mengurangi
oedema,
memperbaiki
penyembuhan
luka
dan
pembentukan skar, dan menurunkan respon inflamatorik. Pada studi klinis, terapi air
dingin juga memperbaiki outcome klinis seperti mengurangi kedalaman luka,
mempercepat waktu reepitelialisasi luka, menurunkan kunjungan atau rawat inap di
rumah sakit dan menurunkan kebutuhan grafting dan manajemen skar.
Beberapa literature mempunyai rekomendasi yang berbeda mengenai waktu
pengaliran air dingin sebagai penatalaksanaan awal luka bakar, diantaranya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Studi menunjukkan bahwa air dingin pada suhu 2-150C mempercepat reepitelialisasi
secara signifikan pada luka bakar pada kedalaman sedang dan dalam dan dalam
kebanyakan kasus mengurangi penebalan dermis dan jumlah skar, juga
memperbaiki tampilan kosmetik dari skar dibanding kontrol yang tidak diterapi air
dingin.
dengan dihisap dengan jarum yang bersih, memasang lagi lapisan epitel
pada permukaan luka, dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut
24 jam berikutnya: RL 0.5 ml/kg/% luka bakar, koloid 0.25 ml/kg/% luka
bakar dan jumlah larutan glukosa yang sama dengan 24 jam pertama
d. Modified Brooke
- 24 jam awal: tidak boleh koloid. Larutan RL 2 ml/kg/% luka bakar pada
dewasa dan 3 ml/kg/% luka bakar pada anak
- 24 jam berikutnya: koloid 0.30.5 ml/kg/% luka bakar dan kristaloid tidak
diberikan. Larutan glukosa ditambahkan dalam jumlah yang diperlukan
untuk memelihara output urin yang baik.
e. Evans formula (1952)
- 24 jam awal: kristaloid 1 ml/kg/% luka bakar ditambah koloid 1 ml/kg/%
luka bakar ditambah 2000ml larutan glukosa
- 24 jam berikutnya: kristaloid 0.5 ml/kg/% luka bakar, koloid 0.5 ml/kg/% luka
bakar dan larutan glukosa dalam jumlah yang sama dengan 24 jam awal.
f. Monafo formula
Monafo merekomendasikan penggunakan larutan yang mengandung 250 mEq
Na, 150 mEq lactate dan 100 mEq Cl. Jumlahnya disesuaikan dengan urine
output. Pada 24 jam berikutnya, larutan dititrasi dengan 1/3 normal saline
berdasarkan urine output.
4. Nutrisi
Eksisi luka bakar secara tangensial dan graft dilakukan setelah hemodinamik stabil,
biasanya dilakukan mulai hari ke 2-7 post luka bakar terjadi.
Escharotomi melepaskan konstriksi yang disebabkan oleh eschar tetapi jangan
mengangkat eschar. Pada beberapa kasus, escharotomi dilakukan pada luka bakar
derajat dua, yang mana akan sembuh tanpa memerlukan eksisi dan grafting.
Penundaan penutupan primer pada insisi escharotomi dapat memberi hasil kosmetik
dan fungsional yang lebih baik daripada jika escharotomi diikuti dengan penutupan
dengan tujuan sekunder.
Sebelum dilakukan graft harus dilakukan debridement yang baik, infeksi diatasi,
dan keadaan nutrisi harus baik. Prinsipnya: penyembuhan luka dapat optimal bila
permukaan luka bersih dengan kolonisasi mikroba dan debris nekrotik minimal.
Debridement membersihkan luka dan membuat luka sembuh lebih cepat dengan
menurunkan risiko infeksi. Umumnya, debridement dilakukan pada luka bakar
dangkal yang diharapkan sembuh tanpa memerlukan skin grafting. Pada eksisi luka
bakar berlaku sebaliknya, permukaan dari luka bekas debridement tidak siap untuk
mendukung penggantian penutup luka permanen, sehingga memerlukan waktu.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Hasil terbaik tergantung pada ukuran luka bakar dan usia pasien sendiri
DAFTAR PUSTAKA
1. Dunn KW. The Management of Burn Wound Blisters. J Wound Care. 2001
Jul;10(7):250
2. Cuttle L & Kimble RM. First Aid treatment of Burn Injuries. Wound Practice
and Research Volume 18 Number 1 February 2010
3. Kagan, R.J et al.2009. Surgical Management of the Burn Wound and Use of
Skin Substitutes. American Burn Association White Paper
4. Sheridan, R.L. 2008.Burn Wound Management. Emedicine.medscape.com
5.
Oliver,R.I., 2009. Rescucitation and Early Management Burns.
Emedicine.medscape.com
6. Mehmet Haberal, A. Ebru Sakallioglu Abali, and Hamdi Karakayali. Fluid
Management
in
Major
Burn
Injuries.
Indian
Plast
Surg. 2010