dari redaksi
Harmonisasi peraturan yang disusun oleh berbagai lembaga
pengguna ruang telah selesai dikupas dalam Buletin Tata Ruang &
Pertanahan Edisi I/2013. Berbagai langkah maju telah dilaksanakan
oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), salah
satunya dengan menginisiasi berbagai pertemuan koordinasi
antarsektor yang kegiatan maupun aturannya saling terkait. Sampai
dengan saat ini BKPRN sebagai badan yang awalnya dibentuk untuk
menyelesaikan berbagai konlik antarsektor masih berjalan cukup
baik dalam mengkoordinasikan berbagai kepentingan sektoral dan
daerah.
Tidak terasa, sudah hampir 25 tahun BKPRN berkiprah di Indonesia.
Awalnya dibentuk pada Tahun 1989 dengan nama Tim Tata Ruang,
Tim ini kemudian bertransformasi menjadi BKTRN dan kemudian
BKPRN. Sampai dengan saat ini, peran dan tujuan pembentukan
Tim Tata Ruang tetap konsisten. Koordinasi dan resolusi konlik
masih menjadi area utama Tim Tata Ruang di masa lalu dan BKPRN
di masa kini. Namun, bagaimana dengan efektivitasnya? Meningkat
ataukah justru berkurang?
susunan redaksi
redaksi Hernydawati
Santi Yulianti
Aswicaksana
Agung Dorodjatoen
Rafli Noor
Gina Puspitasari
Indra Ade Saputra
Idham Khalik
desain & tata letak Dodi Rahadian
distribusi & administrasi Sylvia Krisnawati
Redha Soiya
Cindie Ranotra
Riani Nurjanah
Octavia Rahma Mahdi
Chandrawulan Padmasari
Gita Nurrahmi
Hadian Idhar Yasaditama
Dea Chintantya
alamat redaksi
Direktorat Tata Ruang dan
Pertanahan, Kementerian PPN/
Bappenas
Jl. Taman Suropati No. 2
Gedung Madiun Lt. 3
Jakarta 10310
021 - 392 66 01
trp@bappenas.go.id
http://www.trp.or.id
daftar isi
2
12
14
25
daftar isi
16
18
dalam berita
20
ringkas buku
22
kajian
27
koordinasi trp
wawancara
Sudah Sinergikah?
Ir. Muh. Marwan, M.Si
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri
Saat ini, upaya penguatan kelembagaan penataan ruang, baik di nasional maupun di daerah terus dilakukan
untuk menjamin keberlanjutan implementasi produk-produk penataan ruang. Kelembagaan penataan ruang
yang kuat dipercaya untuk mendukung penyelenggaraan penataan ruang yang baik, dengan didukung
kuantitas dan kualitas aparat yang kompeten. Peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang perlu
dilakukan secara terus menerus mengingat dinamika perubahan sosial, politik dan ekonomi dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat yang sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan penyelenggaraan penataan
ruang.
Kelembagaan dalam penataan ruang menjadi elemen penting
dalam penyelenggaraan penataan ruang. Koordinasi menjadi kata
kunci penting untuk mengatasi berbagai kendala kelembagaan.
Sebagai Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian
Dalam Negeri, Dr. Muh. Marwan, M.Sc. menjelaskan kepada
Redaksi Buletin TRP bagaimana upaya sinergis Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dan Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (BKPRD) dalam penyelenggaraan penataan ruang,
termasuk tantangan dan kendala yang dihadapi. Berikut hasil
wawancara Redaksi:
Koordinasi antar lembaga menjadi sangat penting dalam
pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas sektor.
Sebenarnya, apa urgensi dibentuknya BKPRN dan BKPRD?
Penataan ruang merupakan kegiatan strategis dan bersifat
multidimensional, multifungsional dan multisektoral sehingga
dalam penyelenggaraannya harus ditangani secara terpadu oleh
berbagai instansi di pusat maupun di daerah yang memiliki tugas
dan fungsi koordinatif. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah mendesentralisasikan 26
urusan wajib yang salah satu diantaranya adalah Urusan Penataan
Ruang, dan delapan urusan pilihan kepada daerah. Sesuai UU No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah berwenang
dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional, pemerintah
provinsi berwenang dalam penyelenggaraan penataan ruang
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota berwenang dalam
penyelenggaraan penataan ruang kabupaten/kota.
Dalam implementasi kebijakan penataan ruang, peran antar
PUSAT
BKPRN
DAERAH
Pemendagri Nomor 50
Tahun 2009 tentang Badan
Koordinasi Penataan Ruang
Daerah.
BKPRD
GUBERNUR
Input/masukan
ekomendasi
12
4a
Raker
Regional
BKPRN
3
Agenda
BKPRN
Kab/Kota
Agenda
BKPRN
Provinsi
Raker
BKPRN
Input/masukan
4b
Raker
Regional
BKPRN
Isu
Strategis
Tindak Lanjut
Kementerian/
Lembaga
Rakernas
BKPRN
Program
Kerja
Dr. Herry Darwanto, pernah menjabat Staf Ahli Kepala Bappenas Bidang Penataan Ruang, Kementerian PPN/
Bappenas
Dr. Abdul Kamarzuki, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Wilayah dan Daerah Tertinggal, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
Perjalanan BKPRN selama 25 tahun ini telah menemui berbagai tantangan dan kendala. Banyak permasalahan
yang berhasil ditangani, banyak pula pihak yang tidak dapat menerima penyelesaian masalah yang
direkomendasikan.
Untuk mendapatkan gambaran peran optimal BKPRN, kami melakukan wawancara dengan tiga tokoh
penting yang selama ini berperan aktif di BKPRN, baik di era sentralisasi, dalam peralihan dari sentralisasi
ke desentralisasi dan di masa otonomi daerah sudah berjalan. Ketiga tokoh tersebut adalah Prof Dr Herman
Haeruman (pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Regional dan Sumberdaya Alam, Bappenas/Sekretaris
BKTRN), Dr Ir Herry Darwanto, MSc (pernah menjabat sebagai Staf Ahli Kepala Bappenas Bidang Penataan
Ruang, Direktur Penataan Ruang, Pertanahan dan Lingkungan Hidup, Bappenas) dan Dr Ir Abdul Kamarzuki,
MPM (sekarang menjabat sebagai Asisten Deputi Bidang Pengembangan Wilayah dan Daerah Tertinggal,
Menko Perekonomian/Sekretaris Pokja 4 BKPRN).
