Anda di halaman 1dari 34

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

TUBERKULOSIS PARU

Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Oleh :
Dita Putri (012106132)
Dyah Chandra RKP (012106137)
Indri Setiani (012106193)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RS ISLAM SULTAN AGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama

:
Dyah Chandra RKP (012106137)
Dita Putri (012106132)
Indri Setiani (012106193)

Judul

: Tuberkulosis Paru

Bagian

: Ilmu Radiologi

Fakultas

: Kedokteran UNISSULA

Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad

Telah diajukan dan disahkan


Semarang,

November 2014

Pembimbing,

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

yang merupakan penyakit yang menular dan menjadi perhatian di seluruh dunia.
Tahun 2010 berkisar 8,8 juta jiwa terdiagnosis TB. 78% dari seluruh penyakit TB
berada di Asia, prevalensi tertinggi dan estimated annual risk dari infeksi
ditemukan di Asia Tenggara (237 per 100.000 penduduk). Indonesia merupakan
urutan nomor 3 di dunia dalam jumlah penderita TB paru setelah India dan Cina
(Situmorang, 2011).
Di Indonesia, tahun 2009 tercatat 1,7 juta orang meninggal karena TB
diantaranya 600.000 adalah perempuan dan 9,4 juta kasus TB baru diantaranya
3,3 juta jiwa adalah perempuan. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB
dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif

(15-55 tahun)

Diagnosis terhadap TB paru umumnya dilakukan dengan cara melakukan


pemeriksaan klinis dari anamnesis terhadap keluhan pendeita dan hasil
pemeriksaan fisik penderita, hasil pemeriksaan foto thoraks, hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dalam menegakkan diagnosis
tuberkulosis paru, gambaran radiologis tidak selalu khas dan bervariasi, tetapi foto
thoraks merupakan pemeriksaan penunjang pertama yang membantu untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis paru, memonitor respons pengobatan dan
membantu dalam menghambat penyebaran infeksi. Foto thoraks merupakan cara
yang praktis, cepat dan mudah untuk menemukan lesi tuberkulosis.Foto thoraks

juga dapat memberikan gambaran radiologis tuberkulosis paru pada tuberkulosis


paru basil tahan asam positif ataupun BTA negative, sehingga foto thoraks dapat
menyokong klinisi dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis paru (Ben et al.,
2009)
Pemeriksaan radiologi thorak merupakan pemeriksaan yang sangat
penting. Pemeriksaan radiologi standar yang dilakukan pada kasus TB paru adalah
foto thorak AP (anteroposterior), namun untuk pemeriksaan thorak dilakukan
pemeriksaan dengan proyeksi PA. Apabila ada indikasi tertentu maka dapat
dilakukan foto lateral atau bisa juga dengan CT-scan (Soeroso, 2007).
Pemerintah memiliki strategi dalam mengobati penyakit TB yaitu dengan
strategi DOTS. Salah satu komponen program DOTS adalah dengan penemuan
kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis. Pada beberapa tempat, bila hasil
BTA negatif sering tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologis sehingga beberapa
kasus menjadi tidak terdeteksi (PDPI, 2006)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Paru


Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang
terletak di rongga thoraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus,
bronkiolus, bronkiolus respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf dan sistem
limfatik. Paru adalah alat pernapasan utama yang merupakan orhan berbentuk
kerucut dengan apex diatas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar
leher (Hansell, 2005).
Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi
menjadi 3 lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus oleh 1
fisura. Paru memiliki hilus paru yang dibentuk oleh a.pulmonalis, v. pulmonalis,
bronkus, a.bronkialis. v. bronkiaslis, pembuluh limfe, persarafan dan kelenja limfe
(Hansell, 2005).
Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang melekat
pada paru dan tidak dapat dipisahkan dan pleura parietal yang melapisi sternum,
difaragmka dan mediastinum. Diantara kedua pleura sehingga memungkinkan
paru untuk berkembang dan berkontraksi tanpa gesekan (Hansell, 2005)
2.2. Tuberkulosis Paru
2.2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis, yang sering disebut juga tuberkel

