JUDUL
diinginkan pasar dan pada awal dari pengolahan adalah melalui hopper sehingga
kapasitas dari hasil pengolahan ditentukan dari kapasitas hopper. Dari hopper ini
baru masuk ke unit peremuk yang akan menghasilkan produk.
Pengolahan batubara di PT. ADARO INDONESIA adalah untuk pengecilan
ukuran material dengan jalan peremukan, dalam proses peremukan terdapat
kendala dalam hal target produksi yang tidak tercapai. Salah satu yang
menyebabkan tidak tercapainya produksi adalah pada hopper. Sehingga pada
akhirnya sasaran produksi yang diharapkan tidak terpenuhi dan tidak efisiennya
kegiatan pada unit pengolahan.
Berdasarkan alasan tersebut di atas maka penyusun memilih judul KAJIAN
TEKNIS PERHITUNGAN KAPASITAS PRODUKSI HOPPER UNTUK
OPTIMALISASI PADA UNIT PENGOLAHAN BATUBARA DI PT. ADARO
INDONESIA TANJUNG KALIMANTAN SELATAN.
C.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dilakukannya penelitian pada unit peremuk di PT. ADARO
INDONESIA adalah :
1. Menentukan kapasitas produksi teoritis dan produksi nyata dari hopper
pada unit pengolahan saat ini
2. Menentukan jam kerja efektif dari unit pengolahan saat ini
3. Menganalisa hambatan-hambatan yang terjadi pada unit pengolahan yang
mempengaruhi dalam pemenuhan target produksi hopper.
D.
PERUMUSAN MASALAH
Pengecilan ukuran material merupakan kegiatan awal yang umumnya
atau paling tidak dikurangi, maka kegiatan pada unit pengolahan akan berjalan
lebih produktif dan efisien.
E.
PENYELESAIAN MASALAH
Dalam menyelesaikan masalah pada unit peremuk pada pengolahan batubara
kerja unit pengolahan. Oleh karena itu informasi mengenai data produksi unit
pengolahan sangat penting, selain itu data spesifikasi alat, jam kerja pada unit
pengolahan, kegiatan penambangan dan kondisi material hasil penambangan juga
diperlukan sebagai data untuk pengolahan lebih lanjut.
Analisa-analisa yang dilakukan lebih dititik beratkan pada pengolahan data
hasil pengukuran dari dimensi hopper dan produksi unit pengolahan. Sedangkan
pengamatan dan pengukuran dilakukan untuk data-data jam kerja unit pengolahan,
kondisi alat, proses penambangan serta kondisi material hasil penambangan dan
pengolahan. Sehingga pada akhirnya diharapkan ruang lingkup penelitian tidak
akan terlalu kompleks dan data yang diperoleh akan lebih mudah untuk dipahami.
F. DASAR TEORI
Peremukan material dimaksud untuk memperkecil ukuran material agar dapat
digunakan pada proses berikutnya. Kegiatan peremukan memerlukan beberapa
peralatan, yaitu hopper, grizzly, mesin peremuk, ayakan, ban berjalan dan
peralatan tambahan lain yang saling berkaitan.
1. Kegiatan Unit Peremuk
Untuk memperkecil material hasil penambangan yang umumnya masih
berukuran bongkah digunakan alat peremuk. Mula-mula material hasil
penambangan masuk melalui hopper yang kemudian diterima vibrating grizzly
sebelum masuk ke dalam mesin peremuk. Hasil dari peremukan kemudian
dilakukan pengayakan yang akan menghasilkan dua macam produk yaitu produk
yang lolos ayakan yang disebut undersize yang merupakan produk yang akan
diolah lebih lanjut dan material yang tidak lolos ayakan yang disebut oversize
yang merupakan produkta yang akan dikembalikan lagi ke dalam mesin peremuk
melalui ban berjalan.
2. Peralatan Pada Unit Peremuk
Peralatan-peralatan yang biasanya digunakan pada unit peremuk adalah
sebagai berikut :
a. Hopper
Hopper adalah alat pelengkap pada rangkaian unit peremuk yang
berfungsi sebagai tempat penerima material umpan yang berasal dari
l
t
P
L
V = La x P
V = (jumlah sisi sejajar x t) x P
V =[(L + l) x t] x P
Sehingga didapatkan kapasitas hopper dengan mengalikan volume hopper
dengan densitas dari material.
b. Vibrating Grizzly
Merupakan susunan batang-batang baja yang membentuk ukuran
lubang bukaan tertentu. Vibrating Grizzly berfungsi sebagai pengumpan
mesin peremuk, juga untuk memisahkan material umpan yang sudah
memenuhi ukuran yang diharapkan. Dengan adanya alat ini maka material
umpan yang telah memenuhi ukuran produk tidak perlu dilakukan
pengecilan ukuran lagi. Produksi teoritis vibrating grizzly didasarkan pada
rumus :
K = T x L x V x Bi
dimana :
K = Produksi nyata vibrating grizzly (ton/jam)
T = Tebal material pada vibrating grizzly (m)
L = Lebar grizzly (m)
V = Kecepatan vibrating grizzly (m/jam)
Bi= Bobot isi material (ton/m3)
c. Alat Peremuk Jaw Crusher
Jaw crusher terdiri dari dua tipe yaitu blake dan dodge. Alat peremuk
jaw crusher dalam prinsip kerjanya adalah alat ini memiliki 2 buah rahang
dimana salah satu rahang diam dan yang satu dapat digerakan, sehingga
dengan adanya gerakan rahang tadi menyebabkan material yang masuk ke
dalam kedua sisi rahang akan mengalami proses penghancuran. Material
yang masuk diantara dua rahang akan mendapat jepitan atau kompresi.
Ukuran material hasil peremukan tergantung pada pengaturan mulut
pengeluaran (setting), yaitu bukaan maksimum dari mulut alat peremuk.
Produk peremukan akan berukuran 85% minus ukuran bukaan maksimum,
sedangkan ukuran umpan masuk adalah 85 % x gape.
Kapasitas mesin peremuk jaw crusher dibedakan menjadi kapasitas
desain dan kapasitas nyata. Kapasitas desain merupakan kemampuan
produksi yang seharusnya dicapai oleh mesin peremuk tersebut, sedang
kapasitas nyata merupakan kemampuan produksi mesin peremuk
sesungguhnya yang didasarkan pada sistem produksi yang diterapkan.
Kapasitas desain diketahui dari spesifikasi yang dibuat oleh pabrik
d. Ayakan Getar
Adalah alat yang digunakan untuk memisahkan ukuran material hasil
proses peremukan berdasarkan besarnya bukaan pada ayakan tersebut yang
dinyatakan dengan mesh. Pengertian mesh adalah jumlah lubang bukaan
yang terdapat dalam 1 inchi panjang. Kapasitas dari ayakan dihitung
dengan menggunakan rumus seperti pada vibrating grizzly. Proses
pengayakan dipengaruhi oleh faktor-faktor :
R =
C
100 0 0
F
dimana :
R = recovery (%)
C = konsentrat (ton)
F = umpan (ton)
5. Reduction Ratio
Reduction ratio sangat menentukan keberhasilan suatu peremukan, karena
besar kecilnya nilai reduction ratio ditentukan oleh kemampuan alat peremuk
untuk mengecilkan ukuran material yang akan diremuk. Untuk itu harus dilakukan
pengamatan terhadap tebal material umpan maupun tebal material produk.
Reduction ratio adalah perbandingan ukuran terbesar umpan dengan
ukuran terbesar produk. Pada primary crushing besarnya reduction ratio adalah
4 7 dan pada secondary crushing besarnya reduction ratio adalah 7 20.
Besarnya reduction ratio merupakan batasan agar kerja alat efektif.
RL =
tF
wF
tP
wP
dimana :
RL = limiting reduction ratio
tF = tebal umpan (cm)
tP = tebal produk (cm)
wF = lebar umpan (cm)
wP = lebar produk (cm)
6. Kesediaan Alat Peremuk
Adalah pengertian yang dapat menunjukkan keadaan alat mekanis
tersebut, misalnya kesediaan fisik dan efektivitas penggunaannya yang
menyatakan apakah jam kerja alat tercapai sesuai dengan yang diharapkan atau
tidak.
a. Mechanical Availability
Adalah cara untuk mengetahui kondisi alat yang sesungguhnya dari alat yang
sedang digunakan.
MA =
w
x 100 %
w R
dimana :
W = jumlah jam kerja alat tanpa mengalami kerusakan
R = jumlah jam perbaikan
b. Physical Availability
Adalah berguna untuk menunjukkan ketersediaan keadaan fisik alat yang
sedang digunakan.
PA =
S
100 %
W R S
dimana :
S
W+R+S
c. Use of Availability
Menunjukkan persen waktu yang digunakan alat untuk beroperasi pada saat
alat dapat digunakan.
UA = W S 100%
dimana :
UA = memperlihatkan efektivitas alat yang tidak sedang rusak dapat
dimanfaatkan.
Eut = W R S x 100%
f. Effektifitas Penggunaan
Untuk mengetahui tingkat penggunaan alat peremuk dan kemampuan yang
bisa dicapai.
Kapasitas nyata
Instansi terkait
Perpustakaan
2. Penelitian di Lapangan
3. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan perhitungan berdasarkan
teori yang ada dan data hasil penelitian.
a. Perhitungan Produksi
Perhitungan hasil produksi didapatkan dari rumus-rumus :
- Neraca bahan
- Recovery
- Reduction Ratio
b. Dimensi dari Hopper
Peritungan kapasitas hopper digunakan rumus prisma dan limas.
c. Jam Kerja
Perhitungan jam kerja yang meliputi jam kerja alat dan operator didapatkan
dengan pengukuran langsung di unit pengolahan dan rumus-rumus yang ada.
d. Kondisi Alat
Untuk kondisi alat pengolahan dilakukan dengan pengamatan keadaan alat
secara langsung dan kondisi secara teoritis dengan menggunakan rumus yang
ada.
4. Kesimpulan
Kegiatan
1
Waktu (minggu)
3
4
5
Orientasi lapangan
Studi literatur
Pengambilan data
Pengolahan data
Analisa data/ pembahasan
Pembuatan Draft
KATA PENGANTAR
RINGKASAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
I.
PENDAHULUAN
II.
2.1
TINJAUAN UMUM
Sejarah Singkat PT. ADARO INDONESIA
2.2
2.3
2.4
2.2
2.3
Neraca Bahan
2.4
Recovery
2.5
Reduction Ratio
2.6
Proses Penambangan
3.2
V.
PROSES PEREMUKAN
4.1
4.2
Neraca Bahan
4.3
Recovery
4.4
Reduction Ratio
VI.
PEMBAHASAN
5.1
5.2
VII.
6.1
Kesimpulan
6.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Gaudin, AM, Principles of Mineral Dressing, Mc. Graw Hill Book Company Inc,
New York, 1939.
Hartman,
HL,
Introductory
Mining
Engineering,
A Wiley-Interscience