Lembaga
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) merupakan
forum koordinasi penataan ruang yang dibentuk melalui Keputusan
Presiden No. 2/2009 sebagai pengembangan dari forum
sebelumnya yang bernama Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang
Nasional yang dikenal dengan sebutan Tim Tata Ruang pada
Tahun 19891 yang kemudian diubah menjadi Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional (BKTRN) pada Tahun 19932 yang kemudian
diubah keanggotaannya pada Tahun 20003. Komposisi keanggotaan
BKPRN ini bertahan sampai dengan Tahun 20094 (Abdul Kamarzuki
(AK)).
Tujuan utama Tim Tata Ruang, BKTRN dan BKPRN adalah untuk
melaksanakan pembangunan nasional secara terkoordinasi
dan menangani masalah pemanfaatan ruang bagi keperluan
pembangunan. Dampak akhir yang diharapkan adalah sinerginya
penggunaan ruang oleh berbagai sektor (Herry Darwanto (HD)).
Pada saat yang sama, di pusat, BKTRN berfungsi untuk koordinasi
lintas sektor dalam penggunaan ruang, di daerah, BKPRD
melaksanakan fungsi yang sama untuk mengkoordinasikan
pemanfaatan ruang lintas SKPD (Herman Haeruman (HH)).
Anggota
Tim Tata Ruang,yang ditetapkan pada Tahun 1989, beranggotakan
Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri/Sekretaris Negara, Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dan Menteri Dalam
Negeri/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Seluruh anggota Tim
Tata Ruang memiliki akses untuk merencanakan penggunaan
ruang, namun tidak secara langsung menggunakan ruang. Resolusi
konlik diantara pengguna ruang dapat dilakukan dengan mudah
karena independensi Tim Tata Ruang ini sehingga penyelesaiannya
adil dan tidak memihak. Pada saat itu pembangunan wilayah
dilaksanakan antarsektor berdasarkan fungsi ruang (HH).
Pada Tahun 1993, keanggotaan Tim Tata Ruang ditambah oleh
Menteri Pertahanan dan Menteri Pekerjaan Umum. Namanya diubah
1 Keppres 57/1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
2 Keppres 75/1993 tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
3 Keppres 62/2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional.
4 Keppres 4/2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.
5 Keppres 4/2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional
6 Keppres No 4 Tahun 2009 tentang BKPRN Pasal 6 menyebutkan bahwa: (1) dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas Tim Pelaksana dapat dibentuk Kelompok Kerja
untuk menangani tugas-tugas yang bersifat khusus; (2) Pembentukan, tugas, susunan keanggotaan, dan tata kerja Kelompok Kerja diatur lebih lanjut oleh Ketua BKPRN.
Perencanaan
Untuk mengatasi masalah perencanaan, pemerintah pusat perlu
mengubah paradigma dari menyusun rencana tata ruang dari skala
nasional hingga skala rinci tingkat lokal secara hirarkis, menjadi
mengamankan kawasan strategis untuk kepentingan nasional
saat ini dan untuk pembangunan berkelanjutan, dan mendukung,
persisnya memberikan bantuan dana kepada daerah, untuk
mengerjakan penataan ruang sesuai konsep yang disusun daerah.
Pemerintah daerah perlu mewujudkan tata ruang yang nyaman,
memberi penekanan pada pembuatan taman-taman dan RTH,
pembuangan sampah, perbaikan gorong-gorong, pembenahan
kampung padat, pembuatan paving,penyediaan air bersih.Orientasi
penataan ruang yang semula menekankan konsep atau rencana
dan berskala makro, diubah menjadi bersifat konkrit dan mikro,
tentu dengan perspektif jangka panjang(HD) sesuai dengan yang
telah tercantum secara makro di dalam RTRWN (HH).
Pembagian peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam penataan ruang perlu dikaji lebih detail lagi. Contoh kawasan
yang perlu diatur pusat adalah kawasan cagar budaya, hutan
lindung, suaka margasatwa; kemudian kawasan untuk keperluan
pertahanan negara, seperti kawasan peluncuran roket, kawasan
latihan perang. Kawasan-kawasan ini harus ditetapkan batasbatasnya dan kemudian dikelola oleh lembaga pusat tertentu.
Dengan mengingat tragedy of the commons, yaitu kalau suatu
kawasan menjadi milik bersama atau tidak jelas siapa yang
memilikinya, maka setiap orang akan mengeksploitasi kawasan
itu sehabis-habisnya. Pemda menata kawasan di luar kawasankawasan strategis nasional ini. Kemudian beri kepercayaan kepada
daerah untuk mengatur sendiri penggunaan ruang wilayah itu.
Daerah-daerah pada mulanya mungkin kesulitan membuat rencana
tata ruangnya, namun lama kelamaan akan mampu membuat
RTR sendiri. Banyak contoh dari dalam dan luar negeri mengenai
rencana tata ruang yang baik dan dapat dicontoh.Tidak perlu ada
pedoman penyusunan RTR yang harus ditaati secara ketat oleh
daerah (HD).
Perencanaan tetap perlu, tetapi jangan menunggu harus
semua selesai. Misalnya jangan menunggu sampai rencana
rinci ditetapkan DPRD dan disahkan Provinsi, baru kemudian
melakukan implementasinya. Itu akan memakan waktu lama.
Kerjakan saja dulu yang dapat dilakukan dan jelas bermanfaat.
Masyarakat sudah menunggu hasil konkrit, hulu penundaan
biasanya adalah pemikiran birokratis dan penyusunan konsep
rencana yang sulit diimplementasikan. Misalnya, untuk bisa
menghasilkan rencana detil tata ruang diperlukan peta dasar
yang berskala besar. Menghasikan peta ini untuk seluruh wilayah
kota bisa memakan waktu bebeberapa tahun. Jadi gunakan saja
informasi yang ada untuk membuat kebijakan, mana daerah yang
tidak boleh digunakan sebagai kawasan permukiman, dan mana
yang boleh. Jadi rencana penataan ruang tetap perlu ada, namun
jangan terganggu oleh prosedur yang birokratis.Bila masyarakat
melihat hasil yang nyata, pasti akan diapresiasi dan di-bela jika
dimejahijaukan karena menabrak peraturan perundangan. Di
sini diperlukan kebijakan seorang kepala daerah. Juga jangan
kuatir kebijakan itu akan diubah oleh kepala daerah berikutnya.
