Anda di halaman 1dari 13

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

MOLUSKUM KONTAGIOSUM
I.

DEFINISI
Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh poxvirus
dari Molluscipox virus dengan klinis berupa papul papul berbentuk bulat, diskret,
pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan
moluskum. Penyakit virus yang umum ini hanya terbatas pada kulit dan selaput
lendir. Transmisi memerlukan kontak langsung dengan host yang terinfeksi atau
terkontaminasi. Infeksi ini ditemukan di seluruh dunia dan memiliki insiden yang
lebih tinggi pada orang dewasa yang aktif secara seksual, dan mereka yang
immunodefisien, atopic dermatitis yang ekstrem dan anak.1,2 Pasien biasanya
terganggu dengan penyakit ini karena sifat penyakitnya yang berlangsung lama,
dapat bertahan dari bulan hingga tahunan.1

II.

EPIDEMIOLOGI
Infeksi moluskum kontangiosum virus tersebar di seluruh dunia dan spesifik

pada manusia.

Prevalensi infeksi moluskum kontangiosum tekah meningkat

dalam beberapa dekade terakhir. Dalam sebuah studi, di Amerika, telah terjadi
peningkatan sebesar 11 kali dalam dua dekade terakhir. Peningkatan ini terjadi
secara pararel dengan peningkatan penyakit menular seksual.
98% dari penyakit moluskum kontagiosum disebabkan oleh virus moluskum
genotipe 1 dan merupakan penyebab utama moluskum kontangiosum pada anak.
Virus genotipe 2 terutama menyerang orang dewasa dan orang dengan
imunokompromise dengan kontak seksual merupakan metode transmisi yang
paling sering. Meskipun berbeda, hampir semua tipe dari MKV bermanifestasi
dalam bentuk yang mirip secara klinis. Periode inkubasi virus ini 2-7 minggu, ada
yang mengatakan dapat sampai 6 bulan. Virus bereplikasi pada sitoplasma sel
epitel, dan sel yang terinfeksi bereplikasi dua kali dari baseline rate normal.

1,3

Virus ini tidak dapat ditumbuhkan dalam media pertumbuhan atau pun telur. 3

Pada orang dewasa penyakit ini kebiasaannya dihubungkan dengan penyakit


menular seksual. Transmisi penyakit ini dapat melalui kontak kulit atau mukosa,
benda-benda yang dipakai bersama, dan otoinokulasi.

1,2

Penggunaan barang

secara bersama-sama dapat berupa peralatan mandi dan kolam renang 3 . Olahraga
yang memakai kontak langsung seperti gulat juga dapat menjadi sumber
penularan. Laporan terkini juga menyatakan bahwa adanya kemungkinan
transmisi vertikal dari ibu ke neonatus selama masa intrapartum. 2
III.

ETIOLOGI
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe poxvirus

yang berhubungan, MCV I, MCV II, MCV III, dan IV MCV Semua subtipe
menyebabkan serupa lesi klinis pada daerah genital dan alat kelamin. Pada anakanak kebiasaannya infeksi disebabkan oleh MCV-1. MCV merupakan poxvirus
yag besar, dan berbentuk seperti bata yang bereplikasi dalam sitoplasma dalam
sel. Terdapat beberapa kesamaan genomik dengan poxvirus yang lainnya.3
Penularan Moluskum sangat mudah dapat terjadi karena kontak kulit dengan
penderita terutama bila kulit basah. Kolam renang telah dikaitkan dengan salah
satu sumber infeksi virus.

Gambar 1. Molluskum
kontagiosum1

IV.

PATOGENESIS
Virus Moluskum Kontagiosum akan masuk pada stratum basal di

epidermis yang dimana terjadi peningkatan awal dalam pembelahan sel meluas ke
lapisan suprabasal. Proliferasi sel ini akan menghasilkan pertumbuhan lobules
epidermal dan akan menekan papilla sehingga terjadi fibrous septa antara lobules
2

dan nampak badan hialin sebagai badan moluskum yang berdiameter 25 m yang
mengandung sitoplasma virus. Badan Moluskum akan tampak dalam jumlah besar
didalam rongga dan terdapat di pertengahan lesi.3 Terdapat banyak MCV genotype
1 yang menyumbang gangguan respon imun terhadap virus, antaranya kemokin
homolog yang menghalang inflamasi, homolog yang yang terdiri dari
histocompability major kelas 1 rantaian berat dan homolog gluthathione
peroxiadase yang melindungi virus dari kerosakan akibat oksidari dari
peroksidase.
V.

DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis, manifestasi klinis dan pemeriksaan

penunjang dari Moluskum Kontagiosum harus diketahui.


