Anda di halaman 1dari 15

5

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Produktivitas Secara Umum
Menurut Roger Schroeder dalam Operation Management produktivitas adalah
hubungan antara input dan output dalam sebuah sistem produksi. Pengukuran
Produktivitas secara teknis pada dasarnya adalah hasil dari Output (O) dibagi Input
(I) atau: (M. Riza Radyanto, 2003 : 14)

Menurut International Labor Organization (ILO), Produktivitas adalah


perbandingan antara elemen-elemen produksi dengan yang dihasilkan merupakan
ukuran produktivitas. Elemen-elemen produksi tersebut berupa: tanah, perusahaan,
buruh dan organisasi.
Menurut Dewan Produksi Nasional (DPN), produktivitas didefinisikan secara
filosofis sebagai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik
dari hari ini. Pada dasarnya produktivitas harus dapat memenuhi unsur efektifita,
efisien dan kualitas.
Masih menurut Schroeder, Total Factory Productivity (TFP) atau Faktor
Produktivitas Total adalah rasio yang diperoleh dari GNP dibagi dengan total labor
dan capital input. (M. Riza Radyanto, 2005 : 15)

TFP dapat dipakai untuk pengukuran produktivitas di tingkat perusahaan, dimana


dihasilkan dari perhitungan nilai tambah, labor share dan capital share. Rasio TFP
merupakan metode terbaik untuk menjelaskan produktivitas secara menyeluruh
karena meliputi berbagai komponen input.

2.2 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi


Sebelum membahas lebih jauh mengenai pemeliharaan mesin, perlu diuraikan
terlebih dahulu mengenai pengertian dari manajemen produksi dan operasi itu
sendiri.
Pengertian manajemen begitu luas, sehingga terdapat perbedaan definisi beberapa
pakar manajemen. Pengertian manajemen menurut T. Hani Handoko (2001 : 3) :
Manajemen adalah seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Menurut Stephen P. Robbins (2002 : 2) dalam bukunya Management mengatakan
bahwa: Management is process of coordinating work activities so that they are
completed efficienty and effectively with and throught other people.
Pengertian manajemen menurut Basu Swastha dan Ibnu Suktjo (200 : 82):
Manajemen adalah ilmu dan seni merencakan, mengorganisasi, mengarahkan dan
mengkoordinasi serta mengawasi tenaga manusia dengan bantuan alat alat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
suatu usaha atau kegiatan yang harus dilakukan secara efisien dan efektif dengan
menggunakan bantuan dan bersama orang lain melalui kerjasama yang terpadu, agar
tercapai tujuan yang telah ditentukan oleh perusahaan untuk memperoleh keuntungan
maksimal. Sedangkan pengertian produksi begitu luas, sehingga terdapat perbedaan
definisi dari beberapa pakar sebagai berikut:
Menurut Sukanto (2004 : 3), Produksi merupakan penciptaan atau penambahan
faedah bentuk, waktu dan tempat atas faktor faktor produksi sehingga lebih
bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan menurut Jay Heizer
dan Barry Render (2000 : 4) adalah Production is the creation of goals and
services. Dari pengertian prosuksi tersebut, maka disimpulkan bahwa produksi
adalah penciptaan atau penambahan faedah atau kegunaan atas faktor faktor
produksi yang telah diolah sedemikian rupa sehingga lebih bermanfaat bagi
pemenuhan kebutuhan manusia sehari hari.
Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi, menurut Sofyan Assuari (2004 :
12) adalah Manajemen Produksi dan Operasi merupakan kegiatan untuk mengatur
dan mengkoordinasikan penggunaan sumber sumber daya yang berupa sumber
daya manusia, sumber daya alat dan sumber dana serta bahan, secara efektif dan
efisien untuk menciptakan dan menambah kegunaan sesuatu barang atau jasa.
Sedangkan menurut T. Hani Handoko (200 : 3): Manajemen Produksi dan Operasi
merupakan usaha usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumber daya
sumber daya (atau sering disebut faktor faktor produksi), tenaga kerja, mesin
mesin peralatan, bahan mentah dan sebagainya dalam proses transformasi bahan
mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa.
Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi, menurut Nicholas J. Aquilano
(2001 : 6) adalah: Operation management is defidend as the design, operation and
improvement of the system that creat and deliver the firms primary product and
services.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bahwa Manajemen Prosuksi dan Operasi
merupakan usaha usaha pengelolaan sumber daya yang ada secara optimal di
dalam proses produksi agar dapat menciptakan dan menambah nilai atau kegunaan
suatu produk atau jasa.