Masyarakat akan mengawasi dan mencegah kebijakan yang tidak
didasarkan pada pertimbangan yang benar (HD).
Kemudian dari sisi substansi, RTR yang dibutuhkan untuk
pengendalian ruang kabupaten/kota adalah rencana tata ruang
yang rinci, dengan skala peta yang besar.Jika belum ada peta
dasarnya, perlu dibuat ketentuan yang jelas, sehingga tidak
No.
Proses Revisi
Pembahasan DPRD
NAD
Sumatera Utara
Riau
Sumatera Selatan
Kep. Riau
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
10
Kalimantan Timur
11
Sulawesi Utara
12
Sulawesi Tengah
13
Sulawesi Tenggara
14
Sulawesi Barat
15
Papua
Jumlah
A
AD
15
B1
B2
C1
C2
15
15
15
13
13
Oswar Mungkasa
Senin, 16 September 2013, Bapak Oswar Mungkasa yang sering disapa Pak Os dilantik oleh Menteri PPN/
Bappenas, sebagai Direktur Tata Ruang dan Pertanahan-Kementerian PPN/Bappenas menggantikan Bapak
Deddy Koespramoedyo (Alm). Lahir di Makassar, 26 Juli 1963, dengan nama Oswar Muadzin Mungkasa
adalah doktor lulusan ekonomi publik (Universitas Indonesia); master perencanaan wilayah dan kota
(Univesitas Pittsburgh); serta insinyur (Institut Teknologi Bandung. Ayah dari Fachriey Fadhlullah Mungkasa ini,
dikenal sebagai pribadi yang cerdas, energik, dan supel.
Sudah lebih dari 20 tahun beliau berkecimpung di dunia
pemerintahan menjadi pegawai negeri sipil. Karirnya dimulai pada
1992 sebagai staf perencana di Biro Pengembangan Regional I,
Bappenas. Dan sejak 2002, selama delapan tahun, beliau menjadi
Kepala Sub Direktorat di Direktorat Permukiman dan Perumahan,
Bappenas. Pengalaman dan lamanya karir yang digeluti di Bidang
Perumahan dan Permukiman mengantarkan beliau sebagai Kepala
Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat.
Selama menjadi Kepala Sub Direktorat di Direktorat Permukiman
dan Perumahan, beliau juga menjadi pelaksana harian dari
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja
AMPL) yang merupakan wadah koordinasi instansi pemerintah
yang terkait dengan pembangunan AMPL (Bappenas, Kemenkeu,
KemenPU, Kemenkes, Kemendagri, Kemendiknas, KemenLH), dan
LSM Internasional yaitu Plan Internasional Indonesia. Beberapa
proyek yang juga sukses beliau pimpin, adalah Water Supply and
Sanitation Policy Formulation and Action Planning (WASPOLA)
yang merupakan proyek kerjasama pemerintah dengan Australia
(AusAID) dalam pembenahan kebijakan air minum dan penyehatan
lingkungan berbasis masyarakat di Indonesia, dan Water and
Environmental Sanitation (WES) Unicef yang merupakan kerjasama
pemerintah dan Unicef dalam penyediaan air minum dan sanitasi di
Indonesia Timur pada 31 kabupaten/kota yang dananya berasal dari
hibah Belanda dan Swedia.
Saat ini, selain menjadi Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, beliau
juga aktif sebagai anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Penyehatan
Lingkungan dan Teknik Lingkungan Indonesia (IATPI) periode
2010-2014. Hobi menulis, beliau realisasikan melalui tulisantulisan yang dibuat di berbagai media, seperti majalah, koran, dan
lainnya. Sudah banyak media tulisan yang beliau ciptakan, seperti
Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan untuk Anak
Percik Yunior dan Majalah Perumahan dan Kawasan Permukiman
Inforum. Hingga saat ini, beliau masih menjadi Pemimpin Redaksi
Majalah Perumahan, Infrastruktur, dan Perkotaan HUDmagz- LP
P3I; Anggota Tim Editor Bidang Perumahan dan Permukiman Jurnal
Lingkungan Binaan Indonesia-IPLBI dan Media Informasi Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan Percik; dan Anggota Dewan Redaksi
Majalah Perencanaan Pembangunan-Bappenas [gp].
Gambar 1 Dr. Oswar Mungkasa, MURP (kanan) bersama Dr. Ir. Max Pohan,
CES, MA Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah (kiri)
tahukah anda
www.facebook.com/trp.bappenas
Sumber: http://mariana46.blogstudent.mb.ipb.
ac.id/2011/10/02/knowledge-management/
dalam berita:
Juli-Desember 2013
Menjelang akhir tahun 2013, berita media cetak seputar tata ruang dan pertanahan banyak diwarnai dengan
berita mengenai permasalahan pertanahan di berbagai daerah. Kisruh kebijakan dan administrasi Pertanahan
Nasional dianggap sebagai akar terkendalanya pembangunan Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road West 2
(JORR W2) dari Kebon Jeruk-Ulujami dan konlik yang terjadi di Desa Pering Baru, Ujung Padang, Provinsi
Bengkulu. Selain itu juga terdapat berita terkait kewenangan BPN yang terbatas untuk mengatasi berbagai
permasalahan pertanahan. Sedangkan untuk tata ruang, melesetnya pencapaian target Perda RTRW di tahun
2013 mendorong Presiden untuk mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) tetang percepatan peraturan daerah
tentang rencana tata ruang wilayah. Selain itu, kejadian tumpang tindih fungsi lahan di lapangan, mewajibkan
Jakarta metropolitan memiliki zonasi laut di teluk Jakarta. Berikut ringkasan beberapa berita tentang tata ruang
dan pertanahan.
