Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada
tiap individual. (Slamet H, 2006)
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling
sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor
sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu :
A. Derajat 1 (PPOK ringan)
B. Derajat 2 (PPOK sedang)
C. Derajat 3 (PPOK berat)
D. Derajat 4 (PPOK sangat berat)
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan
PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk
menegakkan PPOK adalah uji spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan
PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala
pada penderita PPOK berupa 3P yaitu:
1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk
2. Peningkatan produksi dahak
3. Peningkatan sesak napas.
Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal.
Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat. (Riyanto dan Hisyam, 2009)

I.2. Tujuan
a. Untuk menjelaskan definisi serta epidemiologi yang terkait dengan PPOK
b. Untuk menjelaskan faktor resiko dan menjabarkan patofisiologi serta
komplikasi yang mungkin terjadi saat PPOK
c. Menyajikan data-data dasar mengenai berbagai diagnosis banding terkait
PPOK
d. Untuk menjelaskan penatalaksanaan serta prognosis yang terkait dengan
PPOK
I.3. Manfaat
a. Manfaat bagi penulis
Menjadi bahan pembelajaran pribadi sehingga dapat lebih memahami
salah satu materi dalam blok 1 semester 4 yakni PPOK
b. Manfaat bagi mahasiswa
Menambah wawasan mahasiswa sehingga dapat lebih memahami aspekaspek utama dari PPOK
c. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan pustaka bagi institusi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada
tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran
udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat
progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan
oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan
sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama
PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas
berbahaya. (GOLD, 2010)
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru
kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun atau berbahaya. (PDPI, 2003)
II.2. Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang
berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih
bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan
oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi
saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan
komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil
akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh
individu tersebut (PDPI, 2003). Insidensi pada pria > wanita. Namun akhirakhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya
jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).

II.3. Faktor Resiko


Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari
partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya
(GOLD, 2010).
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami
gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih
tinggi daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita
PPOK bergantung pada dosis merokok nya, seperti umur orang
tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa
lama orang tersebut merokok.
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga
dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh
partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan
paru-paru terbakar.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor
resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin
juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara,
arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai
penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah
tangga lainnya. Ini memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang
memiliki angka kejadian yang tinggi terhadap kejadian PPOK (Hansel
and Barnes, 2003). Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika
dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan
bermotor.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding
wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita.
Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal
tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan
bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan
perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena
paparan polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak
( Hansel and Bernes, 2003)
7. Status sosioekonomi dan status nutrisi
Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadangkadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK,
meskipun banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan
magnesium memiliki prioritas utama (Hansel and Bernes, 2003)
8. Asma
9. Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
10. Faktor Genetik
Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu
penyebab terjadinya PPOK (Sandford et al, 2002), meskipun penelitian
Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik
memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru (Gottlieb
et al, 2001).
II.4. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran
napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai
bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan
neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai
mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur
paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi

ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti
proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas
besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru
dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel
radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus
membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan
hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang
menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas.
Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding
saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan
jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis
saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi
pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada
kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga
terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding
pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK.
Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti
peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan
kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal
(Alsaggaf dkk, 2004).
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran
napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan
sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil
(<2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi
karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan
saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Sat
Sharma, 2006)

Tabel 1. Konsep Patogenesis PPOK

(Sumber GOLD, 2010)


II.5. Gejala Klinis PPOK
Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan
batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula
ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas
bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu
pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila
eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini
menunjukan komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan
satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat
pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas
yang sempit oleh radang atau sikatrik.

4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004) .
II.6. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis :
A. Anamnesis:
a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

B. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi
a.1) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
a.2) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
a.3) Penggunaan otot bantu napas
a.4) Hipertropi otot bantu napas
a.5) Pelebaran sela iga
a.6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
a.7) Penampilan pink puffer atau blue bloater

b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
d) Auskultasi
d.1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah
d.2) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
d.4) Ekspirasi memanjang
d.5) Bunyi jantung terdengar jauh
Keterangan :
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:

Pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest


Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

10

Perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah


Suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara
tambahan (ronkhi atau wheezing)
2. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit

11

c. Radiologi
c.1) Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain.
c.2) Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar

Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye


drop appearance)
c.3) Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel
keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru
yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya
hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan
datar,

penciutan

pembuluh

darah

pulmonal,

dan

penambahan corakan ke distal.


B. Pemeriksaan Khusus (tidak rutin)
a. Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF),
Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner

12

Sepeda statis (ergocycle)


Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian
kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg
per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh
Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan

13

i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter
(emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang
ditemukan di Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan
gejala-gejala diatas.
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan
batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar
faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif
adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk,
2004).
II.7. Diagnosis Banding
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit
obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca
tuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal: bronkiektasis,
destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda.

