TINJAUAN PUSTAKA
mandibula [V3] saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi
umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian posterior lidah.
Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal untuk sensasi rasa di daerah
tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring, tonsil dan bagian dalam palatum
molle. Saraf vagus (saraf kranial ke 10) untuk sensasi jalan nafas dibawah epiglotis.
: tampak palatum molle, palatum durum, uvula, pillar tonsil anterior dan
posterior.
o Kelas II : tampak palatum molle, palatum durum dan uvula
o Kelas III : tampak palatum molle dan dasar uvula
o Kelas IV : tak tampak palatum molle
4. Jarak thyromental adalah jarak dari sumbu anterior mandibula sampai dengan puncak
kartilago thyroid. Semakin pendek maka anterior laring akan semakin terlihat.
Sumber oksigen
Laringoskop
Suction
Stetoskop
Plester
Akses intravena
kebocoran tersebut menyebabkan dada tidak mengembang dan tersdengar suara nafas yang
menandakan adanya obstruksi.
Jika masker wajah di pegang menggunakan tangan kiri, tangan kanan dapat digunakan
memberi tekanan positif pada kantong pernafasan. Pada masker dilakukan penekanan kebawah
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis menggenggam dan
mengekstensikan mandibular terhadap sendi atlanto oksipital.tekanan jari harus ditempatkan pada
tulang mandibular. Jari kelingking diletakkan dibawah segitiga rahang dan mendorong rahang ke
bagian anterior.
Pada keadaan yang sulit, kedua tangan dapat digunakan untuk mendukung jaw thrust dan
memfiksasi masker wajah dan kemudian meminta asisten untuk menekan kantong udara. Pada
beberapa kasus ibu jari menekan masker ke bawah dan ruas-ruas jari mendorong rahang ke
belakang.
Obsruksi saat pernafasan dapat terjadi saat penekanan masker yang terlalu kuat atau efek
katup bola pada saat jaw thrust. Tekanan positif pada ventilasi harus dibatasi hingga 20 cm H2O
untuk mencegah pengisian udara pada lambung. Penggunaan ventilasi yang terlalu lama dapat
mengakibatkan cidera pada cabang saraf trigeminal dan saraf fasial. untuk mencegah terjadinya
cidera dianjurkan untuk mengubah-ubah posisi. Dalam penatalaksanaan hindarkan mata dari
kontak masker atau tangan, dan mata harus diplester untuk mengurangi abrasi kornea.6,7
C. Posisi
Ketika memanipulasi jalan nafas, perbaikan posisi tubuh pasien wajib dilakukan. Untuk
menyelaraskan sumbu mulut dan faring pasien dengan posisi sniffing
Jika dicurigai adanya fraktur cervical maka kepala tetap berada pada posisi neutral dalam
melakukan seluruh manipulasi jalan nafas. Stabilisasi satu arah (in-line) dilakukan pada pasien
tersebut hingga kecurigaan trauma cervical dapat disingkirkan oleh ahli radiologi, ahli saraf
ataupun ahli bedah. Tubuh pasien-pasien dengan obesitas harus diposisikan 30o dikarenakan
kapasitas fungsi residual paru lebih cepat menurun pada posisi supine. 6,7
D. Preoksigenasi
Bila memungkinkan, preoksigenasi dengan masker oksigen digunakan setiap akan
melakukan tindakan penatalaksanaan jalan nafas. Oksigen digunakan beberapa menit untuk
mengawali induksi anestesi. Dengan cara ini kapasitas residu fungsional (KRF) paru dibersihkan
dari nitrogen. Lebih dari 90% FRC terisi 2 liter O2 yang dihantarkan, meningkatkan kebutuhan
oksigen normal yang berkisar antara 200-250 ml/menit, dengan preoksigenisasi
pasien
mempunyai cadangan oksigen berkisar antara 5-8 menit sehingga ketika terjadi apnea dan ventilasi
yang diberikan terhambat dapat meningkatkan keselamatan. 6,7
10
11
12
Keuntungan dan Kerugian LMA dibandingkan dengan Face Mask atau ETT
Tabel 2.3: Keuntungan dan Kerugian LMA dibandingkan dengan Face Mask atau ETT
Keuntungan
Kerugian
Dibandingkan
Lebih invasif
Lebih
mudah
untuk
-
nafas
-
keterampilan
baru
Membutuhkan
Lebih
membutuhkan
kelenturan
mandibular joint)
TMJ
(temporo-
Dibandingkan
Kurang invasif
dengan ETT
Kedalam
anastesi
yang
jackknife
Tidak
rendah
obisitas berat
Mengurangi
kejadian -
bronkospasme
dan
laringospasme
-
Tidakmembutuhkan
mobilitas
introkular
-
13
(positive
Resiko kebocoran
gas dan
PPV
pasien
terjaga
-
leher
-Maksimum
pada
otot
aman
14
15
16
5. Laringoskop
Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi trakea.