September
Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengungkap fakta baru
dalam kasus dugaan tindak pidana pelanggaran izin pengelolaan
lahan di areal kawasan tambang PT Isco Polman Resources di
Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Menurut Humas Kejati
Sulsel, Nur Alim Rachim, Badan Pertanahan setempat tidak pernah
dilibatkan dalam pengelolaan tambang dikawasan hutang lindung
itu. Mantan Kasipidum Kejari Parepare ini menambahkan, fakta
baru ditemukan penyidik setelah kejaksaan melakukan koordinasi
dengan Badan Pertanahan Polewali Mandar. (Tribun Timur, 20
September 2013)
Masyarakat menaruh harapan besar terhadap institusi Badan
Pertanahan Nasional (BPN RI) dalam carut marut pertanahan
negeri ini. Namun, menurut Kurnia Toha, Kepala Pusat Hukum &
Hubungan Masyarakat/Juru Bicara BPN RI,masih ada perbedaan
persepsi sejauhmana peran BPN RI dalam bidang pertanahan. Jika
melihat Pasal 33 ayat 3 UUD 45 bahwa tanah untuk kesejahteraan
rakyat, berarti kewenangan BPN RI dalam pertanahan sangat luas,
ternyata tidak. Dari sisi peraturan sendiri BPN RI tidak cukup kuat
untuk mendesak Kementerian lain untuk segera menyelesaikan
kasus pertanahan diantara mereka, paling bisa menghimbau
saja. Dalam soal urusan sengketa pertanahan yang melibatkan
masyarakat, kewenangan versi BPN RI sendiri, mendamaikan,
menginventaris data, melihat duduk persoalannya dan ekspose
perkara. BPN RI kewenangannya terbatas dalam menyelesaikan
10
tahukah anda
sengketa. BPN bukan peradilan yang memutus ini benar ini salah.
Jadi lebih kepada mendamaikan para pihak, bisa diselesaikan
secara musyawarah, dan mengeluarkan rekomendasi buat para
pihak yang bersengketa. Namun, jika para pihak tidak mau
menerima rekomendasi itu, akan dilanjutkan ke pengadilan. Maka
pilihan solusi yang efektif untuk mengatasi berbagai permasalahan
pertanahan adalah seperti mengubah BPN RI yang saat ini hanya
setingkat Kementerian menjadi Kementerian, UU Pertanahan,
atau membentuk peradilan khusus pertanahan. (Suaraagraria, 30
September 2013)
Oktober
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan bakal menggratiskan
sertiikasi tanah di wilayah Jawa Barat bagi rakyat tidak mampu.Hal
ini sesuai dengan permintaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.
Penggratisan biaya juga termasuk pengurusan bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan (BPHTB). Program gratis sertiikasi tanah
hanya ditujukan bagi rakyat yang tidak mampu. Untuk kategori
mampu dan tidak mampu, Heryawan menyatakan akan memakai
data Badan Pusat Statistik (BPS). Mengenai pelaksanaannya, Aher
tidak mengetahui apakah akan menggunakan subsidi daerah atau
tidak. Namun, ia mengatakan bisa saja menggunakan subsidi
daerah jika diperlukan. (Kompas, 8 Oktober 2013)
Pembangunan Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR
W2) dari Kebon Jeruk-Ulujami masih terhambat persoalan ganti
rugi tanah. Keberadaan jalan tol ini diharapkan mampu mengurangi
kemacetan di kawasan Jakarta Selatan dan sekitarnya. Dalam
prosesnya, terlihat adanya upaya yang menghambat pembangunan
tol JORR W2, terlebih untuk menentukan harga tanah.Sugiyanto,
pengamat Ibu Kota, juga menyesalkan sikap warga Petukangan
Selatan yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.Masa mintanya sampai Rp18 juta per
meter persegi, padahal negara sudah menawar hingga Rp6 juta.
Lebih baik kasih pengadilan saja, ujarnya. Proyek pembangunan
JORR-W2 ruas Kebon Jeruk-Ulujami diperkirakan menelan dana
investasi senilai Rp2,2 triliun. Dengan adanya tol ini diharapkan
dapat mengurangi kemacetan di tol dalam kota, karena warga
pengguna lalu lintas dari arah Bogor ataupun Cibubur menuju
Bandara Soekarno-Hatta tidak perlu lagi melewati tol dalam kota
ruas Cawang-Tomang. Diperkirakan akan ada 90.000 kendaraan
per hari yang melewati JORR-W2. (Metrotvnews, 23 Oktober 2013)
tahukah anda
11
12
tahukah anda
13
Penataan Ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang, yang diselenggarakan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Saat ini, banyak rencana tata ruang yang telah disusun sesuai
dengan amanat UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), baik di tingkat nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota. Sebagai upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang, pemanfaatan ruang yang merupakan
tahap mewujudkan rencana tata ruang tersebut perlu diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang.
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Ps. 36 ayat (1)
Penetapan
Peraturan Zonasi
Perizinan
Pemberian
Insentif & Disinsentif
Pengenaan Sanksi
Ps. 35
dapat dibatalkan
penggantian/ ganti
kerugian yang layak
Ps. 37 ayat (6)
14
tahukah anda
15
PPNS
Penataan Ruang
FUNGSI
PENEGAKAN HUKUM
BIDANG PENATAAN RUANG
1Kasus Pembangunan Industri Pengolahan Baja di Kawasan Situs Majapahit, Kecamatan Trowulan dapat dilihat pada Kotak Kasus
16
P5R
Kelembagaan
organization
NSPK
tools
SDM
Aparatur
subject
17
Penataan ruang nasional1 tidak pelak lagi merupakan elemen yang penting dalam pembangunan nasional
kita. Penataan ruang yang baik dan dipatuhi akan menjamin keberlanjutan kehidupan bangsa sambil berupaya
untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Ruang dan sumberdaya alam memiliki nilai sangat strategis bagi
kehidupan setiap individu, masyarakat, dan bangsa dengan berbagai kepentingan masing-masing. Ruang dan
sumberdaya alam juga memiliki keterbatasan (scarcity) sehingga dalam penggunaannya sering menimbulkan
konlik dan segala macam ekses negatifnya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan dan pengkoordinasian
penataan ruang dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendaliannya. Dalam skala nasional, koordinasi
dalam penataan ruang sangat dibutuhkan dalam menciptakan keterpaduan pembangunan antarsektor,
antarwilayah, dan antarpemangku kepentingan. Koordinasi penataan ruang akan mendorong terciptanya
pemanfaatan ruang yang optimal. Dengan demikian, koordinasi menjadi salah satu kunci keberhasilan
penataan ruang, dan pada gilirannya, keberhasilan pembangunan nasional itu sendiri.