bacilli oleh karena mengakibatkan lesi berupa tuberkel atau disebut juga bakteri
tahan asam. Sebagian besar tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lain (PDPI, 2006).
2.2.2 Etiologi
Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, family Mycobacteriaceae
dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies
diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada
manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang
agak melengkung dengan ukuran panjang 2-4 m dan lebar 0,2-0,5 m.
Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, bila
diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler. Kuman ini bersifat
obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk
mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu
6-8 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh dalam 37 c dan pH 6,4-7,0. Jika
dipanaskan pada suhu 60 c akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini
sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet (Hansell, 2005).
Organism ini agak resisten terhadap bahan-bahan kimia dan tahan terhadap
pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap hidup dalam periode yang
panjang didalam ruangan, selimut dan kain yang ada di kamar tidur, sputum.
Dinding selnya 60% terdiri dari kompleks lemak seperti myolic acid yang
menyebabkan kuman bersifat tahan asm, cord factor merupakan mikosida yang
berhubungan dengan virulensi. Kuman yang virulensi mempunyai bentuk khas
yang disebut serpentinecord, Wax D yang berperan dalam imunogenitas dan

phosphatides yang berperan dalam proses nekrosis kaseosa. M tuberkulosis sulit


untuk diwarnai tetapi sekali diwarnai ia akan mengikat zat warna dengan kuat
yang tidak dilepaskan dengan larutan asam alcohol seperti pewarna Ziehl Nielsen
(Hansell, 2005).
2.2.3 Penularan dan Penyebaran Tuberkulosis
Tuberkulosis ditularkan melalui udara oleh partikel kecil yang berisi
kuman tuberkulosis yang disebut droplet. Droplet nucleus berukuran 1-5 m
dapat sampai ke alveoli. Droplet nucleus yang berisi basil tunggal lebih berbahaya
daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar, sebab partikel besar
akan cenderung menumpuk di jalan napas daripada sampai ke alveoli sehingga
akan dikeluarkan dari paru oleh sistem mukosilier. Batuk merupakan mekanisme
yang paling efektif untuk menghasilkan droplet nucleus. Satu kali batuk yang
cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius sama banyaknya dengan
berbicara keras selama lima menit. Penyebaran melalui udara juga dapat
disebabkan oleh maneuver ekspirasi kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu
kali bersin dapat menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan
merupakan partikel yang besar sehingga tidak infeksius. London dan Roberts
meneliti bahwa pasien-pasien yang batuk lebih dari 48 kali/malam akan
menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien. Sementara pasien yang
batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari orang yang kontak dengan
pasien. Basil tuberkulosis juga dapat memasuki tubuh melalui traktus
gastrointestinal ketika minum susu yang mengandung mikobakterium. Jalan lain
masuknya kedalam tubuh manusia adalah melalui luka pada kulit atau membrane

mukosa, tetapi penyebaran dengan cara ini sangat jarang. Jika focus tuberkulosis
telah berbentuk pada satu bagian tubuh maka penyakit dapat menyebar ke bagian
tubuh yang lain melalui pembuluh darah, saluran limfatik, kontak langsung,
saluran cerna (sering dari intestinum kembali ke darah melalui duktus torasikus)
dan terakhir yang paling sering melalui jalan napas (Masniari, 2005)
2.2.4 Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated
immune respons. Sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit (biasanya sel
T) merupakan immunorespons cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari
tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di
dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi
partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli.
M. tuberculosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan
masuknya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang berfungsi untuk
memakan dan membunuh basil tersebut. Setelah beberapa hari maka leukosit
berkurang dan makrofag jadi dominan. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut yang disebut dengan focus primer
atau ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembut
dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening
menuju kelenjar getah bening regional.gabungan terserangnya kelenjar getah
bening dengan focus primer disebut kompleks Ghon. Infeksi primer kadangkadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post