Handle biasanya berisi baterai untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energy
fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik tertuju langsung
dan tidak tersebar. Terdapat dua macam laringoskop, diantaranya adalah laringoskop direct dan
indirect.
17
18
Gambar 2.17 pipa trakea yang terpasang mandrin dengan ujung membentuk
seperti tongkat hoki
Blade yang diinginkan dikunci pada pegangan laringoskop dan fungsi cahaya lampu diuji.
Caaya lampu harus senantiasa konstan meskipun bola lampu bergoyang-goyang. ETT yang
berukuran lebih kecil harus disediakan untuk mengantisipasi jika ETT yang digunakan terlalu
besar. Stylet (manrin) harus segera tersedia. Peralatan suction dibutuhkan untuk membersihkan
jalan nafas terutama pada kasus sekresi yang tak terduga seperti darah atau muntahan.
Kesuksesan intubasi sering ditentukan posisi pasien yang tepat. Posisi kepala mestinya
berada sejajar dengan pinggang ahli anestesi atau lebih tinggi gunak mencegah ketegangan pada
punggung belakang saat sedang melakukan laringoskopi.
19
Saat melakukan laringoskopi berarti memindahkan jaringan lunak untuk melihat langsung
pembukaan glottis dari mulut. Peninggian kepala 5-10cm dari meja operasi dan ekstensi sendi
atlantooksipital sehingga terbentuk posisi menghirup udara sesuai yang diinginkan. Digunakan
bantal atau benda lunak untuk mnyangga saat dilakukan fleksi pada servikal Persiapan induksi dan
intubasi juga melibatkan proses preoksigenisasi. Penyediaan oksigen 100% menambah keamanan
Dikarenakan anestesi umum mengilangkan reflek proteksi kornea. Perawatan mata harus
dialkukan selama melakukan anestesi umum agar tidak terjadi abrasi kornea. Kedua mata ditutup
menggunakan plester atau dilakukan pemberian salep mata sebelum dulakukan manipulasi
terhadap jalan nafas.
20
7. Orotrakeal intubasi
Laringoskop dipegang menggunakan tangan kiri, dengan mulut yang sudah terbuka
arahkan blade ke sisi kanan orofaring cegah agar tidak terkena gigi. Lidah digesr ke sisi kiri
kemudian di letakan pada lantai faring menggunakan blade . jika telah berhasil menggeser lidah
ke sisi kiri atur hingga tempat pemasangan ETT terlihat.
pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi. Walaupun deteksi kadar CO2 dengan
capnograf yang merupakan konfirmasi terbaik dari letak TT di trachea, tapi tidak dapat
mengecualikan intubasi bronchial. Manifestasi dini dari intubasi bronkhial adalah peningkatan
tekanan respirasi puncak. Lokasi pipa yang tepat dapat dikonfirmasi dengan palpasi balon pada
sternal notch sambil menekan pilot balon dengan tangan lainnya. Balon jangan ada diatas level
kartilago cricoid, karena lokasi intralaringeal yang lama dapat menyebabkan suara serak pada post
operasi dan meningkatkan resiko ekstubasi yang tidak disengaja. Posisi pipa dapat dilihat dengan
radiografi dada, tapi ini jarang diperlukan kecuali dalam ICU.
Hal yang diuraikan diatas diambil dari pasien tidak sadar. Intubasi lewat mulut ini biasanya
kurang ditoleran pada pasien yang sadar. Jika perlu, dalam kasus terakhir, sedasi intravena,
penggunaan lokal anestetik spray dalam orofaring, regional blok saraf akan memperbaiki
penerimaan pasien.
22
Kegagalan intubasi jangan diikuti dengan pengulangan usaha karena hasilnya akan sama.
Perubahan harus dilakukan meningkatkan keberhasilan, seperti mengatur kembali posisi pasien,
penurunan ukuran pipa, pemasangan mandren, memilih blade yang berbeda, mencoba lewat
hidung atau meminta bantuan dokter anestesi lainnya. Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan
face mask, pilihan pengelolaan jalan nafas yang lain (contoh LMA, combitube, cricotirotomi
dengan jet ventilasi, tracheostomi). Petunjuk yang dikembangkan oleh ASA untuk penanganan
jalan nafas yang sulit, termasuk algoritma rencana terapi.
8. Intubasi Nasotracheal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa TT masuk lewat hidung dan
nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang hidung yang dipilih dan
digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine
(0,5 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Akan
tetapi, pemberian tetes hidung phenyleprine yang berlebihan dapat menimbulkan hipertensi,
takikardi dan lain lain. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.
TT yang telah dilubrikasi dengan jeli yang larut dalam air, dimasukkan dipergunakan didasar
hidung, dibawah turbin inferior. Bevel TT disisi lateral jauh dari turbin. Untuk memastikan pipa
lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari TT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara
berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring, laringoskope, digunakan
adduksi pita suara. Seringnya ujung distal dari TT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan.