Pentingnya koordinasi dalam penataan ruang telah sejak
awal disadari oleh Pemerintah dan para pengambil kebijakan.
Dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. 57/1989
tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional
(selanjutnya disebut Tim Tata Ruang) yang mendahului
keberadaan Undang Undang (UU) No. 24/1992 tentang Penataan
Ruang. Pembentukan Tim Tata Ruang ini menunjukkan bahwa
upaya koordinasi sejak awal telah ditetapkan untuk diserahkan
pada sebuah badan khusus yang diberi peran utama melakukan
koordinasi penyelenggaraan tata ruang, yang kemudian menjelma
menjadi BKPRN (Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional) yang
kita kenal sekarang.
Evolusi Menuju BKPRN
Perjalanan menuju bentuk BKPRN dimulai dengan diterbitkannya
Keppres No. 57/1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata
Ruang Nasional sebagaimana telah disebutkan di atas. Keppres
ini merujuk pada UU No. 4 /1982 tentang Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada saat tersebut, nama BKPRN
atau BKTRN belum ada, dan tim koordinasi ini hanya disebut
sebagai Tim Tata Ruang yang (hanya) beranggotakan lima instansi
yaitu Bappenas, Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Sekretariat
Negara (Setneg), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dan Badan
Pertanahan Nasional (BPN), dan diketuai oleh Meneg PPN/Ketua
Bappenas. Walaupun masih baru dibentuk, namun tugas yang
diemban cukup berat, yaitu menyangkut (i) perumusan kebijakan
dan strategi, (ii) koordinasi penanganan masalah termasuk
penelitian masalah, (iii) pengembangan dan penetapan kriteria,
prosedur dan pengendalian pengelolaan tata ruang.
Menyusul terbitnya UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang,
dilakukanlah penyempurnaan terhadap Tim Tata Ruang melalui
penerbitan Keppres No. 75/1993 tentang Koordinasi Pengelolaan
Tata Ruang Nasional. Selanjutnya Tim Tata Ruang berubah
menjadi Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN), diketuai
Meneg PPN/Ketua Bappenas dan anggotanya bertambah dengan
masuknya Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam)
dan Departemen Pekerjaan Umum (Dep. PU). Keberadaan UU No.
24/1992 kemudian menjadikan tugas BKTRN menjadi lebih berat
1 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU No. 26/2007)
18
Rujukan
Keanggotaan
Struktur
Tugas (*)
1. Merumuskan kebijaksanaan
dan mengoordinasikan langkah
penanganan masalah pemanfaatan ruang
2. Menyusun strategi nasional
pengembangan pola tata ruang
secara terpadu serta mengendalikan pemanfaatan ruang
3. Mengembangkan dan
menetapkan kriteria pengelolaan
tata ruang
4. Mengembangkan dan menetapkan prosedur pengelolaan
tata ruang dan mengendalikannya
5. Meneliti masalah pemanfaatan
ruang di daerah dan memberikan pengrahan serta saran
pemecahan.
1. Mengoordinasikan pelaksanaan
RTRWN
secara terpadu yang dijabarkan
dalam programpembangunan
sektor dan program pembangunan
di daerah;
2. Merumuskan kebijakan dan
mengoordinasikan penanganan dan
penyelesaian masalah yang timbul
baik di tingkat nasional maupun
daerah, dan memberikanpengarahan serta saran pemecahannya;
3. Mengoordinasikan penyusunan
peraturan perundang-undangan
bidang TR
4. Memaduserasikan UU 24/1992
dan peraturan pelaksanaannya
dengan pelaksanaan UU 22/1999
5. Memaduserasikan penatagunaan
tanah dan SDA dengan RTR
6. Memantau pelaksanaan RTRWN
dan memanfaatkan hasilnya untuk
penyempurnaan
7. Menyelenggarakan pembinaan
tata ruang di daerah melalui sinkronisasi RTRWN/Prop/kab/kota
8. Mengembangkan dan menetapkan prosedur pengelolaan tata
ruang
9. Menyelenggarakan pembinaan
dan penentuan prioritas terhadap
KSN
10. Membina kelembagaan dan
SDM penyelenggara TR
11. Menyelenggarakan pembinaan
dan standarisasi perpetaan TR
19
BKPRN telah menggunakan Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana pembangunan Pusat Arsip PPATK di Ciloto, Kab. Cianjur telah memiliki HGB, namun belum
memiliki IMB. Permohonan IMB yang diajukan ditolak karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan
Perpres No. 54/2008 dan Perda RTRW Kab. Cianjur No. 7/1997. Rekomendasi BKPRN dikeluarkan
untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui Surat Menko Perekonomian (selaku Ketua BKPRN)
No. S-83/M.EKON/05/2011 tanggal 23 Mei 2011 yang menolak keberadaan gedung DRC dan
PPATK karena tidak sesuai dengan arahan Perpres No. 54/2008. Kemudian Menko Perekonomian
menyerahkan penertibannya kepada Pemda Kab Cianjur.
BKPRN telah menggunakan Perpres No. 45/2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita
sebagai acuan dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang kawasan pariwisata.
Pembangunan Bali International Park (BIP) sebagai Kawasan Pariwisata memiliki perbedaan
penafsiran antara RTRW Kab. Badung dengan Perpres No. 45/2011 (RTR Kaw.Perkotaan Sarbagita).
Surat No. TR.03 03-Mn/658 (Desember 2011) dari Menteri PU kepada Menko Perekonomian: izin
prinsip pembangunan kawasan terpadu BIP dapat diterbitkan sesuai dengan acuan Perpres No.
45/2011 diterbitkan sebagai rekomendasi dari BKPRN yang berisi himbauan kepada Pemda Kab.
Badung untuk mempercepat proses penetapan Perda RTRW Kab. Badung.
