Anda di halaman 1dari 14

1.

1 PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diatesis hemoragik.
Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/shock.

1.2 ETIOLOGI
Virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri atas asam ribonukleat
rantai tunggal.

1.3 EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan persebaran di seluruh
wilayah Indonesia.
Insiden demam berdarah dengue di Indonesia antara 6-15 per 100.000
penduduk. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus
Aedes (terutama A. Aegyptii dan A. Albopictus).
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan
dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas)

1.4 KLASIFIKASI

Demam berdarah

Demam disertai 2 atau Trombositopenia

dengue derajat I

lebih

tanda

kepala,
atralgia,
orbital

sakit (<100.000/ul), bukti ada

mialgia, kebocoran plasma


nyeri

retro-

ditambah

uji

bendung positif
Derajat II

Gejala di atas ditambah Trombositopenia


perdarahan spontan

(<100.000/ul), bukti ada


kebocoran plasma

Derajat III

Gejala di atas ditambah Trombositopenia


kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000/ul), bukti ada
dingin dan lembab, serta kebocoran plasma
gelisah)

Derajat IV

Shock

berat

disertai Trombositopenia

dengan tekanan darah dan (<100.000/ul), bukti ada


nadi tidak terukur

kebocoran plasma

1.5 PATOGENESIS
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis demam berdarah
dengue adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen, dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag.
b. Limfosit T, baik T-helper (CD4) maupun T sitotoksik (CD8) berperan
dalam proses imun seluler. T-helper 1 akan memproduksi interferongamma, interleukin-2, dan limfokin, sedangkan T helper 2 memproduksi
interleukin-4,5,6,10
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini akan meningkatkan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya Ca3

dan Ca5
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui :
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
Ada 3 fase dalam perjalanan penyakit demam berdarah dengue, yaitu sebagai
berikut :

1.6 GAMBARAN KLINIS


Dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam
dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom shock dengue (SSD). Pada
umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini pasien bebas demam, akan tetapi mudah
terjadi resiko renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
1.7 DIAGNOSIS
Laboratorium
Pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif. Diagnosis pasti dengan isolasi
virus dengue (cell culture) atau deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik
RT-PCR (Reverse transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun ada
pemeriksaan yang lebih mudah yaitu antibodi spesifik IgM dan IgG.
Leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemukan
limfositosis relatif (> 45% total leukosit) disertai adanya leukosit plasma biru
(LPB) > 15% dari jumlah total leukosit.

Trombosit umumnya menurun pada hari ke 3-8. Hematokrit ditandai adanya


peningkatan > 20 % nilai awal jika ada kebocoran plasma, umumnya dimulai pada
hari ke-3 demam.
Dilakukan juga pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer pada keadaan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Dapat juga
terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma, SGOT/SGPT dapat meningkat.
Elektrolit untuk mengetahui parameter pemantauan pemberian cairan.
IgM terdeteksi mulai pada hari ke 3-5 demam, meningkat sampai minggu ke3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke14, pada infeksi sekunder terdeteksi pada hari ke-2 demam.
NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan.
Sensitivitas antigen NS1 mencapai 63%-93,4% dengan spesifitas 100% sama
tingginya dengan gold standard kultur virus. Hasil negatif NS1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura karena perembesan plasma.
Pemeriksaan foto thoraks sebaiknya pada posis lateral dekubitus kanan. Asites dan
efusi pleura dapat juga dideteksi pada USG.

1.8 KRITERIA DIAGNOSIS


Demam Dengue
Demam akut selama 2-7 hari, demam bersifat bifasik, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia
Pemeriksaan serologi dengue positif
Demam Berdarah Dengue (DBD)
5

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis Demam Berdarah Dengue


ditegakkan bila semua di bawah ini meliputi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bersifat

bifasik.
o Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (<100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
o Peningkatan hematokrit >20%
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit awal


Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara demam dengue

dan demam berdarah dengue adalah ditemukannya kebocoran plasma pada


demam berdarah dengue.
1.9 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue, prinsip utamanya adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angkat kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus demam berdarah dengue. Asupan cairan pasien
harus tetap dijaga, terumata cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak
mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Protokol 1
Penanganan tersangka (Probable) demam berdarah dengue tanpa syok

Hemoglobin, hematokrit, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan
ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya untuk dilakukan pemeriksaan
ulang hemoglobin, hematokrit, dan trombosit tiap 24 jam)

Hemoglobin, hematokrit, normal, trombosit <100.000 dianjurkan untuk

dirawat
Hemoglobin, hematokrit meningkat, trombosit normal atau turun juga
dianjurkan untuk dirawat

Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka demam berdarah dengue
Pasien tersangka demam berdarah dengue tanpa perdarahan spontan dan masif
dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan

jumlah sebagai berikut :


1500 + (20x(Berat Badan dalam kilogram -20))
Bila hemoglobin, hematokrit meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000
jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus diatas, tetapi pemantauan

hemoglobin, hematokrit, dan trombosit dilakukan tiap 12 jam


Bila hemoglobin, hematokrit meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan demam berdarah
dengue dengan peninhkatan hematokrit >20%

Protokol 3
Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan hematokrit >
20%
Meningkatnya hematokrit >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infus kristaloid sebanyak 6-7 ml/kilogram/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan
ditandai dengan nilai hematokrit yang turun, frekuensi nadi turun, tekanan
daraah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi

menjadi 5 ml/kilogram/jam.
Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila membaik, jumlah

cairan infus menjadi 3 ml/kilogram/jam


Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik, maka pemberian cairan dapat

dilakukan 24-48 jam kemudian


Apabila setelah pemberian terapi awal 6-7 ml/kg/jam tetap tidak membaik,
ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan cairan menjadi 10
ml/kgBB/jam

Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali, dan bila menunjukan


perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam, tetapi jika
tidak ada perbaikan, cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam

Protokol 4
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada demam berdarah dengue

Perdarahan spontan dan masif pada penderita demam berdarah dengue adalah
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis atau melena atau
hematokezia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-5 ml/kgBB/jam

Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan demam berdarah dengue tanpa syok.

Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, jumlah urin dilakukan sesring


mungkin dengan kewaspadaan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit harus
diperiksa ulang setiap 4-6 jam

Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan


tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID)

Transfusi komponen darah dilakukan sesuai indikasi. Fresh frozen plasma


diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT, aPTT yang
memanjang), packed res cell diberikan bila hemoglobin < 10 g /dl. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien demam berdarah dengan perdarahan
spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 dengan atau tanpa
koagulasi intravaskular diseminata

Protokol 5
Tatalaksana sindrom syok dengue

Penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan

Pilihan utama adalah cairan kristaloid awal 10-20 ml/kgBB dan di evaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan
darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi
nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5-1ml/kgBB/jam, jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam

Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan masih stabil, pemberian cairan
menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap
stabil serta diuresis cukup, maka pemberian cairan harus dihentikan

Selain cairan, juga harus diberikan oksigen 2-4 L/menit

Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap,


hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium, klorida, serta ureum,
kreatinin

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan


terutama dalam 48 jam pertama sejak terjadi renjatan

Bila setelah pemberian cairan fase awal tidak teratasi, maka pemberian
kristaloid ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB/jam, dan kemudian dievaluasi
setelah 20-30 menit, bila keadaan tetap tidak teratasi, perhatikan nilai

hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih


berlangsung maka pemberian cairan koloid masih menjadi pilihan, tetapi bila
nilai hematokrit turun, berarti terjadi perdarahan. Maka pada penderita
diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan

2.0 KOMPLIKASI
Koagulasi Intravaskular Diseminata
Merupakan suatu keadaan dimana sistem koagulasi dan/atau fibrinolitik
teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi intravaskular luas dan
melebihi mekanisme antikoagulan alamiah.
Sistem pembuluh darah normal membentuk suatu sirkuit yang utuh yang
mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada
pembuluh darah, trombosit dari sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau
kerusakan tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki
kebocoran tersebut secara permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap, yaitu :
-

Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnya

Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami


kerusakan

Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi

Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor


pembekuan dari sistem fibrinolisis

Pembentukan kembali (remodelling) tempat yang luka setelah perdarahan


terhenti
Langkah pertama dan kedua disebut hemostasis primer. Sel endotel pada

dinding pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah


dengan cara vasokonstriksi atau vasodilatasi, sedangkan membrane basal
subendotel mengandung protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen,
10

fibronektin, faktor von Willebrand, dan lain-lain, yang merupakan tempat


melekatnya trombosit dan leukosit.
Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses :
-

Adhesi, yaitu melekat pada dinding pembuluh darah

Agregrasi atau saling melekat diantara trombosit tersebut, yang kemudian


dilanjutkan dengan proses koagulasi
Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor,

yang berinteraksi pada permukaan fosfolipid membrane trombosit atau sel endotel
yang rusak untuk membentuk bekuan darah yang stabil.
Beberapa keadaan berikut ini berhubungan dengan KID :

Kelainan obstetri : emboli air ketuban, solusio plasenta, eklamsia, abortus

Hemolisis intravaskular : reaksi hemolysis transfuse, transfusi masif

Sepsis : gram negatif (endotoksin) atau gram positif (mukopolisakarida)

Viremia : HIV, hepatitis, varisela, sitomegalovirus

Metastasis kanker

Leukemia

Luka bakar

Cedera karena trauma dan nekrosis jaringan

Penyakit hati akut : icterus obstruktif, gagal hati akut

Kelainan vaskular

Penyakit autoimun
Pada solusio plasenta, jaringan atau enzim dari plasenta dilepaskan ke dalam

uterus dan sirkulasi sistemik, menyebabkan aktivasi sistem koagulasi. Pada

11

hemolysis, adenosine difosfat (ADP) atau fosfolipoprotein membrane eritrosit


mengaktivasi sistem koagulasi.
Pada sepsis, endotoksin mengaktivasi sistem koagulasi, merangsang pelepasan
sitokin tumor necrosis alpha (TNF-), Interleukin-1 (IL-1), dan komplemen yang
menyebabkan kerusakan endotel.
Pada viremia, mekanisme yang berkaitan dengan koagulasi intravaskular
diseminata adalah reaksi antigen-antibodi, sedangkan hepatitis virus yang berat
dan gagal hati akut dapat menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata.
Koagulasi intravaskular diseminata juga terjadi pada keganasan, terutama tumor
padat. Keadaan ini disebabkan karena penekanan oleh tumor tersebut, faktor
jaringan, dan prokoagulan yang dilepaskan oleh sel tumor tersebut, atau melalui
aktivasi sel endotel oleh sitokin (IL-1, vascular endoteliar growth factor, TNF)
Pada luka bakar, jaringan yang nekrotik dan mikrohemolisis merupakan
pencetus koagulasi intravaskular diseminata. Sedangkan pada pasien dengan luka
terbuka pada kepala atau menjalani kraniotomi dapat terjadi koagulasi
intravaskular diseminata yang dicetuskan oleh fosfolipid dari otak.
Gambaran Klinis
Perdarahan pada kulit seperti petekie, ekimosis dari bekas suntikan atau
tempat infus atau pada mukosa sering ditemukan pada keadaan akut. Perdarahan
ini juga bias masif dan membahayakan, misalnya pada traktus gastrointestinal,
paru, susunan saraf pusat, atau mata. Pasien dengan keadaan koagulasi
intravaskular diseminata kronik hanya disertai sedikit perdarahan pada kulit dan
mukosa. Thrombosis mikrovaskular dapat menyebabkan disfungsi organ yang
luas. Pada kulit dapat berupa bula hemoragik, nekrosis akral, dan gangren.
Disfungsi organ akibat mikrotrombosis yang luas ini dapat berupa iskemia
korteks ginjal, hipoksemia hingga perdarahan dan acute respiratory distress
syndrome (ARDS) pada paru serta penurunan kesadaran.
Diagnosis Laboratorium

12

Leukositosis, granulositopenia dapat terjadi akibat ketidakmampuan


sumsum

tulang

untuk

mengimbangi

kerusakan

neutrophil

yang

cepat.

Trombositopenia juga sering ditemukan, hal ini disebabkan karena :


1. Kerusakan trombosit yang meningkat
2. Perlekatan

trombosit

pada

endotel

mikrovaskular

dan

pembentukan

mikroagregat yang menyumbat kapiler


3. Produksi sumsum tulang yang kurang
4. Pooling yang berlebihan pada limpa
Memanjangnya PT dan APTT pada pemeriksaan serial merupakan tanda yang
sensitif.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan, diantaranya yaitu :
1. Untuk mengatasi penyakit yang mendasari
2. Terapi suportif untuk mengatasi hypovolemia dan hipoksemia
Jika kadar fibrinogen, trombosit, dan factor pembekuan rendah dan pasien
mengalami perdarahan maka harus diberikan kriopresipitat, plasma beku segar.
Jika terdapat trombosis seperti nekrosis kulit pada purpura fulminan, iskemia
akral atau kulit, atau tromboemboli vena, terapi heparin merupakan indikasi.

Sindrom Syok Dengue (SSD)


Seluruh kriteria di atas untuk demam berdarah dengue disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi sebagai berikut :

Nadi yang cepat dan lemah

Tekanan darah menurun (20 mmHg), hipotensi

Kulit dingin dan lembab

13

Gelisah

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, W Aru et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta
: 2010.

http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html

14

Anda mungkin juga menyukai