Jika ditemukan kesulitan memasukkan ujung pipa menuju pita suara mungkin difasilitasi dengan
forcep Magil, yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon. Memasukkan TT
melalaui hidung atau pemasangan kateter nasogastrik berbahaya pada pasien dengan trauma wajah
yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial.
23
dan saluran untuk aspirasi dari FOB untuk memperbaiki oksigenasi dan membuang sekret dari
ujung tip.
Pilihan lain, jalan nafas nasal yang lebar dapat dipasang dalam lubang hidung kolateral.
Breathing sirkuit dapat langsung dihubungkan pada ujung dari nasal airway untuk memberikan O2
100% selama laringoskopi. Jika pasien tidak sadar dan tidak bernafas spontan, mulut dapat
diplester dan ventilasi dilakukan melalui nasal airway tunggal. Bila teknik ini digunakan adekuat
ventilasi dan oksigenasi harus di konfirmasi dengan capnograph dan pulse oximetry. TT yang telah
diberi pelumas dan dimasukkan ke dalam lubang hidung lainnya sepanjang nasal airway. Tangkai
dari FOB yang telah diberi pelicin dimasukan ke dalam lubang TT. Selama endoskopi, jangan
dimajukan jika hanya dinding dari TT atau membran mukosa yang terlihat. Ini juga penting untuk
mempertahankan tangkai bronkoskop relatif lurus, jadi jika kepala dari bronkhoskop diputar secara
langsung, ujung distal akan bergerak dengan derajat yang sama. Ketika ujung dari FOB masuk
ujung distal dari TT, epiglotis dan glotis harus tampak. Ujung dari bronchoskop dimanipulasi
untuk melewati pita suara yang telah abduksi.Ini tidak perlu dilakukan dengan cepat karena pasien
sadar dapat bernafas adekuat dan pada pasien dianestesi, jika ventilasi dan oksigenasi tidak
adekuat, FOB ditarik danlakukan ventilasi dengan face mask. Minta asisten untuk jaw thrust atau
lakukan tekanan pada krikoid dapat membantu penglihatan pada kasus sulit. Jika pasien bernafas
spontan, tarik lidah dengan klem dapat memfasilitasi intubasi.
Gambar 2.21 teknik membenarkan pipa trake dengan FOB (Fiber Optic Bonchoscope)
24
Sekali dalam trakhea, FOB didorong masuk ke dekat carina. Adanya cincin trakhea dan
carina adalah membuktikan posisi yang tepat. TT di dorong dari FOB. Sudut sekitar cartilago
arytenoid dan epiglotis dapat mencegah mudahnya memasukan pipa. Penggunaan pipa yang
berkawat baja biasanya menurunkan masalah ini disebabkan lebih besarnya fleksibilitas dan sudut
pada bagian distal lebih tumpul. Posisi TT yang tepat dikonfirmasi dengan melihat ujung dari pipa
diatas karina sebelum FOB ditarik.
25
26
H. Teknik ekstubasi
Ekstubasi dilakukan ketika pasien dalam keadaan anetesi dalam atau saat bangun. Pada
beberapa kasus. pemulihan yang adekuat dari agen blokade neuromuskular harus dilakukan
sebelum melakukan ekstubasi. Jika menggunakan agen blokade neuromuscular pasien harus
terkontrol dan penggunaan ventilasi mekanik harus di lepaskan bertahap sebelum ekstubasi
dilakukan.
Ekstubasi dalam periode anestesi ringan( antara periode tidur dan bangu) harus dihindari
karena meningkatkan resiko laringospasme. perbedaan pasien dalam keadaan anestesi atau telah
sadar adalah reflek ketika melakukan suction jika pasien telah terjaga maka pasien akan terbatuk
atau terjadi reflek menelan
Ekstubasi pada pasien terjaga biasanya dihubungkan dengan adanya batuk. Reaksi tersebut
akan meningkatkan hearth rate, tekanan vena sentral, peningkatan tekanan arteri, tekanan
intracranial, tekanan abdominal,
perdarahan. Adadnya ETT pada pasien asma mungukin meningkatkan kejadian bronkospasme.
Beberapa praktisi memberikan iv 1,5 mg/kg BB sebelum suction dan intubasi terhadap pasien
yang tidak bias mentolelir efek tersebut.
Tanpa memandang pelepasan pipa dalam kondisi anstesi atau terbangun, faring harus di
suction sebelum ekstubasi untuk mengurangi resiko aspirasi darah dan secret. Sebagai tambahan,
pasien harus diberikan oksigen 100% untuk mencegah kesulitan bernafas setelah ETT dilepaskan.
Saat mengawali ekstubasi plester dilepaskan dan balon dikempiskan. Pipa dicabut perlahan dengan
satu tarikan, kemudian masker oksigen dipasangkan . pemasangan masker oksigen dilakukan
selama periode pemindahan pasien ke area post anestesi. 6,7
27
28