BAB I
PENDAHULUAN
I.2. Tujuan
a. Untuk menjelaskan definisi serta epidemiologi yang terkait dengan PPOK
b. Untuk menjelaskan faktor resiko dan menjabarkan patofisiologi serta
komplikasi yang mungkin terjadi saat PPOK
c. Menyajikan data-data dasar mengenai berbagai diagnosis banding terkait
PPOK
d. Untuk menjelaskan penatalaksanaan serta prognosis yang terkait dengan
PPOK
I.3. Manfaat
a. Manfaat bagi penulis
Menjadi bahan pembelajaran pribadi sehingga dapat lebih memahami
salah satu materi dalam blok 1 semester 4 yakni PPOK
b. Manfaat bagi mahasiswa
Menambah wawasan mahasiswa sehingga dapat lebih memahami aspekaspek utama dari PPOK
c. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan pustaka bagi institusi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada
tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran
udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat
progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan
oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan
sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama
PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas
berbahaya. (GOLD, 2010)
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru
kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun atau berbahaya. (PDPI, 2003)
II.2. Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang
berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih
bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan
oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi
saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan
komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil
akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh
individu tersebut (PDPI, 2003). Insidensi pada pria > wanita. Namun akhirakhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya
jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).
6. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding
wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita.
Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal
tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan
bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan
perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena
paparan polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak
( Hansel and Bernes, 2003)
7. Status sosioekonomi dan status nutrisi
Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadangkadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK,
meskipun banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan
magnesium memiliki prioritas utama (Hansel and Bernes, 2003)
8. Asma
9. Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
10. Faktor Genetik
Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu
penyebab terjadinya PPOK (Sandford et al, 2002), meskipun penelitian
Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik
memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru (Gottlieb
et al, 2001).
II.4. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran
napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai
bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan
neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai
mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur
paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi
ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti
proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas
besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru
dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel
radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus
membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan
hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang
menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas.
Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding
saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan
jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis
saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi
pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada
kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga
terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding
pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK.
Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti
peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan
kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal
(Alsaggaf dkk, 2004).
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran
napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan
sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil
(<2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi
karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan
saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Sat
Sharma, 2006)
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004) .
II.6. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis :
A. Anamnesis:
a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
B. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi
a.1) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
a.2) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
a.3) Penggunaan otot bantu napas
a.4) Hipertropi otot bantu napas
a.5) Pelebaran sela iga
a.6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
a.7) Penampilan pink puffer atau blue bloater
b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
d) Auskultasi
d.1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah
d.2) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
d.4) Ekspirasi memanjang
d.5) Bunyi jantung terdengar jauh
Keterangan :
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.
10
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
11
c. Radiologi
c.1) Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain.
c.2) Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
penciutan
pembuluh
darah
pulmonal,
dan
12
13
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter
(emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang
ditemukan di Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan
gejala-gejala diatas.
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan
batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar
faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif
adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk,
2004).
II.7. Diagnosis Banding
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit
obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca
tuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal: bronkiektasis,
destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda.
14
15
merupakan
sehingga
penyakit
paru
penatalaksanaan
kronik
PPOK
progresif
terbagi
atas
dan
(1)
16
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada
asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas
dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma
yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktivitas optimal
4. Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri
maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang
rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling,
karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien
PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan
derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas
17
18
bronkodilator
juga
mengurangi
sekresi
lendir
19
Bentuk
inhaler
digunakan
peningkatan
jumlah
penggunaan
untuk
dapat
mengatasi
sebagai
sesak,
monitor
bentuk
lepas
lambat
sebagai
pengobatan
20
21
Memperbaiki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O 2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
Pemberian oksigen jangka panjang
Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah
sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK
stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah
sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen
Therapy = LTOT )
Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada
keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama
pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul
22
Volume control
Pressure control
23
24
Henti napas
Samnolen, gangguan kesadaran
Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)
Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli
paru, barotrauma, efusi pleura masif)
Telah gagal dalam penggunaan NIPPV
25
26
27
akan
mengakibatkan
bertambahnya
kemampuan
28
aktivitas
kegiatan
sehari-hari
akan
menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 46 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter
serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik.
Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan
menurunnya
oxygen
uptake
dan
kontrol
kardiovaskuler.
29
30
31
II.12. Prognosis
Bila FEV1 sebesar 1,4 liter, maka masa hidupnya adalah 10 tahun.
Jadi bila FEV1 1 liter, maka masa hidupnya sekitar 4 tahun dan bila
kurang dari 1 liter, maka masa hidupnya 2 tahun dan kurang dari 2 tahun
bila FEV1 nya kurang dari 0,5 liter. Bila terdapat kor pulmonal, maka
prognosis akan menjadi lebih buruk. Disamping itu prognosis sangat
tergantung pada beberapa keadaaan, antara lain: merokok, pemebrian
oksigen, dan pemberian bronkodilator. 70-80% tertolong selama terjadi
episode akut dari kegagalan pernapasan pada pasien PPOK. (Tabrani Rab,
2010)
32
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit
yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari
yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda
pada tiap individual.
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling
sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan
inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu :
33
III.2. Saran
Bagi perokok berhentilah merokok, ciptakan udara bersih di rumah,
hindari asap dan debu kendaraan, jangan memasang obat nyamuk bakar
dalam tempat tidur, jaga kebugaran dengan latihan jalan, olahraga dan
makan-makanan sehat