Anda di halaman 1dari 31

MENINGITIS

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Meningitis
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan
medula spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri,
virus, atau jamur) tetapi dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan
subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya.3
Definisi lain menyebutkan meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai
dengan peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi
otak dan sumsum tulang belakang. Membran yang melapisi otak dan
sumsum belakang ini terdiri dari tiga lapisan yaitu:2
1. Dura mater, merupakan lapisan terluar dan keras.
2. Arachnoid, merupakan lapisan tengah membentuk trabekula yang
mirip sarang laba-laba.
3. Pia mater, merupakan lapisan meninges yang melekat erat pada otak
yang mengikuti alur otak membentuk gyrus & sulcus.
Gabungan antara lapisan arachnoid dan pia mater disebut leptomeninges.
Ruang-ruang potensial pada meninges dilewati oleh banyak pembuluh
darah yang berperan penting dalam penyebaran infeksi pada meninges.
B. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis :2
1. Usia, biasanya pada usia < 5 tahun dan > 60 tahun
2. Imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh
3. Diabetes melitus, insufisiensi renal atau kelenjar adrenal
4. Infeksi HIV
5. Anemia sel sabit dan splenektomi
6. Alkoholisme, sirosis hepatis
7. Talasemia mayor
8. Riwayat kontak yang baru terjadi dengan pasien meningitis
9. Defek dural baik karena trauma, kongenital maupun operasi
10. Ventriculoperitoneal shunt
C. Etiologi dan Klasifikasi Meningitis
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi

disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering


dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun
virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang
paling sering terjadi.

Klasifikasi meningitis berdasarkan etiologi menurut jenis kuman


mencakup sekaligus kausa meningitis, yaitu :1
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Meningtis virus
Meningitis bakteri
Meningitis spiroketa
Meningitis fungus
Meningitis protozoa dan
Meningitis metazoa

Meningitis

yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal

dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan


dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri
lebih

berat.7

Agen

infeksi

meningitis

purulenta

mempunyai

kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus


paling banyak disebabkan oleh Escherichia Coli, Streptococcus beta
haemolyticus dan Listeria monocytogenes. Golongan umur dibawah 5
tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus.

Golongan

umur

5-20

tahun

disebabkan

oleh

Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus


Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh
Meningococcus, Pneumococcus,

Staphylocccus,

Streptococcus

dan

Listeria.5 Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan


adalah kuman Tuberculosis dan virus.7 Meningitis yang disebabkan
oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan
bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering
ditemukan yaitu

Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus,

sedangkan Herpes simplex, Herpes zoster, dan enterovirus jarang


7

menjadi penyebab meningitis aseptik (viral).


Agen Infeksi

Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.


Meningitis

purulenta

paling

sering

disebabkan

Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus

oleh

influenzae

sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosa dan virus.9
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan
jemaah haji dan dapat menyebabkan karier disebabkan oleh
Neisseria meningitidis serogrup A, B, C, X, Y, Z dan W 135. Grup
A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa

dan

Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama


10

sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.

Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi


selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64%
merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini
merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di
dunia yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi
5

serogrup A, B, dan C paling banyak menimbulkan penyakit.

Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya


mirip sakit flu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri.
Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai
penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang
tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab
dari 33% kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus
merupakan penyebab dari 50% kasus.8

D. Patofisiologi

1. Meningeal Invasion
Mekanime masuknya kuman ke dalam lapisan meninges masih belum
diketahui sepenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan pejamu, agen
infeksi dan faktor lingkungan. Pada bayi yang belum menghasilkan
antibody spesifik dapat mudah terkena meningitis oleh bakteri gram
negatif, sedangkan pada bayi yang agak besar telah kehilangan IgG
yang diperolehnya melalui plasenta dan mudah terkena infeksi
meningokokus dan H. Influenzae.1,5 Pada orang dewasa dengan
gangguan

sistem

imun

seperti

pada

keganasan

sistem

retikuloendotelial dapat mempermudah infeksi susunan syaraf pusat. 1


Konsentrasi kuman yang tinggi didalam darah akibat suatu infeksi
dibagian lain tubuh atau karena proses transmisi kuman karena kontak
antar individu dapat menyebabkan invasi kuman pada meninges.1 Virus
setelah melakukan perlekatan dan invasi terhadap sel pejamu dapat
bereplikasi dan menyebar yang kemudian menyebabkan destruksi sel
pejamu.12
Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran
penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri
menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada
penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis.

Penyebaran

bakteri/virus

dapat

pula

secara

perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di


dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis,
Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa
juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak.24

Invasi kuman-kuman ke dalam ruang

subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS


(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.13
2. Induksi Inflamasi
Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses
inflamasi melalui mediator yang berperan seperti interleukin, tumor
necrosis factor- (TNF-), interferon, prostaglandin, nitrit oksida,

platelet activation factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-mula


pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel
leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit
dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit
polimorfonuklear

dan

fibrin

sedangkan

di

lapisan

dalam

terdapat makrofag.2,13
3. Perubahan Sawar Darah Otak
Sawar darah otak, menjaga susunan syaraf pusat terhadap bahaya yang
datang dari lintasan hematogen. Proses radang juga menyebabkan
terjadinya perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang sebelumnya
kedap dan selektif terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel
sehingga terjadi kebocoran plasma dan dapat menyebabkan kuman
masuk kedalam cairan serebrospinal dan ruang subarachnoid. Dengan
demikian peradangan akan terus terjadi tidak hanya pada pembuluh
darah. Selain itu Proses radang yang mengenai vena-vena di korteks
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron- neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang
fibrino-purulen menyebabkan kelainan kranialis. Pada meningitis yang
disebabkan

oleh

virus,

cairan

serebrospinal

tampak

jernih

dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.5,25


4. Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan Intrakranial
Aliran cairan serebrospinal dapat terhambat oleh karena terjadi
trombosis atau perlekatan vili vena pada sinus akibat peradangan yang
berperan dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk
memproduksi

cairan

serebrospinal

jika

terkena

radang

akan

meningkatkan produksinya sehingga timbul hidrosefalus komunikans.


Jika terus berlanjut akan menyebabkan edema otak dan peningkatan
tekanan intrakranial sehingga terjadi kompresi pada otak dan

pembuluh darah, menurunkan aliran suplai nutrisi dan oksigen. Jika


proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi jaringan otak, defisit
neurologis, berupa parese nervus kranialis dan hemiparese, penurunan
kesadaran dan bahkan kematian.1,5,11
E. Manifestasi Klinis
Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44%
penderita meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai
berikut :2
1. Demam
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk.
Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot,
fotofobia, mudah mengantuk, bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan
kejang.

Diagnosis

pasti

ditegakkan

dengan

pemeriksaan

cairan

serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.2,5,14


Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis
yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia
dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum
invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan
oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu
tampak lesi vaskuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap
lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku kuduk,
6

dan nyeri punggung.


Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus
terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi,

biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung.

Kejang

dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus


influenzae, 25 % oleh

Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh

Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan


dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian
atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri
kepala

hebat,

malaise,

nyeri

otot

dan nyeri punggung. Cairan


13

serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.


Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang,
murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola
tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis.

Pada

orang

dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi,


kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
25

gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang
hebat, gangguan kesadaran dan kadang disertai kejang terutama pada bayi
dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, terjadi
parese nervus kranialis, hemiparese atau quadripare, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan semakin
parah dan gangguan kesadaran lebih berat sampai koma. Pada stadium ini
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak
13

mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.

F. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat diketahui dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa

Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,


nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah,
penurunan nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang
dan penurunan kesadaran.2,27 Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga
pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk
autoanamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis
biasanya dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai
berikut :15
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa
nyeri dan spasme otot.
b. Pemeriksaan Kernig
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Brudzinski I (Brudzinski leher)


Pasien berbaring dalam sikap terlentang,

tangan

kanan

ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring ,


tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien
untuk

mencegah

diangkatnya badan kemudian kepala pasien

difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Brudzinski I positif


(+) bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di
sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

d. Pemeriksaan Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada

sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda

Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi


involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

e. Pemeriksaan Brudzinski III (Brudzinski Pipi)


Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua
ibu

jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda

Brudzinski III positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas


superior.
f. Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu
jari tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+)
bila terjadi flexi involunter extremitas inferior.
g. Pemeriksaan Lasegue
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya.
Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam
keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan
sebelum mencapai sudut 70 pada dewasa dan kurang dari 60
pada lansia.

3. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal15
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel
dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.

1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,


cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
normal, kultur negatif.
2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih meningkat (pleositosis lebih dari
1000 mm3), protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
Dibawah ini tabel yang menampilkan berbagai kemungkinan agen
infeksi pada cairan serebrospinal, yaitu :

Agent

Bacterial

Opening

WBC count

Glucose

Protein

Pressure

(cells/L)

(mg/dL)

(mg/dL)

< 40

>100

(mm H2 O)
200-300
100-5000;

meningitis

>80% PMNs

Microbiology

Specific pathogen
demonstrated in 60%
of Gram stains and

Viral

90-200

meningitis

Tuberculous

10-300;

Normal,

lymphocytes reduced in

80% of cultures
Normal but Viral isolation, PCR
may be

assays

LCM and

slightly

mumps
Reduced, <

elevated
Elevated,

Acid-fast bacillus
stain, culture, PCR
India ink, cryptococcal

180-300

100-500;

meningitis
Cryptococcal

180-300

lymphocytes 40
10-200;
Reduced

>100
50-200

meningitis
Aseptic

90-200

lymphocytes
10-300;
Normal

antigen, culture
Normal but Negative findings on

lymphocytes

may be

meningitis

workup

slightly
Normal values 80-200

0-5;

50-75

elevated
15-40

Negative findings on

lymphocytes
workup
LCM = lymphocytic choriomeningitis; PCR = polymerase chain reaction; PMN =
polymorphonuclear leukocyte; WBC = white blood cell.
Tabel 1. Penilaian Cairan Serebrospinal Berdasarkan Agen Infeksi (diambil
dari kepustakaan 2)

10

b.

Pemeriksaan Darah2
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit.
1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB
2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit
polimorfonuklear dengan shift ke kiri.
3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap
glukosa pada cairan serebrospinal.
5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi

c.

organ dan penyesuaian dosis terapi.


6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis.
Kultur 2
Kultur bakteri dapat membantu diagnosis sebelum dilakukan
lumbal pungsi atau jika tidak dapat dilakukan oleh karena suatu
sebab seperti adanya hernia otak. Sampel kultur dapat diambil
dari :
1) Darah, 50% sensitif jika disebabkan oleh bakteri H. Influenzae,

d.

S. Pneumoniae, N. Meningitidis.
2) Nasofaring
3) Sputum
4) Urin
5) Lesi kulit
Pemeriksaan Radiologis2
Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto thorax, foto
kepala, CT-Scan dan MRI. Foto thorax untuk melihat adanya
infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya pada pneumonia dan
tuberkulosis, foto kepala kemungkinan adanya penyakit pada
mastoid dan sinus paranasal.
Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan
diagnosis pasti meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan
adanya enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan
berarti meningitis dapat disingkirkan.
Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases Sosiety of America
(IDSA), berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum
dilakukan lumbal pungsi yaitu :
1) Dalam keadaan Immunocompromised

11

2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke,


3)
4)
5)
6)

infeksi fokal)
Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya
Papiledema
Gangguan kesadaran
Defisit neurologis fokal

Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus,


enhancement kontras yang lebih konveks. Pada fase lanjut dapat
pula ditemukan infark vena dan hidrosefalus komunikans.

Gambar 7. CT-Scan pada Meningitis Bakteri. Didapatkan ependimal


enhancement dan ventrikulitis (diambil dari kepustakaan 16)

12

Gambar 8. MRI pada meningitis bakterial akut. Contrast-enhanced, didapatkan


leptomeningeal enhancement (diambil dari kepustakaan 2)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

meningitis

mencakup

penatalaksanaan

komplikatif dan suportif.2


1. Meningitis Virus
Sebagian besar kasus

meningitis

dapat

sembuh

kausatif,

sendiri.

Penatalaksanaan umum meningitis virus adalah terapi suportif seperti


pemberian analgesik, antpiretik, nutrisi yang adekuat dan hidrasi.
Meningitis enteroviral dapat sembuh sendiri dan tidak ada obat yang
spesifik, kecuali jika terdapat hipogamaglobulinemia dapat diberikan
imunoglonbulin. Pemberian asiklovir masih kontroversial, namun
dapat diberikan sesegera mungkin jika kemungkinan besar meningitis
disebabkan oleh virus herpes. Beberapa ahli tidak menganjurkan
pemberian asiklovir untuk herpes kecuali jika terdapat ensefalitis.
Dosis asiklovir intravena adalah (10mg/kgBB/8jam).2
Gansiklovir efektif untuk infeksi Cytomegalovirus (CMV), namun
karena toksisitasnya hanya diberikan pada kasus berat dengan kultur
CMV positif atau pada pasien dengan imunokompromise. Dosis

13

induksi selama 3 minggu 5 mg/kgBB IV/ 12 jam, dilanjutkan dosis


maintenans 5 mg/kgBB IV/24 jam.2
2. Meningitis Bakteri
Meningitis bakterial adalah suatu kegawatan dibidang neurologi
karena dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Oleh karena itu pemberian antibiotik empirik yang segera dapat
memberikan hasil yang baik.
Age or Predisposing Feature
Age 0-4 wk

Antibiotics
Amoxicillin or ampicillin plus either cefotaxime or

Age 1 mo-50 y
Age >50 y

an aminoglycoside
Vancomycin plus cefotaxime or ceftriaxone*
Vancomycin plus ampicillin plus ceftriaxone or

Impaired cellular immunity

cefotaxime plus vancomycin*


Vancomycin plus ampicillin plus either cefepime

Recurrent meningitis
Basilar skull fracture
Head trauma, neurosurgery, or

or meropenem
Vancomycin plus cefotaxime or ceftriaxone
Vancomycin plus cefotaxime or ceftriaxone
Vancomycin plus ceftazidime, cefepime, or

CSF shunt
CSF = cerebrospinal fluid.

meropenem

*Add amoxicillin or ampicillin if Listeria monocytogenes is a suspected pathogen.

Tabel 2. Rekomendasi Terapi Empirik dengan Meningitis Suspek Bateri (diambil dari
kepustakaan 2)

a. Neonatus-1 bulan
1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan
tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan
tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
b. Bayi usia 1-3 bulan
1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam)
2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam)
Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam)
Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/
12 jam) ditambah gentamicin (2.5 mg/kgBB IV or IM / 8 hours).
c. Bayi usia 3 bulan sampai anak usia 7 tahun

14

1) Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)


2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam,
maksimal 4 g/hari)
d. Anak usia 7 tahun sampai dewassa usia 50 tahun
1) Dosis anak
Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)
Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam,
maksimal 4 g/hari)
Vancomycin 15 mg/kgBB IV/ 8 jam
2) Dosis dewasa
Cefotaxime 2 g IV/ 4 jam
Ceftriaxone 2 g IV/ 12 jam
Vancomycin 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB
IV/ 12 jam
Beberapa pengalaman juga diberikan rifampisin (dosis anak-anak,
20 mg/kgBB/hari IV; dosis dewasa, 600 mg/hari oral). Jika
dicurigai infeksi listeria ditambahkan ampicillin (50 mg/kgBB IV/
6 jam).
e. Usia lebih dari atau sama dengan 50 tahun
1) Cefotaxime 2 g IV/ 4 jam
2) Ceftriaxone 2 g IV/ 12 jam
Dapat ditambahkan dengan Vancomycin 750-1000 mg IV/ 12
jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB
IV/ 6 jam). Jika dicurigai basil gram negatif diberikan ceftazidime
(2 g IV/ 8 jam).
Selain antibiotik, pada infeksi bakteri dapat pula diberikan
kortikosteroid (biasanya digunakan dexamethason 0,25 mg/kgBB/ 6
jam selama 2-4 hari). meskipun pemberian kortikosteroid masih
kontroversial, namun telah terbukti dapat meningkatkan hasil
keseluruhan pengobatan pada meningitis akibat H. Influenzae,
tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Brouwer dkk., pemberian kortikosteroid dapat
mengurangi gejala gangguan pendengaran dan gejala neurologis sisa

15

tetapi

secara

umum

tidak

dapat

mengurangi

mortalitas.

Bagan 2. Algoritma Tatalaksana Meningitis Suspek Bakteri pada Orang Dewasa


(diambil dari kepustakaan 17)

3. Meningitis Sifilitika
Terapi pilihan pada meningitis sifilitika adalah penisilin G kristal aqua
dengan dosis 2-4 juta unit/hari setiap 4 jam selama 10-14 hari, sering
pula diikuti pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta
unit. Pilihan alternatif adalah penisilin G prokain dosis 2.4 juta
unit/hari IM dan probenesid dosis 500 mg oral setiap 6 jam selama 14

16

hari, diikuti pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta


unit. Pasien dengan meningitis sifilitika disertai HIV dapat diberikan
yang serupa. Oleh karena penisilin G merupakan obat pilihan, pasien
dengan alergi penisilin harus menjalani penisilin desensitisasi. Setelah
dilakukan pengobatan, pemeriksaan cairan serebrospinal harus
dilakukan secara teratur setiap 6 bulan sekali, hal ini penting dilakukan
untuk melihat keberhasilan terapi.
4. Meningitis Fungal
Pada meningitis akibat kandida dapat diberikan terapi inisial
amphotericin

(0.7

mg/kgBB/hari),

biasanya

ditambahkan

Flucytosine (25 mg/kgBB/ 6 jam) untuk mempertahankan kadar dalam


serum (40-60 g/ml) selama 4 minggu. Setelah terjadi resolusi,
sebaiknya terapi dilanjutkan selama minimal 4 minggu. Dapat pula
diberikan sebagai follow-up golongan azol seperti flukonazol dan
itrakonazol.2
5. Meningitis Tuberkulosa
Pengobatan meningitis tuberkulosa dengan obat anti tuberkulosis sama
dengan tuberkulosis paru-paru. Dosis pemberian adalah sebagai
berikut :
a. Isoniazid 300 mg/hari
b. Rifampin 600 mg/hari
c. Pyrazinamide 15-30 mg/kgBB/hari
d. Ethambutol 15-25 mg/kgBB/hari
e. Streptomycin 7.5 mg/kgBB/ 12 jam
Atau dapat menggunakan acuan dosis sebagai berikut :

Tabel 3. Dosis Obat Antituberkulosis (diambil dari kepustakaan 18)

17

Pengobatan dilakukan selama 9-12 bulan. Jika sebelumnya telah


mendapat

obat

antituberkulosis,

pengobatan

tetap

dilanjutkan

tergantung kategori. Pemberian kortikosteroid diindikasikan pada


meningitis stadium 2 atau 3. Hal ini dapat mengurangi inflamasi pada
proses lisis bakteri karena obat anti tuberkulosis. Biasanya dipilih
dexamethason dengan dosis 60-80 mg/hari yang diturunkan secara
bertahap selama 6 minggu.2
6. Meningitis Parasitik
Meningitis karena cacing ditatalaksana dengan terapi suportif seperti
analgesia yang adekuat, terapi aspirasi cairan serebrospinal dan
antiinflamasi seperti kortikosteroid. Pemberian obat antihelmintic
dapat menjadi kontraindikasi karena dapat memperparah gejala klinis
dan bahkan menyebabkan kematian sebagai akibat dari peradangan
hebat yang merupakan respon terhadap proses penghancuran cacing.
Meningitis amuba yang diakibatkan oleh Naegleria fowleri adalah
fatal. Diagnosis dini dan pemberian dosis tinggi IV amfoterisin B atau
mikonazol dan rifampisin dapat memberikan manfaat terapi.2
H. Diagnosis Banding
Meningitis dapat didiagnosis banding dengann penyakit dibawah ini :2
1. Abses serebral
2. Ensefalitis
3. Neoplasma serebral
4. Perdarahan Subarachnoid
I. Komplikasi Meningitis
Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status
mental, edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang,
empiema atau efusi subdural, parese nervus kranialis, hidrosefalus, defisit
sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada onset lanjut
dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual
yang menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis
adalah syok septik, disseminated intravascular coagulaton (DIC),
gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi endokrin, kolaps vasomotor
dan bahkan dapat menyebabkan kematian.19

18

J. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik
yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak,
jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik.
Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis
20

yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan
mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami
kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita
mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8
9

minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis
yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral
memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh
dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total
bisa terjadi.

Hidrocephalus
I.

Definisi
Hidrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi penambahan volume
dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruangan
sub arakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat produksi
cairan serebrospinal yang berlebihan, obstruksi jalur cairan cerebrospinal
maupun gangguan absorpsi cairan serebrospinal.21

19

Ada dua jenis hidrocephalus yaitu hidrocephalus nonkomunikans dan


hidrocephalus komunikans. 21
Hidrocephalus

nonkomunikans/hidrocephalus

obstruktif

merupakan

masalah bedah saraf pediatrik yang paling sering ditemukan dan biasanya
mulai timbul segera setelah lahir, hidrocephalus obstruktif biasanya
disebabkan oleh kelainan kongenital. 21
Hidrocephalus komunikans dimana aliran cairan dari sistem ventrikel ke
ruang sub arakhnoid tidak mengalami sumbatan, biasanya terjadi karena
lebih banyak produksi CSS dibanding direabsorpsi. 21

II.

Frekuensi
Insidens hidrocephalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara
pasti Secara umum dilaporkan sebesar 3 kasus/1000 kelahiran hidup,
sedangkan insidens hidrocephalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap
populasi yang berbeda. 22
Berikut ini pembagian hidrocephalus menurut jenis kelamin dan umur: 23
1.

Jenis kelamin
Insiden hidrocephalus pada laki-laki dan perempuan adalah sama.

2.

Umur
Banyak hidrocephalus terjadi pada masa balita sebanyak 60%,
sedangkan pada dewasa insiden hidrocephalus hanya 40%.

20

III.

Patofisiologi
Pada prinsipnya hidrocephalusterjadi sebagai akibat dari ketidak
seimbangan antara produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun
keadaan-keadaan

yang

dapat

mengakibatkan

terjadinya

ketidak

seimbangan tersebut adalah:21


1.

Disgenesiscerebri
46% hidrocephaluspada anak akibat malformasi otak dan yang
terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi
serebral akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat
menyebabkan penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak
terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas adalah
hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan pertumbuhan
hemisferium serebri.

2.

Produksi Cairan Cerebrospinal yang berlebihan


Ini merupakan penyebab hidrocephalusyang jarang terjadi.
Penyebab

tersering

adalah

papiloma

pleksus

khoroideus,

hidrocephalusjenis ini dapat disembuhkan.


3.

Obstruksi aliran CSS


Sebagian besar kasus hidrocephalustermasuk dalam kategori ini.
Obstruksi dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel.
Obstruksi dapat disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan
subarakhnoid post trauma atau meningitis, di mana pada kedua
proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan
sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel
IV. Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis
yang mengakibatkan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa
posterior

juga

dapat

menekan

dari

arah

belakang

yang

mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi


secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan
pulsasi arteri yang bersangkutan.

21

4.

Absorbsi CSS berkurang


Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan
absorpsi -CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaankeadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah post
meningitis, post perdarahan subaraknoid, kadar protein CSS yang
tinggi.

5.

Akibat atrofi cerebri


Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan
timbul penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang
terhadap proses atrofi tersebut.

IV.

Macam-macam Hidrocephalus
Hidrocephalusdapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu:40
1.

2.

Anatomis
a.

Hidrocephalustipe obstruksi/non komunikans

b.

Hidrocephalustipe komunikans

Etiologi
a.

Tipe obstruktif
i.

Kongenital

Stenosis akuaduktus serebri

Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie


dan Luschka)

Malformasi Arnold-Chiari

Aneurisma vena Galeni

ii.

Didapat

Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau


perdarahan)

22

Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial

Hematoma intraventrikular

Tumor

b.

Tipe komunikans

Penebalan

leptomeningens

dan/atau

arakhnoid akibat:
- Infeksi
- Perdarahan subarachnoid
- Meningitis karsinomatosa

V.

Gejala Klinik 23
1.

Anamnesis
a.

Gejala klinik hidrocephalus meliputi:


-

Umur pasien

Sebab

Lokasi obstruksi

Durasi

Kecepatan onset

b.

Symptoms pada balita


-

Susah makan

Irritability

Aktivitas berkurang

Muntah

c.

Symptoms pada anak-anak


-

23

Mental bertumbuh dengan lambat

granulasi

Sakit kepala (biasanya di pagi hari) yang disebabkan


oleh kekakuan tengkorak

Sakit di leher karena herniasi tonsil

Muntah, biasanya di pagi hari

Penglihatan kabur: karena papilledema dan atrofi N.


Opticus

Diplopia: karena parese N. VI bilateral atau unilateral

Pertumbuhan dan perkembangan sexual yang terganggu


karena ventrikel III dilatasi: dapat mengarah ke obesitas,
pubertas precox, dan pubertas yang terhambat.

Susah berjalan sampai kekakuan berjalan: karena


gangguan ke traktus piramidalis periventikular yang
meregang akibat hidrocephalus.

d.

2.

Mengantuk
Symptoms pada dewasa

Kemunduran kognitif

Sakit kepala

Kekakuan pada leher

Nausea

Muntah

Penglihatan yang kabur

Penglihatan ganda

Mengantuk

Inkontinensia uri dan inkontinensia alvi

Pemeriksaan fisik
a.

Balita
-

Kepala yang membesar

Sutura yang melebar : dapat melalui inspeksi atau


palpasi

24

Dilatasi vena kepala

Fontanel tegang

Setting sun-sign: ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan intracranial. Oculi berdeviasi ke bawah, kelopak
mata retraksi, sclera dapat terlihat diatas iris.

Meningkatnya tonus ektremitas

b.

Anak-anak
-

Papilledema: jika tidak ditangani dapat mengakibatkan


atrofi N. Opticus dan penglihatan yang berkurang.

Macewen sign: suara seperti pecahan pot pada perkusi


kepala

Kapala yang membesar: sutura biasanya menutup tapi


tekanan intra cranial dapat mengarah ke makrocephali

Kelumpuhan N. VI unilateral atau bilateral

c.

Dewasa
-

Papilledema: bila tidak ditangani dapat mengarah ke


atrofi N.Opticus

Ataxia ekstremitas. Kekakuan pada tungkai danpat


menyebabkan susah berjalan

VI.

Kepala yang membesar

Kelumpuhan N. VI unilateral atau bilateral

Diagnosis
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik, untuk keperluan diagnostik hidrocephalusdilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :21
1.

Rontgen foto kepala


Dengan

prosedur

ini

dapat

diketahui:

a. Hidrocephalustipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala,


adanya

pelebaran

sutura,

tanda-tanda

peningkatan

tekanan

intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus


klionidalis

posterior.

b. Hidrocephalustipe juvenile/adult oleh karena sutura telah

25

menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya


gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2.

Transiluminasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah
pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3.

Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras
lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela
telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang
dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis.
Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi.
Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini
telah ditinggalkan.

4.

Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan
USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang
melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada
penderita hidrocephalusternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh
karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel
secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

5.

26

CT Scan kepala

Pada hidrocephalusobstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya


pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di
atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.
Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan
densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrocephaluskomunikans gambaran CT Scan menunjukkan
dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang
subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
VII.

Diagnosis banding
1.

Megalencephaly:

mirip

seperti

hidrocephalustetapi

pada

megalencephaly tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan


intrakranial dan terdapat kelainan mental yang berat.21
2.

Efusi subdural khronis: pada kelainan ini terjadi pembesaran


kepala, tetapi pada hidrocephalusperluasan skull lebih sering
terjadi pada daerah parietal dari pada frontal. Pada efusi subdural
khronis transiluminasi positif di daerah frontoparietal tetapi negatif
pada hidrosefalus. 21

3.

Pelebaran ventrikel sebagai akibat atrofi serebral: kelainan sering


pada penyakit degenerasi dan metabolik. 21

VIII.

Penatalaksanaan
1.

Medikamentosa
Obat-obatan yang sering dipakai untuk terapi ini adalah:
Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125 mg/hari. Dosis ini
dapat

ditingkatkan

maksimal

1.200 mg/hari.

Furosemid

Cara pemberian dan dosis: Per oral 1,2 mg/kg BB 1x/hari atau
injeksi

Intravena

sebanyak

0,6

mg/KgBB/hari.

Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan


untuk operasi. 21
27

2.

Operasi
Ventriculo Peritoneal Shunt (VP-Shunt)
Prosedur ini harus di ruang operasi dalam keadaan general anestesi.
Biasanya membutuhkan waktu 1,5 jam. Sebelumnya rambut harus
dicukur. Dilakukan insisi dengan bentuk tapal kuda dibelakang
telinga dan insisi kecil di rongga perut. Lubang kecil dibuat di
tengkorak, dan tabung kecil yang disebut kateter dimasukkan ke
dalam ventrikel otak. Kateter lain dibuat menjadi terowongan
dibawah kulit dari belakang telinga, turun ke leher dan dada,
kemudian keluar lewat rongga abdomen. Bila kateter pergi ke
jantung, maka dokter melakukan pemotongan kecil di leher untuk
mengalihkan kateter. 24
Katub (pompa cairan) ditempatkan dibawah kulit dibelakang
telinga. Katub ditempelkan pada kedua kateter. Ketika tekanan
ekstra di kepala bertambah, cairan diarahkan di katub dan
kemudian dihisap sampai ke perut. Katub dapat diprogram untuk
menghisap lebih banyak atau sedikit. Berikut ini adalah gambar
PV-Shunt: 25

28

IX.

Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrocephalusditentukan
ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih
baik dari hydrocephalus yang bersama dengan malformasi lain
(hidrocephaluskomplikata). 21

DAFTAR PUSTAKA
1.

Mahar M & Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT.

2.

Dian Rakyat, Jakarta.


Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall

3.

WHO,

2013.

Meningitis.

Article.

Available

at

4.

http://www.who.int/topics/meningitis/en/
Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi, Cetakan Pertama. Binarupa Aksara,
Jakarta.

5.

Japardi, I. 2002. Meningitis Meningococcus. Journal. FK USU


Library. Available

at

Digital

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar

6.

%20japardi23.pdf
Soedarto, 2004. Sinopsis Virologi Kedokteran. Airlangga University Press,

7.

Surabaya.
Nelson, 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2. EGC, Jakarta.

29

8.

Kandun, I., 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika,

9.

Jakarta.
Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. GadjahMada

University Press, Yogyakarta.


10. Handayani, S., 2006. Karier Meningitis Meningokok Pada Jemaah
Haji Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.34, No.1, Hal 30-36,
Jakarta.
11. Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC,
Jakarta.
12. Jawetz, dkk., 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. EGC, Jakarta.
13. Harsono, 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
14. Juwono, T., 1993. Penatalaksanaan Kasus-kasus Darurat Neurologi.
Widya Medika, Jakarta.
15. Fatimah, 2012. Pemeriksaan Klinis Neurologi 1. Article. Available at
http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/pemeriksaan-klinisneurologi.html
16. Lutfi, et all., 2013. Imaging in Bacterial Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#showall
17. Allan, dkk., 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial
Meningitis. Journal. Infectious Diseases of America (IDSA).
18. Pedoman Nasional, 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
19. Emad, 2012. Neurologic Complications of Bacterial Meningitis. Journal. In
tech.

Available

at

http://cdn.intechopen.com/pdfs/34319/InTech-

Neurologic_complications_of_bacterial_meningitis.pdf
20. Nelson, 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Kedokteran EGC, Jakarta..
21. Mubarak, Husnul. Hydrocephalus Congenital. [online]. Available at:
http://cetrione.blogspot.com/2009/03/hidrocephalus.html. Last update: Kamis,
19 Maret 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.
22. Saanin, S, Hydrosefalus, Available at: http://Hidrosefalus, html accessed in
February 2006. diakses pada tanggal : minggu, 13 september 2009.

30

23. J

Espay,

Alberto.

Hydrocephalus

[online].

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview. last update: 20


Agustus 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.
24. Medline

Plus.

Ventriculoperitoneal

Shunt.

[online].

Available

at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003019.htm. last update: 27


Agustus 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.
25. Seattle

Children

Hospital.

Hydrocephalus.

[online].

Available

at:

http://neurosurgery.seattlechildrens.org/assets/images/vp_shunt_belly_large.jp
g&imgrefurl=. Last update: Agustus 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13
September 2009.

31

Anda mungkin juga menyukai