primer. TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama pada
segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB
post primer dapat terjadi melalui salah satu dari 3 mekanisme ini yaitu:
1. Perkembangan langsung dari TB primer
2. Reaktivasi dari TB primer
3. Reinfeksi dari luar (exogenous reinfection)
Proliferasi dari hasil tuberkulosis di dalam nekrosis sentral diikuti dengan
perlunakan dan pencairan zat kaseosa dapat pecah ke bronkus dan membentuk
kavitas. Perdarahan dapat terjadi jika proses kaseosa berlanjut ke pembuluh
darah pada dinding kavitas. Penyebaran kaseosa dan bahan cair kedalam
percabangan bronkus akan menyebarkan infeksi kedaerah paru yang lainnya.
Rupturnya focus kaseosa ke dalam pembuluh darah mengakibatkan terjadinya
TB milier (Hansell, 2005)
2.2.5 Klasifikasi Tuberkulosis
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru)
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

i.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak


menunjukkan hasil BTA positif

ii.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan


BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan
gambaran tuberculosis aktif

iii.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan


BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)


i.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA


negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotic spektrum luas

ii.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA


negatif dan biakan M.tuberculosis positif

iii.

Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA


belum diperiksa (PDPI, 2006)

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian)

b. Kasus kambuh (relaps)


Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnyam pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila
hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
a. Infeksi sekunder
b. Infeksi jamur
c. TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e.Kasus Gagal

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan
atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif,


namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologis (PDPI, 2006)
2.2.6. Diagnosis Tuberkulosis
Untuk menegakkan diagnosis TB

paru perlu dilakukan beberapa

pemeriksaan seperti pemeriksaan seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan


radiologis dan pemeriksaan laboratorium (PDPI, 2006)

1. Pemeriksaan Klinis
TB disebut juga the great imitator oleh karena gejalanya banyak mirip
dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan gejala
klinis dan pemeriksaan jasmani
a. Gejala klinis
Gejala klinis TB paru dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
i. Gejala respiratorik
a) Batuk : merupakan gejala paling dini dan paling sering
dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah
terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung 3 minggu harus
dipikirkan adanya tuberkulosis paru
b) Batuk darah

: darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-

garis bercak, atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk


darah dapat juga terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru
c) Sesak napas

: dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut

dan terdapat kerusakan paru yang cukup luas


d) Nyeri dada
sudah terlibat
ii. Gejala sistemik

: timbul apabila parenkim paru subpleura

a) Demam

: merupakan gejala yang paling sering

dijumpai, biasanya timbul pada sore dan malam hari


b) Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia,
malaise, berat badan menurun serta nafsu makan menurun
b. Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan
kelainan structural paaru yang terinfeksi. Pada permulaan
penyait sulit didapatkan kelainan pada pemeriksaan jasmani.
Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronchial,
amorfik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
c. Pemeriksaan Laboratorium
i.

Pemeriksaan darah rutin:


Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru.
Laju endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju
endapan darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositosis juga kurang spesifik.

ii.

Pemeriksaan bakteriologis:
Untuk

pemeriksaan

bakteriologi

untuk

menemukan

kuman

tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan


diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan

lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,


faeces, dan jaringan biopsy (termasuk biopsy jarum halus/BJH)
a. Pemeriksaan mikroskopis biasa
Pemeriksaan mikroskopis ini dapat melihat adanya basil tahan
asam, dimana dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per ml
sputum untuk mendapat kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai
adalah pewarnaan Zielh Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbett.
-

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi (keesokan harinya)

Sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau


setiap pagi 3 hari berturut-turut

Bahan

pemeriksaan/specimen

dikumpulkan/ditampung

dalam

yang
pot

yang

berbentuk
bermulut

cairan
lebar,

berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah


pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, specimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium.