Manifestasi Moluskum Kontagiosum
Lesi kutaneus. Moluskum Kontagiosum sering memperlihatkan papul
kecil merah muda yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm (giant
molluscum). Seiring pembesarannya, permukaan bentuk kubah yang kemudian
ditengahnya terdapat lekukan(delle) jika dipijat akan tampak keluar massa yang
berwarna putih seperti nasi. Pada kebanyakan pasien berkembang beberapa papul,
sering pada tempat yang intertriginosa, seperti aksilla, fossa poplitea, dan
panggul.1,2,3

Gambar 3 Beberapa, tersebar, dan diskrit lesi,

Gambar 2 Diskrit, padat, papula kulit


berwarna, 1-2 mm dengan pusat umbilikasi1

beberapa di antaranya meradang1

Gambar 4 Moloskum kontagiosum digenital pada pasien AIDS4

Pemeriksaan Penunjang
Penegakkan diagnosis moluskum kontagiosum dapat dilakukan secara
langsung. Penilaian kandungan inti menggunakan pewarnaan Giemsa dan evaluasi
histopatologi dapat dilakukan sekiranya perlu .1
Secara histologi, memperlihatkan epidermis yang hipertropi dan
hiperplastik. Pada lapisan basal, . Lesi undisrupted menunjukkan adanya
peradangan,

tetapi

perubahan

kulit

dapat

mencakup

infiltrasi

yang

lymphohistiocytic, neutrophilic, atau granulomatosa. Pada bagian atas lapisan


basal dapat ditemukan pembesaran sel yang mengandung inklusi intrasitoplasmi
(Henderson-Paterson body).1,3

Gambar 5. Low-power pembesaran dari lesi kulit


menunjukkan sejumlah besar lapisan sel dan
kawah pusat diisi dengan keratinosit dipengaruhi
oleh
poxvirus.6

Gambar 6. menunjukkan inklusi virus dalam


inti dari keratinosit, biasanya ditekankan di atas lapisan
granular
(Kiri). Inklusi ini memiliki eosinophilic dan penampilan ground4
glass karena
mengembang dan menghancurkan keratinosit inti.6

Gambar 7.Moluskum kontagiosum. Histopatologi (biopsi kulit, H & E)


menunjukkan downgrowth sel epidermis yang terinfeksi oleh badan inklusi
sitoplasma eosinofilik besar (badan Henderson-Paterson)1
VI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari Moluskum kontagiosum termasuk verrucae,
granuloma, amelanotic melanoma, basal cell carcinoma, appendageal tumors.
Infeksi jamur yang disebabkan oleh Cryptococcus, histoplasmosis dan
penicillium

harus

dipertimbangkan

pada

pasien

dengan

immunocompromised.1

Diagnosa banding Molluscum Contagiosum1 :


Sangat mirip : Verrucae
Dipertimbangkan :
Pyogenic granuloma
Papular granuloma annulare
Epidermal inclusion cyst
Hiperplasia kelenjar cebasea
Harus disingkirkan dari :
Appendageal tumors
Basal cell carcinoma
Amelanotic melanoma
Cryptocuccus/histoplasmosis/penicillosis
1. Verruccae Vulgaris
Veruka vulgaris adalah infeksi HPV pada epidermis dengan gambaran klinis
berupa papul, nodul berbentuk kubah sewarna dengan kulit, permukaan kasar
dan berbatas tegas, dapat tunggal maupun berkelompok. Predileksi terutama di
daerah tangan, siku, lutut, kaki dan jari-jari. Veruka vulgaris memberikan
gambaran histopatologi berupa epidermal akantosis dengan papilomatosis,
hiperkeratosis dan parakeratosis. Terdapat pemanjangan rete ridge pada bagian
tengah veruka. Pembuluh darah kapiler dermis menonjol dan dapat terjadi
trombosis.1
2. Granuloma pyogeni
Merupakan bagian dari hemangioma kapiler. Lesi ini terjadi akibat proliferasi
kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, tidak disebabkan oleh proses
peradangan. Sering mengenai anak anak dan terutama bagian tubuh distal
yang rentan terhadap trauma.Lesi berupa papul eritematosa, berkembang cepat
hingga mencapai ukuran 1 cm, bertangkai dan mudah berdarah. Lesi biasanya
bersifat soliter.1

Gambar 8. Granuloma Piogenik1


3. Papular Granuloma Anulare
Tipe perforasi dari granuloma anulare adalah tipe yang langka yang ditandai
dengan eliminasi transepidermal dari kolagen necrobiotik. Lesi ini mungkin
terlokalisasi, biasanya di punggung tangan dan jari atau secara generalisata di
punggung dan ekstemitas. Lesi ini pernah digambarkan terdapat di telinga,
skrotum, dalam bekas luka herpes zoster dan tato. Papul kecil superficial
berkembang secara umbilikasi sentral atau mengeras dan bisa ada keluar
cairan kental. Lesi sembuh dengan bekas luka atrofi atau hiperpigmentasi.1

