecil setiap
periodenya, hal ini menunjukkan bahwa kondisi perusahaan selama periode tahun
tersebut memburuk. Kemampuan PT Bakrie Telecom Tbk untuk melunasi hutangnya
dari aktiva lancar tidak mencukupi sehingga perusahaan Bakrie mempunyai
kemampuan untuk membayar hutang sangat buruk. Penurunan ini disebabkan oleh
meningkatnya jumlah hutang lancar, meningkatnya biaya operasional, dan penurunan
investasi jangka pendek dari tahun ke tahun. Current ratio dan quick ratio yang rendah
tersebut kurang menguntungkan jika dilihat dari sudut pandang kreditur dan pemegang
saham. Hal terburuk yang bisa terjadi adalah perusahaan akan mengalami kerugian,
bangkrut, dan akhirnya likuidasi.
Yea
Activity
Ratio
Average
Receivable
r
201
Net Revenue
Net Receivable
Turnover
2
201
Rp2.360.974.831.031
Rp100.633.611.501
23,46
1
201
Rp2.591.008.489.135
Rp104.239.241.829
24,86
Rp2.765.083.613.989
Rp98.373.626.028
28,11
2. Rasio Aktivitas
Dalam aspek ini saya menggunakan Receivable Turnover (Perputaran piutang). Rasio
ini mengukur berapa kali rata-rata piutang dapat tertagih selama satu periode. Semakin tinggi
angka maka semakin baik. Dari data di atas, perputaran piutang mengalami penurunan yang
tidak signifikan. Pada tahun 2010 menunjukkan kondisi yang paling baik, yaitu perusahaan
mengalami perputaran piutang sebanyak 28,11 kali. Pada tahun 2011 perputaran piutang
menurun menjadi sebesar 24,86 kali dan terus menurun di tahun 2012 menjadi 23,46. Ini berarti
perusahaan semakin lama semakin sulit untuk menagih piutang dan uang tagihan piutang pun
lambat masuk ke kas yang akan digunakan untuk aktivitas operasi.
Profitabili
Yea
ty Ratio
r
201
2
201
1
201
0
Net Sales
Rp2.360.974.831.0
31
Rp2.591.008.489.1
35
Rp2.765.083.613.9
89
Yea
Profit Margin
-133,0%
-29,4%
0,4%
Return on
r
201
Average Assets
Rp10.632.768.591.
Assets
2
201
-Rp3.138.935.665.528
734
Rp12.283.000.278.
-29,5%
1
201
-Rp762.699.191.424
173
Rp11.889.248.944.
-6,2%
Rp9.975.729.110
975
0,1%
Yea
r
Average Ordinary
Net Income (Loss)
201
Shareholder's
Return on
ordinary
shareholder's
equity
Rp3.003.369.856.2
equity
2
201
-Rp3.138.935.665.528
10
Rp4.781.792.279.1
-104,5%
1
201
-Rp762.699.191.424
62
Rp5.115.880.590.3
-16,0%
Rp9.975.729.110
52
0,2%
Yea
Net Income
Weight Average
Earnings per
Ordinary
Share
Share
Outstanding
201
2
201
-Rp3.138.935.665.528
30.584.600.000,00
-Rp102,63
1
201
-Rp762.699.191.424
28.482.400.000,00
-Rp26,78
Rp9.975.729.110
28.482.400.000,00
Rp 0,35
3. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur pendapatan atau keberhasilan operasi dari sebuah
perusahaan untuk periode waktu tertentu. Profitabilitas sering kali digunakan sebagai uji
utama atas keefektivitasan operasi manajemen. Adapun rasio yang saya gunakan antara
lain profit margin, return on assets, return on ordinary shareholders equity, dan earning
per share.
a. Profit Margin adalah pengukuran presentase setiap nilai penjualan yang menghasilkan
laba bersih. Margin yang dimiliki PT Bakrie sangat rendah dari tahun ke tahun.
Karena pada tahun 2011 dan 2011 PT Bakrie mengalami net loss (rugi neto) sehingga
margin laba nya pun semakin lama semakin turun. Pada tahun 2010 margin laba
perusahaan 0,4%, tahun 2011 margin laba perusahaan -29,4%, dan tahun 2012 margin
laba perusahaan -133,0%.
b. Return On Assets (ROA), dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan dengan penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan
yang dimiliki. Dari data tabel di atas perhitungan ROA pada tahun 2010 menunjukkan
nilai sebesar 0,1% yang berarti perusahaan mengalami laba bersih yang diperoleh
sebesar 0,1% dari total aktiva. Pada tahun 2011 menurun menjadi sebesar -6,2%, yang
berarti bahwa perusahaan mengalami rugi. Pada tahun 2012 menurun menjadi sebesar
-29,5%. Dari perhitungan ROA mulai tahun 2010-2012 terlihat bahwa ROA terus
mengalami penurunan dan terjadi kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
tidak mampu mengembalikan modal dan tidak mampu memanfaakan aset yang begitu
besar.
c. Return On Equity (ROE) merupakan rasio pengukuran terhadap penghasilan yang
dicapai bagi pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang
saham preferend) atas modal yang diinvestasikan pada perusahaan. Sama seperti
ROA, ROE untuk PT Bakrie mengalami penurunan hingga terjadinya kerugian karena
angka pada 2011 dan 2012 menunjukkan prosentase negatif.
d. Earning Per Share (Laba per Saham Dasar), adalah sebuah pengukuran dari
penerimaan laba bersih terhadap tiap-tiap saham yang beredar saat itu. Dalam hal ini
laba per saham dasar juga terus menurun. Bisa kita lihat tabel di atas.
PT Bakrie Telecom Tbk mengalami kerugian pada tahun 2011 dan 2012 karena
pendapatan lebih kecil dari total beban. Sehingga perusahaan pada tahun tersebut berada pada
kondisi rugi.
Yea
Solvency
Ratio
Debt to
r
201
Total debt
Total assets
Rp9.052.428.014.7
total assets
2
201
Rp7.414.442.541.805
00
Rp12.213.109.168.
81,9%
1
201
Rp7.844.354.929.243
767
Rp12.352.891.387.
64,2%
Rp7.158.061.068.779
578
57,9%
4. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk berjalan selama periode
waktu yang panjang. Rasio ini untuk mengetahui sejauh mana perusahaan dibiayai hutang.
Artinya berapa besar beban hutang yang ditanggung oleh perusahaan dibandingkan dengan
aktivanya. Untuk rasio solvabilitas saya menggunakan perhitungan debt to total assets.
Hasil perhitungannya debt to total assets menunjukkan angka di bawah 100% dan
dari tahun 2010 ke 2011 meningkat dari 57,9% menjadi 64,2%. Angka ini menunjukkan
bahwa pembiayaan perusahaan dibiayai dari hutang dan pinjaman setiap Rp 100
pendanaan dibiayai oleh hutang Rp 57,5. Pada tahun 2011 ke 2012 juga meningkat dari
64,2% menjadi 81,9%. Angka ini menunjukkan bahwa pembiayaan perusahaan dibiayai
dari hutang dan pinjaman setiap Rp 100 pendanaan dibiayai oleh hutang Rp 81,9.
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa sebagian besar pembiayaan perusahaan
bersumber dari kreditur, artinya kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan tambahan
pinjaman semakin kecil karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu untuk
mengembalikan pinjaman.