KajianAFTA 2015
KajianAFTA 2015
Pergeseran
sistem
ekonomi
internasional
menimbulkan
dampak
besar
bagi
Dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak akan akan
ada hambatan tariff (bea masuk 0-5%) ataupun hambatan non tarif untuk negara
negara anggota ASEAN secara vertahap melalui program CEPT. Common Effective
Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tariff dan
penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara
ASEAN. Semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian
olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian.
(Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skema
CEPT). Dengan begitu, tentunya keuntungan dan tantangan akan muncul untuk
negara Indonesia juga.
Begitu pula halnya dengan tenaga kesehatan khususnya para dokter. Karena AFTA
2015 memungkinkan bagi dokter-dokter dari luar negeri untuk membuka praktek di
Indonesia, dan sebaliknya. Tentu saja ini menjadi daya saing bagi dokter-dokter di
Indonesia.
Bahkan saat ini, pelaksanaan AFTA belum dimulai, namun dalam masyarakat sudah
muncul fenomena hilangnya kepercayaan terhadap dokter lokal. Masyarakat
Indonesia cenderung memilih untuk berobat ke luar negeri atau berobat ke dokter
asing, tentu saja dominasi asing ini akan membahayakan kedaulatan tenaga
kesehatan Indonesia. Kondisi ini tentu akan jauh lebih kritis ketika gong AFTA
dibunyikan,
mau
tidak
mau
Indonesia
harus
sudah
memegang
senjata
penangkalnya, tenaga kesehatan lokal tidak boleh tersingkir dari negeri ini. Profesi
dokter seharusnya menjadi abdi kemanusiaan bukan sebagai perpanjangan tangan
perusahaan farmasi atau sekedar alat yang dipakai di rumah sakit untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan
bukan sesuatu yang bisa diperdagangkan.
Indonesia akan menjadi pasar potensial bagi serbuan tenaga kesehatan asing. Hal
ini dikarenakan masih banyaknya sektor yang tidak tergarap, misal minimnya
tenaga kesehatan di lokasi terpencil, dan minimya dokter spesialis di bidang anak,
bedah, dan gigi. Distribusi tenaga kesehatan masih menjadi sandungan dalam
kesiapan Indonesia menghadapi pasar AFTA. Padahal, saat ini Indonesia memiliki
33 ribu dokter yang melayani 100 ribu penduduk. Jumlah dokter spesialis sekitar 25
ribu, sementara dokter umum 80 ribu. Jumlah produksi dokter per tahun mencapai
7 ribu, dari 72 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia. Sayangnya, distribusi
tenaga kesehatan tidak merata. Padahal, penempatan kerja sejatinya tidak lagi
menjadi soal bagi dokter. Masalah lain yang juga muncul adalah masalah minimnya
komunikasi medis ini menurutnya memang masih menjadi persoalan besar di dunia
kesehatan di Indonesia. Banyak pasien yang mengeluhkan pelitnya para dokter
dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka,
maupun memberikan nasihat-nasihat medis.
Lantas, apakah negara kita Indonesia sudah siap? Siap memanfaatkan kondisi ini
untuk membuat negara lebih maju dan berkembang?
Dalam kerjasama multilateral ASEAN melalui AFTA, pertukaran jasa di bidang
kesehatan khususnya tenaga kerja kedokteran diatur dalam sebuah kesepakatan,
MRA on Medical Practitioners. MRA atau Mutual Recognition Arrangement on
Medical
Practitioners
adalah
sebuah
kesepakatan
yang
ditandatangani
oleh
karena
anggota-anggota
ASEAN
memandang
akan
ada
beberapa
permasalahan yang akan muncul ke permukaan saat AFTA, dengan kata lain MRA
dalam bidang tenaga kerja kesehatan ini adalah upaya untuk menyelaraskan AFTA
nantinya pada 2015.
Adapun tujuan dibentuknya MRA dalam bidang tenaga kerja kesehatan ini adalah:
1. Memfasilitasi mobilitas tenaga kerja kesehatan di ASEAN
2. Bertukar informasi dan meningkatkan kooperasi dalam pengenalan MRA
tenaga kerja kesehatan
3. Meningkatkan adopsi praktik terbaik berdasarkan standard an kualifikasi, dan
4. Memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan pelatihan
tenaga kerja kesehatan.