Gambar 9. Papular Granuloma Anulare


4. Kista Inklusi epidermid
Kista epidermoid adalah nodul subkutaneus yang mobile dengan punctum di
bagian tengah. Lesi tidak berkaitan dengan trauma biasanya teradpat pada
dada atas, punggung atas, leher atau kepala. Lesi trauma lebih sering

didapatkan pada telapak tangan, telapak kaki atau bokong. Apabila terdapat
punctum menggambarkan unit pilosebaceous yang tergabung menyebabkan
bau busuk seperti keju busuk. Lesi ini bisa berwarna kulit, kuning, atau putih.
Kisa biasanya tumbuh perlahan dan asimtomatik, walaupun rupture dari ini
kista ini lebih sering didapatkan.1

Gambar 10. Kista epidermoid


5. Hyperplasia kelenjar sebacea
Hiperplasia kelenjar sebacea, merupakan pembesaran jinal lobus
sebacea di sekitar folikel infundibulum, meruakan lesi umum terutama pada
pasien yang sering terpapar sinar matahari. Usia onset adalah 40, laki-laki
lebih sering terkena daripada wanita. Hyperplasia kelenjar sebasea
memberikan gambaran lesi soliter atau lesi kecil multiple ukuran 3 mm
kekuningan atau papul telangiektasi berwarna seperti daging dengan dell
sentral pada tengah permukaan. Lokasi selain di wajah bisa di leher, dada,
areola, vulva dan penis juga pernah digambarkan. 1
Secara histopatologik hyperplasia sebacea memberikan gambaran lobus
sebacea matur besar berkerumun disekitar, kadang dilatasi, infundibula
berlokasi di atas dermis.

Gambar 11. Hiperplasia kelenjar sebacea


VII. PENATALAKSANAAN
Sangatlah penting untuk mendiskusikan resiko dan keuntungan bagi terapi
pasien dengan keluarga pada fase jinak karena moluskum kontagiosum sendiri
bisa sembuh sendiri tanpa komplikasi pada individu tanpa komplikasi
imunokompeten.1
Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan
moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik, atau kuret.
Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO 2, N2, dan
sebagainya.Namun, tidak semua kasus diterapi, khususnya pada anak karena
respon imun alamiah dapat menghilangkan penyakit ini tanpa intervensi.5
Cara

menghilangkan

lesi

dapat

dilakukan

dengan

cryotherapy

( pembekuan lesi dengan nitrogen cair ) , kuretase ( menusuk dari inti dan gesekan
bahan kaseosa atau bahan murah ) , dan terapi laser. Pilihan ini cepat dan
memerlukan dokter yang terlatih , mungkin memerlukan anestesi lokal , dan dapat
mengakibatkan rasa sakit pasca - prosedural , iritasi , dan jaringan parut.7
Bedah Beku (Cryosurgery) merupakan salah satu terapi yang umum dan
efisien digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum, Cryosurgery
merupakan terapi bedah dengan pembekuan yang mekanisme kerjanya berupa
penghancuran jaringan dengan siklus beku-cair yang dilakukan beberapa kali.

Bahan yang digunakan adalah nitrogen cair. Aplikasi menggunakan lidi kapas
pada masing-masing lesi selama 10-15 detik.6 Cryoterapi efektif dan biasa
digunakan pada anak besar dan orang dewasa, tapi harus diulangi dengan interfal
3-4 minggu.3
Terapi lainnya berupa kuretase yang merupakan metode yang mudah untuk
menghilangkan lesi dengan cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral melalui
penggunaan instrumen seperti skalpel, ekstraktor komedo dan jarum suntik. 7
Metode kuretase untuk menghilangkan moluskum kontagiosum telah digunakan
sejak lama. Anak-anak membutuhkan penggunaan krim anstesi topical dengan
observasi yang ketat. Penggunaan metode ini bisa membersihkan lesi dan bisa
menyebabkan reaksi inflamasi.3
Cara menghilangkan lesi secara bertahap dapat dicapai dengan
penggunaan obat oral. Cimetidine dapat digunakan sebagai alternative untuk
pasien anak yang takut di cryoterapi ataupun kuretase. 7 Cimetidine yang
merupakan