Sumber: Buku Kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I dan II, Bappenas, 2013
20
21
kajian
Latar Belakang
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) dinyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia
yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan seluruh bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional. Kedua ayat ini mengandung makna bahwa
tanah di seluruh wilayah Indonesiamerupakan tanah bersama Bangsa Indonesia sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa. Didasarkan kepada Pasal 9 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga-negara
Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu
hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya, diakui
kepemilikan secara individu di dalam konsep tanah bersama.
Falsafah Indonesia dalam konsep hubungan antara manusia
dengan tanah menempatkan individu dan masyarakat sebagai
kesatuan yang tak terpisahkan. Pemenuhan kebutuhan seseorang
terhadap tanah diletakkan dalam kerangka kebutuhan seluruh
masyarakat sehingga hubungannya tidak bersifat individualistis
semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan tetap memberikan
tempat dan penghormatan terhadap hak perseorangan (Maria
Soemardjono, 2009). Dalam prakteknya, falsafah hubungan antara
manusia dengan tanah ini kurang dipahami sehingga muncul
berbagai permasalahan. Peraturan perundang-undangan di bidang
pertanahan yang sudah ada sejak tahun 1960, masih belum
mampu menjadi alat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Tujuan kajian ini adalah menyusun draf rancang bangun kebijakan
bidang pertanahan Tahun 2015-2019, meliputi:
1. Rumusan arah kebijakan Bidang Pertanahan dalam RPJMN
2015-2019;
2. Rumusan program dan kegiatan Bidang Pertanahan 20152019; dan
3. Rumusan indikator input, ouput, dan outcome Bidang
Pertanahan 2015-2019.
Permasalahan dan Isu Strategis Bidang Pertanahan
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengklasiikasi kasus
pertanahan menjadi konlik, sengketa dan perkara.Konlik
merupakan permasalahan pertanahan yang memiliki nuansa/
aspek sosial dan politik yang luas, sedangkan sengketa adalah
permasalahan pertanahan yang tidak memiliki nuansa sosial politik
yang begitu luas, umumnya antar individu.Kemudian perkara
merupakan konlik dan sengketa yang sudah masuk ke pengadilan
baik itu pengadilan negeri, tinggi, maupun PTUN. Terjadinya
sengketa dan konlik pertanahan karena adanya perbedaan
persepsi, pendapat, kepentingan, nilai antara dua pihak atau lebih
mengenai status tanah, status penguasaan, status kepemilikan,
status surat keputusan mengenai kepemilikan atas tanah tertentu,
yang berkepanjangan dan dianggap merugikan salah satu pihak
dan muncul kepermukaan.
Munculnya kasus pertanahan tersebut berpengaruh pada kondisi
ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan. Data BPN
pada tahun 2012 mencatat 7.196 kasus pertanahan yang terdiri
atas sengketa, konlik dan perkara. Dari jumlah tersebut, baru
22
Masyarakat-Instansi Pemerintahan
Individu-Instansi Pemerintahan
Badan Hukum-Instansi Pemerintah
26,6
71,45
18,4
50,8
3,4
30,8
2,8
16,9
25,3
51,6
Masyarakat-Masyarakat
Individu-Individu
Individu-Badan Hukum
Badan Hukum-Badan Hukum
Badan Hukum-Masyarakat
Tanah Negara
Tanah Hak
Kriteria Terlantar
Hutan
BMN Tanah
Tidak Terlantar
Pelepasan
Hak
Terlantar
Redistribusi &
Akses Sumberdaya
23
24
Penerimaan
(Orang)
Juru
Ukur
Non Juru
Ukur
Eksisting
292
323
1.500
1.500
1.350
Jumlah
Penerimaan
(Orang)
Rancangan Kebijakan
Pensiun/Purnajabatan
(Orang)
Juru
Ukur
Non Juru
Ukur
615
4424
88
1.500
4424
88
1.500
4424
150
1.500
1.350
150
1.350
Jumlah
Penerimaan
(Orang)
Jumlah Sumber
Daya Manusia (Orang)
Juru
Ukur
Non Juru
Ukur
930
1.689
930
2.747
88
930
4424
88
1.500
4424
150
1.500
1.200
300
1.200
Persentase
Jumlah SDM
Juru
Ukur
Non Juru
Ukur
18.495
8%
92%
18.007
13%
87%
3.805
17.519
18%
82%
930
4.713
17.181
22%
78%
88
930
5.621
16.843
25%
75%
4424
88
930
6.529
16.505
28%
72%
1.500
4424
88
930
7.287
16.317
31%
69%
300
1.500
4424
88
930
8.045
16.129
33%
67%
1.200
300
1.500
4424
88
930
8.803
15.941
36%
64%
1.200
300
1.500
4424
88
930
9.561
15.753
38%
62%
10
1.200
300
1.500
4424
88
930
10.319
15.565
40%
60%
25
Pada edisi kali ini, Redaksi Buletin TRP memilih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk rubrik melihat dari
dekat. Provinsi Bangka Belitung diangkat menjadi objek tulisan ini karena provinsi ini akan menjadi salah satu
lokasi pilot project Program Reforma Agraria dan publikasi tata batas kawasan hutan pada Tahun 2014. Berikut
cerita kami mengenai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau yang disingkat Babel
adalah provinsi kepulauan yang terdiri dari Pulau Bangka dan
Pulau Belitung, serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P. Pongok,
dengan total pulau 470 buah. Di antaranya hanya 50 pulau yang
berpenghuni. Secara geograis, Bangka-Belitung terletak di bagian
Timur Pulau Sumatera dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan,
dengan luas wilayah 16.424,06 km2. Pulau ini dikenal sebagai
pulau penghasil timah.
Keistimewaan Provinsi Babel ini adalah Program Satam Emas, yaitu
program pemerataan pembangunan melalui pemberian bantuan
senilai 1 Milyar Rupiah untuk setiap kecamatan. Program yang
secara resmi di luncurkan pada 2 Oktober 2013 lalu itu merupakan
salah satu prioritas pembangunan provinsi Babel yang telah
ditetapkan dalam RPJMD 2012-2017.