Walaupun diatur dalam MRA of Medical Practitioners, segala permasalahan yang
timbul
terkait
akan
AFTA
diselesaikan
secara
bilateral
oleh
negara
yang
bersengketa. Pada MRA ini juga diungkapkan bahwa untuk tetap menjaga
ketahanan negaranya, masing-masing negara masih berhak mengundangkan
kebijakan sesuai otoritasnya. Akan tetapi, setiap negara yang berpartisipasi dalam
AFTA
dihimbau
untuk
menerapkan
peraturan
yang
bertujuan
menghambat
menunjuk
dua
organisasi
yaitu
Kementerian
Kesehatan
dan
Konsil
negara
anggota
AFTA.
Sehingga
AFTA
dapat
memberikan
potensi
lainnya. Dengan penghapunsan barrier non-tariff ini diharapkan daya saing negara
yang tergabung dalam AFTA meningkat dengan negara-negara lainnya.
Pada
bidang
kesehatanseperti
yang
ditentukan
dalam
MRA
of
Medical
professionalisme yang luar biasa bagus bagi masyarakat Indonesia. Apalagi dengan
adanya AFTA nanti, masyarakat Indonesia tidak perlu pergi jauh-jauh ke negeri
seberang untuk mendapatkan pengobatan. Ini tidak lain karena penerapan clinical
pathway yang jelas. Pasien di Indonesia yang sudah bingung berobat kadang
dipersulit lagi dengan rujukan kesana kemari, akhirnya penyakit pasien sampai
ditelantarkan berbulan-bulan. Dengan penerapan clinical pathway yang jelas,
penyedia layanan kesehatan dapat memberikan pelayanan maksimal sesuai standar
dengan mempertahankan cost-effectiveness. Saat ini Indonesia sudah menerapkan
INA-CBGs, akan tetapi case base group ini hanya memberikan harga paket sebuah
penyakit dan dinilai belum memberikan gambaran yang jelas mengenai SOP yang
harus diambil.
Tahun 2015 tidak bisa dikatakan jauh lagi dan Indonesia masih harus tetap
dibenahi. Saat ini Indonesia masih menganggarkan 2,2% dari APBN dibandingkan
dengan standar yang dianjurkan WHO yaitu 5% dan jauh dibawah Malaysia (4,3%),
Thailand
(3,5%),
Filipina
kesehatannya
mencapai
menyebabkan
rendahnya
(3,3%),
6,6%.
belanja
dan
bahkan
Rendahnya
Vietnam
anggaran
kesehatan.
yang
anggaran
di
bidang
kesehatan
Rendahnya
belanja
kesehatan
AFTA
akses
sarana
kesehatan
yang
disediakan
pemerintah
akan
asal
Surat keterangan tidak pernah melakukan pelanggaran etik dari organisasi
Indonesia
Surat pernyataaan bersedia melakukan alih teknologi dan ilmu pengetahuan
kepada tenaga
Kesehatan warga negara Indonesia khususnya tenaga pendamping
Surat pernyataan dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan
menunjukkan bukti
Bersedia dan mampu menanggung biaya hidup minimal untuk jangka waktu
MRA sendiri memberikan control kepada negara host untuk menjaga ketahanan
sektor
kesehatannya.
melindungi
rakyat
Persyaratan
Indonesia
untuk
diatas
merupakan
mencapai
upaya
peningkatan
negara
kualitas
untuk
layanan
Pernyataan Sikap
Menyongsong gong AFTA yang akan dibunyikan pada 2015 nanti, beberapa
peningkatan harus dilakukan dari pihak Indonesia. Diperlukan upaya-upaya untuk
mendukung peningkatan kualitas SDM tenaga kerja kesehatan di Indonesia dengan
memperbaiki kurikulum sehingga setara dengan kurikulum tenaga kerja kesehatan
khususnya dokter yang ada di ASEAN.
Meningkatkan
aspek
sarana
dan
prasarana
harus
dilakukan
dalam
rangka