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease)
-

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang : ditulis jumlah


kuman yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : positif 1

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang 2

Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang : positif 3

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopis yaitu:


-

Bila 2x positif mikroskopis positif

Bila 1x positif, 2x negative ulang BTA 3x

Bila 1x positif mikroskopis positif

Bila 3x negative mikroskopis negative

b. Pemeriksaan mikroskopis fluoresens


Dengan mikroskopis ini gambaran basil tahan asam akan terlihat
lebih besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan adanya
fluoresens dari zat warna auramin-rhodamin.
c. Kultur/biakan kuman

Pemeriksaan kultur dibutuhkan paling sedikit 10 kuman tuberkulosis


yang hidup. Jenis pemeriksaan kultur:
-

Metode konvensional : Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middle


brook

Teknik pemeriksaan dengan metode radiometric seperti BACTEC

d. Imunologi/serologi
-

Uji tuberculin
Di Indonesia dengan prevalensi TB yang tinggi pemeriksaan ini
kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan bermakna
jjika didapatkan konversi dari uji yang sebelumnya atau apabila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau timbul bula

ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)


Merupakan tes serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen antibody yang terjadi. Dengan cara ini dapat
ditentukan kadar antibody terhadap basiltuberkulosis terhadap serum
penderita. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa IgG saja yang
memberikan kenaikan diatas normal secara bermakna. Sayangnya,
uji serologis ini hanya memberikan sensitifitas yang sedang saja
(62%) dan spesifitas 74,3%.

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Teknik ini pada dasarnya mendeteksi DNA yang memang spesifik


untuk tiap makhluk hidup. Pemeriksaan ini sangat baik, bahkan dapat
mendeteksi bila terdapat satu kuman saja. Teknik ini spesifik,
sensitive, dan cepat. Hasil didapat dalam waktu kurang lebih 6 jam
dan dapat membedakan mikobakterium tuberkulosis dengan dengan
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberkulosis) (PPDI, 2006)
2.3.

Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru


2.3.1 Foto Thorak
Pemeriksaan standar pada TB paru adalah foto thorak PA.
Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT
scan. Secara sederhana foto thoraks hanyalah berupa film hitam
putih dan kelainan yang ditemukan dapat diklasifikasikan
menjadi corakan paru yang bersifat:
a) Terlalu putih
b) Terlihat hitam
c) Terlalu besar
d) Berada di tempat yang salah
Untuk mendapatkan informasi dari foto thoraks serta
menghindari kebingungan ketika melihat kelainan yang
diamati, maka dipergunakan prosedur berikut ini:

Periksa nama dan tanggal, lakukan hal ini sebelum


meletakkan rontgen . Periksa kualitas film foto thoraks tersebut
a) Amati seluruh film dan perhatikan dengan seksama
kelainan

yang

ada.

Ada

keinginan

menghentikan

pengamatan di saat pertama menemukan kelainan tersebut,


bila hal ini terjadi, maka kita cenderung akan melupakan
bagian lain dari rontgen paru tersebut
b) Apabila telah menemukan kelainan, tentukan kelainan
tersebut. Putuskan apakah lesi tersebut berada pada
dinding, pleura, di dalam paru atau mediastinum
c) Hubungkan kelainan yang ditemukan. Apakah termasuk
kedalam salah satu kategori dibawah ini:
a. Terlalu putih
b. Terlalu hitam
c. Terlalu besar
d. Berada di tempat yang salah
d) Interpretasi dasar terhadap rontgen thoraks mudah, namun
ada tanda-tanda tambahan yang memerlukan latihan mata
seperti

seorang

radiolog.

Tuberkulosis

gambaran bermacam-macam pada foto thoraks

memberikan

Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa:


1. Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah
2. Bayangan berawan atau berbercak
3. Adanya kavitas tunggal atau ganda
4. Bayangan bercak milier
5. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
6. Destroyed lobe sampai destroyed lung
7. Kalsifikasi
8. Schwarte
Luasnya proses yang tampak pada foto thoraks dapat dibagi sebagai
berikut:
i.

Lesi minimal (minimal lesion)


Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau
dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak
diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus
dari vertebra thorakalis IV atau korpus vertebra thorakalis V dan tidak
dijumpai kavitas.

ii.

Lesi sedang (moderately advanced lesion):

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat
menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih
luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh proses yang ada paling
banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai
densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih
dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat atau tidak dapat
disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua
kavitas tidak boleh lebih 4 cm.
iii.