14

Tabel 2. Perbedaan Asma, PPOK dan SOPT

(Sumber: PDPI, 2006)


II.8. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)
a. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).
Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80%
Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari
bahwa fungsi parunya abnormal.
b. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP <
70%; 50% < VEP1< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam
bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan
oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

15

c. Derajat III: PPOK berat


Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang
semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50%
prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada
kualitas hidup pasien.
d. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP <
70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan
adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. Terdapat ketidak
sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1.
II.9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK
nonreversibel,

merupakan
sehingga

penyakit

paru

penatalaksanaan

kronik

PPOK

progresif

terbagi

atas

dan
(1)

penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada


eksaserbasi akut.

16

1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada
asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas
dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma
yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktivitas optimal
4. Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri
maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang
rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling,
karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien
PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan
derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas

17

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan


ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
Macam obat dan jenisnya
Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu
atau kalau perlu saja )
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
Kapan oksigen harus digunakan
Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
Batuk atau sesak bertambah
Sputum bertambah
Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu
itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan
edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel

18

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :


Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok
Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan
Penggunaan oksigen di rumah
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat beratm
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai

bronkodilator

juga

( maksimal 4 kali perhari ).


Golongan agonis beta-2

mengurangi

sekresi

lendir

19

Bentuk

inhaler

digunakan

peningkatan

jumlah

penggunaan

untuk
dapat

mengatasi
sebagai

sesak,
monitor

timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya


digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser
dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam

bentuk

lepas

lambat

sebagai

pengobatan

pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan


berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak
( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai
terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif
yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20%
dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I : amoksisilin, makrolid
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat,sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru

20

Perawatan di Rumah Sakit :


dapat dipilih
Amoksilin dan klavulanat
Sefalosporin generasi II & III injeksi
Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
Aminoglikose per injeksi
Kuinolon per injeksi
Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas
hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
Manfaat oksigen
Mengurangi sesak

21

Memperbaiki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O 2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
Pemberian oksigen jangka panjang
Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah
sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK
stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah
sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen
Therapy = LTOT )
Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada
keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama
pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul

22

1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah


hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan
sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai
parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi
oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada
pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat
digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan
gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk
ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif
Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :

Volume control
Pressure control

23

Bilevel positive airway pressure (BiPAP)


Continous positive airway pressure (CPAP)
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus
(LTOT / Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang
signifikan pada:
Analisis gas darah
Kualitas dan kuantiti tidur
Kualitas hidup
Analisis gas darah
Indikasi penggunaan NIPPV
Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus
respirasi dan abdominal paradoksal
Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
Frekuensi napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas
atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi
mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
Gagal napas yang pertama kali
Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan
dapat diperbaiki, misalnya pneumonia
Aktivitas sebelumnya tidak terbatas
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :
Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan
dan pergerakan abdominal paradoksal
Frekuensi napas > 35 permenit
Hipoksemia yang mengancam jiwa (PaO2 < 40 mmHg)
Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (PaO2 < 60 mmHg)

24

Henti napas
Samnolen, gangguan kesadaran
Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)
Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli
paru, barotrauma, efusi pleura masif)
Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan


kondisi sebagai berikut:
PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal
sebelumnya
Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
VAP (ventilator acquired pneumonia)
Barotrauma
Kesukaran weaning
Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan
Keseimbangan antara kebutuhan respirasi dan kapasitas muskulus
respirasi
Bronkodilator dan obat-obatan lain adekuat
Nutrisi seimbang
Dibantu dengan NIPPV
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang

25

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan


terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis
gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Penurunan berat badan
Kadar albumin darah
Antropometri
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi)
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis
tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK
tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme
karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn
kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons
ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan
gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK
karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder
dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :
Hipofosfatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnesemi

26

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan


pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan
waktu pemberian yang lebih sering.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK.
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh
suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori
terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan
pernapasan.
1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem
transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
Peningkatan VO2 max
Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
Peningkatan cardiac output dan stroke volume
Peningkatan efisiensi distribusi darah
Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan

27

Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang


mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat
menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan
ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot
pernapasam

akan

mengakibatkan

bertambahnya

kemampuan

ventilasi maksimum, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi


sesak napas.
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan
endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya.
Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh
penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan
pada penderita PPOK
bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot
pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar,
sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan
ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang
diutamakan.
Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada
penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan
transportasi oksigen tidak sebesar pada orang
sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat
meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi
karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya
konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante
dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi
terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang
menyebabkan penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain
yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK

28

berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan


untuk menghentikan latihannya.
Berkurangnya

aktivitas

kegiatan

sehari-hari

akan

menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 46 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter
serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik.
Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan

menurunnya

oxygen

uptake

dan

kontrol

kardiovaskuler.

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :


Di rumah
Latihan dinamik
Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda
Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per
minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut
nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan
keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil
pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang
setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan
informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah
dilaksanakan.
Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk
penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging.
Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu jenis
latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit,
yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40%
maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai

29

denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit.


Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah
beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari
selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal adalah 220 umur dalam tahun.
Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk
penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani
secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam
bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :


Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental,
gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
Pakaian longgar dan ringan
2. Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan
apabila diperlukan dapat diberikan obat
3. Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol
sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan
pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja
otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih
ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti. (PDPI, 2003)
II.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas

30

Gagal napas kronik


Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing


Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat
disertai gagal jantung kanan. (PDPI, 2003)
II.11. Pencegahan
1. Mencegah terjadinya PPOK

31

Hindari asap rokok


Hindari polusi udara
Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
Berhenti merokok
Gunakan obat-obatan adekuat
Mencegah eksaserbasi berulang (PDPI, 2003)

II.12. Prognosis
Bila FEV1 sebesar 1,4 liter, maka masa hidupnya adalah 10 tahun.
Jadi bila FEV1 1 liter, maka masa hidupnya sekitar 4 tahun dan bila
kurang dari 1 liter, maka masa hidupnya 2 tahun dan kurang dari 2 tahun
bila FEV1 nya kurang dari 0,5 liter. Bila terdapat kor pulmonal, maka
prognosis akan menjadi lebih buruk. Disamping itu prognosis sangat
tergantung pada beberapa keadaaan, antara lain: merokok, pemebrian
oksigen, dan pemberian bronkodilator. 70-80% tertolong selama terjadi
episode akut dari kegagalan pernapasan pada pasien PPOK. (Tabrani Rab,
2010)

32

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit
yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari
yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda
pada tiap individual.
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling
sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan
inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu :

33

A. Derajat 1 (PPOK ringan)


B. Derajat 2 (PPOK sedang)
C. Derajat 3 (PPOK berat)
D. Derajat 4 (PPOK sangat berat)
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak
nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+).
Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas
untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri. Prognosa PPOK tergantung
dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.

III.2. Saran
Bagi perokok berhentilah merokok, ciptakan udara bersih di rumah,
hindari asap dan debu kendaraan, jangan memasang obat nyamuk bakar
dalam tempat tidur, jaga kebugaran dengan latihan jalan, olahraga dan
makan-makanan sehat

Anda mungkin juga menyukai

  • Tutorial Forensik 1 Kel II
    Tutorial Forensik 1 Kel II
    Dokumen3 halaman
    Tutorial Forensik 1 Kel II
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen16 halaman
    Bab I
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Typoid Kasus
    Typoid Kasus
    Dokumen14 halaman
    Typoid Kasus
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen20 halaman
    Bab I
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Syok
    Syok
    Dokumen1 halaman
    Syok
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen7 halaman
    Meningitis
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen7 halaman
    Meningitis
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Referat
    Kata Pengantar Referat
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Referat
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ujian
    Tugas Ujian
    Dokumen18 halaman
    Tugas Ujian
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • A. Identitas
    A. Identitas
    Dokumen8 halaman
    A. Identitas
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Tugas1 DR
    Tugas1 DR
    Dokumen3 halaman
    Tugas1 DR
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen12 halaman
    Laporan Kasus
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Episkleritis Baru
    Lapsus Episkleritis Baru
    Dokumen17 halaman
    Lapsus Episkleritis Baru
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Episkleritis
    Lapsus Episkleritis
    Dokumen23 halaman
    Lapsus Episkleritis
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Pendek Episkleritis
    Pendek Episkleritis
    Dokumen12 halaman
    Pendek Episkleritis
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Pelaksanaan Kegiatan Dan Hasil
    Pelaksanaan Kegiatan Dan Hasil
    Dokumen3 halaman
    Pelaksanaan Kegiatan Dan Hasil
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Jilid Benar
    Jilid Benar
    Dokumen2 halaman
    Jilid Benar
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • PTC40
    PTC40
    Dokumen35 halaman
    PTC40
    Laras Ciingu Syahreza
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • MBO FK
    MBO FK
    Dokumen14 halaman
    MBO FK
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • TEKANAN INTRA KRANIAL2 (Sum)
    TEKANAN INTRA KRANIAL2 (Sum)
    Dokumen8 halaman
    TEKANAN INTRA KRANIAL2 (Sum)
    meyulia
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Referat
    Kata Pengantar Referat
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Referat
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Tugas Dr. Vivi Anti Jamur
    Tugas Dr. Vivi Anti Jamur
    Dokumen4 halaman
    Tugas Dr. Vivi Anti Jamur
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • Aliran Lcs Dan Sistem Ventrikel
    Aliran Lcs Dan Sistem Ventrikel
    Dokumen2 halaman
    Aliran Lcs Dan Sistem Ventrikel
    Atang Kusman
    100% (1)
  • Pemeriksaan Otitis Media
    Pemeriksaan Otitis Media
    Dokumen3 halaman
    Pemeriksaan Otitis Media
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat
  • COVER Histologi
    COVER Histologi
    Dokumen1 halaman
    COVER Histologi
    Atang Kusman
    Belum ada peringkat