7
2.3 Pengertian Proses Produksi
Perusahaan tidak lepas dari proses produksi dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Oleh karena itu, perusahaan berusaha agar proses produksi dapat
dilaksanakan dengan baik, ekonomis, sertamencegah timbulnya hambatan terhadap
kegiatan operasi perusahaan. Pengertian proses produksi menurut Aquilano (2001 :
8) adalah: A system that uses resources to transform inputs into some desired
outputs. Sedangkan pengertia proses produksi menurut Sofyan Assauri (2004 : 75)
adalah: Proses produksi adlah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber sumber
(tenaga kerja, mesin, bahan bahan, dana) yang ada.
Proses produksi menurut Sofyan Assauri (2004 : 75), proses produksi dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Proses produksi yang terus menerus (countinuous processes)
Menurut beberapa ahli, pengertian proses produksi yang terus menerus
adalah sebagai berikut:
Menurut Sofyan Assauri (2004 : 75), Proses produksi terus menerus adalah
produksi yang menggunakan mesin dan peralatan yang dipersiapkan untuk
memproduksi produk dalam jangka panjang waktu yang lama / panjang tanpa
mengalami perubahanuntuk jenis produksi yang sama. Sedangkan menurut T.
Hani Handoko (200 : 122), yaitu: Proses produksi yang terus menerus
adalah proses produksi yang memproduksi kumpulan kumpulan produk
dalam jumlah besar dengan mengikuti serangkaian operasi yang sama dengan
kumpulan produk sebelumnya.
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa proses produksi yang
terus menerus adala suati proses produksi yang memproduksi produk yang
sejenis dalam jangka waktu yang panjang.
2. Proses yang terputus putus (intermittent processes)
Menurut beberapa ahli, pengertian dari proses produksi yang terputus putus
itu adalah sebagai berikut:
Menurut Sofyan Assauri (2004 : 75), yaitu: Proses produksi yang terputus
putus adalah produksi yang menggunakan waktu yang pendek dalam
persiapan peralatan untuk perubahan yang cepat guna dapat menghadapi
variasi produk yang berganti ganti. Sedangkan menurut T. Hani Handoko
(2000 : 123), yaitu: Proses produksi yang terputus putus adalah suatu
proses produksi yang mempunyai ciri produk dalam kumpulan- kumpulan /
kelompok kelompok barang yang sejenis dalam interval waktu yang
terputus putus.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa proses
produksi yang terputus putus adalah proses produksi yang memproses
produk yang variasainya berganti ganti dalam jangka pendek dengan
menggunakan mesin atau peralatan yang cepat guna.
2.4 Mesin Produksi
Penemuan mesin mesin dan perlatan merupakan bagian dari sejarah dan
peradaban manusia dalam usaha produktivitas dan memperbanyak produk baik

8
variasi maupun jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi adanya mesin
mesin sangat membantu manusia dalam melaksanakan proses pengerjaan atau
produksi suatu barang, sehingga barang dapat dihasilkan dalam waktu yang lebih
pendek, jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
Menurut Sofyan Assauri (2004 : 79) pada prinsipnya mesin dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Mesin produksi bersifat umum atau serba guna (general purpose
machine)
Mesin produksi yang serba guna merupakan suatu mesin yang dibuat untuk
mengerjakan pekerjaan pekerjaan tertentu untuk berbagai jenis barang atau
produk atau bagian dari produk.
2. Mesin mesin yang bersifat khusus (special purpose machine)
Mesin mesin yang bertujuan bersifat khusus (special purpose machine)
adalah mesin mesin yang direncanakan dan dibuat untuk mengerjakan satu
atau beberapa jenis kegiatan.
2.5 Pengertian dan Tujuan Maintenance
2.5.1

Pengertian Maintenance

Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu industry manufaktur yang


sama pentingnya dengan funsi fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena apabila
kita mempunyai mesin / peralatan, maka biasanya kita selalu berusaha untuk tetap
dapat mempergunakan mesin / peralatan sehingga kegiatan produksi dapat berjalan
lancer. Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus mesin / peralatan agar
kontinuitas produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan kegiatan
pemeliharaan yang meliputi: (Stephens, 2004 : 3)
a. Kegiatan pengecekan.
b. Meminyaki (lubrication).
c. Perbaikan / reparasi atas kerusakan kerusakan yang ada.
d. Penyesuaian / penggantian spare part atau komponen.
Ada dua jenis penurunan kemampuan mesin / peralatan, yaitu:
a. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin / peralatan secara
alami akibat terjadi pemburukan / keausan pada fisik mesin / peralatan
selama waktu pemakaian walaupun penggunaan secara benar.
b. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin / perlatan
akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat
keausan mesin / peralatan karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan
yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin / peralatan.
Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan kerusakan yang
timbul ketika proses produksi berjalan, dibutuhkan cara dan metode untuk
mengatisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin / peralatan.
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesin /
peralatan dan mengadakan perbaikan ayau penyesuaian / penggantian yang
diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sasuai
dengan apa yang direncakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka

9
mesin / peralatan dapat dipergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami
kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu
tertentu direncanakan tercapai.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan mesin / peralatan
(equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut:
1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin / peralatan
agar berfungsi dengan baik sehingga komponen komponen yang
terdapat dalam mesin juga berfungsi dengan umur ekonomisnya.
2. Replecement maintenance yaitu mempertahankan tindakan perbaikan dan
penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal
yang telah direncanakan.
2.5.2

Tujuan Maintenance

Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan pkomersil, maka


seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah.
Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin / peralatanproduksi dapat
digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka
waktu tertentu yang telah direncakan tercapai. (Wati, 2009)
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain, yaitu:
1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan
rencana produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar
batas dan menjaga modal yang diinvestasiakn dalam perusahaan selama
waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai
investasi tersebut.
4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien
keseluruhannya.
5. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
6. Memaksimalkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi
(mengurangi downtime).
7. Untuk memperpanjang umur / masa pakai dari mesin / peralatan.
2.6 Jenis jenis Maintenance
2.6.1

Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)

Planned maintenance (pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan yang


terorganisir dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan
pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh Karena itu
program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan
pengawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui
informasi dari catatan riwayat mesin / peralatan. Konsep planned maintenance
ditujukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan pelaksanaan kegiatan
maintemance. Komunikasi dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi

10

10

data yang lengkap untuk mengambil keputusan. Adapun data yang penting dalam
kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan
pemeriksaan, laporan perbaikan dan lain lain. Pemeliharaan terencana (planned
maintenance) terdiri dari tiga bentuk pelaksanaan, yaitu: (Stephen, 2004 : 15)
a. Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan)
Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak
terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan
fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam
proses produksi.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive
maintenance akan terjaminkelancarannya dan selalu diusahakan dalam
kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau
proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan
pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang
sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.
b. Corrective maintenance (pemeliharaan perbaikan)
Corrective maintenance adalah suatu kegiatanmaintenance yang dilakukan
setelah terjadinya kerusakan atau kelalaian pada mesin / peralatansehingga
tidak dapat berfungsi dengan baik.
c. Predictive maintenance
Predictive maintenance adalah tindakan tindakan maintenance yang
dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa
dan evaluasi data operasi yang diambil untuk melakukan predictive
maintenance itu dapat berupa getaran, temperature, vibrasi, flow rate dan
lain lainnya. Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan
berdasarkan data dari operator di lapangan yang diajukan melalui work
order ke departemen maintenance untuk dilakukan tindakan yang tepat
sehingga tidak akan merugikan perusahaan.
2.6.2

Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tak Terencana)

Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown / emergency


maintenance. Breakdown / emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah
tindakan maintenance yang tidak dilakukan pada mesin / peralatan yang masih dapat
beroperasi, sampai mesin / peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.
Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan
pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin / perlatan dan
dapat memeprkecil frekuensi kerusakan.
2.6.3

Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatau


untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin / peralatan melalui
kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin /
peralatan yang mereka tangani sendiri. Prinsip prinsip yang terdapat pada 5 S,
merupakan prinsip yang mendasari autonomous maintenance, yaitu:

11
a. Seiri (clearing up): Menyinkirkan benda benda ynng tidak diperlukan.
b. Seiton (organizing): Menempatkan benda benda yang diperlukan dengan
rapi.
c. Seiso (cleaning): Membersihkan peralatan dan tempat kerja.
d. Seiketsu (standarizing): Membuat standar kebersihan, pelumasan dan
inspeksi.
e. Shitsuke (training and discipline): Meningkatkan skill dan moral.
Autonomous maintenance diimplemetasikan melalui 7 langkah yang akan
membangun keahlian yang dibutuhkan operator agar mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan. Tujuh langkah yang terdapat dalam autonomous maintenance
adalah:
1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect).
2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan.
3. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate
problem and anaccesible area).
4. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance).
5. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection).
6. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance).
7. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidiness).
2.7 Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance
Semua tugas tugas atau kegiatan dari pada maintenance dapat digolongkan ke
dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut:
1. Inspeksi (Inspections)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara
berkala (routine schedule check) terhadap mesin / peralatan sesuai dengan
rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu
mempunyai fasilitas mesin / peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran
prose produksi.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli
adan kegiatan pengembangan komponen atau peralatan yang perlu diganti,
serta melakukan penelitian penelitian terhadap kemungkinan pengembangan
komponen atau peralatan juga berusaha mencegah terjadinya kerusakan.
3. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu
dengan memperbaiki seluruh mesin / peralatan produksi.
4. Kegiatan Administrasi
Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan pencatatan mengenai biaya biaya yang terjadi dalam melakukan
kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan schedulling, yaitu rencana
kapan kegiatan suatu mesin / peralatan tersebut harus diperiksa, diservice dan
diperbaiki.
5. Pemeliharaan Bangunan
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak termasuk
dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

12

12

2.8 Total Productive Maintenance (TPM)


2.8.1

Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan mesin / peralatan modern dimulai dengan apa yang


disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive
maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan
pertama kali diterapkan oleh industri industri manufaktur di Amerika Serikat dan
pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang disebut maintenance
department.
Preventive maintenance mulai dikenal pada tahu 1950-an yang kemudian
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan kemudian pada
tahun 1960-an muncul yang disebut productive maintenance. Total productive
maintenance (TPM) mulai berkembang pada tahun 1970-an pada perusahaan di
negara Jepang yang merupakan pengembangan konsep maintenance yang diterapkan
pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive
maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode perkembangan PM di Jepang
dimana periode tahun 1950-an juga bisa dikategorikan sebagai periode breakdown
maintenance.
Memepertahankan kondisi mesin / peralatan yang mendukung pelaksanaan
proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan
pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive
maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM.
(Wireman, 2004 : 1)
2.8.2

Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)

TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan oraganisasi
produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi,
mengurangi weast, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan
dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur.
Secara menyeluruh definisi dari total productive maintenance mencakup lima
elemen, yaitu sebagai berikut: (Wireman, 2004 : 3)
1. TPM bertujuan menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM)
untuk memperpanjang umur penggunaan mesin / peralatan.
2. TPM diterapkan pada bebagai departemen (seperti engineering, bagian
produksi dan bagian maintenance).
3. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin / peralatan secara
keseluruhan (overall effectiveness).
4. TPM melibatkan semua orang dari tingkatanmanajemen tertinggi hingga
para karyawan / operator lantai produksi.
5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM
melalui manajemen motivasi.

13
2.8.3

Manfaat daari Total Productive Maintenance

Manfaat studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka
panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor faktor berikut:
(Panneerselyam, 2005 : 469)
1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip prinsip TPM
akan meminimalkan kerugian kerugian pada perusahaan.
2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada
mesin / peralatan dan downtime mesin dengan metode metode terfokus.
3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa
gengguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4. Biaya produksi rendah karena rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai
tambah dapat dikurangi.
5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.
6. Meningkatkan motivasi kerja, karena hal dan tanggung jawab
didelegasikan oleh setiap orang.
2.9 Analisa Produktivitas: Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)
Kerugian dan tindakan tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya
berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin / peralatan dan
meminimalkan downtime mesin / peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang dapat
menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin / peralatan saja. Rendahnya
produktivitas mesin / peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering
diakibatkan oleh penggunaan mesin / peralatan yang tidak efektif dan efisien terdapat
enam faktor yang disebut enam kerugian besar (six big losses). Efisiensi adalah
ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber sumber daya digunakan
dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik
proses mengukur performasi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang
ditetapkan, sedangkan efektivitas merupakan karakteristik lain dari proses mengukur
derajat pencapaian output dari sisitem produksi. Efektifitas diukur dari aktual output
rasio terhadap output direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran
sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat
menyesatkan karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari
proses yaitu: kapasitas, efisiensi dan efektivitas.
Menggunakan mesin / peralatan seefisien mungkin artinya adalah
memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin / peralatan produksi dengan tepat guna dan
berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin / peralatan yang
digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin / peralatan
pada six big losses. Adapun enam kerugian besar (six big losses) tersebut adalah
sebagai berikut: (Wireman, 2004 : 8)
1. Downtime (Penurunan Waktu)
a. Equipment failure/Breakdown (Kerugian karena kerusakan peralatan).
b. Set-up and adjustment (Kerugian karena pemasangan dan penetelan).
2. Speed losses (Penurunan Kecepatan)
a. Idling and minor stoppages (Kerugian karena beroperasi tanpa beban
maupun berhenti sesaat).
b. Reduced speed (Kerugian karena penurunan kecepatan).