Lesi luas (far advanced)


Kelainan lebih luas dari lesi sedang
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
b. Kalsifikasi atau fibrotic
c. Kompleks ranke
d. Fibrothoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :


a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktiviti proses penyakit (PDPI, 2006).

Gambar 1. Primary Pulmonary TBC


(European Society of Radiology)

Gambar 2. Post primary pulmonary TBC


(European Society of Radiology)

2.3.2. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic
ireguler,

pita

parenkimal,

kalsifikasi

nodul

dan

adenopati,

perubahan

kelengkungan bronkovaskuler, bronkiektasis dan emfisema perisikatriksial.

Seperti pemeriksaan foto thorak, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat
hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negative dan pemeriksaan serial setiap
saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavitas dan lebih diandalkan daripada pemeriksaan foto thorak.
(European Society of Radiology,2011)

Gambaran yang dapat ditemukan pada CT scan antara lain :


1. Penyakit pada parenkim
2. Kavitas
3. Nodul sentrilobular dan peningkatan opasitas
area sentrilobular
4. Efusi pleura

Gambar 3. Primary Pulmonary TBC at CT


(European Society of Radiology)

Gambar

4.

Post
primary

pulmonary TBC at CT

Gambar 5. Post primary pulmonary TBC, endobronchial spread of infection with


centrilobular nodules
(European Society of Radiology)

Gambar 6. Miliary tuberculosis


(European Society of Radiology)

Gambar 7. Tuberculous spondylitis with Pottss abscess


(European Society of Radiology)

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita


Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat

: Tn. Ali Mudaim


: 46 th 1 bln 29 hari
: Laki-laki
: Jl. KH Nawawi KM 3 Sinanggul RT 14/3

Mlonggo Jepara
No RM
: 01236808
Agama
: Islam
Pekerjaan
:Pendidikan
:Status
: Menikah
SukuBangsa
: Jawa (WNI)
Pemeriksaan
: X-Foto Thorax
Tanggal Pemeriksaan : 05 November 2014
3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)
Anamnesis
KeluhanUtama

: Batuk darah

- Onset

: 1 hari SMRS, mendadak

- Lokasi

:-

- Kualitas

: E4M5V6

- Kuantitas

: ADL dapat dilakukan sendiri

- Kronologis

Pasien merupakan pasien post opname 5 hari yang lalu di RSI Sultan
Agung, dengan diagnosis PJK. Dari hasil anamnesis pasien mengeluh
mengalami batuk darah (hemoptoe) sejak satu hari SMRS. Sebelumnya
pasien mengalami batuk berdahak terus menerus selama 1 bulan disertai

keringat pada malam hari dan penurunan berat badan. Kesadaran umum
pasien masih baik namun terlihat lemah karena nafsu makannya terganggu.
- Faktor yang memperberat

: Dingin

- Faktor yang memperingan

:-

- Gejala penyerta

: keringat malam, anoreksia, malaise, BB


turun.

2. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit jantung koroner (+)

Riwayat trauma kepala disangkal.

Riwayat Kencing manis, kholesterol, asam urat disangkal.

Riwayat Darah tinggi (-), tidak minum obat

Riwayat stroke sebelumnya (-)

3. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

4. Riwayat sosial ekonomi dan pribadi


Penderita seorang kepala rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung Sendiri
(VIP).
Kesan : sosial ekonomi Baik.

3.3. Diagnosis
Tuberkulosis Paru
3.4. Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium (Bakteriologis Sputum BTA)
- Sewaktu I : negatif
- Pagi : negatif
- Sewaktu II : negatif
3.4.2 Pemeriksaan Radiologi
3.4.2.1. Gambaran Foto Thorak PA

Pembacaan Hasil Foto Thorak Proyeksi Posteroanterior:


A. Cor : Tidak dapat dinilai. Bentuk dan letak normal
B. Pulmo : corakan bronkovaskular meningkat
1. Tampak bercak pada lapang atas, tengah dan bawah paru kanan kiri
disertai fibrosis
2. Tampak kesuraman homogen pada laterobasal hemithoraks kiri

3. Diafragma kanan setinggi costa 9 posterior, sudut kostofrenikus kanan


suram dan kiri tumpul
Kesan Foto Thorak Proyeksi Posteroanterior:
a) Pulmo : tuberkulosis paru
b) Suspek efusi pleura kanan
c) Efusi pleura kiri
d) Cor : bentuk dan letak normal

BAB IV
PEMBAHASAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
infeksi kuman (Mycobacterium tuberkulosis) yang disebut juga bakteri tahan
asam.. Gejala dari penyakit tuberkulosis diantaranya batuk yang berlangsung lebih

dari 3 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat malam,
anoreksia, malaise, dan berat badan badan menurun.Penegakan diagnosis meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dalam kasus ini diapatkan pasien seorang laki-laki usia 46 tahun datang ke
RS Islam Sultan Agung dengan dengan batuk darah, disertai keringat pada malam
hari dan penurunan berat badan serta batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu
tanpa ada penurunan kesadaran.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah foto thorak
proyeksi posteroanterior. Pada foto thorak tersebut jantung tidak dapat dinilai,
namun bentuk dan letak normal. Sedangkan untuk gambaran paru-parunya
didapatkan corakan bronkovaskular meningkat, tampak bercak pada lapang atas,
tengah dan bawah paru kanan kiri disertai fibrosis, tampak kesuraman homogen
pada laterobasal hemithoraks kiri, diafragma kanan setinggi costa 9 posterior,
serta sudut kostofrenikus kanan suram dan kiri tumpul Kesan yang didapat dari
pemeriksaan foto thorak proyeksi posteroanterior yaitu terdapat tuberkulosis paru,
suspek efusi pleura kanan, dan efusi pleura kiri serta bentuk dan letak jantung
normal.
BAB V
KESIMPULAN

Seorang pasien Tn. AM usia 46 tahun dengan batuk darah, disertai


keringat pada malam hari dan penurunan berat badan serta batuk berdahak sejak

1 bulan yang lalu tanpa ada penurunan kesadaran. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan foto thorak proyeksi posteroanterior di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung. Kesan yang didapat dari pemeriksaan tersebut adalah terdapat
tuberkulosis paru, suspek efusi pleura kanan, dan efusi pleura kiri serta bentuk dan
letak jantung normal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ben-Salma W, Ben-Kahla I, Marzouk M, Farjeni A, Ghezal S, Ben-Said M,
dkk. Rapid detection of Mycobacterium tuberculosis in sputum by patho-TB

kit in comparison with direct microscopy and culture. Diagnostic Microbiol


Infect Dis. 2009;65(3):2325.
2. Bonnafini, P., Ippolito, D.,2011, Imaging features in pulmonary and
extrapulmonary tuberculosis, ESR
3. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.
Jakarta. 2006
4. Hansell DM, Armstrong P, Lynch DA, Mc Adams HP. Infectionc of the Lung
and Pleura. In: Imaging of Disease of the Chest, Fourth Edition, Mosby, 2005:
208-224
5. Soeroso L. Mutiara Paru. Buku Atlas Radiologi dan Ilustrasi Kasus. Penerbit
Buku Kedokteran EGC 2007: 12-6
6. Safiyuddin T. Program Pendidikan Dokter Sebagai Kunci Utama dalam
Pemberantasan TB di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Tetap dalam Bidang Pulmonologi pada Fakultas Kedokteran UISU 2008
7. Situmorang RV. Analisi Keterlambatan Diagnosis dan Pengobatan TB Paru
pada Pasien yang Datang ke SMF Paru RS Adam Malik Medan, Tesis
Spesialis I Paru FK USU, 2011
8. Masniari L, Aditama TY, Wiyono WH, Hupudyo H. Penilaian Hasil
Pengobatan TB Paru dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Serta
Alasannya Putus Berobat di RS Persahabatan Jakarta. J Respir Indo, 2005:
25:9-22
9. Supiono. Pengaruh Pemberian Soy Protein terhadap Konversi BTA Sputum
pada TB Paru Kategori 1 Fase Intensif di RSUP. H. Adam Malik Medan.
Tesis Spesialis I Paru FK USU 2006

Anda mungkin juga menyukai