Bentuk Program Satam Emas sendiri secara umum meliputi
beberapa kegiatan seperti bedah rumah; pemberdayaan UMKM;
revitalisasi komoditas lada, perikanan tangkap; serta revitalisasi
komoditas rumput laut . Pada pelaksanaannya, pemerintah
kecamatan-lah yang nantinya akan melakukan assessment
(penilaian) terhadap bentuk kebutuhan bantuan warganya serta
penentuan jumlah calon penerima yang telah memenuhi kriteria,
sehingga selanjutnya pemerintah provinsi dapat dengan segera
menyalurkan bantuan senilai 1 Milyar tersebut.
Terkait dengan Program Reforma Agraria, Program Satam Emas
dalam hal ini dapat dijadikan pelengkap bagi kegiatan asset reform
(redistribusi tanah) yang telah dilakukan oleh BPN. Di masa depan,
masyarakat dapat memanfaatkan tanah-tanah tersebut secara
maksimal bagi peningkatan kesejahteraannya.
Kawasan Hutan
Hutan Lindung
Hutan Produksi
Hutan Produksi yg dapat di Konversi
KSA/KPA
26
Kegiatan yang mendukung agenda penting Tahun 2014 sebagai tahun penyusunan rencana pembangunan
jangka menengah, pada Tahun 2013, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (TRP) sedang menyusun Kajian
Background Study penyiapan RPJMN tersebut. Berbagai kegiatan telah dilakukan antara lain adalah review
RPJPN, RPJMN 2010-2014 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan serta berbagai peraturan yang mendasari
penyelenggaraan penataan ruang dan pengelolaan pertanahan nasional.
Kajian berbagai kebijakan ini ditujukan untuk mengidentiikasi
Indikator Pencapaian Minimal 2015-2019, backlog selama 5 tahun,
dan kebutuhan penyelenggaraan penataan ruang dan pengelolaan
pertanahan. Dalam proses kajian, telah dilaksanakan ekspose Hasil
Review RTRWN dan FGD dan survei di pusat dan daerah untuk
menjaring persepsi direktorat sektoral di Bappenas dan aspirasi
daerah.
Dari berbagai rangkaian kegiatan tersebut, telah berhasil
diidentiikasi permasalahan dan isu strategis untuk Bidang Tata
Ruang dan Bidang Pertanahan. Beberapa permasalahan Bidang
Tata Ruang:
a. Banyaknya peraturan perundangan terkait ruang yang perlu
disinkronkan;
b. Kompetensi SDM penyelenggara penataan ruang yang belum
memadai;
c. Kurangnya kapasitas dan koordinasi kelembagaan di bidang
penataan ruang;
d. Belum terintegrasinya indikasi program dalam RTR dengan
rencana pembangunan dan program sektoral;
e. Tingginya variasi kualitas RTR;
f. Masih lemahnya penegakan hukum dalam implementasi RTR;
g. Belum operasionalnya perangkat pengendalian yang jelas dan
lengkap; dan
h. Masih terbatasnya sistem informasi penataan ruang dalam
rangka monitoring dan evaluasi.
Gambar 1 Focus Group Discussion (FGD) Background Studi RPJMN 20152019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
27
ringkas buku
Bank Tanah
Penulis Buku: Dr. Bernhard Limbong, S.Sos, SH, MH.
Salah satu permasalahan rumit di Bidang Pertanahan di Indonesia adalah penyediaan tanah untuk kebutuhan
pembangunan, terutama di perkotaan. Kelangkaan ini menyebabkan harga tanah di perkotaan terus naik dan
taksiran harga tanah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tidak berlaku. Yang berlaku adalah harga
pasar yang dihasilkan dari persaingan tidak sempurna, sehingga pembebasan tanah untuk pembangunan
memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pembayaran ganti rugi. Kendala besar bagi pembangunan fasilitas
publik perkotaan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai tanah.
Makna ilosois dan sosiologis tanah semakin dikerdilkan, dimana
saat ini masyarakat cenderung melihat tanah sebagai komoditas.
Apabila telah dilihat sebagai sebuah komoditas, maka selanjutnya
praktik-praktik spekulasi tanah menjadi tidak dapat dibendung.
Pemerintah dalam hal ini perlu mengupayakan untuk
menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan tanah. Fungsi
dan tugas ini adalah perwujudan dari hak menguasai Negara
yaitu mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan
kekayaan alam, termasuk tanah untuk berbagai kepentingan. Untuk
mewujudkan hak penggunaan kekayaan alam ini, perlu mekanisme
yang menetapkan proses penyediaan tanah yang bersifat jangka
panjang. Salah satu solusinya adalah pembentukan bank tanah.
Landasan hukum pembentukan bank tanah adalah UUD 1945
(Pasal 33) dan UUPA Tahun 1960 (Pasal 2 ayat 2) yang menjamin
terwujudnya kemakmuran rakyat dari sumber-sumber kekayaan
alam, termasuk di dalamnya adalah tanah.
Konsep dan Urgensi Bank Tanah
Bank tanah adalah salah satu sarana manajemen sumber daya
yang penting untuk meningkatkan produktivitas pemanfaatan tanah.
Konsep bank tanah telah diterapkan berpuluh-puluh tahun silam
di beberapa Negara khususnya di daratan Eropa dan Amerika.
Metode yang diusung dalam bank tanah ini adalah control pasar
dan stabilisasi pasar tanah lokal. Sebagai sarana manajemen
tanah, bank tanah memiliki tujuan: (1) membentuk pertumbuhan
regional dan masyarakat; (2) menata perkembangan kota; (3)
menangkap peningkatan nilai tanah; (4) meningkatkan pengelolaan
dan pengendalian pasar tanah, utamanya untuk mengurangi
spekulasi tanah; (5) menyediakan tanah untuk keperluan publik; (6)
memastikan pasokan tanah yang cukup untuk kebutuhan investasi
swasta; (7) melindungi kualitas tanah dan menjaga kualitas
lingkungan; (8) menurunkan biaya perbaikan yang harus ditanggung
oleh masyarakat; (9) menurunkan biaya pelayanan publik; dan (10)
mengatur hubungan antar pemilik tanah.