antagonis

reseptor

histamin

H2

yang

menstimulasi

reaksi

hipersensitifitas tipe lambat. Mekanisme kerja Cimetidine pada terapi moluskum


kontagiosum masih belun diketahui secara jelas. Sebuah studi menunjukkan
keberhasilan penggunaan cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis terbagi
dua pada pengobatan moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine
berinteraksi dengan berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu dilakukan
anamnesis riwayat pengobatan pada pasien yang akan mendapat terapi obat ini.
Terapi topical yang bisa digunakan adalah podofilin 10-25 % ( 0.3 atau 0.5
% krim). Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat
diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4
jam kemudian dilakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih. Pemberian
terapi dapat diulang sekali seminggu. Terapi ini membutuhkan perhatian khusus
karena mengandung mutagen yaitu quercetin dan kaempherol. Efek samping lokal
akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit normal serta
timbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat penggunaan secara luas
pada permukaan mukosa berupa neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus,
leukopeni dan trombositopenia.9 Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih

10

aman dibandingkan podofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5% diaplikasikan


pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua bahan ini pada
wanita hamil.3 karena memberikan efek toksik pada janin.7
Banyak ahli menggunakan Kantaridin topikal 0.7% atau cairan 0.9% untuk
terapi moluskum kontangiosum. Obat ini menginduksi vesikulasi di perbatasan
dermoepidermal. Obat ini harus digunakan secara hati-hati dan dicuci 2-6 jam
setelah pengolesan. Penggunaan di wajah dan daerah genital tidak dianjurkan, dan
keluarga harus diberi konseling mengenai kemungkinan akan adanya reaksi dan
bekas luka.1
Cantharidin menginduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu dilakukan tes
terlebih dahulu pada lesi sebelum digunakan. Bila pasien mampu menoleransi
bahan ini, terapi dapat diulang sekali seminggu sampai lesi hilang. Efek samping
pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri dan terbakar pada
daerah lesi. Kontraindikasi penggunaan Cantharidin pada lesi moluskum
kontagiosum di daerah wajah. Terapi topikal yang lain adalah krim retinoid, krim
imiquimod, asam salisilat, asam triklorasetat, sidofuvir, dan pasta perak nitrat dan
tape stripping.
Pasien juga perlu diedukasi untuk menjaga papul dari trauma serta menghindari
dari garukan. Dapat diberikan antihistamin jika perlu jika gatal.1

11

VIII. PROGNOSIS
Pasien akan sembuh spontan, tapi biasanya setelah waktu yang lama, berbulan
bulan sampai tahunan. Dengan menghilangkan semua lesi, penyakit ini jarang
atau tidak residif.9,5
IX. PENCEGAHAN
Pasien dengan moluskum kontagiosum disarankan untuk tidak memecahkan papul
yang ada, tidak menggunakan handuk yang sama dengan orang lain, memisahkan
cucian dan peralatan pribadi lain, tidak berbagi dengan kulit yang terkena lesi,
pada lesi di daerah anogenital disarankan untuk tidak melakukan hubungan
seksual. 8 Selama sakit dilarang berenang. 5

DAFTAR PUSTAKA

12

1. Piggot C, Friedlander SF. Poxyvirus Onfections, In: Wolff K,


Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD editors.
Fitzpatricks Dermatology In General Medecine 8th Edition. New York:
Mc Grew Hill Medical; p.3434-3438
2. Jeffrey I. Cohen Detection of Molluscum Contagiosum Virus (MCV)
DNA in the Plasma of an Immunocompromised Patient and Possible
Reduction of MCV DNA With CMX-001, 2012, Journal of Infectious
Diseases Advance Access; p.1 - 4
3. Sterling JC., In: Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C. Rooks
Textbook of Dermatology. Virus infections. 8th edition.2.Cambridge;
Wiley-Balckwell 2010; 33.1-33.81
4. James DW., Berger TG., Elston DM., Andrews Disease of The Skin:
Clinical Dermatology. Viral diseases. 10th edition. British; Saunders
Elsevier 2011: 387- 389
5. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah, M., Aisah,
S., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2009. p. 114-5
6. Paramitha IM, Adiputra PA. Cryosurgery dalam penatalaksanaan
veruka.Bagian Ilmu Penyakit bedah FK Udayana. FK Udayana:
Denpasar. p 1-9
7. CDC. Treatment Option Molluscum Contagiosum, last updated May
11, 2015. Diakses pada 30 Juli 2015
8. Basak S, Rajurkar M. Molluscum Contagiosum-An Update. India:
Indian Medical Gazette; juli 2013.
9. Meadows, K.P. Resolution of Recalcitrant Molluscum Contagiosum

virus Lesions in Human Immunodefficiency Virus -Infected Patients


Treated with Cidofovir. Archives of Dermatology. Vol. 133. 1997.

13

Anda mungkin juga menyukai