14

14
3. Defects (Cacat)
a. Process defect (Kerugian karena produk cacat maupun karena kerja produk
diproses ulang).
b. Reduced yieled losses (Kerugian pada awal waktu produksi hingga
mencapai waktu produksi yang stabil).

2.9.1

Equipment Failure / Breakdowns (Kerugian Karena Kerusakan


Peralatan)

Kerusakan mesin / peralatan (equipment failure breakdown) akan


mengakibatkan waktu yang terbuang sia sia yang mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibat
produk yang dihasilkan cacat.
2.9.2

Set-up and Adjustment Losses (Kerugian Karena Pemasangan dan


Penyetelan)

Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk
waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan
kegiatan mengganti suatu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk produksi
selanjutnya. Dengan kata lain total yang dibutuhkan mesin / peralatan tidak
berproduksi guna mengganti peralatan (dies) bagi jenis produk berikutnya sampai
dihasilkan produk yang sesuai untuk proses selanjutnya.
2.9.3

Idling and Minor Stoppages Losses (Kerugian Karena Beroperasi Tanpa


Beban Maupun Karena Berhenti Sesaat)

Kerugian karena beroperasi tanpa beban maupun karena sesaat muncul jika
faktor eksternal mengakibatkan mesin / peralatan berhenti berulang ulang atau
mesin / peralatan beroperasi tanpa menghasilkan produk.
2.9.4

Reduced Speed Losses (Kerugian Karena Penurunan Kecepatan Operasi)

Menurunnya kecepatan produksi timbul jika kecepatan operasi aktual kecil


dari kecepatan mesin / peralatan yang telah dirancang beroperasi dalam kecepatan
normal. Menurunnya kecepatan produksi antara lain disebabkan oleh: (Wireman,
2004 : 8)
a. Kecepatan mesin / peralatan yang dirancang tidak dapat karena
berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin /
peralatan yang digunakan.
b. Kecepatan produksi mesin / peralatan menurun akibat operator tidak
mengetahui berapa kecepatan normal mesin / peralatan sesungguhnya.
c. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah
pada mesin / peralatan dan kualitas produk yang dihasilkan jika diproduksi
pada kecepatan produksi yang lebih tinggi.

15

2.9.5

Process Defect Losses (Kerugian Karena Produk Cacat Maupun Karena


Kerja Produk Diproses Ulang)

Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian


material,mengurangi jumlah produksi, limbah produksi meningkat dan biaya untuk
pengerjaan ulang. Kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan
waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembali ataupun
memperbaiki cacat produk cuma sedikit akan tetapi kondisi seperti ini bisa
menimbulkan masalah yang semakin besar. (Wireman, 2004 : 9)
2.9.6

Reduced Yieled Losses (Kerugian Pada Awal Waktu Produksi Hingga


Mencapai Kondisi Produksi Yang Stabil)

Reduced yieled losses adalah kerugian waktu dan material yang timbul
selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin / peralatan untuk menghasilkan produk
baru dengan kualitas produk yang diharapkan. Kerugian yang timbul tergantung pada
faktor faktor seperti keadaan operasi yang tidak stabil tidak tepatnya penanganan
dan pemasangan mesin / peralatan atau cetakan (dies) ataupun operator tidak
mengerti dengan kegiatan proses produksi yang dihasilkan. (Wireman, 2004 : 9)
2.10

Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big losses
pada mesin / peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat dikelompokkan
menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur
kinerja mesin / peralatan yakni: downtime losses, speed losses dan defect losses
seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini. (Wireman, 2004 : 10)

Gambar 2.1. Overall Equipment Effectiveness

16

16

OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengindentifikasikan tingkat


produktifitas mesin / peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat
penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitas
ataupun efisiensi mesin / peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang
terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi
dan memperbaiki cara yang tepat untuk jaminan peningkatan produktivitas
penggunaan mesin / peralatan.
Formula matematis dari OEE (overall equipment effectiveness) dirumuskan
sebagai berikut:

OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%


Kondisi operasi mesin / peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan jika
hanya didasari oleh perhitungan satu faktor saja, misalnya performance efficiency
saja. Dari enam yang ada pada six big losses haarus diikutkan dalam perhitunga OEE
kemudian kondisi aktual dari mesin / peralatan dapat dilihat secara akurat.
2.10.1 Availability
Availability merupakan rasio operation time terdapat waktu loading time-nya.
Sehingga dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai dari:
a. Operation time
b. Loading time
c. Downtime
Nialai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Availability =

Availability =
Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per bulan
dikurang dengan waktu downtime mesin direncanakan (planned downtime).
Loading time = Total availability Planned downtime
Planned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin untuk pemeliharaan
(scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya. Operation time
merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (nonoperation time) dengan kata lain operation time adalah waktu operasi tersedia
(availability time) setelah waktu downtime mesin dikeluarkan dari total availability
yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses seharusnya digunakan
mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin / peralatan (equipment
failures) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin

17
berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin / peralatan, penggantian cetakan (dies),
pelaksanaan prosedur setup dan adjesment dan lain lainnya. (Wireman, 2004 : 10)
2.10.2 Performance Efficiency
Performance efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed rate
dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan
waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang melakukan proses produksi
(operation time). Operation speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan
ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin seharusnya (theoretical / ideal cycle time)
dengan kecepatan aktual mesin (actual cycle time). Persamaan matematiknya
ditunjukkan sebagai berikut: (Wireman, 2004 : 11)

Operation speed rate =

Net operation rate =


Net operation rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang
diproses (processes amount) dikali actual cycle time dengan operation time. Net
operation time berguna untuk menghitung rugi rugi yang diakibatkan oleh minor
stoppages dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed). Tiga faktor penting
yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency:
1. Ideal cycle (waktu siklus ideal / waktu standart).
2. Processed amount (jumlah produk yang diproses).
3. Operation time (waktu operasi mesin / peralatan).

Performance efficiency dapat dihitung sebagai berikut:

Perfomance efficiency = net operating x operating cycle time

18

18

2.10.3 Rate Of Quality Product


Rate of quality product adalah rasio jumlah produk yang lebih baik terhadap
jumlah total produk yang diproses. Jadi rate of quality product adalah hasil
perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut: (Wireman, 2004 : 12)
a. Processed amount (jumlah produk yang diproses).
b. Defect amount (jumlah produk cacat).
Rate of quality product dapat dihitung sebagai berikut:

2.11

Tahapan PDCA

Siklus PDCA umunya digunakan untuk mengetes dan mengimplementasikan


perubahan perubahan untuk memperbaiki kinerja produk, proses atau pun sistem
produksi di masa yang akan datang.

Gambar 2.2. Siklus PDCA

Penjelasan dari tahap tahap dalam siklus PDCA adalah sebagai berikut (M.
N. Nasution, 2005:32)
1. Mengembangkan rencana (Plan)
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar kualitas
yang terbaik bagi produk mau pun sistem produksi, memberikan
pengertian kepada bawahan akan pentingnya kualitas dari produk dan
sistem produksi, pengendalian kualitas ini dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan.
2. Melakukan rencana (Do)
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai
dari skala kecil dan pembagian tugas merata sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melakukan rencana harus
dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana
dilakukan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat tercapai.

19
3. Memberikan atau meneliti hasil yang dicapai (Check)
Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya
berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan
perbaikan yang direncakan. Membandingkan kualitas hasil produksi
dengan standar yang ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data
kegagalan dan kemudian ditelaah penyebab kegagalannya.
4. Melakukan penyesuaian bila diperlukan (Action)
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis
di atas. Penyesuaian berkaitan dengan standardisasi prosedur baru guna
menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan
sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.
Untuk melaksanakan pengendalian kualitas terhadap produk dan sistem
produksi, terlebih dahulu perlu dipahami beberapa langkah dalam melaksanakan
pengendalian kulitas. Menururt Roger G. Schroeder (2007:173) untuk
mengimplementasikan perencanaan, pengendalian kualitas terhadap produk maupun
sistem produksi, pengendalian dan pengembangan kualitas diperlukan langkah
langkah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengidentifikasi karakterristik (atribut) kualitas.


Menentukan bagaimana cara mengukur setiap karakteristik.
Menetapkan standar kualitas.
Menetapkan program inspeksi.
Mencari dan memperbaiki penyebab kualitas yang rendah.
Terus menerus melakukan perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai