Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Sejarah Indonesia Kerajaan Banjar

Disusun Oleh :
Irfan Rafi Firmansyah (09)
M.Zanuarizky R

(15)

M.Hidayaturrohman

(14)

Reka Hardika Perkasa (20)

Kelas X-IIS 4

KATA PENGANTAR

Tidak ada yang layak di ucapkan kecuali rasa syukur kehadirat Illahi Robbi sehingga tulisan bisa
terselesaikan.
Terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman saya yamg memberi peluang waktu, juga kepada
yang telah menberi dorongan serta peluang mengembangkan pengetahuan.
Tulisan ini ditunjukan kepada Guru Bidang Sejarah dan siswa yang ingin memdalami ilmu lewat metode ini.
Segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan tulisan ini.

Penulis,

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .
Daftar Isi
BAB I

.
Pendahuluan

1.1
1.2

Latar Belakang . .

Permasalahan . ....................

BAB II

Pembahasan

BAB III

Penutup

3.1
3.2

Saran

Kesimpulan

Daftar Pustaka .

BAB I
PENDAHULUAN

Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.
Kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam karena agama Islam sebagai agama Negara
terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah. Namun, sayangnya
Kesultanan Banjar (kerajaan Banjar) telah sekian lama tak terangkat ke permukaan, hal ini bisa
jadi konon karena kesultanan ini perang melawan kolonial pada 1857 sehingga kerajaannya
dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sampai saat ini, tidak banyak yang mengetahui mengenai
perkembangan kerajaan Banjar sekarang, apakah eksistensinya masih ada atau mungkin telah
lenyap ditelan waktu?. Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat mengenai kerajaan
banjar, sistem pemerintahan kerajaan banjar, serta kerajaan Banjar itu sendiri pada saat ini.

BAB II
URAIAN DAN PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KERAJAAN
Dalam sebuah kamus lengkap Bahasa Indonesia, kerajaan diartikan sebagai bentuk
pemerintahan yang dikepalai oleh raja; tanda-tanda kebesaran raja; martabat (kedudukan) raja;
wilayah kekuasaan seorang raja; sifat sebagai raja; menjadi raja; naik tahta.[1] Selain itu,
kerajaan juga merupakan salah satu bentuk pemerintahan di mana kepala negara dan atau kepala
pemerintahan-nya juga disebut Raja, Ratu, Kaisar, Permaisuri, Sultan, Baginda, Khalifah dan
Emir[2].
B. KERAJAAN BANJAR
Sultan Suriansyah merupakan raja pertama dari Kerajaan Banjar dan raja pertama yang
memeluk agama Islam. Agama Islam merupakan agama Negara dan menempatkan kedudukan
para ulama pada tempat yang terhormat dalam Negara. Kedudukan agama Islam sebagai agama
Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah yang
mengeluarkan Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang kemudian dikenal sebagai
Undang-Undang Sultan Adam, yang mana dalm Undang-Undang tersebut terlihat jelas bahwa
sumber hukum yang dipergunakan adalah hukum Islam. Oleh karena itu, kerajaan Banjar disebut

juga sebagai kerajaan Islam, dan oleh karena itu pulalah urang Banjar dikenal sebagai orang
yang beragama Islam.
Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.
Kerajaan tertua yang pernah ada adalah kerajaan Tanjungpura atau Tanjungpuri, sebuah kerajaan
migrasi orang-orang Melayu dengan membawa unsur kebudayaan Melayu dengan menggunakan
bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Banyak pendapat yang berbeda tentang dimana
lokalisasi kerajaan Tanjungpura ini. Salah satu diantaranya ada yang berpendapat bahwa
Tanjungpura merupakan kota Tanjung ibukota Kabupaten Tabalong sekarang ini.[3] J.J. Ras
menyebutkan bahwa Tanjung merupakan sebuah daerah tempat imigrasi Melayu yang pertama
ke Kalimantan. Mpu Prapanca menyebutkan dalam Negarakartagama (1365) dengan nama Nusa
Tanjung Negara dan ini identik dengan Pulau Hujung Tanah, dengan kota terpenting adalah
Tanjungpuri. Pada bagian llain Mpu Prapanca menyebutkan nama Bakulapura adalah nama lain
dari bahasa Sanskerta untuk menyebutkan nama Tanjungpura. Kalau kerajaan Tanjungpura
merupakan migrasi Orang Melayu Sriwijaya, hal ini berarti puela ahwa ke daerah ini telah masuk
unsur kebudayaan agama Budha sebagai agama dari kerajaan Sriwijaya. Migrasi Melayu ke
Kalimantan diperkirakan antara abad ke 12-13 Masehi.
Pada abad ke-13 muncul pula kerajaan Negara Dipa yang kemudian diganti oleh Negara
Daha. Negara Dipa berlokasi di sekitar Amuntai sedangkan Negara Daha berlokasi sekitar
Negara sekarang. Kedua kerajaan ini bercorak Hindu dengan peninggalan Candi Agung dan
Candi Laras. Negara Dipa merupakan kerajaan migrasi dari Jawa Timur sebagai akibat dari
peperangan antara Ken Arok dengan raja Kertajaya yang dikenal dengan Perang Ganter.[4]
Dalam abad ke-16 muncul perkembangan baru dengan lahirnya kerajaan Banjar yang
bercorak Islam di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19
merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari
sebuah kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan
merdeka juga ikut lenyap, dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal
sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.[5]

C. SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN BANJAR


Sebelum Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu diambil silih
berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali tradisi bahwa raja
diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi (jabatan tertinggi setelah raja)
diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja dapat
menjadi Adipati (raja kecil di daerah kekuasaan/taklukan) tetapi mereka tetap di bawah
Mangkubumi. Kaum bangsawan yang bergelar Pangeran dan Raden boleh selalu ikut serta dalam
sidang membicarakan masalah negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Mangkubumi dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian
berkembang pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang sama hanya
berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara resmi adalah Yang Mulia Paduka
Seri Sultan. Calon pengganti Sultan disebut Pangeran Mahkota, pada masa pemerintahan Sultan
Adam disebut Sultan Muda.[6]

D. KERAJAAN BANJAR SAAT INI


Kerajaan juga sering disebut dengan kesultanan. Kesultanan Banjar telah sekian lama tak
terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang melawan kolonial
pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sejarah mencatat, di bawah
komando Pangeran Hidayatullah II cucu Sultan Adam Al-Washikubillah (1825 1857) Perang
Banjar dikobarkan. Upaya perlawan terhadap penjajah ini terus berlanjut turun-temurun hingga
Indonesia mencapai kemerdekaan.
Raja Banjar selama ini memang nyaris tidak terdengar kecuali hanya melalui
keturunannya saja seperti yang bergelar Gusti, Antung dan Andin yang beranak-pinak dan
tersebar di seluruh wilayah Kalimantan, wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Berbeda
dengan raja-raja di Kaltim, hingga kini masih eksis meskipun tanpa kekuasaan di pemerintahan
seperti raja dari Kesultanan Kutai Kartanegara, Ing Martadipura di Tenggarong, raja dari

Kesultanan Bulungan, raja Kesultanan Gunung Tabur dan raja Kesultanan Sambaliung di
Kabupaten Berau.
Meskipun kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan mulai kehilangan pijak, seiring
mangkatnya Sultan Adam sebagai Raja Kesultanan Banjar serta secara perlahan pula adat dan
budaya kesultanan Banjar mulai meredup. Tak ingin kebudayaan Banjar tersebut punah dan
perlunya pelestarian berkelanjutan, Sabtu (24/7) 2010, resmi terbentuk Lembaga Adat dan
Kekerabatan Kesultanan Banjar, atau disingkat LAKKB. Bersamaan peresmian pembentukan
LAKKB di Hotel Arum, Banjarmasin, dilantik pula pemangku adat atau pengurus pusat
LAKKB, pemangku adat kabupaten/kota se Kalsel. LAKKB diketuai oleh G Ht Khairul Saleh
dan Sekretaris, Gt Chairinsyah. Bahkan hari itu juga dilaksanakan musyawarah tinggi adat dan
dialog budaya Kesultanan Banjar.
LAKKB punya posisi setingkat dibawah sultan atau raja muda. Pembentukannya
dilakukan sebagai upaya menumbuhkan adat yang mulai memudar. Adat istiadat yang pudar
karena

penjajah

dan

kemajuan

jaman.

Kesultanan

Banjar

berakhir

di

Martapura.

Ini ibarat maangkat batang tarandam. Atau membangkitkan nilai luhur dan kearifan sultansultan Banjar. Tidak ada maksud memunculkan feodalisme tapi mengangkat adat dan budaya
Banjar, sekaligus konsolidasi internal,
Selain itu, pembentukan LAKKB juga mendapat perhatian dari Forum Silaturahmi
Kesultanan se Nusantara (FSKN). Sekretaris Jendral FSKN Kanjeng Pangeran Haryo (KPH)
Suroso Gunawan Kusumodiningrat, mengutarakan, ada 135 kerajaan atau kesultanan di
nusantara. Sekitar 100 an menyatakan memberikan dukungan kebangkitan budaya Banjar di
Kalsel. Pelantikan ini merupakan legalitas pengaturan dan tata cara. Ada kesamaan satu
pandangan kedepan. Sebagai gambaran maka kerajaan atau kesultanan untuk menjadi anggota
FSKN itu tidak mudah. Eksistensi Banjar di FSKN sudah terjadi sejak 2004. Hanya, waktu itu
konteknya sebagai tamu. Adat istiadat itu yang ada dan tidak ada, seperti turun temurun
dilakukan secara rutin. Diangkatnya suatu dinasti masa lampau adalah pengangkatan pemimpin.
Kita tidak mengembalikan feudal atau monarki, ini adalah kebangkitan budaya Kalsel.
Dengan demikian titik baru untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus
membangkitkan budaya yang nyaris hilang ditelan masa telah dicapai dengan diadakan

Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan tokoh adat dan
juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh yang juga menjabat Bupati Kabupaten Banjar
periode 2010-2014. Selain itu, melalui struktur kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih
memperkuat tekad dan komitmen memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai
jati diri dan kepribadian sebagai masyarakat Banjar.[7]
Penobatan Khairul Saleh sebagai Raja Muda oleh LAKKB (Lembaga Adat dan
Kekerabatan Kesultanan Banjar) diiringi dengan beberapa alasan, yaitu:
1) Keturunan. Berdasarkan faktor keturunan ini, Khairul saleh dinobatkan sebagai Raja Muda
Kesultanan Banjar dengan gelar Pangeran H. Khairul Saleh. Beliau merupakan keturunan dari
Raja Banjar yang terakhir yaitu Sultan Muhammad Seman (1862-1905). Oleh karena itu
pantaslah beliau diberikan gelar kehormatan sebagai Pangeran (Raja Muda Kesultanan Banjar).
2) Kekuasaan. Untuk faktor kekuasaan ini, saya menganggapnya sebagai keberuntungan. Oleh
karena sistem pemerintahan Banjar pada saat ini adalah demokrasi, dimana pemilihan kepala
pemerintahan daerah (ex. bupati) ditentukan oleh masyarakat. Dalam hal ini, yang terpilih untuk
menjadi Bupati daerah Kabupaten Banjar periode 2010-2014 adalah H. Gusti Khairul Saleh
sendiri, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah pula penghidupan (pelestarian)
kesultanan Banjar.
3.) Kebudayaan. Berdasarkan faktor ini, diharapkan dengan penobatan Khairul Saleh sebagai
Raja Muda Kesultanan Banjar dapat melesarikan kebudayaan Banjar itu sendiri. Meskipun
dengan begini tetap tidak dapat mengembalikan kerajaan Banjar yang telah punah, namun
setidaknya masih bisa menyelamatkan kebudayaan Banjar untuk dikenang generasi penerus
Banjar.
Selain itu, wacana perencanaan mengenai pembangunan replika Keraton Banjar atau
Kesultanan Banjar, tampaknya akan terealisasi. Menariknya, bukan lagi dikatakan replika tapi
langsung disebut Keraton Banjar. Ada tiga lokasi yang menjadi pilihan, Kota Banjarmasin, Kota
Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Alhasil, Telok Selong, Kabupaten Banjar telah ditetapkan
sebagai lokasi pembangunannya.

Kepastian lokasi pembangunan Keraton Banjar itu diungkapkan Ketua Lembaga Adat
dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB) Ir H Gt Khairul Saleh MM, Sabtu (24/7/2010) di
Hotel Arum, Banjarmasin. Lokasi pembangunan Keraton Banjar di Telok Selong, demikian
diucapkan Khairul Saleh. Bupati Banjar ini juga menyebutkan, dia sudah menyiapkan lahan
seluas 2 hektar sebagai areal pembangunan Keraton Banjar. Terkait dengan pembangunan
Keraton Banjar, berdasarkan Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 tentang pedoman fasilitasi
organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan, keratin dan lembaga adat dalam pelestarian dan
pengembangan budaya daerah, memuat pernyataan bahwa pembangunan keraton, lembaga adat,
bisa didanai oleh pemerintah melalui APBD.[8]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Kerajaan diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja.

Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.

Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19, merupakan kerajaan Islam merdeka
dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-1915) maka
bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut lenyap , dan turun
derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang
Banjar.

Kerajaan Banjar memulai dan kemudian kembali memiliki tradisi bahwa raja diganti oleh
puteranya.

Sejak perang Banjar melawan colonial pada tahun 1857, kerajaan Banjar dibumihanguskan oleh
Belanda.

Saat ini hanya tersisa gelar saja untuk para keturunan raja-raja tanpa tersisa kekuasaan di
pemerintahan

Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan tokoh adat dan
juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh diharapkan sebagai titik baru untuk membangun
kekerabatan kesultanan sekaligus membangkitkan budaya yang nyaris hilang

struktur kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih memperkuat tekad dan komitmen
memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai jati diri dan kepribadian sebagai
masyarakat Banjar

DAFTAR PUSTAKA

Nirmala, Andini T. Aditya A. Pratama. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya:
Prima Media

Ras, JJ. 1968. Hikayat Banjar a Study in Malay Histoeiography. The Hague: Martinus Nijhoff

Usman, A. Gazali. 1989. Urang Banjar Dalam Sejarah. Banjarmasin: Lambung Mangkurat
University Press

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan

http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/04/06/sistem-politik-dan-pemerintahan-kerajaanbanjar/

http://kesultananbanjar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=80:penobatanraja-muda-kesultanan-banjar&catid=38:berita-lakkb

http://kesultananbanjar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=78:keratonbanjar-dibangun-di-telok-selong-dananya-dari-provinsi-dan-sumbanganperantau&catid=38:berita-lakkb

Anda mungkin juga menyukai