Dampak pembentukan bank tanah adalah: (1)tersedianya tanah
untuk berbagai keperluan pembangunan di masa depan; (2)
eisiensi APBN/APBD; (3) mengurangi konlik dalam proses
pembebasan tanah, dan(4) mengurangi dampak buruk liberalisasi
tanah, termasuk membatasi ruang gerak para spekulan dan maia
tanah.
Tersedianya tanah untuk berbagai keperluan pembangunan. Bank
tanah dapat menyediakan tanah yang dapat digunakan pemerintah
sewaktu-waktu. Pemerintah harus memiliki stok tanah yang banyak
28
Jenis Hak
Mekanisme Perobahan
1 Tanah Terlantar
Akuisisi/jual beli
HGB
3 Tanah Erfacht
HGU
4 Tanah Absentee
Hak Milik
5 Tanah Fasos/Fasum
HPL Pengembang
Hibah
Aset BPPN, Sitaan Bank, Putusan Pengadilan Pencabutan Hak, Pembelian pd KPKNL
1 Flechner, L.H. Land Banking in the Control of Urban Development of Urban Development.
Praeger Publishers, New York, 1974, hal 7.
2 Penyediaan tanah untuk kawasan industri oleh pemerintah saat ini sekitar enam persen
berbanding 94 persen yang disediakan oleh swasta.
3 Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau
dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak
dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar
penguasaannya. Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
negara bekas tanah terlantar didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara
melalui reforma agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan negara
lainnya.
4 Tanah absentee adalah tanah pertanian yang dimiliki oleh perorangan atau keluarga
yang berdomisili di luar kecamatan tanah tersebut berada. UUPA tidak mengizinkan
pemilikan tanah secara absentee. Dalam waktu enam bulan tanah tersebut harus
dikembalikan kepada orang yang berdomisili di kecamatan tanah tersebut berada.
5 Tanah bekas erfacht verponding (tanah bekas perkebunan) dapat saja dialihkan untuk
kepemilikan pribadi tergantung kebijakan pemerintah daerah. Tanah bekas erfacht secara
hukum menjadi tanah negara sejak tahun 1980 atau 20 tahun setelah UUPA diterbitkan
tahun 1960. Dengan telah menjadi tanah negara, kebijakan peruntukan berikutnya
tergantung dari kebijakan pemerintah sebagai pihak yang mengurus negara.
29
sosialisasi peraturan
16 Provinsi
73 Ko ta
Instruksi Presiden
Gambar 2 Skema Percepatan Penyelesaian Penyusunan Perda RTRW Provinsi dan RTRW Kab/Kota
30
18 Provinsi
31
koordinasi trp
32
Gambar 3 Sidang Komisi III dipimpin oleh Deputi Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah-Bappenas, Dr Ir Max Pohan, CES
33
PENGETAHUAN UNTUK PK
MASYARAKAT
PERGURUAN
TINGGI
TRP
PEERENCANAAN
Kord. strategis
PEMANTAUAN
EKSEKUTIF &
LEGISLATIF
EVALUASI
SWASTA
KAJIAN
Data dan
Informasi dari
Anggota RAN
Data dan
Informasi dari
Anggota BKPRN
OUTPUT
34
w w w. t r p . o r. i d
35
Dalam rangka pelaksanaan Koordinasi Reforma Agraria Nasional (RAN), Tim Koordinasi RAN mengadakan
rapat pembahasan kegiatan Reforma Agraria pada 30 Oktober 2013. Kegiatan Reforma Agraria dilaksanakan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan tanah. Rapat ini dihadiri oleh
perwakilan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Perumahan
Rakyat, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian PPN/Bappenas serta Bappeda Provinsi Jawa Tengah.
Rapat Koordinasi ini dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan:
(1) koordinasi lintas sektor dalam bentuk grand design reforma
agraria; dan (2) skema dan lokasi pilot project yang dilakukan untuk
penyusunan grand design.
Dalam rapat tersebut disepakati pelaksanaan reforma agrarian
dengan Skema I sebagai skema utama: access reform oleh K/L
mengikuti kegiatan asset reform yang dilaksanakan oleh BPN.
36
Setiap Senin pertama Oktober ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Habitat Dunia
(World Habitat Day). Hari Habitat ini sudah diperingati sejak 1989 sebagai momen untuk membahas kondisi
permukiman dunia dan hak atas hunian yang layak terhadap warganya, serta untuk mengingatkan para
stakeholder akan tanggung jawab bersama untuk masa depan permukiman yang lebih baik. Tahun ini PBB
menetapkan tema Urban Mobility atau Mobilitas Perkotaan sebagai tema peringatan Hari Habitat Dunia karena
disadari bahwa mobilitas (pergerakan) dan akses manusia terhadap jasa dan pelayanan sangat penting untuk
menunjang fungsi kota yang efektif.
Kota yang mudah diakses akan mendorong pergeseran ke jenis
transportasi yang berkelanjutan dan menarik lebih banyak orang
untuk menggunakan transportasi publik. Disini, perencanaan kota
dan desain perkotaan berperan pentingd alam mensinergikan
manusia dan ruangkota, bukan hanya infrastruktur transportasi
perkotaan. Dengan perlu menyadari bahwa kota sebagai engine of
growth terus berkembang dan membuka peluang untuk menarik
penduduk tinggal di perkotaandengan harapan dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka.
Pada Konferensi PBB tentang Permukiman di Vancouver dan
Turki dimulai pemikiran kritis terhadap kondisi permukiman
dunia. Saat itu, sebanyak 171 pimpinan di dunia menyepakati
Deklarasi Istanbul dan Agenda Habitat II yang bertujuan mencapai
hunianlayak bagi semua dan urbanisasi berkelanjutan. Memasuki
millennium kedua, kondisi permukiman sangat menjadi perhatian
karena diketahui hampir separuh penduduk dunia (termasuk
Indonesia) tinggal di perkotaan, dan diperkirakan pada 2030 dua
pertiga penduduk dunia akan tinggal di perkotaan. Karena itu,
ketidakmampuan pengelolaan sumberdaya secara eisien terutama
dalam menghadapi perkembangan perkotaan menjadi salah satu
isu global saat ini.
37
Membangun Kelembagaan
Penataan Ruang:
Upaya Pengembangan Kelembagaan
Penataan Ruang yang Telah dan Akan